Anda di halaman 1dari 14

Materi Kuliah

Struktur Beton Prategang

Program Studi Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Parepare
2015

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik UMPAR


BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi


terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relative sangat rendah
terhadap tarik.Beton tidak selamanya bekerja secara efektif didalam
penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja
yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak dibagian yang
tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak
bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan srtuktur-
struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis,
karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Disampimg itu, retak-
retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan
tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi
karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi struktur.
Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton
bertulang seperti diuraikan diatas, timbullah gagasan untuk menggunakan
kombinasi-kombinasi bahan beton secara lain, yaitu dengan memberikan
pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa
disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan oleh Eugene
Freyssinet seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk
mengatasi rangkak,relaksasi dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel
maka digunakan beton dan baja yang bermutu tinggi. Disamping itu ia juga
telah menciptakan suatu system panjang kawat dan system penarikan yang
baik, yang hingga kini masih dipakai dan terkenal dengan system Freyssinet.
Dengan demikian, Freyssinet telah berhasil menciptakan suatu jenis
struktur baru sebagai tandingan dari strktur beton bertulang. Karena
penampang beton tidak pernah tertarik, maka seluruh beban dapat
dimanfaatkan seluruhnya dan dengan system ini dimungkinkanlah penciptaan
struktur-struktur yang langsing dan bentang-bentang yang panjang. Beton
pratekan untuk pertama kalinya dilaksanakan besar-besaran dengan sukses
oleh Freyssinet pada tahun 1933 di Gare Maritime pelabuhan LeHavre
(Perancis). Freyssenet sebagai bapak beton pratekan segera diikuti jejaknya
oleh para ahli lain dalam mengembangkan lebih lanjut jenis struktur ini,seperti:

2
1. Yves Gunyon
Yves Gunyon adalah seorang insinyur Perancis dan telah menerbitkan
buku Masterpiecenya “ Beton precontraint” (2 jilid) pada tahun 1951. Beliau
memecahkan kesulitan dalam segi perhitungan struktur dari beton pratekan
yang diakibatkan oleh gaya-gaya tambahan disebabkan oleh pembesian
pratekan pada struktur yang mana dijuluki sebagai “Gaya Parasit” maka Guyon
dianggap sebagai yang memberikan dasar dan latar belakang ilmiah dari beton
pratekan.
2. T.Y. Lin
T.Y. Lin adalah seorang insinyur kelahiran Taiwan yang merupakan guru
besar di California University, Merkovoy. Keberhasilan beliau yaitu mampu
memperhitungkan gaya-gaya parasit yang tejadi pada struktur. Ia
mengemukakan teorinya pada tahun 1963 tentang “ Load Balancing”. Dengan
cara ini kawat atau kabel prategang diberi bentuk dan gaya yang sedemikian
rupa sehingga sebagian dari beban rencana yang telah datetapkan dapat
diimbangi seutuhnya pada beban seimbang ini. Didalam struktur tidak terjadi
lendutan dan karenanya tidak bekerja momen lentur apapun, sedangkan
tegangan beton pada penampang struktur bekerja merata. Beban-beban lain
diluar beban seimbang (beban vertikal dan horizontal) merupakan “inbalanced
load”, yang akibatnya pada struktur dapat dihitung dengan mudah dengan
menggunakan teori struktur biasa. Tegangan akhir dalam penampang didapat
dengan menggunakan tegangan merata akibat “balanced” dan tegangan
lentur akibat “unbalanced load”. Tanpa melalui prosedur rumit dapat dihitung
dengan mudah dan cepat. Gagasan ini telah menjurus kepada pemakaian baja
tulangan biasa disamping baja prategang, yaitu dimana baja prategang hanya
diperuntukkan guna memikul akibat dari inbalanced load.
Teori “inbalanced load” telah mengakibatkan perkembangan yang
sangat pesat dalam menggunakan beton pratekan dalam gedung-gedung
bertingkat tinggi. Struktur flat slab, struktur shell, dan lain-lain. Terutama di
Amerika dewasa ini boleh dikatakan tidak ada gedung bertingkat yang tidak
menggunakan beton pratekan didalam strukturnya.
T.Y. Lin juga telah berhasil membuktikan bahwa beton pratekan dapat
dipakai dengan aman dalam bangunan-bangunan didaerah gempa, setelah
sebelumnya beton pratekan dianggap sebagai bahan yang kurang kenyal
(ductile) untuk dipakai didaerah-daerah gempa, tetapi dikombinasikan dengan
tulangan baja biasa ternyata beton pratekan cukup kenyal, sehingga dapat

3
memikul dengan baik perubahan-perubahan bentuk yang diakibatkan oleh
gempa.
3. P.W. Abeles
P.W. Abeles adalah seorang insinyur Inggris, yang sangat gigih
mendongkrak aliran ”full prestressing”, karena penggunaanya tidak kompetitif
terhadap penggunaan beton bertulang biasa dengan menggunakan baja
tulangan mutu tinggi. Penggunaan full prestressing ini tidak ekonomis,
menurut berbagai penelitian biaya struktur dengan beton pratekan dan full
prestressing dapat sampai 3,5 atau 4 kali lebih mahal dari pada struktur yang
sama tetapi dari beton bertulang biasa dengan menggunakan tulangan baja
mutu tinggi. Dengan demikian timbullah gagasan baru yang dikemukakan oleh
P.W. Abeles untuk mengkombinasikan prinsip pratekan dengan prinsip
penulangan penampang atau dikenal dengan nama “partial prestressing”.
Yang mana didalam penampang diijinkan diadakannya bagi tulangan, lebar
retak dapat dikombinasikan dengan baik.
“Partial prestressing” telah disetujui oleh Chief Engineer’s
Departement untuk digunakan pada jembatan-jembatan kereta api di Inggris,
dimana tegangan tarik boleh terjadi sampai 45 kg/cm2 dengan lebar retak
yang dikendalikan dengan memasang baja tulangan biasa. Freyssinet sendiri
menjelang akhir karirnya telah mengakui juga bahwa “partial prestressing”
mengembangkan struktur-struktur tertentu. Begitupun dengan teori “load
balancing” dari T.W. Lin yang ikut mendorong dipakainya “partial prestressing”
karena pertimbangannya kecuali segi ekonomis juga segi praktisnya bagi
perencanaan.

B. Aplikasi

Penggunaan sistem prategang pada elemen struktural linier adalah


dengan memberikan gaya konsentris atau eksentris dalam arah longitudinal.
Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau
sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada
kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser,
dan torsional penampang tersebut.

4
Selain itu, pemberian tegangan (stressing) juga digunakan pada
cerobong reaktor nuklir, pipa, dan tangki cairan, yang pada dasarnya
mengikuti prinsip-prinsip dasar yang sama dengan pemberian prategang linier.
Tegangan melingkar pada struktur silindris atau kubah menetralisir tegangan

5
tarik di serat terluar dari permukaan kurvilinier yang disebabkan oleh tekanan
kandungan internal.

Struktur beton prategang mempunyai beberapa keuntungan, antara lain :


a) Terhindarnya retak terbuka di daerah tarik, jadi lebih tahan terhadap
keadaan korosif.
b) Kedap air, cocok untuk pipa dan tangki.
c) Karena terbentuknya lawan lendut sebelum beban rencana bekerja, maka
lendutan akhirnya akan lebih kecil dibandingkan pada beton bertulang.
d) Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh luas penampang
dipakai secara efektif.
e) Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah berat
besi beton biasa.
f) Ketahanan gesek balok dan ketahanan puntirnya bertambah. Maka
struktur dengan bentang besar dapat langsing. Tetapi ini menyebabkan

6
Natural Frequency dari struktur berkurang, sehingga menjadi dinamis
instabil akibat getaran gempa/angin, kecuali bila struktur itu memiliki
redaman yang cukup atau kekakuannya ditambah.
Adapun kekurangan dari penggunaan beton prategang adalah :
a) Dengan ketahanan gesek balok dan ketahanan puntirnya bertambah,
maka struktur dengan bentang besar dapat langsing. Tetapi ini
menyebabkan natural frequency dari struktur berkurang, sehingga
menjadi dinamis instabil akibat getaran gempa/angin, kecuali bila struktur
itu memiliki redaman yang cukup atau kekakuannya ditambah.
b) Penggunaan bahan-bahan bermutu tinggi mengakibatkan harga satuan
pekerjaan menjadi lebih tinggi.
c) Pengerjaan membutuhkan menuntut ketelitian yang lebih tinggi dan
pengawasan yang lebih ketat dari pelaksana ahli.

C. Sifat-Sifat Bahan

1. Beton
Untuk beton pratekan diperlukan mutu beton yang tinggi (min K-300)
karena mempunyai sifat penyusutan dan rangkak yang rendah mempunyai
modulus elastisitas dan modulus tekan yang tinggi serta dapat menerima
tegangan yang lebih besar dibandingkan beton mutu rendah,. Sifat-sifat ini
sangat penting untuk menghindarkan kehilangan tegangan yang cukup besar
akibat sifat-sifat beton tersebut.
Beton adalah campuran air, semen dan agregat serta suatu beban
tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan
langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal
untuk beton dengan perbandingan berat adalah agregat kasar 44 %, agregat
halus 31 %, dan air 7 %. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan
karakteristik, pada usia 28 hari f’c. Kuat tekan karakteristik adalah tegangan
yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari
tes penekanan standar, yaitu dengan kubus ukuran 150 x 150 mm, atau silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan
kubus adalah lebih tinggi daripada dengan silinder. Rasio antara kekuatan
silinder dan kubus adalah 0,8.

7
Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai
kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c antara 30-45 Mpa. Kuat
tekan yang tinggi diprelukan untuk menahan tegangan tekan pada serat
tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai
modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangka lebih kecil.

2. Baja Prategang
Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum dipakai pada struktur
beton prategang. Baja untuk beton prategang terdiri dari:
a. Kawat baja
Kawat baja disediakan dalam bentuk gulungan, kawat dipotong dengan
panjang tertentu dan dipasang di pabrik atau lapangan. Baja harus bebas dari
lemak untuk menjamin rekatan antara beton dengan baja prategang.
b. Untaian kawat (strand)
Kekuatan batas strand ada 2 jenis yaitu 1720 MPa dan 1860 MPa, yang lazim
dipakai adalah strand dengan 7 kawat.

Tabel spesifikasi strand 7 kawat


Ø Nominal (mm) Luas Nominal mm2 Kuat Putus (kN)
6,35 23,22 40
7,94 37,42 64,5
9,53 51,61 89
11,11 69,68 120,1
12,70 92,9 160,1
15,24 139,35 240,2

c. Batang Baja
Batang baja yang digunakan untuk beton prategang disyaratkan pada ASTM A
322, kekuatan batas minimum adalah 1000 MPa. Modulus elastisitas 1,72 105 –
1,93.105 MPa. Batang baja mutu tinggi tersedia pada panjang sekitar 24 m.
Batang-batang baja tersedia sampai Ø 34,9 mm.

Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam taktik ada empat macam,
yaitu :
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada
beton prategang dengan sistem pratarik.

8
2. Untaian Kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang
untuk beton prategang dengan sistem pascatarik
3. Kawat Batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada
beton prategang dengan sistem pratarik.
4. Tulangan biasa, sering digunakan unutk tulangan non-prategang (tidak
ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk
pengangkuran dan lain-lain.
Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai
dengan spesifikasi ASTM A 421 di Amerika Serikat. Ukuran dari kawat tunggal
bervariasi dengan diameter 3-8 mm, dengan tegangan tarik (fp) antara 1500 –
17000 Mpa, dengan modulus elastisitas Ep = 200 x 10³ Mpa. Untuk tujuan
desain, tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan tariknya (0,85
fp).

9
BAB II
PERANCANGAN
A. METODE PRATEKAN
Untuk memberikan tekanan pada beton pratekan dilakukan sebelum atau
setelah beton dicetak/dicor. Kedua kondisi tersebut mebedakan sistem
pratekan, yaitu Pre-Tension (pratarik) dan Post-Tension (pascatarik).

1. Pratarik
Pada cara ini, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada abutmen tetap.
Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon
yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang
disyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja
yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini
tidak digunakan selongsong tendon.
2. Pascatarik
Dengan cara yang sudah disediakan, beton di cor disekeliling selongsong
(ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur.
Biasanya baja tendon tetap berada didalam selongsong selama pengecoran.
Jika beton sudah mencapai kekuatan tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa
ditarik disatu sisi dan sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan
diangkur secara bersamaan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.

B. TAHAP PEMBEBANAN

Tidak seperti beton bertulang, beton pratekan mengalami beberapa tahap


pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus dilakukan pengecekan
atas kondisi serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku
tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton atau tendon. Ada dua
tahap pembebanan pada beton pratekan, yaitu Transfer dan Service.

1. Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan
dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja
hanya beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban
pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen
yang bekerja adalah minimum, sementara gaya yang bekerja adalah
maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.

10
2. Servis
Kondisi Service (servis) adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan
sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang dipertimbangkan. Pada saat itu beban luar pada kondisi yang
maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga minimum.
Pada setiap tahapan di atas ditentukan hasil analisis untuk dievaluasi. Hasil
analisis bisa berupa perhitungan tegangan atau kontrol terhadap harga,
misalnya lendutan terhadap lendutan ijin, nilai retak terhadap suatu nilai batas,
dan lain sebagainya. Perhitungan tegangan dilakukan untuk desain terhadap
kekuatan, sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan untuk desain
kekuatan, daya layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap batas yang lain.
Perhitungan untuk tegangan bisa dilakukan dengan pendekatan kombinasi
beban, konsep kopel internal ( Internal Couple Concept ) atau metode beban
penyeimbang ( Load Balancing Method ).

C. PROSEDUR PERENCANAAN

Ada dua metode perencanaan struktur beton, yaitu metode beban kerja
(working stress method) dan metode beban batas (limit states method).
Metode beban kerja dilakukan dengan meghitung tegangan yang terjadi dan
membandigkan dengan tegangan ijin yang bersangkutan. Apabila tegangan
yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang diijinkan maka dinyatakan aman.
Dalam menghitung tegangan, semua beban tidak dikalikan dengan faktor
beban. Tegangan ijin dikalikan dengan suatu faktor kelebihan tegangan
(overstress factor). Untuk struktur beton, metode ini diterapkan pada
Peraturan Beton Indonesia (PBI 1971).
Metode beban kerja didasarkan pada batas-batas tertentu yang bisa dilampaui
oleh suatu sistem struktur. Batas-batas tersebut, terutama adalah kekuatan,
kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap api, ketahanan terhadap
beban kelelahan dan persyaratan khusus yang berhubungan dengan sistem
struktur tersebut. Setiap batas dinyatakan aman apabila aksi rencana lebih
kecil dari kapasitas komponen struktur. Aksi rencana dihitung dengan
menggunakan faktor reduksi kekuatan. Peraturan beton saat ini
menggunakan pendekatan ini, termasuk di Indonesia, SNI T15-1991-03, atau
edisi barunya, SNI 03-2874-2002.
Beban pada struktur umumnya terdiri dari beban mati, beban hidup, beban
angin, prategang, gempa, tekanan tanah, tekanan air, dan lain-lain. Beban
yang digunakan dalam desain struktur dikalikan dengan suatu faktor beban
dalam suatu kombinasi pembebanan. Berikut ini kombinasi pembebanan dari
beberapa peraturan untuk tahap batas kekuatan (Strength Limit States).

11
SNI 03-2874-2002 kode Indonesia.
Beban Mati : U = 1,4 D
Beban Mati dan Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
Beban Angin : U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R)
Gempa : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau 0,9 D ± 1,0 E

ACI 318-83 (1983) Peraturan Amerika Serikat.


Beban Mati dan Hidup : U = 1,4 D + 1,7 L
Beban Angin : U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L + 1,7 W) atau 0,9 D + 1,3 W
Gempa : U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L + 1,1 E) atau 0,9 G + 1,1 E
Tekanan Tanah : U = 1,4 D + 1,7 L + 1,7 E atau 0,9 D + 1,7 E

Model Perhitungan Tegangan Serat Pada Balok Prategang Dengan Metode


Dasar dapat dilihat pada contoh berikut:

Contoh 1

Sebuah balok T ganda 10LDT4 pratarik tanpa topping yang ditumpu sederhana
mempunyai bentang 64 ft (19,51 m) dan geometri. Balok tersebut mengalami
beban mati terbagi merata tambahan WSD dan beban hidup WL sehingga
totalnya adalah 420 plf (6,13 KN/m). Prategang awal sebelum kehilangan
adalah ƒpi = 0,70 ƒpu = 189.000 psi (1303 Mpa) dan prategang efektif sesudah
kehilangan adalah ƒpe = 150.000 psi (1034 Mpa). Hitungan tegangan serat
ditengah bentang akibat .
a) Prategang penuh awal tanpa beban gravitasi eksternal
b) Kondisi beban kerja akhir apabila kehilangan prategang telah terjadi.

Data tegangan ijin adalah sebagai berikut :


ƒc’ = 6000 psi, beton ringan (41,4 Mpa)
ƒpu = 270.000 (1862 Mpa) = kuat tarik tendon yang ditetapkan
ƒpy = 220.000 psi (1517 Mpa) = kuat leleh tendon yang ditetapkan
ƒpe = 150.000 psi (1034 Mpa)
ƒt = 12 √ƒ’c = 930 psi (6,4 Mpa) = tegangan tarik izin malsimum di beton
ƒci’ = 4800 psi (33,1 Mpa) = kuat tekan beton pada saat prategang awal
ƒci = 0,6 ƒci’ = 2880 psi (19,9 Mpa) = tegangan izin maksimum di beton pada
saat prategang awal.
ƒc = 0,45 ƒc’ = tegangan tekan ijin maksimum di beton pada kondisi beban
kerja Asumsikan bahwa tendon dengan 10 strands tujuh kawat berdiameter 1/2
in (12,7 mm) dengan pola strand 108-D1 digunakan pada balok prategang ini.
Ac = 449 in.² (2915 cm²)
Ic = 22.469 in

12
r ² = Ic / Ac = 50,04 in²
cb = 17,77 in. (452 mm)
ct = 6,23 in. (158 mm)

13
Daftar Pustaka

http://amriwidiangga.blogspot.com/2013/01/beton-prategang-prestressed-
concrete.html
http://civilisociety.blogspot.com/2012/12/beton-prategang.html

14

Anda mungkin juga menyukai