Anda di halaman 1dari 7

Latar Belakang Pentingnya Pemanfaatan Energi Laut

Beberapa kondisi seperti meluasnya permasalahan perubahan iklim dan pemanasan global. Belum
lagi rusaknya kualitas lingkungan sebagai akibat dampak lingkungan pemanfaatan energi fosil
serta kebutuhan energi yang tidak sesuai dengan ketersediaannya. Selain itu, kendala-kendala lain
dalam pemanfaatan sumber energi lainnya turut mengakibatkan sumber energi bersih menjadi
penting.

Sumber Energi dari Laut


Menurut IEA-OES (Energi Agency – Ocean Energy Systems), terdapat 5 kategori sumber energi
laut: Energi dari Fenomena Pasang Surut (Tidal Energy), Energi dari Arus Pasang Surut (Tidal
Stream), Energi dari Gelombang Laut (Ocean Wave), Energi dari perbedaan Temperatur Laut
(Ocean Thermal), dan Energi dari perbedaan Salinitas (Salinity Gradient). Selain itu, terdapat pula
alternatif lain dari pemanfaatan sumber energi laut adalah Solar Power Cells dan energi angin.
1. Energi dari Fenomena Pasang Surut (Tidal Energy)
Pasang surut terjadi karena adanya perbedaan gaya gravitasi dari benda-benda langit
terhadap bumi, sehingga terjadi perbedaan elevasi muka air yang menyimpan energi yang
sangat besar. Pada saat bulan, bumi, dan matahari berada di posisi tegak lurus (moon
quarter phase), maka akan terjadi neap tides. Sedangkan pada saat bulan, bumi, dan
matahari berada di posisi sejajar (full or new), maka akan terjadi spring tides. Kedua arus
tersebut memberikan efek yang sangat besar dalam pembangkitan energi pasang surut.
Satu lunar day (lamanya waktu yang dibutuhkan bumi berotasi) adalah 24,8412 jam.
Dalam sehari, pasang surut akan terjadi dua kali, sehingga pasang surut terjadi setiap
12,4206 jam.

a. Generasi Pertama
Generasi pertama pemanfaatan energi pasang surut adalah dengan menggunakan
mekanisme tidal barrage. Mekanismenya sama dengan sistem pembangkit PLTA,
yakni dengan membangun bendung yang mengisi bagian dalam pada saat pasang dan
dikeluarkan kembali ke laut pada saat surut.
Di Indonesia sendiri hanya terdapat 40 lokasi yang memiliki potensi elevasi pasang
surut hingga 5 meter. Adapun potensi yang dihasilkan adalah sekitar 3000 GigaWatt.
Negara pertama yang menerapkan sistem pembangkit ini ada di Prancis, Kanada, dan
Rusia. Penerapan ini juga direncanakan di Inggris, San Fransisco Bay, dan
Passamaquoddy.
Kelebihan dari sistem ini adalah tidak ada polusi, merupakan sumber energi terbarukan
(sustainable), dan lebih dapat diperkirakan bangkitan energinya dibandingkan energi
angin dan matahari. Sedangkan kelemahannya, masih cenderung mahal dalam
pembangunan dan perawatan, barrage style hanya dapat bekerja selama 10 jam dalam
sehari, dan mengganggu lingkungan seperti migrasi ikan dan tanaman, deposit lumpur,
serta teknologinya masih dipelajari.
Mekanisme tidal barrage bekerja adalah arus masuk dan keluar muara sehingga
memutarkan turbin di kedua arah.

Salah satu penerapan tidal barrage adalah di La Rance, Prancis yang merupakan
pembangkit tertua dan terbesar (menghasilkan 240 megawatt). Sistem pembangkit ini
sudah otomatis dan hanya membutuhkan dua operator yang bekerja pada akhir pekan
dan malam hari. Pembangkit yang terdiri dari 24 turbin ini mampu menyuplai 90%
listrik Brittany. Selain itu, terdapat Annapolis River Tidal Power Plant merupakan
pembangkit listrik pertama yang mengkonversi energi pasang surut menjadi energi
listrik. Adapun tidal barrage yang sedang direncanakan adalah di San Francisco Tidal
Project yang menghasilkan sekitar 2000MW (>2 kali kebutuhan energi di San
Francisco).
b. Generasi Kedua
Generasi kedua tidak membutuhkan
bendungan dengan biaya cukup besar.
Kelebihan dari sistem ini adalah lebih efisien
dari generasi pertama karena tidak
membutuhkan bendungan. Mekanismenya
adalah dengan memanfaatkan secara
langsung perbedaan pasang surut dan hampir
mirip dengan sistem pembangkit energi
angin. Cara kerjanya adalah turbin yang
dipasang di daerah yang memiliki kecepatan
arus cukup tinggi akan berputar dan
membangkitkan energi.
Kelebihan dari sistem generasi kedua ini
adalah sama dengan generasi pertama
ditambah dengan lebih efisien daripada energi
angin dan memiliki sedikit dampak
lingkungan yakni tidak berdampatk terhadap
makhluk hidup, mempengaruhi penumpukan sedimen, dan relatif lebih murah. Adapun
kelemahannya adalah pada saat ini cenderung lebih mahal dalam pembangunan,
instalasi, maupun pemeliharaan (untuk kapasitas 1085MW dapat menghabiskan 1.2
miliar dollar untuk pembangunan dan operasi). Selain itu, koneski ke grid masih cukup
sulit, dan teknologinya belum benar-benar siap.
2. Energi dari Arus Pasang Surut (Tidal Stream)
Adapun tipe-tipe turbin pembangkit energi arus pasang surut berdasarkan tipe rotasi:
Vertical Axis Turbine (tipe sumbu tegak lurus terhadap aliran) serta Horizontal Axis
Turbine (tipe sumbu putar yang sejajar dengan arah aliran air).

Bagian-bagian turbin horizontal terdiri dari rotor blade, gearbox, generator, naclle, dan
tower. Sedangkan turbin vertikal terdiri dari fixed pitch rotor blade, gearbox, dan
generator.
Sistem turbin Savonius merupakan sistem turbin angin yang bekerja dengan mekanisme
gaya seret (drag) yang bekerja pada rotor blade pada turbinnya. Sistem turbin Darrieus
merupakan sistem turbin anginya memanfaatkan gaya angkat dari profil blade turbinnya.
Marrine Current Turbine Farm merupakan kumpulan turbin yang dipasang disuatu lokasi
yang memiliki potensi arus laut yang tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan
pemanfaatan potensi energi pada lokasi tersebut.

3. Sumber Energi dari Gelombang Laut (Wave Energy)


Gelombang merupakan fenomena yang disebabkan beberapa gaya diantaranya angin, gaya
tarik bulan dan matahasi, perubahan tekanan atmosfer, gempa, dll. Biasanya gelombang
dibangkitkan oleh angin yang di permukaan laut. Ukuran kinerja energi gelombang
ditandai dengan difusi energi seperti besarnya gaya saat badai dan variasi dari berbagai
ukuran gelombang, panjang gelombang, perioda, dan arah. Sumber energi berupa irregular
wave dan berfrekuensi rendah, harus dikonversi hingga 50-60 Hz sebelum dapat dimasukan
jaringan listrik utility.
Berdasarkan World Energy Council 2001 Survey tentang Potensi Pemanfaatan Energi
Gelombang, sumber energi dunia mencapai 2 TW. Namun, hingga kini penggunaan energi
gelombang secara komersil masih terbatas pada sistem yang hanya dapat menghasilkan
energi berkisar antara 10-100 W. Berdasarkan data ASELI tahun 2011, Indonesia dapat
membangkitkan listrik sekitar 1,2 GW dari sumber energi gelombang.
a. Oscillating Water Columns
Alat ini membangkitkan listrik dari naik turunnya gelombang pada shaft silinder.
Kemudian, naik turunnya gelombang tersebut menggerakan keluar-masuknya udara
sehingga dapat memutarkan turbin. Nearshore OWC biasanya diletakan langsung di
dasar laut dan beroperasi di lingkungan dekat pantai dengan kedalam air rata-rata 15m.
Selain itu, OWC ini juga dapat berperan sebagai terumbu buatan karena dapat
menurunkan tinggi gelombang untuk pelabuhan. Akan tetapi, dalam desain OWC
sendiri memerlukan perawatan tinggi dan mahal. Selain itu, alat ini rentan mengalami
kerusakan akibat badai.
Saat gelombang datang, struktur akan terisi air dan menekan udara di dalamnya keluar
dan saat gelombang kembali ke laut, air akan turun dan udara akan masuk ke dalam
struktur. Keluar masuknya udara akibat naik-turunnya muka air menyebabkan turbin
dapat berputar.
b. Floating Devices
Salter Duck, Clam, Archimedes Wave Swing dan alat energi gelombang mengapung
lainnya menghasilkan listrik dari gerakan harmonis alat. Dalam sistem ini, perangkat
naik dan turun sesuai dengan gerak gelombang sehingga dapat menghasilkan listrik.
Salter Duck sendiri merupakan perangkat penghasil energi yang sangat efisen namun
terhenti karena salah perhitungan biatya produks energi.
Floating devices merupakan articulated cylinder yang terdiri dari 4 segmen utama dan
3 sambungan, berayun sesuai dengan terjadinya gelombang.
c. Tapered Channel Wave Power
Alat ini menggunakan sistem garis pantai yang terdiri dari saluran meruncing yang
masuk ke reservoir yang dibangun di tebing. Gelombang yang masuk pada saluran
sempit akan meningkatkan amplitudo gelombang hingga menyentuh permukaan tebing
hingga meluap dan masuk kembali ke reservoir yang berada pada beberapa meter di
atas permukaan laut rata-rata. Energi kinetik dari gelombang diubah menjadi energi
potensial dan dialirkan ke waduk. Air kemudian melewati turbin hidroelektrik saat
kembali ke laut sehingga dapat menghasilkan listrik. Adapun struktur yang terendam
sebahian, air laut yang overtopping akan masuk ke reservoir lalu kemudian di alirkan
kembali ke bawah dengan melewati turbin terlebih dahulu.

4. Energi dari perbedaan Temperatur Laut (Ocean Thermal)


OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion bekerja berdasarkan Rankine Cycle yakni
menggunakan perbedaan termperatur secara vertikal dari air laut sebagai sink dan source-
nya. Adapun daerah yang berpotensial sumber energi ini adalah di sekitar equator.
Kelebihan OTEC adalah sumber energi konstan yang dapat diandalkan, menghasilkan air
minum segar, dapat dimanfaatkan untuk AC, kulkas, garam laut, pertanian dan perkebunan.
Sedangkan kelembahannya adalah masih dalam tahap pengembangan.

5. Energi dari perbedaan Salinitas (Salinity Gradient)


Pembangkit listrik tenaga salinitas biasanya dikembangkan di daerah muara sungai karena
terdapat air tawar dan asin. Sistem kerja alat pembangkit ini menggunakan membran
dengan memanfaatkan salinitas air yang bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi (tawar
ke asin). Dengan adanya perbedaan tekanan antara tawar dan asin, akan menghasilkan
energi.
Maturitas Konversi Energi Laut

Saat ini pengembangan energi laut banyak dilakukan pada sumber energi arus laut dan gelombang.
Akan tetapi, sumber energi laut yang sudah mulai diproduksi baru sumber energi pasang surut.
Adapun sumber energi OTEC dan salinitas masih dalam tahap pengembangan dalam jumlah
sedikit.

Anda mungkin juga menyukai