Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH

ANALISIS LANSKAP TERPADU

“Geologi dan Geomorfologi daerah Pasuruan”

Dosen Pengampu:
Christanti Agustina, SP. MP.

Disusun Oleh:
1. Rara Aprilia S. (165040201111093)
2. Andarini Puspita (165040201111215)
3. Dita Nur Indahsari (165040201111223)
4. Septi Fakhriyah (165040207111057)

KELAS : D

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Geomorfologi merupakan studi yang mempelajari bentuklahan dan proses yang


mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan
proses-proses itu dalam susunan keruangan (Verstappen,1983). Proses geomorfologi
adalah perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang mengakibatkan
modifikasi permukaan bumi (Thornbury, 1970). Penyebab proses geomorfologi adalah
benda-benda alam yang dikenal dengan benda-benda alam berupa angin dan air. Proses
geomorfologi dibedakan menjadi dua yaitu proses eksogen (tenaga asal luar bumi) yang
umumnya sebagai perusak dan proses endogen (tenaga yang berasal dari dalam bumi)
sebagai pembentuk, keduanya bekerja bersama-sama dalam merubah permukaan bumi.
Konsep-konsep dasar dalam geomorfologi banyak diformulasikan oleh W.M.
Davis. Davis menyatakan bahwa bentuk permukaan atau bentangan bumi (morphology of
landforms) dikontrol oleh tiga faktor utama, yaitu struktur, proses, dan tahapan. Struktur
di sini mempunyai arti sebagai struktur-struktur yang diakibatkan karakteristik batuan
yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi. Proses-proses yang umum terjadi adalah
proses erosional yang dipengaruhi oleh permeabilitas, kelarutan, dan sifat-sifat lainnya
dari batuan. Bentuk-bentuk pada muka bumi umumnya melalui tahapan-tahapan mulai
dari tahapan muda (youth), dewasa (maturity), tahapan tua (old age).Pada tahapan muda
umumnya belum terganggu oleh gaya-gaya destruksional, pada tahap dewasa
perkembangan selanjutnya ditunjukkan dengan tumbuhnya sistem drainase dengan
jumlah panjang dan kedalamannya yang dapat mengakibatkan bentuk aslinya tidak
tampak lagi. Proses selanjutnya membuat topografi lebih mendatar oleh gaya destruktif
yang mengikis, meratakan, dan merendahkan permukaan bumi sehingga dekat dengan
ketinggian muka air laut (disebut tahapan tua). Rangkaian pembentukan proses (tahapan-
tahapan) geomorfologi tersebut menerus dan dapat berulang, dan sering disebut sebagai
Siklus Geomorfik.
BAB II
PEMBAHASAN
I. GEOLOGI (MACAM BATUAN)
A. BATUAN BEKU
Pengertian Batuan Beku
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau
tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik)
maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal
dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik
di mantel ataupun kerak bumi.
Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe
batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan
kerak bumi.
Magma dapat mendingin dan membeku di bawah atau di atas permukaan bumi.
Bila membeku di bawah permukaan bumi, terbentuklah batuan yang dinamakan batuan
beku dalam atau disebut juga batuan beku intrusive (sering juga dikatakan sebagai batuan
beku plutonik). Sedangkan, bila magma dapat mencapai permukaan bumi kemudian
membeku, terbentuklah batuan beku luar atau batuan beku ekstrusif.
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947),
Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk
secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat
bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat
beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur,
dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas)
yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan
bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa
penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL.
Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.

Gambar1. Batuan beku, jalur yang berwarna lebih muda menunjukkan arah aliran.
Jenis-Jenis Batuan Beku
Batuan beku terbagi menjadi :
A. Batuan Beku Dalam
Magma yang membeku di bawah permukaan bumi, pendinginannya sangat lambat
(dapat mencapai jutaan tahun), memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan
sempurna bentuknya, menjadi tubuh batuan beku intrusive. Tubuh batuan beku dalam
mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisimagma dan
batuan di sekitarnya. Magma dapat menyusup pada batuan di sekitarnya atau menerobos
melalui rekahan-rekahan pada batuan di sekelilingnya. Bentuk-bentuk batuan beku yang
memotong struktur batuan di sekitarnya disebut diskordan, termasuk di dalamnya adalah
batholit, stok, dyke, dan jenjang volkanik.
1. Batholit, merupakan tubuh batuan beku dalam yang paling besar dimensinya.
Bentuknya tidak beraturan, memotong lapisan-lapisan batuan yang diterobosnya.
Kebanyakan batolit merupakan kumpulan massa dari sejumlah tubuh-tubuh intrusi
yang berkomposisi agak berbeda. Perbedaan ini mencerminkan bervariasinya
magma pembentuk batholit. Beberapa batholit mencapai lebih dari 1000 km
panjangnya dan 250 km lebarnya. Dari penelitian geofisika dan penelitian
singkapan di lapangan didapatkan bahwa tebal batholit antara 20-30 km. Batholite
tidak terbentuk oleh magma yang menyusup dalam rekahan, karena tidak ada
rekahan yang sebesar dimensi batolit. Karena besarnya, batholit dapat mendorong
batuan yang diatasnya. Meskipun batuan yang diterobos dapat tertekan ke atas
oleh magma yang bergerak ke atas secara perlahan, tentunya ada proses lain yang
bekerja. Magma yang naik melepaskan fragmen-fragmen batuan yang
menutupinya. Proses ini dinamakan stopping. Blok-blok hasil stopping lebih padat
dibandingkna magma yang naik, sehingga mengendap. Saat mengendap fragmen-
fragmen ini bereaksi dan sebagian terlarut dalam magma. Tidak semua magma
terlarut dan mengendap di dasar dapur magma. Setiap frgamen batuan yang berada
dalam tubuh magma yang sudah membeku dinamakan Xenolith.
2. Stock, seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya lebih kecil
dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km. Stock merupakan penyerta
suatu tubuh batholit atau bagian atas batholit.
3. Dyke, disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang dibandingkan
dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular, sebagai lembaran yang
kedua sisinya sejajar, memotong struktur (perlapisan) batuan yang diterobosnya.
4. Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang mengalirkan
magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang menutupi di sekitarnya
tererosi, maka batuan beku yang bentuknya kurang lebih silindris dan menonjol
dari topografi disekitarnya.
Bentuk-bentuk yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya disebut konkordan
diantaranya adalah sill, lakolit dan lopolit.
 Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar terhadap perlapisan
batuan yang diterobosnya. Berbentuk tabular dan sisi-sisinya sejajar.
 Lakolit, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk bagian atasnya,
batuan yang diterobosnya melengkung atau cembung ke atas, membentuk kubah
landai. Sedangkan, bagian bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses
geologi, baik oleh gaya endogen, maupun gaya eksogen, batuan beku dapt
tersingka di permukaan.
 Lopolit, bentuknya mirip dengan lakolit hanya saja bagian atas dan bawahnya
cekung ke atas.
Batuan beku dalam selain mempunyai berbagai bentuk tubuh intrusi, juga terdapat jenis
batuan berbeda, berdasarkan pada komposisi mineral pembentuknya. Batuan-batuan beku
luar secara tekstur digolongkan ke dalam kelompok batuan beku fanerik.

B. Batuan Beku Luar


Magma yang mencapai permukaan bumi, keluar melalui rekahan atau lubang
kepundan gunung api sebagai erupsi, mendingin dengan cepat dan membeku menjadi
batuan ekstrusif. Keluarnyamagma di permukaan bumi melalui rekahan disebut sebagai
fissure eruption.Pada umumnya magma basaltis yang viskositasnya rendah dapat
mengalir di sekitar rekahannya, menjadi hamparan lava basalt yang disebut plateau
basalt. Erupsi yang keluar melalui lubang kepundan gunung api dinamakan erupsi
sentral. Magma dapat mengalir melaui lereng, sebagai aliran lava atau ikut tersembur ke
atas bersama gas-gas sebagai piroklastik.
Lava terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis tergantung pada komposisi
magmanya dan tempat terbentuknya. Apabilamagma membeku di bawah permukaan air
terbentuklah lava bantal ( pillow lava), dinamakan demikian karena pembentukannya di
bawah tekanan air. Dalam klasifikasi batuan beku batuan beku luar terklasifikasi ke
dalam kelompok batuan beku afanitik.

B. BATUAN SEDIMEN
Batuan Sedimen Non Klastik ini merupakan batuan sedimen yang terbentuk oleh
organisme atau dari suatu proses kimiawi. Dalam pengertian lain,Batuan Sedimen Non
Klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari kegiatan atau aktifitas organik dan
kimiawi. Menurut Suhartono,1996 terdapat bermacam-macam struktur Batuan Sedimen
Non Klastik :
a.Fossilliferous
b.Oolitik
c.Pisolitik
d.Konkresi
e.Bioherm
f.Coneincone
g.Biostrom
h.Septaria
i.Geode
j.Styolit
Contoh Batuan Sedimen Non Klastik adalah Batu Gamping Terumbu
proses pembentukan Batu Gamping Terumbu berasal dari penggumpalan plankton,
moluska, algae, yang kemudian membentuk terumbu.
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari proses
kimiawi, seperti batu halit yang berasal dari hasil evaporasi dan batuan rijang sebagai
proses kimiawi. Batuan sedimen non-klastik dapat juga terbentuk sebagai hasil proses
organik, seperti batugamping terumbu yang berasal dari organisme yang telah mati atau
batubara yang berasal dari sisa tumbuhan yang terubah. Batuan ini terbentuk sebagai
proses kimiawi, yaitu material kimiawi yang larut dalam air (terutamanya air laut).
Material ini terendapkan karena proses kimiawi seperti proses penguapan membentuk
kristal garam, atau dengan bantuan proses biologi (seperti membesarnya cangkang oleh
organisme yang mengambil bahan kimia yang ada dalam air.
Dalam keadaan tertentu, proses yang terlibat sangat kompleks, dan sukar untuk
dibedakan antara bahan yang terbentuk hasil proses kimia, atau proses biologi (yang juga
melibatkan proses kimia secara tak langsung). Jadi lebih sesuai dari kedua-dua jenis
sedimen ini dimasukan dalam satu kelas yang sama, yaitu sedimen endapan kimiawi /
biokimia. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sedimen evaporit (evaporites),
karbonat (carbonates), batugamping dan dolomit (limestones and dolostone), serta batuan
bersilika (siliceous rocks), rijang (chert).
Batuan Sedimen Evaporit
Batuan evaporit atau sedimen evaporit terbentuk sebagai hasil proses penguapan
(evaporation) air laut. Proses penguapan air laut menjadi uap mengakibatkan
tertinggalnya bahan kimia yang pada akhirnya akan menghablur apabila hampir semua
kandungan air manjadi uap. Proses pembentukan garam dilakukan dengan cara ini.
Proses penguapan ini memerlukan sinar matahari yang cukup lama.
1.Batuan garam (Rock salt) yang berupa halite (NaCl).
2.Batuan gipsum (Rock gypsum) yang berupa gypsum (CaSO4.2H20)
3.Travertine yang terdiri dari calcium carbonate (CaCO3), merupakan batuan karbonat.
Batuan travertin umumnya terbentuk dalam gua batugamping dan juga di kawasan air
panas (hot springs).
Batuan Sedimen Karbonat
Batuan sedimen karbonat terbentuk dari hasil proses kimiawi, dan juga proses
biokimia. Kelompok batuan karbonat antara lain adalah batugamping dan
dolomit. Mineral utama pembentuk batuan karbonat adalah: Kalsit(Calcite) (CaCO3)
dan Dolomit(Dolomite) (CaMg(CO3)2).
Batuan Silika
Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan ini terhasil dari
proses kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari kumpulan organisme yang
berkomposisi silika seperti diatomae, radiolaria dan sponges. Kadang-kadang batuan
karbonat dapat menjadi batuan bersilika apabila terjadi reaksi kimia, dimana mineral
silika mengganti kalsium karbonat. Kelompok batuan silika adalah: Diatomite, terlihat
seperti kapur (chalk), tetapi tidak bereaksi dengan asam. Berasal dari organisme
planktonic yang dikenal dengan diatoms (Diatomaceous Earth). Rijang (Chert),
merupakan batuan yang sangat keras dan tahan terhadap proses lelehan, masif atau
berlapis, terdiri dari mineral kuarsa mikrokristalin, berwarna cerah hingga gelap. Rijang
dapat terbentuk dari hasil proses biologi (kelompok organisme bersilika, atau dapat juga
dari proses diagenesis batuan karbonat.
Batuan Organik
Endapan organik terdiri daripada kumpulan material organik yang akhirnya mengeras
menjadi batu. Contoh yang paling baik adalah batubara. Serpihan daun dan batang
tumbuhan yang tebal dalam suatu cekungan (biasanya dikaitkan dengan lingkungan
daratan), apabila mengalami tekanan yang tinggi akan termampatkan, dan akhirnya
berubah menjadi bahan hidrokarbon batubara.
Tabel dibawah adalah daftar nama-nama Batuan Sedimen Non-klastik
(berdasarkan genesa pembentukannya).
KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN NON-KLASTIK
Kelompok Tekstur Komposisi Nama Batuan
An-organik Klastik atau Non- Calcite, CaCO3 Batugamping
klastik Klastik
Klastik atau Non- Dolomite, CaMg(CO3)2 Dolomite
klastik
Non-klastik Mikrokristalin quartz, Rijang (Chert)
SiO2
Non-klastik Halite, NaCl Batu Garam
Non-klastik Gypsum, CaSO4-2H2O Batu Gypsum
Biokimia Klastik atau Non- Calcite, CaCO3 Batugamping
klastik Terumbu
Non-klastik Mikrokristalin Quartz Rijang (Chert)
Non-klastik Sisa Tumbuhan yang Batubara
terubah
Tabel dibawah adalah daftar nama-nama Batuan Sedimen Klastik (berdasarkan
ukuran dan bentuk butir)
KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Tekstur Ukuran Butir Komposisi Nama Batuan
Klastik Gravel > 2 mm Fragmen batuan Konglomerat
membundar
Fragmen batuan menyudut Breksi
1/16 - 2 mm Mineral kuarsa dominan Batupasir Kuarsa
Kuarsa dan felspar Batupasir Arkose
Kuarsa, felspar, lempung Batupasir
dan fragmen batuan Graywacke
< 1/256 mm Laminasi Serpih
masif Lempung

C. BATUAN METAMORF
Batuan metamorf adalah salah satu kelompok utama batuan yang merupakan
hasiltransformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada
sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti
"perubahan bentuk". Protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150 °Celsius)
dan tekanan ekstrim akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar.
Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang
lebih tua. Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneis, batu sabak, batu marmer,
dan skist.
Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan
berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral (fasies metamorf) Mereka
terbentuk jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan diatasnya
serta tekanan dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh intrusi batu lebur,
disebut magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak antara
magma dan batuan yang bersuhu tinggi.
Struktur batuan ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Struktur Foliasi
Struktur foliasi merupakan struktur yang memperlihatkan adanya suatu penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
- Struktur Slatycleavage
- Struktur Gneissic
- Struktur Phylitic
- Struktur Schistosity
b. Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi merupakan struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
- Struktur Hornfelsik
- Struktur Milonitik
- Struktur Kataklastik
- Struktur Flaser
- Struktur Pilonitik
- Struktur Augen
- Struktur Granulosa
- Struktur Liniasi
Proses metamorfosa diakibatkan oleh dua factor utama yaitu Tekanan dan
Temperatur (P dan T). Panas dari intrusi magma adalah sumber utama yang
menyebabkan metamorfosa. Tekanan terjadi diakibatkan oleh beban perlapisan diatas
(lithostatic pressure) atau tekanan diferensial sebagai hasil berbagai stress misalnya
tektonik stress (differential stress). Fluida yang berasal dari batuan sedimen dan magma
dapat mempercepat reaksi kima yang berlangsung pada saat proses metamorfosa yang
dapat menyebabkan pembentukan mineral baru. Metamorfosis dapat terjadi di setiap
kondisi tektonik, tetapi yang paling umum dijumpai pada daerahkovergensi lempeng.
Jenis-jenis metamorfosa adalah:
 Metamorfosa kontak à dominan pengaruh suhu
 Metamorfosa dinamik à dominan pengaruh tekanan
 Metamorfosa Regional à kedua-duanya (P dan T) berpengaruh
Fasies metamorfosis dicirikan oleh mineral atau himpunan mineral yang
mencirikan sebaran T dan P tertentu. Mineral-mineral itu disebut sebagai mineral index.
Beberapa contoh mineral index antara lain:
· Staurolite: intermediate à high-grade metamorphism
· Actinolite: low à intermediate metamorphism
· Kyanite: intermediate à high-grade
· Silimanite: high grade metamorphism
· Zeolite: low grade metamorphism
· Epidote: contact metamorphism
Komposisi Mineral
Mineral-mineral penyusun batuan metamorf dapat dibedakan menjadi mineral-
mineral yang :
Mineral yang berbentuk kubus: kuarsa, feldsfar,kalsit, garnet dan piroksin.
Berbentuk bukan kubus : mika, klorit, amfibol (hornblende), hematit, grafit dan
talk.Susunan mineral (fabrik)
Dari kenampakan tiga dimensional, fabrik dapat dibedakan menjadi :
Isotropik : susunan butir ke segala arah tampak sama.
Anisotropik : kenampakan susunan butir mineral tidak sama ke segala arah.
D. BATUAN PIROKLASTIKA
Batuan piroklastika adalah suatu batuan yang berasal dari letusan
gunungapi,sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan
magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan
sebagaipiroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke
permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi),dan clast artinya
fragmen,pecahan atau klastika.Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika
adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan,
batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan batuan
sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur
sedimen,sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan
sedimen.
Klasifikasi batuan piroklastika
Ukuran butir Nama butiran (klastika) Nama batuan
Æ > 64 mm Bom gunungapi Aglomerat
Blok/bongkah gunungapi Breksi piroklastika
2 – 64 mm Lapili Batulapili
1 – 2 mm Abu gunungapi kasar (pasir kasar) Tuf kasar
Æ < 1 mm Abu gunungapi halus Tuf halus
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf
kristal dan tuf litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca,
kristal dan fragmen batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit
dan tuf riolit, sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen
batuapung atau skoria dapat juga disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula
untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili
batuapung dan batulapili skoria.

II. GEOMORFOLOGI LANSKAP WILAYAH KABUPATEN PASURUAN


Berdasarkan ilmu pengetahuan kebumian, teori yang menjelaskan mengenai bumi
yang dinamis (mobil) dikenal dengan Tektonik Lempeng. Teori tektonika Lempeng
adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan
terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi.
Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih
dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang
dikembangkan pada tahun 1960-an.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua
seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup
hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar
tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah
menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya
tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya
juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan
Gondwana (yang menjadi benua sisanya).
Geomorfologi Kota Pasuruan
Dataran Pasuruan termasuk jenis aluvium (tanah lumpur) dengan sifat batuannya
intermedier sampai agak basis. Kondisi tanah bertekstur liat dengan kandungan Na dan
Cl yang tinggi sehingga sesuai untuk budidaya tambak dan penggaraman.
Secara geologis daerah Kabupaten Pasuruan masuk dalam pertemuan tiga
lempeng tektonik (Indo Australia, Eurasia, dan lempeng Pasific). Walaupun wilayah
Pasuruan dikelilingi oleh beberapa gunung aktif seperti G.Semeru, G.Welirang serta
G.Bromo, namun proses terbentuknya wilayah Pasuruan terjadi karena proses tektonik
yang disebabkan oleh ke tiga lempeng yaitu Indo Australia, Eurasia, dan lempeng
Pasific.
Karena daerah Jawa dilalui oleh cincin api serta dilalui oleh lempeng Eurasia
sehingga pembentukannya dipengaruhi oleh pergerakan dari lempeng tersebut. Karena
banyak dilalui beberapa sungai, maka kemungkinan beberapa daerah di Pasuruan juga
dipengaruhi oleh sedimentasi material (tanah) yang dibawa oleh sungai-sungai ke muara.
Endapan ini lama kelamaan akan membentuk daratan yang relative luas.
Secara Geomorfologi, Kabupaten Pasuruan terbagi atas 5 (lima) bagian, yaitu
kerucut gunung api, pegunungan, perbukitan, dataran pasir dan dataran rendah, masing-
masing sebagai berikut :
1. Kerucut gunung api disebelah barat dan tenggara, dengan ciri bentuk strato dan
kerucut gunung api, berketinggian antara 2.000 – 3.350 m dpl. Puncaknya antara lain:
Gunung Welirang, Arjuno, Ringgit dan Bromo.
2. Pegunungan, ada di bagian barat dan barat laut, bercirikan strato dengan ketinggian
600 – 2.000 m dpl. Puncaknya antara lain adalah Gunung Penanggungan. Daerah ini
sebagian besar masih tertutup semak dan hutan tropic dengan batuan piroklastika dan
epiklastika.
3. Perbukitan, bercirikan gelombang deretan bukit, pegunungan, atau pematang,
berketinggian 25 – 600 m dpl. Puncak utamanya Gunung Baung, Gunung Tinggi,
Gunung Pule, dengan aliran sungai yang menonjol adalah Sungai Welang. Daerah ini
sebagian merupakan lahan pertanian dan perkebunan yang membentang dari wilayah
Kecamatan Tosari dan Kecamatan Puspo sampai ke arah barat yaitu Kecamatan
Tutur, Purwodadi dan Prigen.
4. Dataran Pasir, terletak di dasar kawah Tengger berbentuk tapal kuda mengelilingi
Gunung Bromo, dengan ketinggian 200 – 2.100 mdpl ;
5. Dataran rendah, membentang di daerah bagian utara dan sekitar pantai utara. Dengan
ketinggian 0 – 25 m dpl memiliki endapan alluvium yang membentang dari timur,
yaitu wilayah Kecamatan Nguling, ke arah barat yaitu Kecamatan Lekok, Rejoso,
Kraton, dan Bangil. Sebagian besar merupakan lahan pertanian, pertambakan, dan
perkebunan, dengan sungai utamanya adalah Sungai Rejoso, Sungai Masangan dan
Sungai Kedunglarangan.
Bilamana diitinjau dari jenis Geologi, maka wilayah di Kabupaten Pasuruan dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu : batuan permukaan, batuan
sedimen dan batuan gunung api. Dengan banyaknya jenis batuan yang ada, menunjukkan
bahwa Kabupaten Pasuruan merupakan daerah yang cukup kaya akan bahan tambang
galian type C (pasir dan batu). Kita ketahui bahwa pada saat ini penggalian tambang C di
wilayah perbukitan/pegunungan yang banyak mengandung pasir dilakukan oleh warga
maupun perusahaan swasta secara cukup besar dan cenderung liar. Bilamana penggalian
tersebut dilakukan secara bebas tanpa kendali serta tidak menerapkan manajemen resiko
bencana, maka akan menimbulkan dampak berupa bencana yang cukup besar pula, yaitu
banjir bandang, tanah longsor, serta timbulnya daerah rawan kekeringan. Oleh karena
daerah resapan untuk sumber air di daerah perbukitan berpasir akan berkurang drastis,
sehingga sumur-sumur warga yang biasanya masih ada pada saat musim kemarau tiba
akan menjadi berkurang sekali (asat, kering).
Dari struktur Geologi, Kabupaten Pasuruan terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu:
1) Daerah pegunungan dan berbukit, dengan ketinggian antara 180 s/d 1.300 m dpl.
Daerah ini membentang dibagian selatan dan barat meliputi Kec. Lumbang, Kec.
Puspo, Kec. Tosari, Kec. Tutur, Kec. Purwodadi, Kec. Prigen dan Kec. Gempol.
2) Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 6 s/d 91 m dpl. Dataran rendah ini
berada dibagian tengah merupakan daerah yang subur.
3) Daerah pantai, dengan ketinggian antara 2 m s/d 8 m dpl yang membentang dibagian
utara meliputi Kec. Nguling, Kec. Rejoso, Kec. Kraton dan Kec. Bangil.
Menurut jenis struktur tanah, wilayah Kab. Pasuruan sebagian besar terdiri dari
jenis sebagai berikut :
1. Alluvial sejumlah 23.192,50 ha
2. Regosol sejumlah 35.711,60 ha
3. Grumosol sejumlah 5.882,00 ha
4. Mediteran sejumlah 21.017,60 ha
5. Latusol sejumlah 36.183,50 ha
6. Androsol sejumlah 25.414,30 ha
Berdasarkan atas struktur geomorfologi dan geologi tersebut, maka ancaman
bencana yang dapat timbul dan seringkali terjadi atas kondisi wilayah Kabupaten
Pasuruan adalah:
a) tanah longsor untuk daerah pegunungan dan perbukitan, ketika musim penghujan
tiba;
b) kekeringan kritis untuk daerah yang bertanah tandus dan berbatu, ketika musim
kemarau berlangsung cukup lama ;
c) bencana banjir/genangan banjir untuk daerah di dataran rendah disekitar DAS selama
musim penghujan. Terutama curah hujan sedang s/d lebat di beberapa wilayah selatan
dan lokal sekitarnya ;
d) angin puting beliung pada daerah lembah berbukit, ketika musim penghujan dan
perubahan iklim tropik ;
Kondisi topografi merupakan salah satu kondisi fisik yang dapat mengetahui
potensi dan kendala fisik perkembangan suatu kawasan/wilayah. Kondisi topografi erat
kaitannya dengan letak ketinggian dan kemiringan lereng suatu lahan. Secara umum
dapat di diskripsikan bahwa wilayah Kab. Pasuruan terhampar mulai dari daerah pantai
dengan ketinggian 0 m dpl dibagian utara sampai pegunungan dengan ketinggian >2.000
m dpl dibagian selatan dengan morfologi bentang alam yang bervariasi mulai dari
kemiringan lereng relative datar / sedikit bergelombang (0-8%) sampai dengan
kelerengan yang cukup curam (>45%).
1. Keadaan ketinggian
a) Ketinggian 0 – 12,5 m dpl, meliputi luasan 18.819 ha atau sekitar 12,8 % dari
luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah
Kecamatan Gempol, Beji, Bangil, Rembang, Kraton, Pohjentrek, Gondangwetan,
Rejoso, Winongan, Lekok dan Nguling.
b) Ketinggian 12,5 – 25 m dpl, meliputi luasan 11.356,5 ha atau sekitar 7,7 % dari
luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah
Kecamatan Gempol, Beji, Bangil, Rembang, Kraton, Pohjentrek, Gondangwetan,
Rejoso, Winongan, Grati, Lekok, Nguling dan Kejayan.
c) Ketinggian 25 – 50 m dpl, meliputi luasan 16.353,6 ha atau sekitar 11,1 % dari
luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah Kec.
Gempol, Beji, Bangil, Rembang, Kraton, Gondangwetan, Winongan, Grati,
Lekok, Nguling, Pandaan, Sukorejo, Wonorejo, Pasrepan dan Kejayan.
d) Ketinggian 50 – 100 m dpl, meliputi luasan 13.448,2 ha atau sekitar 9,1 % dari
luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah Kec.
Gempol, Beji, Rembang, Grati, Nguling, Pandaan, Sukorejo, Wonorejo,
Pasrepan, Lumbang dan Kejayan.
e) Ketinggian 100 – 500 m dpl, meliputi luasan 39.011,2 ha atau sekitar 26,5 % dari
luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah Kec.
Gempol, Beji, Winongan, Pandaan, Sukorejo, Wonorejo, Pasrepan, Lumbang,
Purwodadi, Tutur, Puspo, Purwosari, Prigen dan Kejayan.
f) Ketinggian 500 – 1.000 m dpl, meliputi luasan 21.877,2 ha atau sekitar 14,8 %
dari luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah
Kec. Gempol, Pasrepan, Lumbang, Purwodadi, Tutur, Puspo, Purwosari, Prigen
dan Tosari.
g) Ketinggian 1.000 – 2.000 m dpl, meliputi luasan 18.615,1 ha atau sekitar 12,6 %
dari luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah
Kec. Gempol, Lumbang, Purwodadi, Tutur, Puspo, Purwosari, Prigen dan Tosari.
h) Ketinggian di atas 2.000 m dpl, meliputi luasan 7.920,8 ha atau sekitar 5,4 % dari
luasan wilayah Kabupaten Pasuruan yang tercakup pada sebagian wilayah Kec.
Lumbang, Purwodadi, Tutur, Puspo, Purwosari, Prigen dan Tosari.

Keadaan kemiringan
Menurut Widiastuti (2017) Kemiringan atau kelerengan lahan/ tanah di wilayah
Kabupaten Pasuruan adalah bervariasi mulai dari kelerengan 0 s/d >45 derajat. Secara
morfologi bentang alam dapat di diskripsikan bahwa daerah yang memiliki kelerengan
relative datar / sedikit bergelombang (0-8%) adalah seluas 85.257,6 ha atau sekitar 57,8
%; berombak (8-15 %) seluas 31.057,43 ha atau sekitar 21,4 %; berbukit (15-25 %)
seluas 22.057,43 ha atau sekitar 15 %; curam (25-45 %) seluas 6.865,08 ha atau sekitar
4,7 %, dan sangat curam (>45%) seluas 1.747, 58 ha atau sekitar 1,2 % dengan sebaran
sebagai berikut :
a. Kemiringan 0 – 2 derajat mencakup seluruh wilayah Kecamatan Bangil, Rembang,
Kraton, pohjentrek, Gondangwetan, Rejoso dan Lekok, sebagian wilayah Kecamatan
Pasrepan, Kejayan, Wonorejo, Winongan, Grati dan Nguling
b. Kemiringan 2 – 5 derajat mencakup sebagian wilayah Kecamatan Purwodadi, Tosari,
Lumbang, Pasrepan, Kejayan, Wonorejo, Purwosari, Prigen, Sukorejo, Pandaan,
Gempol, Beji, Winongan, Grati dan Nguling.
c. Kemiringan 5 – 8 derajat mencakup sebagian wilayah Kecamatan Purwodadi, Tutur,
Puspo, Tosari, Lumbang, Pasrepan, Kejayan, Purwosari, Prigen, Sukorejo, Pandaan,
Gempol, Beji, Winongan dan Lekok.
d. Kemiringan 8 – 15 derajat mencakup sebagian wilayah Kecamatan Purwodadi, Tutur,
Puspo, Tosari, Lumbang, Pasrepan, Kejayan, Purwosari, Prigen, Pandaan, Gempol,
Winongan dan Grati.
e. Kemiringan 15 – 25 derajat mencakup sebagian wilayah Kecamatan Purwodadi,
Tutur, Puspo, Tosari, Lumbang, Pasrepan, Purwosari, Prigen, Gempol, dan Beji.
f. Kemiringan 25 – 45 derajat mencakup sebagian wilayah Kecamatan Purwodadi,
Tutur, Puspo, Tosari, Lumbang, Purwosari, Prigen dan Gempol.
g. Kemiringan diatas 45 derajat mencakup sebagian wilayah Kecamatan Tutur, Puspo,
Tosari, Lumbang dan Prigen.
Bilmana mencermati kondisi alam yang sangat bervariasi ketinggian dan
kemiringan tersebut, maka daerah yang rawan dan berpotensi menimbulkan bencana
tanah longsor adalah di daerah yang berbukit (kemiringan > 45 derajat)dengan struktur
tanah liat sedikit berbatu dan tidak padas, banyak tanaman perdu dan sedikit tanaman
pepohonan yang berakar kuat untuk menahan tanah bilamana ada guyuran hujan cukup
deras pada musim penghujan tiba. Untuk itulah perlu adanya sistem pencegahan sejak
dini di antaranya adalah penanaman pepohonan yang berakar kuat, tidak melakukan
penebangan pepohonan yang sudah ada secara serampangan khususnya di daerah
berbukit, pemberian informasi berupa tanda bahaya rawan longsor dan sejenisnya,
penerapan sistem tera siring, penyuluhan pembuatan sistem drainase air buangan pada
area pertanian/ perkebunan di perbukitan secara benar oleh pihak/dinas instansi terkait,
serta penyuluhan-penyuluhan sejenis kepada warga secara intensif yang berhubungan
dengan antisipasi dan pencegahan timbulnya bencana tanah longsor.

TEKTONISME
Teori tektonik lempeng adalah suatu teori yang menjelaskan mengenai sifat-sifat
bumi yang mobil/dinamis yang disebabkan oleh gaya endogen yang berasal dari dalam
bumi. Berdasarkan teori tektonik lempeng, lempeng-lempeng yang ada saling bergerak
dan berinteraksi satu dengan lainnya. Pergerakan lempeng lempeng tersebut juga secara
tidak langsung dipengaruhi oleh rotasi bumi pada sumbunya. Sebagaimana diketahui
bahwa kecepatan rotasi yang terjadi bola bumi akan akan semakin cepat ke arah ekuator.
Pada gambar diperlihatkan prinsip-prinsip dari pergerakan lempeng bumi, dimana pada
bagian kutub (Euler pole) masuk ke dalam lingkaran besar sedangkan ke arah ekuator
masuk ke dalam lingkaran kecil. Interaksi antar lempeng dapat saling mendekat
(subduction), saling menjauh dan saling berpapasan (strike slip fault). Adanya tektonik
ini, maka terbentuk lipatan serta patahan.
Lipatan adalah suatu kenampakan yang diakibatkan oleh tekanan horizontal dan
tekanan vertikal pada kulit bumi yang plastis. Lapisan yang melengkung membentuk
lipatan yang besar, punggung lipatan atau antiklinal dan lembah lipatan atau sinklinal.
Lembah sinklinal yang sangat luas disebut geosinklinal. Daerah ladang minyak bumi di
Indonesia umumnya terletak pada daerah geosinklinal yang oleh J.H.F Umgrove disebut
idiogeosinklinal. Adakalanya sebuah daerah lipatan terjadi dari beberapa antiklinal dan
sinklinal. Deretan semacam itu masing- masing disebut antiklinorium dan sinklinorium.
Patahan adalah gejala retaknya kulit bumi yang tidak plastis akibat pengaruh
tenaga horizontal dan tenaga vertikal. Daerah retakan seringkali mempunyai bagian-
bagian yang terangkat atau tenggelam. Jadi, selalu mengalami perubahan dari keadaan
semula, kadang bergeser dengan arah mendatar, bahkan mungkin setelah terjadi retakan,
bagian-bagiannya tetap berada di tempatnya.

VULKANISME
Istilah vulkanisme berasal dari kata latin vulkanismus nama dari sebuah pulau
yang legendaris di Yunani. Tidak ada yang lebih menakjubkan diatas muka bumi ini
dibandingkan dengan gejala vulkanisme dan produknya, yang pemunculannya kerapkali
menimbulkan kesan-kesan religius. Letusannya yang dahsyat dengan semburan bara dan
debu yang menjulang tinggi, atau keluar dan mengalirnya bahan pijar dari lubang di
permukaan, kemudian bentuk kerucutnya yang sangat mempesona, tidak mengherankan
apabila di masa lampau dan mungkin juga sekarang masih ada sekelompok masyarakat
yang memuja atau mengkeramatkannya seperti halnya di pegunungan Tengger
(Gn.berapi Bromo) di Jawa Timur.
Vulkanisme dapat didefinisikan sebagai tempat atau lubang diatas muka bumi
dimana daripadanya dikeluarkan bahan atau bebatuan yang pijar atau gas yang berasal
dari bagian dalam bumi ke permukaan, yang kemudian produknya akan disusun dan
membentuk sebuah kerucut atau gunung.
Sebab sebab terjadinya vulkanisme adalah diawali dengan proses pembentukan
magma dalam litosfir akibat peleburan dari batuan yang sudah ada, kemudian magma
naik ke permukaan melalui rekahan, patahan dan bukaan lainnya dalam litosfir menuju
dan mencapai permukaan bumi.
Wilayah-wilayah sepanjang batas lempeng dimana dua lempeng litosfir saling
berinteraksi akan merupakan tempat yang berpotensi untuk terjadinya gejala vulkanisma.
Gejala vulkanisma juga dapat terjadi di tempat-tempat dimana astenosfir melalui pola
rekahan dalam litosfir naik dengan cepat dan mencapai permukaan. Tempat-tempat
seperti itu dapat diamati pada batas lempeng litosfir yang saling memisah-diri seperti
pada punggung tengah samudra, atau pada litosfir yang membentuk lantai samudera.

Proses Pembentukan Wilayah Pasuruan


 Kondisi Umum Wilayah
Kabupaten Pasuruan adalah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat
pemerintahan berlokasi di Kota Pasuruan. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten
Sidoarjo dan Laut Jawa di utara, Kabupaten Probolinggo di Timur, Kabupaten Malang di
selatan, Kota Batu di barat daya, serta Kabupaten Mojokerto di barat. Kabupaten ini
dikenal sebagai daerah perindustrian, pertanian, dan tujuan wisata. Kompleks Dataran
Tinggi Tengger dengan Gunung Bromo merupakan atraksi wisata utama.
 Geografi Daerah Pasuruan
Letak geografi Kabupaten Pasuruan antara 1120 33′ 55″ hingga 1130 30′ 37″ Bujur
Timur dan antara 70 32′ 34″ hingga 80 30′ 20″ Lintang Selatan dengan batas – batas
wilayah:
Utara : Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura.
Selatan : Kabupaten Malang
Timur : Kabupaten Probolinggo
Barat : Kabupaten Mojokerto
Bagian utara wilayah Kabupaten Pasuruan merupakan dataran rendah. Bagian
barat daya merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Arjuno dan Gunung
Welirang. Bagian tenggara adalah bagian dari Pegunungan Tengger, dengan puncaknya
Gunung Bromo.
Kondisi wilayah Kabupaten Pasuruan terdiri dari daerah pegunungan berbukit
dan daerah dataran rendah, yang secara rinci dibagi menjadi 3 bagian :
1.
Bagian selatan terdiri dari pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian
permukaan tanah antara 186 meter sampai 2.700 meter yang membentang mulai
dari wilayah kecamatan Tutur, Purwodadi dan Prigen.
2.
Bagian Tengah terdiri dari dataran rendah yang berbukit dengan ketinggian
permukaan antara 6 meter sampai 91 meter dan pada umumnya relatif subur.
3.
Bagian Utara terdiri dari dataran rendah pantai yang tanahnya kurang subur
dengan ketinggian permukaan tanah 2 meter sampai 8 meter. Daerah ini
membentang dari timur yakni wilayah kecamatan Nguling ke arah Barat yakni
Kecamatan Lekok, Rejoso, Kraton dan Bangil.
Secara geologis daerah Kabupaten Pasuruan dilewati oleh lempeng Eurasia,
lempeng ini terus bergerak dari waktu ke waktu. Gerakan ini akan menimbulkan
pergeseran lempeng, yang akan membentuk lipatan atau patahan. Dapat kita temui
deretan perbukitan mulai dari jalan sepanjang daerah Purwodadi-Nongkojajar.
Perbukitan ini terjadi karena proses tektonik,yaitu bentukan lahan yang terjadi
sebagai akibat deformasi kulit bumi oleh proses angkatan, patahan, dan atau lipatan
(proses tektonik). Dengan adanya proses ini maka terbentuklah perbukitan yang
memanjang sepanjang daerah daerah Purwodadi-Nongkojajar.
Selain dipengaruhi oleh proses tektonisme, Pasuruan juga dipengaruhi oleh proses
vulkanisme. Landform yang terbentuk karena aktivitas volkan/gunung berapi (resen atau
subresen). Landform ini dicirikan dengan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar,
lava ataupun dataran yang merupakan akumulasi bahan volkan. Wilayah Pasuruan
dikelilingi oleh beberapa gunung aktif seperti G.Semeru, G.Welirang serta G.Bromo.
Pada wilayah Nongkojajar, daerahnya relative subur, karena dekat dengan pegunungan
yang mengandung bahan- bahan yang kaya akan hara. Sehingga di daerah ini banyak
terdapat kegiatan pertanian seperti bercocok tanam sayur dan buah-buahan.
Pada daerah Pasuruan khususnya bagian utara, seringkali terjadi peristiwa banjir,
hal ini dikarenakan pada daerah Pasuruan dilewati oleh enam sungai serta daerah ini
meruakan daerah dataran rendah sehingga banjir tidak dapat dihindari.
Karena sering terjadi banjir, maka daerah ini dapat disebut sebagai daerah dataran
banjir. Pembentukan daerah ini dipengaruhi oleh sungai-sungai yang melewati. Aktivitas
sungai akan membawa bahan endapan sungai dalam jumlah yang relative banyak dalam
kurun waktu yang lama. Dengan adanya penendapan bahan-bahan sedimentasi ini maka
terbentuk wilayah yang dipengaruhi oleh aktifitas sungai dan disebut dengan landform
alluvial. Dengan demikian, proses pembentukan daerah Pasuruan dipengaruhi oleh
proses Tektonik, vulkanisme serta aktivitas sungai (Aluvial).
DAFTAR PUSTAKA
Verstappen, H.Th, 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Surveys for
Environmental Development. New York, El sevier.
Thornbury, 1970. Principle Of Geomorfoogi. New York : John Willey and Sons,INC.
Widiastuti, Aan. 2017. Kondisi Geografis Kabupaten Pasuruan. Universitas
Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai