BAB 9 AUTOKORELAS1 Isi
BAB 9 AUTOKORELAS1 Isi
TUGAS EKONOMETRIKA
DISUSUN OLEH :
NAISERA HENGSIT (16030117)
DEWI PUTRI SETIAWATI (16030005)
ADITYA NUGRAHA (15030087)
ALEX ABRIANTA SINAGA (16030151)
FAHYANUL ATMI (16030003)
BUDI WIJAYA (16030171)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PROF. DR. HAZAIRIN, SH
BENGKULU
BAB 9
AUTOKORELASI
A. Pengantar
Korelasi dapat dimaknai menjadi (i) korelasi antarvariabel dan (ii) korelasi
antar periode waktu. Jika terjadi korelasi yang kuat antarvariabel dapat
mengakibatkan terjadinya masalah multikolinearitas. Sedangkan jika terjadi
korelasi yang kuat antar periode waktu dapat mengakibatkan terjadinya
autokorelasi. Pada konsep asumsi klasik ke-6, dikatakan bahwa “tidak
terdapat korelasi antar disturbance term untuk periode berbeda” maka model
tersebut mengalami autokorelasi. Korelasi antar disturbance term dapat
terjadipada periode berbeda (data time series) maupun pada individu berbeda
(data cross section). Umumnya kasus autokorelasi bnanyak terjadi pada data
time series, artinya kondisi sekarang dipengaruhi waktu lalu. Oleh karena itu,
dalam analisis data time series, masalah autokorelasi menjadi pusat perhatian
dalam permodelan Ekonometrika. Bagian ini akan menjelaskan (i) konsep
autokorelasi, (ii) konsekuensi adanya Autokorelasi, (iii) cara mendeteksi
keberadaan autokorelasi, (iv) bagaimana memperbaiki model dengan
Autokorelasi, dan (v) penggunaan E-Views untuk menguji keberadaan dan
perbaikan terhadap kasus Autokorelasi.
B. Konsep Autokorelasi
Gerhard Tihtner tahun 1965 (lihat Gujarati, 2003: 442) mendefinisikan
autokorelasi sebagai korelasi kelambanan (lag correlation) suatu deretan
tertentu dengan dirinya sendiri, tertinggal oleh sejumlah unit waktu (u1, u2, ...
, un dan u2, u3, ... , un+1,). Dalam berbagai literatur, definisi autokorelasi
seringkali ditulis dengan serial korelasi, karena keduanya merupakan suatu
sinonim. Secara harfiah, serial korelasi adalah korelasi kelambanan (lag
correlation) antara dua seri atau rangkaian yang berbeda ((u1, u2, ... , u10 dan
v2, v3, ... , v11, di mana u dan v merupakan dua deretan waktu yang berbeda).
Sementara Nachrowi dan Usman (2006) mendefinisikan autokorelasi sebagai
kondisi dimana terdapat korelasi antar disturbance term untuk periode yang
berbeda atau korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel.
Umumnya kasus autokorelasi banyak terdapat pada data time series, artinya
kondisi sekarang (periode t) dipengaruhi oleh waktu (t-n) atau suatu kondisi
dimana sifat residual regresi yang saling berkaitan antara satu observasi (ke-i)
dengan observasi lainnya (ke-j) sebagai berikut.
Jika residual tidak saling berkaitan antar observasi ke-i dengan observer
ke-j, maka disebut non-autokorelasi atau tidak terjadi autokorelasi. Secara
formal sebagai berikut.
waktu waktu
0
0
(a) (b)
ɛ1
ɛ1
waktu waktu
0
(c) (d)
0
ɛ1
waktu
0
(e)
C. Konsekuensi Autokorelasi
Menurut Gujarati (2004) dan Baltagi (2008), jika kita memiliki
model regresi yang mengalamiautokorelasi, maka estimator OLS yang
diperolah tetap tidak bias (unbiassed), konsisten dan secara asimtotik akan
terdistribusi secara normal. Namun demikian ia tidak lagu BLUE sebagai
konsekuensi dari nilai varian residual regresi yang tidak minimun pada
estimator klas linear. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias
juga karena nilai t-hitung diperoleh dari hasil bagi antara ß dengan
standard error (t = ß / SE). berhubung nilai standard error bias maka nilai
t-hitung juga akan bias atau bersifat tidsak pasti (misleading).
D. Deteksi Autokorelasi
Antarpola ploting residual terhadap waktu, seperti penjelasan
sebelumnya dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaa autokorelasi.
Metode ini disebut metode grafis dan perlu dipahami bahwa penggunaan
metode grafis sebelumnya digunakan untuk mendeteksi keberadaan
autokorelasi tidak dapat dijadikan dasar yang kuat dalam membuat
kesimpulan bahwa suatu model mengalami autokorelasi ataupun tidak.
Penggunaan grafis hanyalah untuk memberikan informasi awal mengenai
kemungkinan yang akurat, perlu dilakukan perhitungan secara statistik.
Apabila suatu model mengalami autokorelasi maka akan
mempengaruhi nilai standard error dari koefisien penduga parameter
model. Dalam bentuk model, deteksi keberadaan autokorelasi dapat
dlilakukan dengan cara melakukan estimasi antara residual periode t
dengan residual peride t-1, secara formal sebagai berikut.
ɛ1 = ρε t-1 + ϑ t ......................................................................(9.3)
Ragu-Ragu
Ragu-Ragu
Daerah
Daerah
Menolak H0:
Menolak H0:
d
0 dL dU 2 (4-dU) (4-dL) 4
Breusch-Godfrey Test
Metode Breusch-Godfrey Test serig digunakan untuk menguji keberadaan
autokorelasi yang diasumsikan terjadi pada orde tinggi (bukan pada AR(1)).
Tahapan pengujian yang dapat dilakukan yaitu:
Jika dimisalkan autokorelasi terjadi pada orde n atau AR(n) maka :
ε1 = p1εt-1 + p2εt-2 + …… + pk εt-k + ϑt ……………………….…….. (9.8)
Estimasi model dan dapatkan nilai estimasi untuk residual εt
Lakukan estimasi Auxiliary Regression berikut:
E. Perbaikan Autokorelasi
Pada model regresi yang menggambarkan data time series, permasalahan
autokorelasi akan sering terjadi. Konsekuensi adanya autokorelasi dalam suatu
modelc regresi yang diestimasikan menggunakan metode OLS (Ordinary Least
Squares) mengakibatkan (i) varian dari sampel yang digunakan tidak mampu
menggambarkan karakteristik populasinya. Sehingga (ii) hasil estimasi
terhadap parameter juga tidak dapat digunakan untuk memprediksi perubahan
pada variabel terikatnya. Sebagai akibat dari (iii) nilai parameter yang tidak
lagi akurat. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan
autokorelasi adalah menggunakan metode grafis, DW Test, maupun BG Test.
Selanjutnya berdasarkan kesimpulan mengenai adanya autokorelasim perlu
dilakukan tindakan perbaikan.
Seperti pendapat Nachrowi dan Usman (2006), autokorelasi yaitu kondisi
dimana terdapat korelasi antar disturbance term untuk periode yang berbeda.
Nilai koefisien antar disturbance term untuk peride berbeda yakni p (RHO)
itulah yang menunjukkan adanya autokorelasi. Jika nilai koefisien signifikan
secara statistik, maka disimpulkan terjadi autokorelasi, dan sebaliknya. Jika
nilai koefisien tidak signifikan maka tidak ada korelasi antar disturbance term
untuk periode yang berbeda atau tidak terjadi autokorelasi. Oleh karena itu
untuk memperbaiki permasalahan autokorelasimaka perlu diketahui nilai
koefisien antar disturbance term untuk periode yang berbeda yaitu nilai p.
metode yang digunakan adalah metode transformasi berdasarkan nilai p
berikut.
Misalkan diketahui model regresi adalah :
Yt = ß0t + ß1Xit + ß2X2t + ß3X3t + εt ………......…………….. (9.11)
Jika kemudian hasil estimasi terhadap model menggunakan OLS dan analisis
dengan membandingkan DW Statistik dengan DW Tabel menghasilkan
kesimpulan mengenai autokorelasi, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan
dengan menggunakan metode antara lain:
Lakukan transformasi variabel dengan fungsi logaritma.
Tahapan yang perlu dilakukan :
1. Pada menu Equation Estimation, ketik @logY c @log(X1)@log(X2)
@log(X3)
Setelah disetimasi, lalu perhatikan apakah nilai Durbin-Watsonb statistik
masih terkena autokorelasi atau tidak. Jika kesimpulan menunjukkan
bahwa masihg terdapat autokorelasi, maka untuk meyakinkan kesimpulan
berikut tampilkan nilai plot residual dengan cara klik Proc---
Actual,Fitted, Fitted, Residual---Residual Graph.
Jika hasil grafik tampilan itu menunjukkan pola residual tidak tersebar
merata, melainkan berkumpul pada titik -11 < 0 < 1,ini mengindikasikan
adanya masalah korelasi antar residual pada persamaan regresi yang kita
miliki. Kesimpulan itu juga sudah ditegaskan dalam pengujian Durbin-
Watson sebelumnya.
2. Menambahkan variabel Autoregressive (AR) kedalam odel persamaan
(9.11).
Autoregressive merupakan variabel kelembaman dari variabel terikat yang
diletakkkan pada komponen variabel bebas. Misalnya pada persamaan
(9.12) jika ditambahkan variabel autoregressive maka :
Yt = ß0t + ß1Xit + ß2X2t + ß3X3t + ß4Yt-1 + εt …………...….. (9.11)
Variabel Yt-1 diperoleh dengan melakukan Generate Series sebagai
berikut.
Yt-1 = Yt – Yt (-1)
Variabel Yt-1 dapat juga disebut sebagai AR(1) atau autoregressive ber orde
satu.
Selanjutnya ersamaan (9.12) diestimasikan dengan menggunakan metode
OLS. Kemudian nilai Durbin-Watson statistik yang dihasilkan
dibandingkan dengan Durbin-Watson tabel untuk membuktikan keberadaan
autokorelasi.
3. Digunakan metode Cochrrane-Ourcutt (1949) Method.
Baltagi (2008) menyarankan dilakukan metode ini untuk memperbaiki
masalah autokorelasi. Caranya sebagai berikut:
Dapatkan nilai koefisien antar disturbance term untuk periode yang
berbeda sehingga diperoleh nilai p.
Langkah yang dilakukan adalah :
Estimasi model regresi pada persamaan (9.11) dan simpan niai residual
fitted, εt
ε t-i = ε t – ε t (-1)
kemudian lakukan estimasi terhadap persamaan regresi :
ε t-i = pi ε t-1 + ϑt
setelah nilai koefisien korelasi didapat, lakukan transformasi model
menggunakan metode Cochrane-Orcutt (1949) Method sebagai berikut.
Untuk variabel Yt diubah menjadi Yt – pYt-1
Untuk konstanta ßot diubah menjadi ßot (1-p)
Untuk variabel X1t diubah menjadi X1t - pX1t-1
Untuk variabel X2t diubah menjadi X2t – Px2t-1
Untuk variabel X3t diubah menjadi X2t – Px2t-1
εt ………………………………………………………………….... (9.13)
Lakukan estimasi ke persamaan (9.13) dan perhatikan apakah nilai DW
Statistik mengalami autokorelasi atau tidak. Transformasi itu hanya
menggunakan periode (t-1).
Jika keberadaan autokorelasi masih terjadi, maka lakukan untuk periode (t-
2), periode 3 (t-3) dengan prosedur seperti untuk transformasi pada periode
(t-1). Kemudian lakukan estimasi kembali dengan hasil transformasi model
untuk periode (t-2) maupun periode (t-3).
4. Metode Prais and Winsteen Test (1954)
Metode Prais and Winsteen (1954) merupakan pengembangan dari metode
Cochrane-Orcutt (1949) dengan cara (Baltagi, 2008) ;
Melakukan perkalian pada observasi pertama pada model persamaan (9.12)
dengan √1 − 𝑝2 sebagai berikut.
F. Aplikasi E-Views
Se
Setelah di klik OK, akan diperoleh hasil estimasi. Perhatikan nilai Durbin-
Watsonnya.
NETEKSPOR + ɛt
Di mana :
ɛt = 0,9892 * µt – 1 + ɛ
Untuk mendapatkan nilai residual, dari jendela hasil estimasi, klik Proc
--- Make Residual series, seperti berikut :
ɛt = ρ ɛt-1 + µt atau,
RESID01 = -1139.85 + 0.502*RESIDT + µt
Koefisien ρ sebesar 0,502 yang diperoleh, kemudian digunakan untuk
mentransformasikan setiap variabel dalam persamaan (9.15) seperti berikut :
1. Variabel PDBt diubah menjadi PDBt – ρPDBt – 1
1) + β4 (NETEKSPOR4t – ρNETEKSPOR4t-1 ) + ɛt
…………………………………………………….. ( 9.17 )
Lakukan estimasi terhadap persamaan (9.17) dan perhatikan, apakah nilai Durbin
– Watson statistik mengalami autokorelasi atau tidak. Transformasi tersebut hanya
menggunakan periode ( t-1 )