Anda di halaman 1dari 9

PAPER

LINGKUNGAN PERTANIAN DAN BIOSISTEM

Oleh:
Nama : Geraldine Aradhana S.
NPM : 240110170062

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Klasifikasi Tanah Menurut FAO/UNESCO

1. Fluvisol
Tanah-tanah berasal dari endapan baru, hanya mempunyai horison penciri
ochrik, umbrik, histik atau sulfurik, bahan organik menurun tidak teratur dengan
kedalaman, berlapis-lapis.
2. Gleysol
Tanah dengan sifat-sifat hidromorfik (dipengaruhi air sehingga
berwarnakelabu, gley dan lain-lain), hanya mempunyai epipedon ochrik,
histik,horison kambik, kalsik atau gipsik.
3. Regosol
Tanah yang hanya mempunyai epipedon ochrik. Tidak termasuk bahan
endapan baru, tidak menunjukkan sifat-sifat hidromorfik, tidak bersifat
mengembang dan mengkerut, tidak didominasi bahan amorf. Bila bertekstur
pasir, tidak memenuhi syarat untuk Arenosol.
4. Lithosol
Tanah yang tebalnya hanya 10 cm atau kurang, di bawahnya terdapat
lapisan batuan yang padu.
5. Arenosol
Tanah dengan tekstur kasar (pasir), terdiri dari bahan albik yang terdapat
pada kedalaman 50 cm atau lebih, mempunyai sifat-sifat sebagai horison
argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena tekstur yang
kasar tersebut. Tidak mempunyai horison penciri lain kecuali epipedon ochrik.
Tidak terdapat sifat hidromorfik, tidak berkadar garam tinggi.
6. Rendzina
Tanah dengan epipedon mollik yang terdapat langsung di atas batuan
kapur.
7. Ranker
Tanah dengan epipedon umbrik yang tebalnya kurang dari 25 cm. Tidak
ada horison penciri lain.
8. Andosol
Tanah dengan epipedon mollik atau umbrik atau ochrik dan horison
kambik, serta mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc dan didominasi
bahan amorf, atau lebih dari 60 % terdiri dari bahan vulkanik vitrik, cinder,
atau pyroklastik vitrik yang lain.
9. Vertisol
Tanah dengan kandungan liat 30 % atau lebih, mempunyai sifat
mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah menjadi keras, dan retak-
retak karena mengkerut, kalau basah mengembang dan lengket.
10. Solonet
Tanah dengan horison natrik. Tidak mempunyai horison albik dengan
sifat-sifat hidromorfik dan tidak terdapat perubahan tekstur yang tiba - tiba.
11. Yermosol
Tanah yang terdapat di daerah beriklim arid (sangat kering), mempunyai
epipedon ochrik yang sangat lemah, dan horison kambik, argilik, kalsik atau
gipsik.
12. Xerolsol
Seperti Yermosol tetapi epipedon ochrik sedikit lebih berkembang.
13. Kastanozem
Tanah dengan epipedon mollik berwarna coklat (kroma > 2), tebal 15
cmatau lebih, horison kalsik atau gipsik atau horison yang banyak
mengandung bahan kapur halus.
14. Chernozem
Tanah dengan epipedon mollik berwarna hitam (kroma < 2) yang tebalnya
15 cm atau lebih. Sifat-sifat lain seperti Kastanozem.
15. Phaeozem
Tanah dengan epipedon mollik, tidak mempunyai horison kalsik, gipsik,
tidak mempunyai horison yang banyak mengandung kapur halus.
16. Greyzem
Tanah dengan epipedon mollik yang berwarna hitam (kroma < 2), tebal 15
cm atau lebih, terdapat selaput (bleached coating) pada permukaan struktur
tanah.
17. Cambisol
Tanah dengan horison kambik dan epipedon ochrik atau umbrik, horison
kalsik atau gipsik. Horison kambik mungkin tidak ada bila mempunyai
epipedon umbrik yang tebalnya lebih dari 25 cm.
18. Luvisol
Tanah dengan horison argillik dan mempunyai KB 50 % atau lebih. Tidak
mempunyai epipedon mollik.
19. Podzoluvisol
Tanah dengan horison argillik, dan batas horison eluviasi dengan Horison
di bawahnya terputus-putus (terdapat lidah-lidah horison eluviasi = tonguing).
20. Podsol
Tanah dengan horison spodik. Biasanya dengan horison albik.
21. Planosol
Tanah dengan horison albik di atas horison yang mempunyai permeabilitas
lambat misalnya horison argillik atau natrik dengan perubahan tekstur yang
tiba-tiba, lapisan liat berat, atau fragipan. Menunjukkan sifat hidromorfik
paling sedikit pada sebagian horison albik.
22. Acrisol
Tanah dengan horison argillik dan mempunyai KB kurang dari 50 %.
Tidak terdapat epipedon mollik.
23. Nitosol
Tanah dengan horison argillik, dan kandungan liat tidak menurun lebih
dari 20 % pada horison-horison di daerah horison penimbunan liat maksimum.
Tidak terdapat epipedon mollik.
24. Ferrasol
Tanah dengan horison oksik, KTK (NH4Cl) lebih 1,5 me/100 g liat. Tidak
terdapat epipedon umbrik.
25. Histosol
Tanah dengan epipedon histik yang tebalnya 40 cm atau lebih.
II. Klasifikasi Tanah Menurut PPT
Nama-nama tanah dalam tingkat Jenis dan Macam tanah dalam sistem Pusat
Penelitian Tanah Bogor yang disempurnakan (1982) sangat mirip dengan sistem
FAO/UNESCO. Walaupun demikian nama-nama lama yang sudah terkenal tetap
dipertahankan, tetapi menggunakan definisi-definisi baru. Jenis-jenis tanah yang
ada adalah sebagai berikut :
1. Organosol Tanah organik (gambut) yang ketebalannya lebih dari 50 cm.
2. Litosol Tanah mineral yang ketebalannya 20 cm atau kurang. Di
bawahnya terdapat batuan keras yang padu.
3. Rendzina Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan
bahan organik lebih dari 1 %, kejenuhan basa 50 %), dibawahnya terdiri dari
batuan kapur.
4. Grumusol Tanah dengan kadar liat lebih dari 30 % bersifat
mengembang dan mengerut. Jika musim kering tanah keras dan retak-retak
karena mengerut, jika basah lengket (mengembang).
5. Gleisol Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau
menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.
6. Aluvial Tanah berasal dari endapan baru dan berlapis-lapis, bahan
organik jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat
epipedon ochrik, histik atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60 %.
7. Regosol Tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60 %,
hanya mempunyai horison penciri ochrik, histik atau sulfurik.
8. Arenosol Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada
kedalaman sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan atau memperlihatkan
ciri-ciri mirip horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi
syarat karena tekstur terlalu kasar. Tidak mempunyai horisin penciri kecuali
epipedon ochrik.
9. Andosol Tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik
atau umbrik) dan mempunyai horison kambik; kerapatan limbak (bulk
density) kurang dari 0,85 g/cm3, banyak yang mengandung amorf atau lebih
dari 60 % terdiri dari abu vulkanik vitrik, cinders atau bahan pyroklastik
lain.
10. Latosol Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal,
gembur, warna tanah seragam dengan dengan batas-batas horison yang
kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %,
umumnya mempunyai epipedon kambrik dan horison kambik.
11. Brunizem Seperti Latosol, tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.
12. Kambisol Tanah dengan horisin kambik, atau epipedon umbrik atau
molik. Tidak ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air).
13. Nitosol Tanah dengan penimbunan liat (horison argilik). Dari horison
penimbunan liat maksimum ke horison-horison di bawahnya, kadar liat
turun kurang dari 20 %. Mempunyai sifat ortoksik (kapasitas tukar kation
kurang dari 24 cmol (+) / kg liat.
14. Podsolik Tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan
kejenuhan basa kurang dari 50 %, tidak mempunyai horison albik.
15. Mediteran Seperti tanah Podsolik (mempunyai horison argilik) tetapi
kejenuhan basa lebih dari 50 %.
16. Planosol Tanah dengan horison albik yang terletak diatas horison dengan
permeabilitas lambat (misalnya horison argilik atau natrik) yang
memperlihatkan perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau fragipan,
dan memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik sekurang-kurangnya pada
sebagian dari horison albik.
17. Podsol Tanah dengan horison penimbunan besi, Alumunium Oksida dan
bahan organik (sama dengan horison sporadik). Mempunyai horison albik.
18. Oksisol Tanah dengan pelapukan lanjut dan mempunyai horison oksik,
yaitu horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat
dengan aktivitas rendah, kapasitas tukar kation rendah (kurang dari 16 cmol
(+) / kg liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas.

III. Klasifikasi Tanah Menurut USDA


Sistem USDA atau Soil Taxonomy dikembangkan pada tahun 1975 oleh tim
Soil Survey Staff yang bekerja di bawah Departemen Pertanian Amerika Serikat
(USDA). Sistem ini pernah sangat populer namun juga dikenal sulit
diterapkan.Oleh pembuatnya, sistem ini diusahakan untuk dipakai sebagai alat
komunikasi antarpakar tanah, tetapi kemudian tersaingi oleh sistem WRB.
Meskipun demikian, beberapa konsep dalam sistem USDA tetap dipakai dalam
sistem WRB yang dianggap lebih mewakili kepentingan dunia.
Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah berdasarkan
sifat utama dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno (1992) terdapat 10 ordo
tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975, yaitu:
1. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari
horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air.
Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah
Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah
Kuning.
2. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang
mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon
ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan
klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
3. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih
sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada
horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent
berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Aluvial atau Regosol.

4. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau
lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung
bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti
jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk
tanah Organik atau Organosol.
5. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi
lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata
Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik.
Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini
cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.
6. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal
epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan
organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik,
sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata
Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah
termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
7. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral
mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif
sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100
g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan
pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang
tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik
Merah Kuning.

8. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison
bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik)
sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna
pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Podzol.
9. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning,
Latosol, dan Hidromorf Kelabu.
10. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan
liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat
mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah
pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau
Margalit.

IV. Klasifikasi Tanah Gambut


Menurut Nursanti & Rohim (2009) dan Darmawijaya (1990), berdasarkan
tingkat kematangan tanah gambut terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
a) Fibrik, yaitu bahan organik tanah yang sedikit terdekomposisi yang
memiliki serat sebanyak 2/3 volume, porositas tinggi, daya memegang
air tinggi.
b) Hemik, yaitu bahan organik yang memiliki tingkat kematangan antara
fibrik dan saprik dengan kandungan serat 1/3-2/3 volume.
c) Saprik, yaitu sebagaian besar dengan organik telah mengalami
dekomposisi yang memiliki serat kurang dari 1/3 dengan bobot isi yang
lebih besar dari fibrik.
DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : CV.


Akademika Pressindo.
Djadja Subardja S., Sofyan Ritung, Markus Anda, Sukarman, Erna Suryani, dan
Rudi E. Subandiono. 2016. Klasifikasi Tanah Nasional. Bogor : Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai