MAKALAH
SISTEM ENDOKRIN
“ HIPOPITUITARISME “
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Tujuan umum
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi tugas mata
kuliah sistem endokrin.
2. Tujuan khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat:
a. Mengetahui pengertian penyakit hipopituitarisme
b. Mengetahui klasifikasi dari hipopituitarisme
c. Mengetahui penyebab terjadinya hipopituitarisme
d. Mengetahui tanda dan gejala penyakit hipopituitarisme
e. Mengetahui dan memahami focus pengkajian pada penyakit hipopituitarisme
f. Mengetahui dan memahami focus perencanaan pada penyakit hipopituitarisme
g. Memahami contoh kasus penyakit hipopituitarisme dan mengetahui asuhan
keperawatan yang harus diberikan pada penderita hipopituitarisme
C. Manfaat Penulisan
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, sehingga dapat menetahui cara
hidup sehat, menambah pengetahuan dan pendalaman, penelitian tentang pasien dengan
gangguan gagal jantung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis.
Hipopituitarisme merupakan defisiensi hormon tiroid, adrenal, gonadal dan hormon
pertumbuhan akibat penyakit hipofisis. Pada setiap pasien dengan defisiensi hormonal ini,
kemungkinan adanya defisiensi lain harus dicari. Kadang-kadang timbul akut berupa
apopleksi hipofisis dimana terdapat infark hemoragik pad atumor hipofisis, biasanya disertai
nyeri disertai kepala berat mendadak dan seringkali bersama dengan defek lapanng pandang.
Hipopituitarisme memilki prevalensi 30/100.000. (Gledle Jonathan, 2005:143)
Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi kelenjar hipofisis,
terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan munculnya masalah dan manifestasi
klinis yang berkaitan dengandefisiensi hormon-hormon yang dihasilkannya.
( http://banjaristi.blogspot.com )
B. Etiologi
Sindrom ini disebabkan oleh kelainan destrutif pada kelenjar hipofisis. Penyebab yang sering
ialah :
1. Sheehan’s postpartum pituitary necrosis
2. Adenoma khoromofob
3. Craniopharyngioma
4. Kelainan-kelainan lain yang mungkin juga menimbulkan hipopitutarisme ialah radang,
terutama tuberculosis, sarcoidosis. Kadang-kadang penyebab dari pada destruksi hipofisis
tidak jelas dan hanya tampak sebagai fibrosis saja.
(dr. Sutisna Himawan, 1994)
Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Penyebab menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur,bakteri piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun).
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu
pembentukan salah satu atau semau hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalamai malfungsi. Misalnya, akan terjadi
penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT
dalam kadar yang berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat
merusak sebagian atausemua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang
terjadi setelah perdarahan maternal.
C. Klasifikasi
1. Hypophyseal Cachexia ( Penyakit Simmonds ):
a. Dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa.
b. Lebih sering pada wanita dengan perbandingan 2 : 1
c. Penderita dapat hidup bertahun-tahun dengan penyakitnya, kadang-kadang sampai 30-
40 tahun.
Gejala-gejala klinik biasanya disebabkan oleh insufiensi adrenal, thyroid atau gonad, yang
terjadi sekunder akibat hipopituitarisme. Kombinasi kelenjar yang mengalami insufiensi itu
bisa berbagai macam ; yang paling sering ialah kombinasi hipothyroidisme dan
hipoadrenalisme.
2. Hypophyseal Dwarfism ( Jenis Lorain-Levi ):
a. Pada anak yang sedang tumbuh
b. Terjadi dwarfisme yang simetrik.
Penyebab yang paling sering ialah ; craniopharyngioma. Kadang-kadang juga disebabkan
juga oleh : nekrosis iskhemik, kista, atau radang.
3. Sindrom Froehlich ( Dystrophia Adiposogenitalis ):
a. Obesitas jenis eunuchoid.
b. Pertumbuhan yang tidak sempurna daripada gonad dan genital.
c. Cirri-ciri sex sekunder tidak ada, disfungsi seksual, dan kulit yang halus.
d. Terjadi pada usia muda.
e. Dapat menyerang baik laki-laki maupu wanita dengan perbandingan yang sama.
(dr. Sutisna Himawan, 1994)
D. Manifestasi Klinis
Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis akibat defisiensi pelepasan GH.
Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-
anak tersebut mencapai pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genitalia eksterna
gagal berkembang. Selain itu sering pula ditemukan berbagai derajat insifisiensi adrenal dan
hipitiroidisme, mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan memperlihatkan
perkembangan intelektual yang lamban, kulit biasanya pucat karena tidak adanya MSH.
Pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis seperti defisiensi
GH, hipogonadisme, hipotiroidisme, dan insufisiensi adrena. Karena orang dewasa telah
menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan
hipotuitarisme adalah normal.
Adapun tanda dan gejalanya yang mungkin ditemukan yaitu :
1. Terjadinya hipogonadisme.
2. Penurunan libido, impotensi, progresif pertumbuhan rambut dan bulu ditubuh, jenggot,
berkurangnya perkembangan otot pada pria.
3. Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau aminorea yang merupakan tanda awal
dari kegagalan hipofisis. Kemudian di ikiti atrofi payudara dan genetalia eksterna.
(Price Syvia A, 2005:1216-1217)
Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intara kranial yang
meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup
besar.
1. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali
(tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan
artralgia (nyeri sendi).
2. Hiperprolaktinemia : amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada
wanita, impotensi pada pria.
3. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus,
osteoporosis.
4. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada
anak-anak.
5. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria,
amenore pada wanita.
6. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
7. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala –
gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran
laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
8. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi
kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika.
a. Foto polos kepala.
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional).
c. Pneumoensefalografi.
d. CTScan.
e. Angiografi serebral.
3. Pemeriksaan Lapang Pandang.
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan.
b. Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optik.
4. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron.
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan
melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
d. Tes provokatif.
( http://banjaristi.blogspot.com )
F. Penatalaksanaan
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang kurang. GH
manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari tehnik rekombinasi asam
deoksiribonukleat(DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan defesiensi GH
dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis.
GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme hipofisis, dapat
menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH manusia rekombinan juga dapat
digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien dewasa dengan panhipopituitarisme.
Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan cara disuntikan.
Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibat defesiensi hipofisis untuk
jangka waktu yang lama, hanya diberikan sebagai alternatif.
( Price Syvia A, 20051217)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan hipopituitarisme adalah:
a. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b. Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g. Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
h. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan Melemahnya
kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat gangguan hormonal.
3. INTERVENSI
Secara umum tujuan yang diharapakan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis
adalah :
a. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
b. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
c. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
d. Klien bebas dari rasa cemas.
e. Klien terhindar dari komplikasi.
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh Berhubungan dengan Perubahan Struktur Tubuh dan
Fungsi Tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang
positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil :
a. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian, pakaian, postur
tubuh, pola makan, kehadiran diri.
b. Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi :
a. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
R: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
b. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan,
prognosa kesehatan.
R: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara bertahap akan
mulai menerima kenyataan.
c. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
R: Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah
pemahaman tidak terjadi.
d. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang
sama.
R: Sebagai problem solving
e. Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
R/ Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi
perawatan/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
Diposkan oleh Linglung di 18.02
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Makalah Sistem Endokrin
Lokasi: Ambukembang, Kedungwuni, Indonesia
http://lululinglinglung.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_2712.html
askep pada pasien hiperpituitari
Mei 17, 2012 by munawarmdh
Askep Klien GawaT darurat (Gadar) dengan gangguan Kelenjar Hipofise = Hiperpituitari
0 Comments:
1.
Senin, 29 Maret 2010
Askep Klien GawaT darurat (Gadar) dengan gangguan Kelenjar Hipofise = Hiperpituitari
g) Pemeriksaan fisik
Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah
(jenggot dan kumis).
h) Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
i) Tergantung pada penyebab hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data
penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
j) Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
k) Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti : Foto kranium untuk melihat
pelebaran dan atau erosi sella tursika.
l) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron,
kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid
releasing hormone.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
a) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b) Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c) Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d) Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f) Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g) Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
3. Intervensi
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis
adalah:
1. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4. Klien bebas dari rasa cemas.
5. Klien terhindar dari komplikasi
Diagnosa Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan
fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang
positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil 1. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian,
pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.
2. Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi 1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan
kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan,
prognosa kesehatan.
Rasional: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara
bertahap akan mulai menerima kenyataan.
3. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
Rasional:Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah
pemahaman
tidak terjadi.
4. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang
sama.
Rasional: Sebagai problem solving
5. Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
Rasional: Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan
/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
Diagnosa Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat koping individu meningkat.
Kriteria Hasil 1. Mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4. Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi 1. Kaji status koping individu yang ada.
Rasional: Meningkatkan proses interaksi sosial karena klien mengalami peningkatan
komunikatif.
2. Berikan dukungan jika individu berbicara.
Rasional: Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
3. Bantu individu untuk memcahkan masalah (problem solving).
Rasional: Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak
mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan individu untuk melakukan teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran
penatalaksanaan stress.
Rasional: Ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan.
Rasional: Klien mengerti tentang penyakitnya.
Diagnosa Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat.
Kriteria Hasil 1. Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai diri.
2. Mengidentifikasikan dua atributif positif mengenai diri.
Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.
Rasional: Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
Rasional: Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
3. Diskusikan harapan /keinginan / perasaan.
Rasional: Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah
faktor penyebab terjadinyaharga diri rendah.
Pembedahan
a. Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma. Sela
tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop
bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk
memasang implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika.
Biasanya dirurup dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus
disiapkan untuk insisi tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan
serebrospinal (CSF). Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus
ditutup. Hidung mungkin mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk
mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1. Keluhan postnasal drip
2. Menelan yang konstan
3. Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih
disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4. Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa
positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan
kepala terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan.
Seringkali kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan
perbaikan dengan tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus
dihindari.
Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein.
Nyeri kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan
adanya meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko
infeksi, maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal
berikut :
1. Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak
lagi merasa mual setelah tinadakan anastesia.
2. Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi
penciuman).
3. Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan
membaik segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
4. Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal
dan oral.
5. Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniotoomi
dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor intraserebral
lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan
hipofise atau dapat menyebabkan disfungsi hipofise sementara maupun permanen.
DAFTAR PUSTAKA