Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem pernafasan berperan penting dalam pertukaran oksigen (O2) dengan
karbondioksida (O2). Secara fungsional sistem pencernaan terdiri dari trakea,
bronkus, bronkiolus, alveolus, dan paru-paru. Alveolus dikelilingi oleh pipa-pipa
kapiler, baik alveolus maupun kapiler tersusun oleh satu lapis sel yang
memungkinkan terjadinya pertukaran antara O2 dengan CO2. Oksigen dari udara
masuk melalui bronkus, bronkiolus, alveolus dan terjadi inspirasi lalu masuk ke
sirulasi sistematik (darah) dan secara bersamaan CO2 didifusikan keluar dari pipa-
pipa kapiler masuk ke alveolus yang selanjutnya dikeluarkan dari tubuh melalui
pernapasan.
Secara umum fungsi sistem pernapasan untuk tujuan menyediakan oksigen
bagi semua sel tubuh, membuang CO2 dari seluruh tubuh, membantu pertahankan
tubuh melawan senyawa asing, dan menghasilkan suara untuk berbicara. Banyak
sekali golongan dan jenis obat yang bekerja di saluran pernapasan untuk menjaga
fungsinya.
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.Adapun gangguan pada
sistem pencernaan seperti gastritis,hepatitis,diare,konstipasi,apendiksitis dan
maag.Masalah pencernaan dari kategori ringan hingga berat harus segera diatasi
jika tidak akan dapat memperburuk keadaan.Salah satu cara untuk mengatasi
sistem pencernaan adalah dengan mengkonsumsi obat , yang termasuk dalam
kategori obat sistem pencernaan diantaranya Antasida, H2 reseptor antagonis ,
Antiemetik , Antikolinergik, Hepatoprotektor , Antibiotik , Proton pompa
inhibitor, Prokinetik, Antidiare , Laksatif. Seperti yang diketahui dalam pelayanan
kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam
sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari
suatu penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat
menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan
informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat
meningkatkan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari obat sistem pencernaan ?
2. Apa sajakah klasifikasi dari obat pencernaan ?
3. Apa saja efek yang dapat ditimbulkan dari obat pencernaan ?
4. Mengetahui dan mengerti obat yang bekerja pada saluran pernafasan
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari obat sistem pencernaan.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat sistem pencernaan.
3. Untuk mengetahui efek yang dapat ditimbulkan dari obat system
pencernaan.
4. Mengetahui pengertian, mekanisme kerja, efek samping dari obat
Rhinitis.
5. Mengetahui pengertian, mekanisme kerja, efek samping dari obat
Bronkodilator.
6. Mengetahui pengertian, mekanisme kerja, efek samping dari obat
Mukolistik dan Ekspektoran.
7. Mengetahui pengertian, mekanisme kerja, efek samping dari obat
Antitusif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. RHINITIS
Rhinitis adalah radang membran mukosa hidung yang ditandai dengan
bersin, gatal, hidung berlendir, dan kongesti atau hidung tersumbat. Rhinitis dapat
terjadi karena menghirup alergen, seperti debu, bulu binatang, serbuk sari bunga
tertentu, asap rokok dn polutan. Zat-zat tersebut berinteraksi dengan selmast
merangsng pelepasan histamin, leukotrin atau zat lain yang dapat menyebabkan
konstriksi bronkus, udem, urtikaria, dan infiltrasi sel.
Terapi rhinitis yang utama dalah pemberian antihistamin oral yang
dikombinasikan dengan dekongestan. Namun demikian, sering obat anti alergi
diberikan secara topikal untuk mengurangi efek sistemiknya. Efek samping
kombinasi antihistamin dengan dekongestan yang diberikan sistemik adalah
sedasi atau ngantuk, insomnia dan aritmia (jarang). Secara umum obat untuk
terapi rhinitis yang sering disebut sebagai alergi rhinitis adalah :
1. Antihistamin (Penghambat Reseptor H1)
Histamin adalah zat yang secara alamiah terdapat da tersebar di seluruh tubuh.
Tempat penyimpanan utamanya adalah di sel mast dan basofil. Kerja histamin
diperantarai oleh 2 repseptor yaitu reseptor H1 dan H2. Reseptor H2 kebanyakan
terdapat di usus halus, bronkus, dan sel parietal lambung. Histamin yang
dilepaskan sel mast atau basofil akan berinteraksi dengan reseptor menimbulkan
gejala rhinitis yang telah disebutkan di atas. Interaksi dengan reseptor H2 dapat
memacu muntah atau mabuk perjalanan.
Antihistamin paling sering digunakan untuk terapi alergi atau alergi rhinitis.
Penghambat ( reseptor bloker) H1 atau antihistamin akan menduduki reseptor H1
sehingga histamin tidak dapat berinteraksi dengannya sehingga gejala alergi tidak
timbul. Pengahmbat reseptor histamin yang sering digunakan adalah
difenhidramin, klorfeniramin, loratadin, terfenadin, dan astemisol. Loratadin,
terfenadin, dan astemisol relatif tidak menembus SSP sehingga efek sedatifnya
sangat kecil dibandingkan obat yang lain.
Jika terjadi kongesti, pemberian kombinasi antihistamin dengan dekongestan
akan lebih efektif dibandingkan dengan pemberian antihistamin saja.
2. Agonis α-adrenergik (Dekongstan)
Obat golongan ini sering disebut dekongestan atau orang awam
menyebutnya obat pelega pernapasan. Dekongestan menyebabkan konstriksi
arterioral di mukosa hidung sehingga mengurangi infiltrasi cairan dari pembuluh
darah ke jaringan sekitar yang dapat menyebabkan udem. Selain itu dekongestan
juga dapat menyebabkan relaksasi bronkus menyebabkan berkurangnya gangguan
aspirasi udara masuk ke paru-paru.
Dekongestan sering diberikan melalui aerosol untuk memperpendek onzet
dan mengurangi efek samping sistemiknya. Jika diberikan melalui oral, efeknya
akan panjang tetapi dapat menimbulkan efek samping sepertipeningkaan tekanan
darah dan denyut jantung. Kombinasi dengan antihistamin hanya boleh diberikan
dalam beberapa hari untuk mengurangi fenomena reboun kongesti jika pemberian
obat dihentikan. Contoh agonis α-adrenergik adalah fenileprin, pseudoefedrin, dan
okzimetazolin. Obat-obat tersebut bekerja pada reseptor α1 di pembuluh darah
mukosa hidung menyebabkan kontriksi sehingga mengurangi perembesan cairan
ke jaringan. Selain itu juga bekerja pada reseptor β2 di bronkus menyebabkan
dilatasi.
3. Kortikosteroid
Obat golongan ini diberikan untuk rhinitis jika antihistamin sudah tidak
efektif. Obat ini bukan pilihan utama untuk rhinitis karena efek sampingnya yang
lebih berat. Obat ini mungkin lebih efektif dari antihistamin oral dalam
mengurangi gejala rhinitis baik karena alergi atau non alergi. Untuk mengurangi
efek samping sistematiknya kortikosteroid sering diberikan secara topikal melalui
nasal spray. Contoh steroid yang sering digunakan adalah beklometason,
flutikason, dan triamsinolon.
Untuk lebih mengenal obat rhinitis, dalam tabel berikut dicantumkan beberapa
contoh beserta dosis lazimnya.
Tabel 7. Obat-obat untuk rhinitis dan Dekongestan
Nama Obat Dosis Dewasa Kegunaan
Klorfeniramin 2 – 4 mg setiap 4-6 jam Antihistamin
Dimenhidrinat 50 – 100 mg setiap 4-6 Antihistamin
jam
Difenhidramin 25 – 50 mg setiap 4-8 Antihistamin
jam
Terfenadin 60 mg 2 kali sehari Antihistamin
Astemisol 10 mg/hari Antihistamin
Loratadin 10 mg/hari Antihistamin
Ciproheptadin 4 – 20 mg/hari Antihistamin
Fenilefrin 10 mg setiap 4-6 jam Dekongestan
pseudoefedrin 30 mg 2 kali sehari dekongestan
B. BRONKODILATOR
Istilah bronkodilator merujuk pada obat yang mempunyai efek mendilatasi
atau relaksasi bronkus. Obat ini sering digunakan sebagai antiasma.
Bronkokonstriksi dapat terjadi karena perangsangan parasimpatik atau hambatan
simpatik dibronkus. Pada kasus asma perangsangan terjadi karena meningkatnya
kepekaan bronkus terhadap rangsang.
Konstriksi bronkus dapat diredakan atau dikurangi dengan pemberian
agonis β2 atau pemberian antagonis kolinergik serta obat golongan xantin.
1. Agonis β2
Agonis β2 dalam terapi dapat diberikan melalui oral,inhalasi,atau injeksi.
Pilihan cara penggunaan tergantung kecepatan dan lamanya efek yang
diharapakan. Untuk mendapatkan efek yang cepat cara pemberian inhalasi dan
injeksi umumnya dipilih,untuk mendapatkan efek yang lama seperti pada
pencegahan serangan asma berulang,pemberian oral yang dipilih. Inhalasi agonis
β2 adalah terapi yang paling efektif yang tersedia untuk spasme bronkus akut dan
mencegah serangan asma yang dipicu oleh kelelahan. Reseptor β2 yang terdapat
dibronkus jika dirangsang akan menyebabkan dilatasi. Inilah alasan kenapa agonis
β2 digunakan untuk terapi asma. Perangsang reseptor β ada 2 yaitu yang selektif
dan non selektif. Yang selektif hanya merangsang reseptor β2 saja,yang tidak
selektif merangsang baik reseptor β2 maupun β1.
Agonis β selektif lebih disukai oleh karena hanya menyebabkan dilatasi
bronkus tanpa merangsang β1 yang berakibat peningkatan frekuensi dan kekuatan
denyut jantung. Contoh agonis β selektif yang sering digunakan sebagai
bronkodilator adalah:
Albuterol
Terbutalin
Salmeterol
Salbutamol
Fenoterol
2. Metil Xantin
Zat atau obat yang termasuk golongan Xantin yang digunakan dalam klinik
adalah kafein, teobromin, dan teofilin. Zat atau obat tersebut berasal dari tanaman
the, kopi atau koka. Dari golongan Xantin hanya teofilin yang dimanfaatkan
sebagai bronkodilator.
Teofilin bekerja menghambat fosfodiesterase suatu enzim intraseluler yang
berfungsi menginaktivasi cyclic adenosin mono phosfat (cAMP). Hambatan
terhadap fosfodiesterase melibatkan peningkatan kadar cAMP di bronkus dan sel
mast. Peningkatan cAMP mengakibatkan dilatasi bronkus dan mengurangi
pelepasan histamin dari sel mast.
Teofilin dapat diberikan secara oral, rektal atau injeksi IV. Dosis teofilin
harus diindividualisasi (perorangan) karena adanya variasi yang cukup besar antar
pasien berkaitan dengan absorbsi dan metabolismenya. Selain itu, teofilin
mempunyai indek terapi sempit (LD50/ED50 kecil), artinya antara dosis toksik dan
dosis terapi jarahnya relatif kecil. Obat yang indek terpinya sempit berpotensi
menimbulkan efek toksik.
Dalam klinik, terdapat sedian tablet teofilin lepas lambat yang ditujukan
untuk menimbulkan efek samping (toksik) karena fluktuasi kadar obat dalam
darah dan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Ini mengingat terapi asma
adalah bersifat kronik atau menahun. Aminofilin adalah prepara larut dalam air
dari teofilin karena penambahan etilendiamin untuk meningkatkan kelarutan
teofilin yang relatif sukar larut dalam air. Efek samping utama dari teofilin adalah
mual, muntah dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan muka merah
(flusing), sakit kepala, dan hipotensi.
Karena efek sampingnya lebih besar dan efektivitasnya lebih kecil jika
dibandingkan dengan agonis β2 menyebabkan teofilin relatif jarang digunakan.
Efektifitas teofilin sekitar ¼-1/3 dari agonis β2 menjadikannnya bukan merupakan
obat pilihan utama terapi asma.
3. Antikolinergik
Antikolinergik tidak secara luas digunakan untuk terapi asma atau
bronkodilator, meskipun berefek dilatasi bronkus. Ini disebabkan karena efek
sampingnya lebig banyak dibandingkan bronkodilator yang lain. Efek samping
utamanya dalah mulut kering karena berkurangnya sekresi kelenjar. Obat
golongan ini baru diberikan jika obat-obat yang lain kurang efektif atau hanya
sebagai tambahan pada agonis β2. Contoh obat kolinergik adalah ipatropium
bromid yang pemberiannya melalui inhalasi.
4. Kortikosteroid
Efek utama kortikosteroid dalam terapi asma adalah menghambat inflamasi
yang terjadi di saluran pernafasan. Steroid digunakan terutama jika bronkodilator
lain sudah kurang efektif. Kortikosteroid dapat diberikan secara oral, inhalasi atau
injeksi. Contoh kortikosteriod adalah prednison, deksametason, beklometason,
dan triamsinolon.
Tabel 8. Bronkodilator dan dosis lazimnya
Nama Obat Dosis Lazim Kegunaan
Albuterol 2 – 4 mg, 3-4x, maks 8 mg Asma
Salbutamol 2 – 4 mg, 3-4x, maks 8 mg
Terbutalin 2,5 – 5 mg, 3 x sehari
Fenoterol 200 ug, 2 x sehari
Salmeterol (inhalasi)
50 ug, 2 x sehari (inhalasi)
Teofilin 100 – 200 mg setiap 6-12
Aminofilin jam
200 – 3—mg setiap 6-8
jam
Ipatropium 40 ug, 3-4 kali sehari
bromid (inhalasi)
D. ANTITUSIF
Batuk kering atau yang dikenal dengan batuk tidak produktif atau batuk
tidak menghasilkan secret, membuat tenggorokan gatal dan menyebabkan suara
serak dan hilang. Batuk sering dipicu oleh inhalasi partikel – partikel makanan,
bahan iritan, asap rokok, atau karena perubahan temperature. Batuk kering juga
dapat merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau karena flu. Batuk jenis ini tidak
memberikan gejala kecuali batuk itu sendiri, pasien tidak merasa sakit, tidak ada
kongesti atau gangguan pernapasan.
Antitusif adalah obat yang menghambat reflek batuk. Batuk sebenarnyaa
merupakan mekanisme perlindungan dan membersihkan saluran pernapasan dari
zat-zat yang tidak diingikan oleh tubuh. Dalam kondisi tertentu, misalnya pada
inflamasi atau kanker terjaadi reflek batuk yang berlebihan yang dapat
mengganggu. Batuk yang demikian perlu diredakan dan antitusif dapat
bermanfaat. Antitusif yang digunakan dalam klinik jumlahnya tidak banyak, yaitu
kodein, dextrometorfan, noaskapin, dan uap mentol.
1. Kodein
Kodein bekerja menurunkan sensitifitas pusat batuk dari rangsangan.
Kodein pada dosis rendah (10-20mg) berefek sebagai antitusif tetapi pada dosis
yang lebih besar juga berefek sebagai analgetik. Efek samping obat ini adalah
konstipasi, mual, sedasi ringan, dan depresi pernapasan. Obat ini tergolong
narkotika. Penggunaan kodein selain sebagai antitusif adalah analgetik dan
mengurangi ketergantungan terhadap heroin (sebagai terapi subtitusi).
2. Dextrometorfan
Obat ini merupakn L – Isomer dari opioid (kodein) yang juga aktif sebagai
antitusif, namun tidak mempunyai efek analgetik. Obat ini tidak menimbulkan
ketergantungan sebagaimana kodein dan efek konstipasinya lebih ringan
3) Uap mentol
Uap mentol dapat menurunkan sensitifitas dari faring dan laring terhadap
iritasi, sehingga mengurangi timbulnya reflek batuk. Obat ini biasanya diberikan
secara inhalasi atau bentuk gosok.
Tabel antitusif dan dosis lazimnya
Nama obat Dosis lazimnya
Kodein 10-20 mg setiap 4-6 jam, maks
120mg
dextrometorfan 10-20 mg setiap 4 jam, maks
120mg
Uap mentol 10-20 mg setiap 4-6 jam, maks
120mg
3. Efek
Efek yang terjadi ada seseorang bisa bervariasi. Efek yang umumnya
terjadi adalah sembelit, diare, dan kentut terus-menerus.Berkurangnya keasaman
perut dapat menyebabkan mengurangi kemampuan untuk mencerna dan menyerap
nutrisi tertentu, seperti zat besi dan vitamin B. Kadar pH yang rendah di perut
biasanya membunuh bakteri yang tertelan, tetapi antasida meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi karena kadar pHnya naik. Hal ini juga bisa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan biologis dari beberapa obat. Misalnya,
ketersediaan hayati ketokonazol (antijamur) berkurang pada pH lambung yang
tinggi (kandungan asam rendah).Peningkatan pH dapat mengubah kemampuan
biologis obat lain, seperti tetrasiklin dan amfetamin. Ekskresi obat-obatan tertentu
juga dapat terpengaruh. Perpaduan tetracycline dengan aluminium hidroksida
dapat menyebabkan mual, muntah, dan ekskresi fosfat, sehingga kekurangan
fosfat.
Perintang reseptor H2 ( antagonis reseptor H2).Bekerja dengan cara
mengurangi sekresi asam. contoh obatnya adalah ranitidin dan simetidin.
Adapun penggolongan obat - obat antasida, antara lain :
a. Antasida
Aluminium Hidroksida
Al Oksida
Magnesium Karbonat
Mg Trisilikat
Mg Oksida
Mg Hidroklorida
Natrium Karbonat
Bismuth Subnitrat
Bismuth Subsitrat
Kalsium Karbonat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rhinitis adalah radang membran mukosa hidung yang ditandai dengan bersin,
gatal, hidung berlendir, dan kongesti atau hidung tersumbat. Terapi rhinitis yang
utama dalah pemberian antihistamin oral yang dikombinasikan dengan
dekongestan. Efek samping kombinasi antihistamin dengan dekongestan yang
diberikan sistemik adalah sedasi atau ngantuk, insomnia dan aritmia (jarang).
Secara umum obat untuk terapi rhinitis yang sering disebut sebagai alergi rhinitis
adalah : Antihistamin (Penghambat Reseptor H1), Agonis α-adrenergik
(Dekongstan), Kortikosteroid
Istilah bronkodilator merujuk pada obat yang mempunyai efek mendilatasi
atau relaksasi bronkus. Obat ini sering digunakan sebagai antiasma.
Bronkokonstriksi dapat terjadi karena perangsangan parasimpatik atau hambatan
simpatik dibronkus. Konstriksi bronkus dapat diredakan atau dikurangi dengan
pemberian agonis β2 atau pemberian antagonis kolinergik serta obat golongan
xantin.
Asma, bronchitis, dan infeksi bronkus dapat menyebabkan produksi mucus.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan penebalan mucus. Mucus mengandung
glikoprotein, polisakarida, debris sel dan cairan/eksudat infeksi. Infeksi
pernafasan menghasilkan mucus yang bersifat purulen atau menyebabkan infeksi,
oleh karena itu harus segera dikeluarkan. Perubahan dan banyaknya secret
menyebabkan mucus sukar dikeluarkan secara ilmiah. Ketika kondisi sudah
mengganggu pernapasan pemberian mukolitik mungkin bermanfaat untuk
memudahkan pengeluaran mucus.
Batuk kering atau yang dikenal dengan batuk tidak produktif atau batuk tidak
menghasilkan secret, membuat tenggorokan gatal dan menyebabkan suara serak
dan hilang. Batuk sering dipicu oleh inhalasi partikel – partikel makanan, bahan
iritan, asap rokok, atau karena perubahan temperature. Batuk kering juga dapat
merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau karena flu. Batuk jenis ini tidak
memberikan gejala kecuali batuk itu sendiri, pasien tidak merasa sakit, tidak ada
kongesti atau gangguan pernapasan.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis
harapkan guna kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
(LESKONFI): Depok
http://meidinasinaga.wordpress.com/2009/11/12/obat-antitukak/
http://apotik.medicastore.com/artikel-obat/obat-anxietas
http://id.scribd.com/doc/42559346/OBAT-SISTEM-PENCERNAAN
http://hmkuliah.wordpress.com/2011/04/30/obat-sistem-pencernaan/
http://astutidea.blogspot.com/2012/10/obat-obat-gangguan-sistem-
pencernaan.html
gurahjayaantara.blogspot.com/2013/12/farmakologi-obat-pencernaan.html
OBAB PERNAFASAN DAN
PENCERNAN
DI SUSUN
Oleh :
RIZQA MULYANI
1340292018049