BAB I
PENDAHULUAN
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang
sangat luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum).
Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesic
antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa
pengaruh jelas. Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap
merupakan masalah medic dan sosial. Masalah medik yang disebabkan oleh
gangguan komunikasi neuron bisa berdampak pada gangguan kognitifdan
mental. Dilain pihak obat-obatan anti epilepsi juga bisa berefek terhadap
gangguan kognitif dan behavior. Oleh sebab itu pertimbangan untuk
pemberian obat yang tepat adalah penting mengingat efek obat yang bertujuan
untuk menginhibisi bangkitan listrik tapi juga bisa berefek pada gangguan
kognitifdan behavior.
Kerja obat anti epilepsi (OAE) akan menurunkan irritability neuron
dimana mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti
penurunan fungsi kognitif dan efek behavior dimana terhadap behavior
mungkin memberikan rentang efek mulai dari iritabel dan hiperaktifitas
hingga efek psikotropik positif pada mood. (Loring dkk, 2007)
Menurut Christian E. Elger, dkk, menulis bahwa obat anti epilepsy
menimbulkan adverse effect depressi rendah (carbamazepine, clobazam,
felbamate, gabapentine, levetiracetam, lamotrigine, pregabalin, topiramat,
valproat acid, zonisamide) dantinggi (ethosuximide, phenobarbital, phenitoin,
tiagabine, vigabatrin); pemburukan kognitif rendah (ethosuximide, felbamate,
gabapentine, levetiracetam, lamotrigine, oxcarbazepine, pregabalin, tiagabine,
2
vigabatrin, valproat acid) dantinggi (carbamazepine, clobazam, phenobarbital,
phenitoin, topiramat, zonisamide). (Elgerdkk, 2008)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana manifestasi stimulasi sistem saraf pusat secara berlebihan pada
mahluk hidup?
2. Bagaimana manifestasi stimulant yang berlebihan dapat diatasi?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling
berhubungan satu dengan yang lain. Susunan ini terdiri atas otak, sum-sum
tulang belakang, dan urat-urat saraf atau saraf cabang yang tumbuh dari otak
dan sum-sum tulang belakang, yang disebut urat saraf periferi (urat saraf tepi).
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang
serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-
Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan
sistem saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit,
panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian
dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh
reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat
dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik,
analeptika.
4
2.2 Obat-Obat yang Menstimulasi Sistem Saraf Dan Epileptikum
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang
susunan saraf pusat secara spesifik atau secara umum. Etanol merupakan salah
satu dari berbagai senyawa yang dapat mendepresi fungsi sistem saraf pusat
(SSP). Obat yang efek utamanaya terhadap susunan saraf pusat adalah
dapat bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada SSP.
yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan obat lain memperlihatkan efek
kesadaran dan vegetatif yaitu selera makan, rasa kenyang, atensi, arousal,
(selera makan) dan rasa kenyang. Mekanisme tidur dan bangun serta RAS
VTA (Ventral Tegmental Area) yang terletak pada bagian ventral otak
tengah, NAc (Nucleus Accumbens) yang terletak pada bagian ventral otak
5
b. Antiepileptikum
sel-sel saraf di otak. Seizure diduga berasal dari korteks serebral, dan
bukan dari struktur sistem saraf pusat yang lain seperti talamus, batang
a) Parsial sederhana
b) Parsial kompleks
6
b) Tonik Klonik (Grand Mal)
c) Seizure Mioklonik
syok yang dapat terbatas pada bagian dari satu anggota gerak atau
kemungkinan menyeluruh.
2.3 Aminofilin
diberikan pada tingkat yang lebih besar dari 25 mg / menit. Pada orang dewasa
yang belum memakai aminofilin, teofilin, atau obat xanthine containing lain,
dosis awal dari 5 mg / kg ideal berat badan atau 250 sampai 500 mg
dengan injeksi lambat atau infus, diikuti dengan dosis infus pemeliharaan 500
intramuskular lambat dan tidak lengkap. Sekitar 40 sampai 60% terikat pada
7
protein plasma, tetapi pada neonatus, atau orang dewasa dengan penyakit hati,
dalam bentuk urin. Pada orang dewasa, sekitar 10% dari dosis aminofilin
diekskresi tidak mengalami perubahan dalam urin, tetapi pada neonatus sekitar
50% yang tidak berubah, dan sebagian besar diekskresikan sebagai kafein.
Waktu paruh aminofilin pada orang dewasa tidak merokok serta tidak
mengalami asma adalah 7 sampai 9 jam, pada anak-anak 3 sampai 5 jam, pada
perokok 4 sampai 5 jam, pada neonatus dan bayi prematur 20 sampai 30 jam,
dan pada orang tua non-perokok 10 jam. Waktu paruh aminofilin dapat
meningkat pada pasien dengan gagal jantung atau penyakit hati. Keadaan
stabil biasanya dicapai dalam waktu 48 jam dengan jadwal pemberian dosis
sesuai.
diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan kejang kecuali pasien
menerima terapi antikonvulsan yang sesuai. Penyesuaian dosis dari setiap obat
Efek samping yang umum ditemui pada aminofilin, teofilin dan derivatif
xanthine terlepas dari rute, adalah iritasi gastrointestinal dan stimulasi SSP.
8
hipotensi, gangguan elektrolit termasuk hipokalemia, hiperglikemia,
risiko kejang jauh lebih besar setelah overdosis kronis; aktivitas kejang telah
dilaporkan pada konsentrasi serum tepat di atas atau bahkan dalam rentang
terapeutik. Pasien Lansia atau orang dengan cedera otak sebelumnya atau
dan defisit saraf parah telah terjadi, tetapi lainnya telah mencatat pemulihan
tanpa morbiditas yang serius. Pada sistem saraf pusat menyebabkan Sakit
2.4 Diazepam
paling menonjol dari obat golongan ini adalah aktivitas sedasi, hipnosis,
9
di aktivasi oleh GABA. Benzodiazepin tidak secara langsung mengaktivasi
lama, dengan waktu paruhnya lebih dari 24 jam (20-40jam). Waktu paruh
berikatanm dengan protein plasma. Obat ini menembus sawar plasenta dan di
sekresi ke dalam air susu. Diazepam dan lorazepam khususnya dengan cepat
dan 3 L / kg. Onset kerja ini sangat cepat. Bioavailabilitas oral diazepam
Jika diberikan secara intravena atau rectal, diazepam sangat efektif untuk
epileptikus tonik-klonik. Obat ini terkadang diberikan secara oral pada kondisi
Efek samping yang utama dari diazepam adalah sedatif, kantuk, lemahnya
otot dan ataksia. Efek ini menurun pada dosis lanjutan dan merupakan efek
dari depresi sistem saraf pusat (SSP). Efek lainnya adalah sakit kepala,
marah, agresi dan rasa malu. Penyakit kuning, gangguan darah, dan
10
kadang-kadang terjadi dengan dosis tinggi dan pada penggunaan secara
kadang dikaitkan dengan cacat bawaan pada bayi, tetapi hal ini belum dapat
ditetapkan.
benzodiazepin, yaitu :
b. Aspek kedua adalah mengenai toleransi, yaitu pada saat penggunaan pada
terjadi kekambuhan kembali. Potensi anti kejang yang luar biasa dari
tersebut.
11
BAB III
METODOLOGI
12
2.3 Prosedur
Timbang masing-masing
tikus
13
BAB IV
a. Perhitungan Dosis
Diazepam Aminofilin
No. Kelompok
Dosis Konsentrasi Dosis Konsentrasi
Kelompok 200 mg/60
1. 5 mg/60 kg BB 5 mg/ml 24 mg/ml
1 kg BB
Kelompok 15 mg/60 kg 250 mg/60
2. 5 mg/ml 24 mg/ml
2 BB kg BB
Kelompok 20 mg/60 kg 300 mg/60
3. 5 mg/ml 24 mg/ml
3 BB kg BB
Berat tikus 2 : 298 gram : 0,29 kg (untuk diberikan diazepam dan aminofilin)
Tikus 1
Aminofilin
200 𝑚𝑔 37
Dosis Hewan : × = 20,56 𝑚𝑔/𝑘𝑔
60 𝑘𝑔 6
𝑚𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛) × 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑘𝑔)
𝑘𝑔
VAO : 𝑚𝑔 = ⋯ 𝑚𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝑚𝑔
20,56 ×0,276 𝑘𝑔
𝑘𝑔
VAO Tikus 1 : = 0,23 𝑚𝑙
24 𝑚𝑔/𝑚𝑙
14
Tikus 2
Diazepam
5 𝑚𝑔 37
Dosis Hewan : 60 𝑘𝑔 × = 0,51 𝑚𝑔/𝑘𝑔
6
𝑚𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛) × 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑘𝑔)
𝑘𝑔
VAO : 𝑚𝑔 = ⋯ 𝑚𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝑚𝑔
0,51 ×0,298 𝑘𝑔
𝑘𝑔
VAO Tikus 2 : = 0,03 𝑚𝑙
5 𝑚𝑔/𝑚𝑙
Aminofilin
200 𝑚𝑔 37
Dosis Hewan : × = 20,56 𝑚𝑔/𝑘𝑔
60 𝑘𝑔 6
𝑚𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛) × 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑘𝑔)
𝑘𝑔
VAO : 𝑚𝑔 = ⋯ 𝑚𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝑚𝑔
20,56 ×0,298 𝑘𝑔
𝑘𝑔
VAO Tikus 1 : = 0,25 𝑚𝑙
24 𝑚𝑔/𝑚𝑙
15
No. Kelompok Hewan Perlakuan Waktu Pengamatan
memanjang dan
bergetar kesakitan.
Tubuh tikus
melingkar dan
420 detik kepala masuk
menekuk ke arah
badan
Tikus diam,
660 detik memojok, namun
badan tetap gemetar.
Tikus bergerak
kembali, namun
masih tetap terlihat
720 detik kesakitan karena
kaki belakang tikus
menggaruk
badannya.
Tikus mulai
bergerak kembali
780 detik seperti semula
namun masih terlihat
kesakitan.
End time. Tikus
1260 detik
beraktifitas normal.
Terjadi tremor pada
Disuntikan 60 detik
tubuh tikus tersebut
Diazepam,
Jantung tikus
didiamkan 120 detik
Tikus 2 berdegub kencang
30 menit,
Tremor pada tubuh
disuntikkan 600 detik
tikus selesai
Aminofilin
900 detik End time. Tikus
16
No. Kelompok Hewan Perlakuan Waktu Pengamatan
kembali beraktifitas
normal.
Kepala tikus
307 detik
mengalami tremor
Jantung tikus
407 detik berdegub dengan
kencang.
Tubuh tikus
466 detik
Disuntikkan gemetar.
Tikus 1
Aminofilin Tikus masih berjalan
655 detik
tidak terkendali.
End time. Tikus
2 Kelompok 2
bergerak normal
1313 detik namun kepalanya
terkadang cenderung
miring.
Disuntikan Tikus lebih aktif dari
60 detik
Diazepam, sebelumnya.
didiamkan 120 detik Terjadi tremor.
Tikus 2
30 menit, End time. Tikus
disuntikkan --- detik kembali normal.
Aminofilin
Tikus gelisah dan
60 detik jantungnya berdegub
dengan kencang.
Tubuh tikus
Disuntikkan
3 Kelompok 3 Tikus 1 180 detik mengalami kejang
Aminofilin
atau tremor.
Tremor semakin
240 detik parah dan pupil pada
mata tikus
17
No. Kelompok Hewan Perlakuan Waktu Pengamatan
membesar.
Tremor berhenti
namun bulu pada
900 detik
tubuh tikus masih
berdiri.
End time. Tikus
1080 detik kembali beraktifitas
normal.
Tikus mulai
menjilat-jilat
tangannya dan
150 detik
mengusap wajahnya,
serta terlihat sedikit
Disuntikan
tremor.
Diazepam,
Terjadi puncak
didiamkan
Tikus 2 340 detik tremor atau kejang
30 menit,
pada tikus tersebut.
disuntikkan
Tikus mulai diam
Aminofilin
namun jantungnya
441 detik
masih berdegub
cepat.
End time. Tikus
840 detik
kembali normal.
18
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, bertujuan untuk memahami stimulasi sistem
saraf pusat dan antiepileptika serta mendiagnosa sebab kejang pada hewan
percobaan. Dimana hewan yang di gunakan sebagai hewan percobaan adalah
tikus.
Epilepsi dari bahasa yunani adalah seragan atau sawan adalah suatu
gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan
perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari
sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan
listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut. Lazimnya pelepasan
muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam kelompok-
kelompok kecil, yang memberikan ritme normal pada elektroencefalogram
(EEG).
Epilepsi dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, kelompok parsial dan
generalisata. Kelompok parsial terdiri dari parsial sederhana dan parsial
komplek, sedangkan generalista terdiri dari tonik klonik (grand mal) dan
absence (petit mal)
Pada pecobaan kali ini obat stimulan kejang yang digunakan adalah
Aminofilin. Aminofilin merupakan turunan dari teophilin yang bersifat
menstimulasi sistem saraf pusat, sampai batas tertentu sifat ini dapat
diterapkan untuk mengatasi depresi sistem saraf pusat yang berlebihan.
Dimana jika dosis yang di berikan tinggi pada makhluk hidup mengakibatkan
kejang tonik dan klonik. Aminofilin adalah kombinasi obat teofilin dengan
etilendiamin. Etilendiamin tidak aktif, hanya untuk meningkatkan kelarutan
teofilin dalam air saja. Teofilin merelaksasikan otot halus bronkus
(bronkodilatasi). Menghambat fosfodiesterase sehingga meningkatkan cAMP
intra sel. Kejang dapat terjadi apabila pemakaian mencapai kadar diatas 40
mg/L
Obat antiepilepsi yang digunakan pada praktikum ini adalah Diazepam.
Diazepam merupakan salah satu contoh obat antiepilepsi golongan
Benzodiazepin, relaksan otot yang bekerja sentral khususnya refleks
polisinaptik di sumsum tulang belakang dan mengurangi aktivitas neuron
19
sistem retikular di mesensefalon. Seingga Diazepam dapat digunakan untuk
mengatasi kejangan yang disebabkan Aminofilin. Diazepam berikatan dengan
subunit-subunit reseptor GABAa di sinaps neuron, dapat memfasilitasi
frekuensi pembukaan saluran ion klorida yang diperantarai GABA,
menimbulkan hiperpolarisasi dan stabilisasi. Untuk dapat megatasi kejang-
kejang digunakan dosis 2-60 mg per hari untuk dewasa
20
seperti semula namun masih terlihat kesakitan. End time pada tikus pertama
kelompok 1 adalah 21 menit.
Tikus kedua pada kelompok 1 diamati setelah pemberian aminofilin yang
sebelumnya tikus telah diberi diazepam terlebih dahulu. Pada menit kesatu,
terjadi tremor pada tubuh tikus tersebut. Pada menit kedua, jantung tikus
berdegub kencang. Pada menit kesepuluh, tremor pada tubuh tikus selesai.
Sehingga end time pada tikus kedua adalah 15 menit.
Hasil pengamatan tikus pertama di kelompok 2, onsetnya adalah pada
menit kelima, kepala tikus mengalami tremor. Pada menit keenam, jantung
tikus berdegub dengan kencang. Pada menit ketujuh, tubuh tikus gemetar.
Pada menit kesepuluh, tikus masih berjalan tidak terkendali. Pada menit
keduapuluhsatu, tikus bergerak normal namun kepalanya terkadang cenderung
miring.
Tikus kedua pada kelompok 2 diamati setelah pemberian aminofilin yang
sebelumnya tikus telah diberi diazepam terlebih dahulu. Pada menit kesatu,
tikus lebih aktif dari sebelumnya. Kemudian terjadi tremor selama 2 menit.
Setelah itu, tikus kembali normal.
Hasil pengamatan tikus pertama di kelompok 3, pada menit kesatu, tikus
gelisah dan jantungnya berdegub dengan kencang. Pada menit ketiga, tubuh
tikus mengalami kejang atau tremor. Pada menit keempat, tremor semakin
parah dan pupil pada mata tikus membesar. Pada menit kelimabelas, tremor
berhenti namun bulu pada tubuh tikus masih berdiri. Pada menit
kedelapanbelas, tikus kembali beraktifitas normal.
Tikus kedua pada kelompok 3 diamati setelah pemberian aminofilin yang
sebelumnya tikus telah diberi diazepam terlebih dahulu. Pada menit kedua,
tikus mulai menjilat-jilat tangannya dan mengusap wajahnya, serta terlihat
sedikit tremor. Pada menit kelima, terjadi puncak tremor atau kejang pada
tikus tersebut. Pada menit ketujuh, tikus mulai diam namun jantungnya masih
berdegub cepat. Pada menit keempatbelas, tikus kembali normal.
Pada hasil pengamatan dapat disimpulkan, tikus pada kelompok 1, 2, dan 3
mengalami jenis epilepsi parsial. Epilepsi parsial bercirikan tidak hilangnya
kesadaran, kesadarannya hanya menurun untuk sebagian tanpa hilangnya
21
ingatan, dengan memperlihatkan kelakuan otomatis tertentu seperti berjalan
linglung, aktivitas abnormal dari bagian badan atau kelompok otot-otot
tertentu, gangguan fungsi motorik gerakan menyunyah, diare dan urinasi.
Dari semua percobaan yang dilakukan pada hewan percobaan, Diazepam
menghambat aktivitas bangkitan yang di induksi oleh Aminofilin dan
memaksimalkan aktivitas gerakan otot. Dimana mekanisme kerjanya
merupakan potensial inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya.
Dimana setelah disuntikan Diazepam, dan 30 menit kemudian di suntikan
Aminofilin dengan dosis rendah, tikus tidak mati, hanya mengalami tremor
saja. Penggunaan Diazepam bertujuan untuk mengatasi kejang yang
disebabkan Aminofilin. Diazepam merupakan relaksan otot yang bekerja
sentral khususnya refleks polisinaptik disumsum tulang belakang dan
mengurangi aktivitas neuron sistem retikular di mesensefalon. Sedangkan
Aminofilin sendiri untuk obat asma. Dimana jika diberikan pada dosis yang
tinggi pada makhluk hidup mangakibatkan kejang tonik dan klonik. Kematian
dapat terjadi kejangan tonik yang meliputi keseluruhan otot kerangka,
termasuk otot pernafasan berlangsung lama, sehingga kematian bisa
terjadi akibat tidak bisa bernafas. Pada praktikum ini, tikus tidak mengalami
kematian karena dosis aminofilin yang diberikan adalah dosis rendah.
Penggunaan Diazepam dengan dosis yang diberikan 5, 10, dan 15
mg/kgBB kepada tikus percobaan bisa mengatasi kejang akibat disuntikan
Aminofilin. ini terjadi karena dosis yang di berikan seimbang sehingga
Diazepam bisa mengatasi kekejangan yang terjadi yang disebabkan oleh
Aminofiilin.
Dari ketiga kelompok, pada tikus yang hanya diberikan aminofilin saja,
kelompok 3-lah yang memiliki end time terlama dibandingkan kelompok lain,
karena dosis yang diberikan lebih besar. Kemudian, pada tikus yang
sebelumnya disuntikkan diazepam lalu 30 menit kemudian disuntikkan
aminofilin, end time kejang yang paling pendek terlihat pada kelompok 3. Hal
ini dikarenakan dosis diazepam yang diberikan lebih besar dibanding dosis
yang diberikan kelompok lain. Sehingga dapat disimpulkan kelompok 3
22
adalah kelompok yang dosisnya sesuai untuk menghambat tremor atau kejang
yang disebabkan oleh pemberian aminofilin.
Menurut literartur, untuk antiepilepsi digunakan 2-60 mg, maka dapat
dikatakan diazepam dengan dosis paling tinggi yang dipakai pada praktikum
lah yang dapat menekan epilepsi paling baik.Terbukti pada praktikum bahwa
dosis diazepam yang paling baik adalah yang 20 mg/60 kgBB.
23
BAB V
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa :
a. Aminofilin merupakan obat stimulan sistem saraf pusat, sehingga dengan
dosis tertentu dapat menimbulkan efek kejang
b. Diazepam merupakan obat depresan system saraf pusat, sehingga dengan
dosis tertentu dapat menimbulkan efek antikejang (antiepileptika)
c. Berdasarkan literatur, dosis penggunaan aminofilin yang dapat
menginduksi kejang adalah penggunaan dengan dosis diatas 40 mg/L pada
manusia
d. Berdasarkan literatur, dosis penggunaan diazepam sebagai antiepilepsi
adalah penggunaan dengan dosis 2-60 mg pada manusia
e. Berdasarkan pengamatan pada hewan uji, dosis terkecil aminofilin yaitu
200 mg/60 kg dapat menimbulkan efek kejang.
f. Berdasarkan pengamatan, penggunaan diazepam sebagai antiepilepsi tidak
memberikan hasil yang signifikan dalam menekan kejang pada dosis 5
mg/60 kg dan 15 mg/60 kg, sedangkan dengan dosis20 mg/60 kg secara
signifikan dapat menekan efek kejang yang distimulasi oleh aminofilin.
5.2 SARAN
a. Dalam pengambilan obat, sebaiknya dilakukan dengan teliti
b. Dalam perlakuan hewan uji, sebaiknya dilakukan dengan baik dan benar
c. Dalam penginjeksian obat, sebaiknya dilakukan dengan baik dan hati-hati
sehingga tidak terjadi kesalahan injeksi dan tidak ada obat yang tidak
terinjeksi
d. Dalam pengamatan, sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti dan seksama
24
DAFTAR PUSTAKA
Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi; editor, Joel G. Hardman, Lee
E.Limbird; konsultan editor, Alfred Goodman Gilman; alih bahasa, Tim
Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB; editor edisi bahasa Indonesia, Amalia
H. Hadinataet al; Edisi 10; Jakarta: EGC 2012
http://sumarheni.unhas.ac.id/2010/12/23/anestetik-lokal-lidokain. diakses
pada tanggal 18 april 2016
Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Edisi 6 . Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo.
25