Anda di halaman 1dari 32

KARYA TULIS ILMIAH

JUDUL KARYA TULIS ILMIAH:


PENGARUH MINUMAN BERKAFEIN ( KOPI) TERHADAP KUALITAS
TIDUR MAHASISWA DI LINGKUGAN ASRAMA POLISI KALISARI
SEMARANG

Disusun oleh :
Nama : Cornelius Alvin D.H.
NIM :6101417179

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kafein yang terkandung didalam kopi adalah zat kimia yang


berasal dari tanaman yang dapat menstimulasi otak dan sistem syaraf.
Kafein tergolong jenis alkaloid yang juga dikenal sebagai trimetilsantin.
Kafein juga banyak ditemukan dalam minuman teh, cola, cokelat,
minuman berenergi (energy drink), maupun obat-obatan.
Kafein membantu anda untuk berfikir cepat. Cobalah
mengonsumsi kopi atau teh pada 15 menit atau 30 menit sebelum anda
melakukan wawancara pekerjaan atau memberikan presentasi pada atasan.
Hasilnya, mungkin anda cukup lumayan karena kafein yang terdapat
dalam kopi atau teh terbukti mampu memberikan “sinyal” pada otak untuk
lebih cepat merespon dan dengan tangkas mengolah memori pada otak.
Kafein mencegah gigi berlubang. Cobalah untuk meminum
secangkir kopi hangat atau teh hangat sesaaat setelah anda mengkonsumsi
cookies, cake coklat, permen rasa buah atau sepotong roti manis. Joe
Vinson, Ph.D., dari Universitas of scranton menjelaskan bahwa kafein
yang terdapat dalam minuman kopi ternyata sangat tangguh memeberantas
bakteri penyebab gigi berlubang.
Kafein mengurangi derita sakit kepala. Sebuah penelitian
menemukan bahwa kafein yang terdapat dalam kopi atau teh (dalam
jumlah tertentu) sanggup membantu mengobati sakit kepala. Menurut
seimur Diamond, M.D., dari Chicago’s Diamond Headache Clinic,
penderita migran dalam kategori ringan dapat disembuhkan dengan
secangkir kopi pekat. Jadi, sebelum mengkonsumsi obat cobalah dulu
sembuhkan sakit kepala anda dengan minuman berkafein.
Kafein dapat membuat badan tidak cepat lelah dan bisa melakukan
aktifitas fisik lebih lama. Hal ini diperkirakan karena kafein membuat
“bahan bakar” yang dipakai otot lebih lama.1
Hasil riset U.S Navy, dengan para tentara muda sebagai subjek
penelitian, tentang kemampuan kafein sebagai pengendali jam diurnal
tubuh masih termasuk penelitian yang paling akurat hingga saat ini.
Kondisi kewaspadaan mempengaruhi hidup-mati seseorang. Untuk itu,
dilakukan sebuah penelitian selama 72 jam pada prajurit yang mengalami
gangguan tidur. Kafein terbukti merupakan senyawa yang tapat untuk
mengembalikan kebugaran, kewaspadaan, dan energi ketingkat normal.
Bahkan, pada gangguan dosis tinggi, kafein hanya menimbulkan sedikit
efek samping yang merugikan. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan
bahwa untuk mengatasi gangguan tidur kronis, kombinasi 15 menit tidur
siang dan kafein akan menghasilkan peningkatan kewaspadaan dan kinerja
yang sepadan dengan istirahat sepanjang hari.2

Mengkonsumsi kafein dapat mengganggu pola tidur karena Kafein


memberi efek dengan cara memengaruhi neurotransmiter, senyawa kimia
yang mengatur interaksi sel-sel saraf. Kafein memberi efek dengan cara
menghambat aktivitas adenosin, naurotransmiter yang mempengaruhi
hampir seluruh sistem dalam tubuh. Salah satu fungsi adenosin adalah
membut kita letih atau mengantuk. Kafein membantu kita menghambat
keletihan dengan cara penyerapan adenosin.2

Berdasarkan hasil penelitian Nurdiana dan Nelly mengemukakan


bahwa hasil menunjukkan bahwa terjadi perburukan yang signifikan
kualitas tidur pada orang yang mendapat kopi berkafein.3

Berdasarkan perbedaan hasil penelitian tersebut maka peneliti


tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh minuman berkafein
terhadap kualitas tidur mahasiswa Stikes St. Elisabeth Semarang yang
rutin mengkonsumsi minuman berkafein dan jarang mengkonsumsi
minuman berkafein.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan konsumsi minuman berkafein dengan kualitas tidur ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengukur apakah ada hubungan antara konsumsi minuman
berkafein dengan kualitas tidur
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi konsumsi minuman berkafein pada
mahasiswa di STIKES St. Elisabeth Semarang
1.3.2.2 Untuk mengidentifikasi kualitas tidur pada mahasiswa di
STIKES St. Elisabeth Semarang
1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi minuman
berkafein dengan kualitas tidur mahasiswa di STIKES St.
Elisabeth Semarang

1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan pengetahuan tambahan tentang pengaruh minuman
berkafein terhadap kualitas tidur pada mahasiswa
1.4.2 Memberikan informasi dasar bagi penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh kafein terhadap tingkat kualitas tidur pada mahasiswa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan teori Kafein


2.1.1 Manfaat Kafein
Manfaat kafein sangat banyak, diantaranya meningkatkan kualitas
tidur sebagaimana kafein mengatasi keletihan, menghilangkan jet lag,
meningkatkan intelegensi dan kapasitas daya ingat, meningkatkan
kreatifitas, berbagi emosi dan melepas kebosanan, meningkatkan
keterbukaan diri dalam bersosialisasi, meningkatkan kinerja dan
ketahanan fisik, membantu pengaturan pola makan, dan mencegah
penuaan dan penyakit.
Selain itu, dengan memodifikasi dan mengatur neurotransmitter
tubuh inang, kafein membantu kita memunculkan potensi tersembunyi
yang terbagi dalam 4 cluster:
1. Kognitif
Menajamkan logika, daya ingat, kefasihan verbal, konsentrasi,
dan pengambilan keputusan, serta meningkatkan persepsi
terhadap keindahan.
2. Afektif
Memoles emosi, meningkatkan ketenangan, melepaskan
kebosanan, dan memompa rasa percaya diri.
3. Fisik
Meningkatkan kecepatan, daya tahan, energy yang dihasilkan,
kekuatan, watu reaksi, dan proses termo genesis, yakni
pembakaran lemak dan laju metabolisme.
4. Terapeutik
Melindungi sel tubuh, terutama sel otak, dari kerusakan jangka
panjang dan meberikan efek terapeutik menguntungkan lainnya
termasuk meredakan nyeri dan melindungi paru-paru dari
komplikasi akibat rokok dan kerusakan akibat stroke.
2.1.2 Fisiologi kafein masuk kedalam tubuh
Kafein merupakan cairan yang bersifat larut lemak, kafein
dengan mudah menemus membran sel. Kafein mampu menembus
sistem saraf pusat. Kafein harus melewati sawar darah otak.
Mekanisme pertahanan biologis yang melindungii sistem sarfaf
pusat dnegan cara mencegah virus atau molekul kimia masuk ke
otak atau cairan otak. Jika disuntikkan langsung kedalam aliran
darah beebrapa senyawa obat gagal menembus sawar ini,
sementara beberapa senyawa melewatinya dengan kecepatan
lambat. Kafein melewati sawar darah otak dengan mudah seakan
sawar itu tidak ada. Kafein memberi efek dengan cara
memepngaruhi neurotransmiter, senyawa kimia yang mengatur
interaksi sel-sel saraf. Kafein memberi efek dengan cara
menghambat aktivitas adenosin, naurotransmiter yang
mempengaruhi hampir seluruh sistem dalam tubuh. Salah satu
fungsi adenosin adalah membut kita letih atau mengantuk. Kafein
membantu kita menghambat keletihan dengan cara penyerapan
adenosin. Kafein memilki efek-efek signifikan terhadap
neurotransmiter lainnya yakni dopamin, asetilkolin, serotonin, dan
norepinefrin.
Konsumsi kafein dalam jumlah kecil memberi efek
minimal, sementara konsumsi kafein dalam jumlah besar akan
memberi efek lebih besar pula. Jika kafein dikonsumsi dengan
dosis terlalu banyak dapat mengakibatkan gemetar, insomnia., dan
bahkan kecemasan. Banyak orang berfikir bahwa jika mereka
mengkonsumsi seharian, hal tersebut akan membuat mereka terjaga
ingga malam. Yang benar, setiap orang memiliki titik balik kafein
mulai dari pukul 10 pagi hingga setengah malam, tetapi gangguan
tidak akan terjadi bila konsumsi kafein lebih awal.
Berdasarlan hasil riset US Navy, penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa untuk mengatasi ganguan tidur kronis,
kombinasi 15 menit tidur siang dan kafein akan menghasilkan
peningkatan kewaspadaan dan kinerja yang sepadan dengan
istirahat sepanjang hari.
2.1.3 Efek samping Kafein
Kafein tergolong aman untuk orang dewasa sehat dan tidak
meningkatkan risiko penyakit jantung, kanker atau kematian.
Selain itu, kafein pada dosis rendah hingga sedang membuat anda
lebih santai. Walaupun demikian, dosis yang terlalu banyak dapat
mengakibatkan gemetar, insomnia, dan bahkan kecemasan.2
2.2 Tinjauan Teori Tidur
2.2.1 Pengertian Tidur

Tidur merupakan proses fisiologi yang bersiklus yang


bergantian dengan dengan periode yang lebih lama dari
keterjagaan. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi iologis
utama dan fungsi perila. Fluktuasi dab prakiraan suhu tubuh,
denyut jantungn tekanan darah sekesi hormaon, kemampuan
sensorik, dan suasana hati terganggu pada pemeliharaan siklus
sirkadian 24 jam
Irama sirkadian termasuk siklus tidur-bangun harian,
dipengarhi olwh cahaya dan suhu sera fakto-faktor eksternal sepeti
aktivitas sosial dan utinitas pekerjaan. Semua orang mempunyai
jam yang sinkron denagan siklus tidur mereka. Beberapaorang
adapt tertidur pada pukul 8 malam , sementara yang lain tidur ada
tengah malam atau dini hari. Orang yang berbedajuga berfungsi
terbaik pada waktu yang berbeda dalam suatu hari. Horne dan
Ostberg, 1976 menguraikan dua kelompok orang, jenis pagi
melakukan kegiatan pada pagi hari adalah paling baik. Orang
malam menyukai tidu dan bangun lambat, paling baik berfungsi
pada malam hari.

2.2.2 Pengaturan tidur

Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang


diperahankan oleh integrasi tinggi aktivitas sistem saraf pusat yang
berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf periferal,
endokrin, kardiovaskular, pernafasan dan muskular (Robinon,1993
dalam poter Perry 2005). Tiap rangkaian diidentifikasi dengan
respons fisik tertetu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti
elektroensefalogram (EEG), yang mengukur aktivitas listrik listrik
dalam korteks serebaral, elektrominogram (EMG) yang mengukur
tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan
mata, memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur.
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel
tertentu dalam sistem tidu raphe pada pons dan otak depan bagian
tengah. Daera otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (bulbar
synchronizing region, BSR).
Tahapan tidur EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukan
perbedaan tingkat aktivitas yang berbeda dari otak, otot dan maa
yang berhubungan dengan tahap tidur yang berbeda (Sleep
Research Society, 1993 dalam potter perry 2005). Tidur normal
melibatkan dua fase : pergerakan mata yang tidak cepat (tidur
nonrapid eye movement, NREM) dan pergerakan mata yang cepat
( tidur nonrapid eye movement, REM) selama NREM seorang
yang tidur mengalami kemajuan melalui empat tahapan selama
siklus tidur yang tipikal 90 menit. Kualitas tidur dari tahapamn 1
sampai 4 bertambah dalam. Tidur yang dangkal merupakann
karakteristik dari tahap 1dan 2 dan seorang lebih mudah terbangun.
Tahap 3 dan 4 melibatkan tidur yang emndalam, disebut tidur
gelombang rendah, dan seorang sulit terbangun. Tidur REM
erupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90 menit. Konsolidasi
memori (Karni dk, 1994) dan pemulihan psikologis terjadi pada
waktu ini.

2.2.3 Fungsi tidur

Kegunaan tidur masih tetap belumjelas (Hodgos, 1991 dalam


Potter Perry 2005) tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan
fisiologi dan psikologi Oswald, 198: Anch dkk, 1988 dalam potter
perry 2005). Menurut teori tidur adalah waktu perbaikan dan
persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selam tidur NREM,
fungsi biologis menurun. Lau denyut jantung normal pada orang
dewasa sehat sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut per
menit atau lebih rendah jika individu berada pada kondisi fisik
yang sempurna.
2.2.4 Kebutuhan tidur

Kebutuhan tidur pada setiap usia memiliki perbedaan


semakin bertambah maka akan semakin menurun kebutuhan
tidurnya. Kebutuhan tidur dewasa muda untuk tidur malam rata-rat
6 sampai 8 ½ jam, tetapi hal ini bervariasi. Dewasa muda jarang
sekalitidur siang. Kurang lebih 20% waktu tidur yang dihabiskan
yaitu tidur REM, yang tetap konsisten sepanjang hidup. Dewasa
muda yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk berpartisipasi
dalam kesibukan atau aktivitas yang mengisi hari-hari mereka. Tapi
ada hal yang umum untuk tuntutan gaya hidup yang menganggu
pola tidur yang umum . stress dan pekerjaan , hubungan keluarga,
dan penggunaan medikasi untuk tidur. penggunaanjangka panjang
medikasi tersebut dapat menganggu pola tidur dan memperburuk
masalah insomnia.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas


tidur. seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab
masalah tidur. fakto fisiologis, psikologis dan limgkungan dapat
mengubah kualitas dan kuantitas tidur.
1. Penyakit Fisik
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidak nyamanan
fisik (mis. Kesulitan berrnapas), atau masalah suasana hati,
seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah
tidur. seseorang dengan peubahan seperti itu mempunyai
masalah kesulitan atau tertidur. Penyakit jga dapat emeaksa
seseorang untuk tidur dengan posisi tidak biasa.
2. Obat-Obatan dan Substansi
Obat-obatan yang mempengaruhi tidur
a. Hipnotik : mengganggu dengan mencapai tahap tidur yang
lebig dalam, memberikan hanya peningkatan kualitas
sementara (1 minggu).
b. Diuretik : meneybabkan nokturia
c. Anti depresan dan stimulan : menekan tidur REM dan
menurunkan total tidur REM
d. Alkohol : mempercepat mulainya tidur, membangunkan
seseorang pada malam hari, dan menyebabkan kesulitan
untuk kembali tidur
e. Kafein : mencegah seseorang tertidur, dapat menyebabkan
seseorang terbangun di malam hari
f. Penyekat-beta : menyebabkan mimpi buruk, menyebabkan
insomnia dan menyebabkan terbangun dari tidur
g. Benzidiazepin : meningkatkan waktu tidur dan
mneingkatkan kantuk di siang hari.
h. Narkotika : menekan tidur REM dan menyebabkan
peningkatan perasaan kantuk pada siang hari
3. Gaya hidup
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur individu yang
bekerja bergantian berputar seringkali mempunyai kesulitan
menyesuaikan perubahan jadwal tidur. individu mampu untuk tidur
hanya selama 3- 4 jam karna jam tubuh mempersepsikan bahwa ini
adalah waktu terbangun dan aktif. Perubahan lain dalam rutinitas
yang mengganggu pola tidur meliputi kerja berat yang tidak
biasanya terlibat dalam aktifitas pada larut malam, dan perubahan
waktu makan malam.
4. Usia
Gangguan tidur meningkat seiring bertambahnya usia. Pada orang
dewasa, kebutuhkan waktu untuk tidur sebanyak 7-8 jam untuk
malam hari. Bertambahnya usia berhubungan dengan penurunan
kualitas tidur dimana 30% individu mengalami insomnia.
5. Stres emosional
Seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan masalah mungkin
tidak mampu relaks untuk dapat tidur dan pada keadaan cemas
seseorang meningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu
tidurnya.
2.2.6 Gangguan Tidur
Gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi parasomnia,
gangguan primer, dan gangguan sekunder.10
1. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau
terjadi selama tidur. Parasomnia dibagi International
Classification of Sleep Disorder (American Sleep Disorder
Classification, 1997) menjadi:
a. Gangguan terjaga, misalnya berjalan dalam tidur
(samnambulisme)
b. Gangguan transisi bangun tidur, misalnya mengigau
c. Parasomnia yang berhubungan dengan tidur REM
misalnya mimpi buruk
d. Bruksisme yaitu mangatupkan dan menggemeretak gigi,
enuresis nokturnal yaitu ngompol selama tidur, ereksi
nokturnal yaitu ereksi dan emisi yang terjadi selama tidur
REM, dan gangguan pergerakan ekstremitas periodik
(periodik limb movement disorder, PLMD) yaitu tungkai
mengalami kejang sebanyak dua sampai tiga kali per menit
selama tidur.
2. Gangguan primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan yang masalah
utamanya berupa masalah tidur seseorang yang meliputi:
a. Insomnia yaitu ketidakmampuan untuk tidur dengan
kualitas dan kuantitas yang cukup.
b. Hipersomnia yaitu tidur berlebihan terutama pada siang
hari.
c. Narkolepsi yaitu rasa ngantuk yang berlebihan secara
mendadak yang terjadi di siang hari.
Apnea tidur yaitu henti napas secara periodik selama tidur.
Deprivasi tidur yaitu sindrom yang merupakan akibat dari
gangguan tidur.
3. Gangguan sekunder
Gangguan tidur sekunder adalah gangguan tidur yang
disebabkan oleh oleh kondisi klinis seperti kondisi mental dan
neurologi. Contoh kondisi yang menyebabkan gangguan tidur
sekunder yaitu depresi, alkoholisme, demensia,
parkinsonisme,disfungsi tiroid, penyakit paru obstruktif
menahun dan penyakit tukak lambung (American Sleep
Disorder Association, 1997)4

2.2.7 Kualitas Tidur


Kualitas tidur tidak hanya tentang bagaimana seseorang dapa
tidur dan bangun kembali tetapi merujuk pada kemampuan
seseorang untuk tetap tertidur dan mendapatkan sejumlah
tidur REM dan NREM yang pas.5 Kualitas tidur adalah suatu
keadaan di mana tidur yang dijalani seorang individu
menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun. 6
Jadi kualitas tidur tidak hanya tergantung lamanya tidur tetapi
bagaimana tidur tersebut dapat membuat tubuh menjadi bugar
kembali. Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan
kesehatan fisiologis dan psikologis menurun. Secara
fisiologis, kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan
rendahnya tingkat kesehatan individu dan meningkatkan
kelelahan atau mudah letih. Secara psikologis, rendahnya
kualitas tidur dapat mengakibatkan ketidakstabilan
emosional, kurang percaya diri, impulsif yang berlebihan dan
kecerobohan.7
2.3 Hubungan Kafein Dengan Kualitas Tidur
Walter Reed Army Institution of Research (WRAIR) di Silver
Spring Mariland melakukan penelitian untuk mengungkapkan hubungan
antara kafein dan ganggguan tidur. salah satu penelitian mereka responden
yang telah terjaga selama 48 jam menerima dosis kafein sebesar 150 mg,
300mg, atau 600 mg setiap dosis memberikan perubahan yang berarti.
Dosis 600 mg kafein meningkatkan kemampuan kognitif kinerja,
kewaspadaan dan penegendalian emosi.
Hasil dosis tinggi kafein (600 mg atau kira-kira setraa dengan 4
cangkir kopi saring) mampu menekan akibat kurang tidur baik yang
memengaruhi kewaspadaan maupun emosi, serta menyamakan anagka
hasil penelitian dengan anagka yang diperoleh cuckup beristirahat tanpa
menimbulkan efek samping yang merugikan.
Penelitian sebelumnya menyorot manfaat kafein dosis rendah pada
kondisis kurang tidur ringan (jangka pendek), penilitian ini berhasl
membuktikan bahwa dosisi tinggi kafein dapat melawan efek kurang tidur
yang berkepanjanagan dengan memperbaiki fungsi kognitif dan emosi
selama 48 jam.
Pada tahun 1991 James K. Walsh, peneliti ternama masalah tidur
membandingkan efek kafein terhadap peningkat kewaspadaan dan
penghilang kantuk pada ornag yang mengonsmsi kafein dalam jumlah
kecil atau sedang denagn orang ang mengkonsumsi kafein dengan jumlah
besar. Ia membagi subjek dalam dua kelompok hasilnya 200-400 mg
kafein terbukti mampu menekan keinginan tidur dan meningkatkan
kemampuan dan kesadaran untuk tetap terjaga saat mengantuk. Dosis
tersebut memberi efek yang sama bagi mereka yang mengkonsumsinya
dalam jumlah besar atau kecil.
Penilitian pada 200 perempuan membuktikan bahwa ahampir
setengah responden mengalami gangguan tidur jika mengkinsumsi
secangkir kopi pekat sebelum tidur. faktor-faktor yang mempengaruhi
kerja kafein dalam mempengaruhi keterjagaan antara lain
a. Dosis kafein
b. Selang waktu antara mengonsumsi kafein dan waktu tidur
c. Kecepatan metabolisme kafein
d. Kepekaan terhadapkafein
e. Kepekaan spesifik atas kafein dalam menginduksi kesadaran dosis
kafein harian
2.4 Kerangka Teori

Karakteristik :
1. Usia
2. Jenis kelamin

Faktor Psikologis :
1. Stress
2. Depresi
3. Kecemasan

Faktor Fisik :
1. Sesak nafas
2. Jantung Gangguan Tidur
3. Hipertensi
4. Bronkitis

Faktor Lingkungan
1. Lingkungan
bising

Gaya Hidup
1. Merokok
2. Minum alkohol

3. Mengonsumsi
Kopi
No Judul Riset Peneliti Tujuan Sampel Metode penelitian Hasil Rekomendasi
1 Pengaruh Nurdiana Mengetahui Sampel pada Penelitian ini Hasil menunjukkan Disarankan pada
Kafein Binti T pengaruh kafein penelititan ini adalah merupakan bahwa kualitas tidur masyarakat terutama
Terhadap Daswin, terhadap mahasiswa semester penelitian yang 53,3% orang yang mahasiswa agar tidak
Kualitas Nelly E. kualitas tidur VII yang bersedia dan bersifat mendapat kopi berkafein sering menggunakan
Tidur Samosir mahasiswa memenuhi criteria eksperimental berkualitas sedang dan kafein terutama pada
Mahasiswa Semester VII inklusi, dipilih secara dengan desain 73,3% orang yang malam hari kerana kafein
Fakultas Fakultas consecutive sampling. parallel. mendapat kopi dekafein terbukti dapat
Kedokteran Kedokteran 30 subyek penelitian berkualitas baik. Setelah mengakibatkan perburukan
Universitas Universitas dibagi kepada dua dilakukan uji hipotesis, kualitas tidur yaitu dari
Sumatera Sumatera Utara kelompok, yaitu orang didapati bahwa terjadi aspek jumlah jam tidur
Utara tahun 2012. yang mendapat kopi perburukan yang yang berkurang, onset
berkafein (15 orang) signifikan kualitas tidur tidur yang lebih lama,
dan yang mendapat pada orang yang kepuasan dan kedalaman
kopi dekafein (15 mendapat kopi berkafein tidur yang menurun serta
orang). Kemudian (p= 0,003) dapat menyebabkan
diukur kualitas tidur gangguan untuk
malamnya dengan beraktivitas pada pagi hari.
menggunakan Kata kunci: Kafein,
Kuesioner Kualitas Kualitas tidur, Kopi
Tidur. dekafein.

2 Efek Arul, Mengetahui Sampel pada Penelitian ini Hasil penelitian Disarankan pada
konsumsi Syankar pengaruh kafein penelititan ini adalah merupakan menunjukkan bahwa masyarakat terutama
minuman Selvaraju terhadap mahasiswa laki-laki penelitian 58% responden yang mahasiswa agar tidak
yang kualitas tidur angkatan 2013 yang eksperimental mendapat minuman sering menggunakan
mengandung mahasiswa bersedia dan berkafein berkualitas kafein terutama pada
kafein Fakultas memenuhi kriteria tidur sedang dan 66% malam hari karena kafein
terhadap Kedokteran inklusi. Telah subjek yang mendapat terbukti dapat menurunkan
kualitas Universitas dilakukan penelitian minuman non kafein kualitas tidur. Kafein
tidur Andalas 2016. terhadap 50 orang berkualitas tidur baik. menyebabkan jumlah jam
mahasiswa responden untuk uji Setelah dilakukan uji tidur berkurang, onset tidur
angkatan kafein dan non kafein. hipotesis, didapatkan yang lebih lama, kepuasan
2013 Kualitas tidur mereka bahwa terjadi penurunan dan kedalaman tidur yang
fakultas diukur dengan signifikan terhadap menurun serta dapat
kedokteran menggunakan kualitas tidur pada menyebabkan kebugaran
universitas kuesioner kualitas responden yang pada pagi hari terganggu.
andalas tidur. Analisis data mendapat minuman
dilakukan dengan uji berkafein (p= 0,001).
Chi-Square.
3 Hubungan Purdiani, Hubungan Penelitian ini Hasil daripenelitian ini
penggunaan Monica konsumsi kafein menggunakan ditemukan sebagian
minuman terhadap metode cross besar mahasiswa/i
berkafein perubahan pola sectionaldengan Universitas
terhadap tidur dan Surabaya(80,83%)
pola tidur pengaruhnya mengkonsumsi minuman
dan padaperilaku berkafein seminggu
pengaruhnya seseorang. terakhir denganalasan
pada tingkah terbanyak adalah faktor
laku suka (53,67%). Dari
mahasiswa/i 39,17%
universitas respondenmengaku
surabaya mengkonsumsi kopi saat
malam menjelang ujian
dan masihbanyak
mahasiswa merasa
kualitas tidurnya tidak
cukup. Tidak
terdapathubungan yang
bermakna antara jenis
kelamin dan beban tugas
terhadapprofil konsumsi
kafein. Terdapat
hubungan ber makna
antara respondenyang
mengkonsumsi kafein
dengan yang tidak
terhadap semangat
kerja/belajar, responden
yang mengkonsumsi
kafein ditemukan
mempunyai semangat
kerja/belajar yang baik.
Namun, konsumsi kafein
juga mempengaruhi
aspek psikologis
penggunanya, responden
yang biasa
mengkonsumsi kafein
dan kemudian tidak
minum ditemukan
mengalami kecemasan,
letih/lesu, dan tidak
bersemangat. Diketahui
pula frekuensi danjumlah
konsumsi kafein juga
mengambil peranan
penting
terhadapsemangat
belajar/ kerja dan aspek
psikologis ini. Sehingga
konsumsi kafeinini perlu
perhatian khusus
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Konsumsi minuman Kualitas Tidur


berkafein ( kopi)

Faktor Psikologis :
1. Stress
2. Depresi
3. Kecemasan

Keterangan :

: area yang akan dilakukan penelitian

: faktor yang mempengaruhi

: perlakuan

3.2 Hipotesis Penelitian


H0 : Tidak ada hubungan antara konsumsi minuman berkafein dengan
kualitas tidur pada mahasiswa di lingkungan Asrama Polisi
Kalisari Semarang
H1 : Ada hubungan antara konsumsi minuman berkafein dengan
kualitas tidur pada mahasiswa di lingkungan Asrama Polisi
Kalisari Semarang
3.3 Desain Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan penelitian kuantitatif dengan
deskriptif analitik menggunakan desain Cross Sectional. Desain cross
sectional adalah penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antar variabel dimana variabel independen dan variabel
dependen diidentifikasi pada satu satuan waktu8. Desain Cross
Sectional pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara konsumsi minuman berkafein dan kualitas tidur pada mahasiswa
lingkungan Asrama Polisi Kalisari Semarang

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.9 Populasi yang ada di lingkungan Asrama
Polisi Kalisari Semarang sebanyak 44 mahasiswa.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut2. Penelitian ini menggunakan
teknik Simple Random Sampling dengan pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi tersebut.2 Populasi yang
digunakan adalah 40 responden dengan menggunakan rumus
Slovin, dengan rumus sebagai berikut

( dibulatkan menjadi 40 responden)


Populasi yang dapat menjadi sampel penelitian harus memenuhi
kriteria berikut :
1. Kriteria Inklusi
a. Mahasiswa lingkungan Asrama Polisi Kalisari Semarang
a. Mahasiswa yang rutin mengonsumsi minuman berkafein
b. Mahasiswa yang jarang mengonsumsi minuman berkafein
c. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
Mahasiswa yang tidak bersedia menjadi responden
3.5 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Asrama Polisi Kalisari
Semarang
3.6 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel penelitian ini terdiri dari Variabel Independent (bebas) dan
Variabel dependent (terikat) :
1. Variabel Independent (bebas) dalam penelitian ini adalah konsumsi
minuman berkafein
2. Variabel Dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah kualitas
tidur
Tabel Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Hasil ukur Skala
Operasional pengukuran Pengukuran
Konsumsi Minuman yang Lembar ≤ 7=sering Skala
minuman mengandung Observasi Ordinal
≤ 3=jarang
berkafein zat alkaloid
( kopi) yang
ditemukan pada
berbagai jenis
tanaman
terutama
tanaman kopi
hitam
Kualitas Kepuasan Lembar PSQI <5 = Skala
tidur seseorang kuesioner baik Ordinal
terhadap tidur, PSQI (The
PSQI ≥5 =
sehingga Pittsburgh
seseorang tidak Sleep buruk
merasa lelah. Quality
Index

3.7 Alat dan bahan penelitian


3.7.1 Alat Tulis
3.7.2 Lembar Informed Consent
3.7.3 Lembar observasi
3.7.4 Lembar kuesioner
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah
menggunakan lembar kuesioner PSQI tentang kualitas tidur.
Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner Pittsburg Sleep
Quality Index (PSQI) untuk mengukur kualitas tidur. PSQI
menggunakan bahasa Inggris dan sudah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia.
Pengukuran kualitas tidur menggunakan kuesioner the
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang terdiri dari 7
komponen yaitu waktu yang diperlukan untuk dapat memulai
tidur (sleep latency), lamanya waktu tidur (sleep duration),
efisiensi tidur (sleep efficiency), gangguan tidur (sleep
disturbances), penggunaan obat-obatan untuk membantu tidur
(use of sleep medication), gangguan di siang hari (daytime
disfunction), dan kualitas tidur secara subjektif (subjective sleep
quality).
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti indtrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur 9.
Validitas bertujuan untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun
mampu mengukur apa yang hendak diukur, maa perlu diuji dengan uji
korelasi antara skor (nilai) tiap item (pertanyaan) dengan skor total
kuesioner tersebut10.
Nilai r tabel yang digunakan sebesar 0,63; dan nilai Corrected
Item-Total Correlation kuesioner PSQI peneliti memiliki nilai r> dari r
tabel, yang berarti kuesioner dinyatakan valid.
Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauhmana
hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran 2 kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Untuk
itu sebelum digunakan untuk penelitian harus dites ( dicoba) sekurang-
kurangnya 2 kali. Perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada
pertanyaan-pertanyaan yang dimemiliki validitas. Dengan demikian
harus menghitung validitas terlebih dahulu sebelum menghitung
reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabilitas apabila nilai alpha lebih
besar dibandingkan dengan nilai r tabel27.
Nilai reliabilitas kuesioner PSQI yang digunakan peneliti memiliki
nilai alpha cronbach 0,726.
3.9 Prosedur Pengumpulan Data
Pada penelitian ini peneliti mendapatkan data yang akurat dari
responden yang diperoleh dengan pengisian kuesioner. Dalam
pengumpulan data melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Peneliti mendapatkan ijin melakukan penelitian di lingkungan
Asrama Polisi Kalisari Semarang
2. Peneliti melakukan studi pendahuluan di lingkungan Asrama Polisi
Kalisari Semarang
3. Peneliti memberikan Inform Consent kepada responden
4. Peneliti memberikan kuesioner PSQI kepada responden untuk diisi
sebagai penelitian
5. Peneliti kemudian mendapatkan hasil dari kuesioner PSQI dari
responden
6. Peneliti melakukan pengolahan data dan analisis data
3.10 Teknik Pengolahan Data
Dalam melakukan analisa data, terlebih dahulu data diolah dengan
mengubah data informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh
digunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam
menguji hipotesis. Dalam proses pengolahan data dalam penelitian ini
langkah-langkah yang harus ditempuh diantaranya :
1. Editing
Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah
data terkumpul. Peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan data
dan jawaban.
2. Coding
Coding atau member kode data bertujuan untuk mempermudah
membedakan antara karakter dan mempelajari jawaban responden.
3. Scoring ( Skor)
Dilakukan untuk member penilaian terhadap hasil jawaban
responden pada kuesioner yang diberikan
4. Entry Data
Data dimasukkan dengan bantuan komputer. Peneliti menggunakan
aplikasi komputer SPSS 21.0.
3.11 Analisa Data
3.10.1 Analisa Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi
responden dari konsumsi minuman berkafein (kopi) dan kualitas
tidur.
3.10.2 Analisa Bivariat
Analisis data hasil penelitian ini menggunakan analisis
bivariat untuk mengetahui perbedaan antara dua variabel yang
meliputi variabel bebas dan terikat. Penelitian ini menggunakan
uji hipotesis komparatif tidak berpasangan yaitu uji Chi Square
(tabel 2 x 2). Dari uji Chi Square didapatkan p value sebesar
0,514 dimana p> 0,05 yang berarti H1 ditolak dan H0 diterima.

3.12 Etika Penelitian


1. Informed Consent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Lembar
Informed Consent dilengkapi judul penelitian dan manfaat
penelitian. Bila subjek menolak, peneliti tidak memaksa dan tetap
menghormati hak-hak subjek.
2. Anomity atau tanpa nama
Demi menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan
nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode atau
tanda pada lembar observasi dan kode tersebut hanya diketahui oleh
peneliti itu sendiri.
3. Confidentiality ( kerahasiaan informasi )
Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang didapat
dari responden11.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa lingkungan


Asrama Polisi Kalisari Semarang dengan jumlah responden sebanyak 40
responden. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional ditemukan hasil penelitian sebagi berikut :
4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (n = 40)

Umur Frekuensi Presentase

19 11 27,5

20 10 25,0

21 4 10,0

22 6 15,0

23 5 12,5

24 4 10,0

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 3 sebagian besar responden berusia 19


tahun yaitu sebesar 11 orang responden (27,5%) Usia 20 tahun
yaitu sebanyak 10 oang responden (25%). Usia 21 tahun sebanyak
4 orang (10%). Usia 22 tahun sebnyak 6 responden (15%) 23 tahun
sebanyak 5 responden(12,5%). Usia 24 terdapat 4 responden
(10%).

4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin

Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (n = 40).

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Laki-laki 28 70

Perempuan 12 30

Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel 4 sebagian responden berjenis kelamin
Laki-laki 28 responden (70%) dan berjenis kelamin perempuan 12
responden (30%).

4.1.3 Konsumsi Kopi

Tabel 5 frekuensi minum kopi pada mahasiswa di lingkungan


Asrama Polisi Kalisari Semarang (n = 40)

Konsumsi Kopi Frekuensi Presentase

Sering 15 37,5

Jarang 25 62,5

Jumlah 40 100

Berdasakan tabel 5 didapatkan mahasiswa angkatan 2017/1018


sering mengkonsumsi kopi sebanyak 15 responden (37,5%).
Selanjutnya orang yang jarang mengkonsumsi kopi adalah 25
tahun (62%).

4.1.4 Kualitas Tidur

Tabel 6 Kualitas tidurr pada mahasiswa di lingkungan Asrama Polisi


Kalisari Semarang (n = 40)
Kualitas tidur Frekuensi Presentase

Baik 20 50

Buruk 20 50

Jumlah 40 100
Berdasakan tabel 6 didapatkan mahasiswa angkatan 2017/1018,
memiliki kualitas tidur baik sebanayk 20 responden (50%) dan 20
responen responden (50%)

4.1.5 Hubungan Konsumi kopi dengan Kualitas tidur

Tabel 7 berikut merupakan hasi dari hubungan frekuensi minum kopi


dengan kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2017/2018 di
lingkungan Asrama Polisi Kalisari Semarang (n = 75)
Kualitas Tidur

Baik Buruk
Nilai p
N % n %

Konsumsi Sering 9 60,0 6 40,0


0,514
kopi Jarang 11 44,0 14 56,0

Total 20 50,0 20 50,0

Tabel 7 diatas menunjukkan 9 mahasiswa (60%) sering


mengkonsumsi kopi dan kualitas tidurnya baik, 6 mahasiswa
(40%) sering mengkonsumsi kopi kualitas tidurnnya buruk, 11
mahasiswa (44%) jarang mengkonsumsi kopi kulitas tidurnya baik,
14 mahasiswa (56%) jarang mengkonsumsi kopi kualitas tidurnya
buruk.

Hasil analisa uji Chi-Square didapatkan p=0,514. Nilai p


value ˃ 0,05 artinya H0 diterima dan H1 ditolak, berarti tidak ada
pengaruh konsumsi minuman berkafein (kopi) terhadap kualitas
tidur.

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini yang dilakukan pada 40 responden


didapatkan mahasiswa yang mengonsumsi minuman berkafein (kopi),
ditemukan kualitas tidur yang baik pada responden yang sering
mengonsumsi kopi sebanyak 60 % dan yang kualitas tidurnya buruk
sebanyak 40% sedangkan yang kualitas tidurnya baik pada responden
yang jarang mengonsumsi kopi sebanyak 44% dan yang kualitas
tidurnya buruk sebanyak 56%.

Hasil analisa uji Chi-Square didapatkan p = 0,514. Nilai p value ˃


0,05 artinya H0 diterima dan H1 ditolak, berarti tidak ada pengaruh
konsumsi minuman berkafein (kopi) terhadap kualitas tidur.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yaitu dengan


mengkonsumsi kafein dapat mengganggu pola tidur karena kafein
memberi efek dengan cara memengaruhi neurotransmiter, senyawa
kimia yang mengatur interaksi sel-sel saraf. Kafein memberi efek
dengan cara menghambat aktivitas adenosin, naurotransmiter yang
mempengaruhi hampir seluruh sistem dalam tubuh. Salah satu fungsi
adenosin adalah membut kita letih atau mengantuk. Kafein membantu
kita menghambat keletihan dengan cara penyerapan adenosin.2

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
5.1.1 Kualitas tidur mahasiswa yang baik pada responden yang sering
mengonsumsi kopi sebanyak 60 % ( 9 responden) dan
mahasiswa yang kualitas tidurnya buruk sebanyak 40% ( 4
responden)
5.1.2 Kualitas tidur mahasiswa yang baik pada responden yang jarang
mengonsumsi kopi sebanyak 44% ( 11 responden) dan
mahasiswa yang kualitas tidurnya buruk sebanyak 56% ( 14
responden)
5.1.3 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil tidak ada pengaruh
mengonsumsi minuman berkafein ( kopi) dengan kualitas tidur.
5.2 Saran
Peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini menjadi
tambahan referensi dan sebagai pembanding penelitian tetapi jika
memiliki penelitian yang hampir sama dapat diperhatikan seperti
jumlah responden, faktor penggangu, dan hal-hal yang masih kurang
dalam penelitian ini seperti data sejak kapan atau lamanya responden
mengonsumsi minuman berkafein (kopi).

DAFTAR PUSTAKA
1
Indriani. 2008. Iced & Hot Cofee. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2
Weinberg, B.A. 2002. The Caffeine Advantage .New York: The Free Press. Diterjemahkan oleh
Wirastuti. 2010. The Miracle Of Cafein. Bandung. Qanita PT Mizan Pustaka
3
Daswin, T.D dan Samosir, N.E. 2013. Pengaruh Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. e-jurnal Fakultas Kedokteran USU. availabel from
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/ejurnalfk/article/view/1341/709
4
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
5
Kozier B, Erb G, Berman A, Synder SJ. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik Ed 7 Vol 1. Jakarta: EGC; 2010
6
Khasanah K, Hidayati W. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial
“MANDIRI” Semarang. Availabel from http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=74186&val=4707
7
Sulstiyani C. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur
Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012. available from
https://media.neliti.com/media/publications/18762-ID-beberapa-faktor-yang-berhubungan-dengan-
kualitas-tidur-pada-mahasiswa-fakultas-k.pdf
8
Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan ( Pedoman Melaksanakan dan
Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta : CV. Trans Info Media
9
Sugiyono. 2015. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
10
Hastono, Sutanto Priyo. Modul Analisis Data Kesehatan. Depok : FKM
UI,2007; P.54, 62, 69, 88
11
Hamid, Achir Yani. 2008. Buku Riset Keperawatan Konsep, Etika, & Instrumentasi Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai