2) 12 2014: 39-44
Halaman | 39
Misri Gozana, Izzah Nur Fatimaha, Cut Nandab , dan Abdul Harisb
bPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Jl Ciledug Raya, Cipulir-Kebayoran Lama, Jakarta 12230, Indonesia
mgozan@che.ui.ac.id
Riwayat Naskah: ABSTRAK: Biosurfaktan bekerja menurunkan tegangan antarmuka sehingga dapat
diaplikasikan dalam peningkatan perolehan minyak bumi. Biosurfaktan dapat diproduksi
Diterima 08, 2014 dari Pseudomonas aeruginosa dengan substrat limbah biodiesel. Sayangnya, limbah ini
Direvisi 10, 2014
Disetujui 11, 2014 masih memiliki kandungan senyawa yang kompleks, oleh karena itu perlu dilakukan
penyederhanaan senyawa. Metode yang digunakan adalah metode ozonasi. Waktu optimum
ozonasi substrat adalah 30 menit. Pemilihan waktu ini berdasar pada uji pendahuluan
biosurfaktan yaitu uji oil spreading, indeks emulsifikasi dan Total Plate Count. Hasil yang
diperoleh dari produksi biosurfaktan dengan substrat yang diozonasi selama 30 menit
dapat menurunkan tegangan antarmuka 99,1% dan tegangan permukaan 27,7%. Meskipun
terjadi penurunan kedua tegangan secara signifikan, namun nilai kedua jenis tegangan
tersebut masih perlu diturunkan lagi agar memenuhi kriteria biosurfaktan yang dapat
digunakan untuk peningkatan perolehan minyak bumi.
Produksi biosurfaktan tidak akan terjadi tanpa peningkatan konsentrasi garam (Carballaa et al.,
bantuan sekresi mikroorganisme. Pseudomonas 2007).
aeruginosa digunakan dalam penelitian ini. P. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
aeruginosa dapat menghasilkan aktivitas waktu optimum dalam proses ozonasi untuk
biosurfaktan yang lebih tinggi jika dibandingkan meningkatkan aktivitas biosurfaktan. Keberhasilan
dengan Bacillus subtilis (Usharani, 2009). dari penelitian ini ditunjukkan dengan perubahan
Biosurfaktan yang dihasilkan dari Pseudomonas karakteristik sampel yaitu perubahan komposisi
aeruginosa berjenis rhamnolipid (Henkel et al., senyawa organik yang terdapat dalam limbah
2012). Rhamnolipid memiliki efek sangat cepat biodiesel sebelum dan sesudah diozonasi, yang
dalam mengurangi tegangan permukaan dan akan dianalisis dengan mengunakan metode Gas
tegangan antar muka antara air dan minyak bumi. Chromatography - Mass Spectrometry (GC-MS).
Selain itu, rhamnolipid juga bersifat biodegradable Selain itu, parameter keberhasilan lainnya dapat
dan memiliki toksisitas rendah sehingga sangat dilihat dari menurunnya nilai tegangan permukaan
optimal jika diaplikasikan dalam MEOR (Wang et dan tegangan antar muka yang signifikan ketika
al., 2007). diaplikasikan ke dalam sampel crude oil.
Meskipun memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan surfaktan kimia, biosurfaktan 2. Bahan dan Metode
belum banyak digunakan karena mahalnya substrat
serta kurang efisiennya proses produksi. Tetapi, 2.1. Bahan
masalah tersebut dapat diminimalisasi dengan
penggunaan substrat yang banyak tersedia di alam 2.1.1. Mikroorganisme dan sumber karbon
sehingga dapat menekan biaya dalam proses
produksinya (De Sousa et al., 2011). Dalam hal ini, Isolat yang digunakan adalah isolat tunggal
limbah produksi biodiesel berbasis kelapa sawit Pseudomonas aeruginosa dengan strain ATCC
dapat menjadi salah satu solusi dalam pemilihan 27853 (Lotfabad et al., 2010). Limbah biodiesel
substrat. yang digunakan berasal dari produk samping
Limbah biodiesel telah dianggap sebagai bahan pabrik biodiesel di propinsi Banten.
baku untuk industri fermentasi terbarukan di masa
depan karena merupakan salah satu substrat yang 2.1.2. Preparasi
menjanjikan dalam biokonversi untuk
mendapatkan senyawa dengan nilai yang lebih Terdapat dua tahap preparasi yang pertama
tinggi melalui fermentasi mikroba. Limbah ini adalah preparasi mikroorganisme. Setiap bakteri
merupakan salah satu bagian dari lipid yang sangat yang akan digunakan harus dilakukan aktivasi
berlimpah di alam dan banyak digunakan sebagai terlebih dahulu dengan tujuan mendapatkan
sumber karbon oleh mikroorganisme (Henkel et al., bakteri yang aktif. Hal ini dikarenakan sebelumnya
2012). Limbah biodiesel dapat menjadi salah satu bakteri tersebut berada dalam keadaan tidak aktif
alternatif dalam produksi biosurfaktan karena (inactive) dalam media agar miring di lemari
produksi biodiesel di Indonesia terus meningkat pendingin. Penyegaran isolat bakteri dilakukan
sepanjang tahun. Peningkatan itu terlihat dalam pada media 100 ml Nutrient Broth (NB) steril.
blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025 Kultur inkubasi ke dalam shaker incubator selama
yang memprediksikan kebutuhan biodiesel 48 jam pada suhu ruang dengan kecepatan 150
mencapai 720.000 kiloliter (tahun 2010) akan rpm. Selanjutnya dilakukan kultivasi, dengan
ditingkatkan menjadi 1,5 juta kiloliter (tahun 2015) menggabungkan 5-10% (v/v) kultur yang telah
dan 4,7 juta kiloliter (tahun 2025) (PP Nomor 5 diaktivasi ke dalam campuran 50 mL NB dan 50
Tahun 2006). mL Mineral Salt Medium (MSM) dengan kandungan
Limbah biodiesel terdiri dari campuran metanol, (15 g/L NaNO3; 1,1 g/L KCl; 1,1 g/L NaCl; 0,00028
sabun, gliserin, metil ester yang terlarut, dan air g/L FeSO4.7H2O; 3,4 g/L KH2PO4; 20 g/L glukosa;
limbah bekas pencucian (Isalmi et al., 2008), 4,4 g/L K2HPO4; 0,5 g/L MgSO4.7H2O; 0,5 g/L yeast
sehingga memiliki kandungan senyawa yang extract; 5 ml/L trace element; 1 L akuades) pada
kompleks. Untuk meningkatkan efisiensi proses erlenmeyer 250 mL selanjutnya di inkubasi pada
metabolisme Pseudomonas aeruginosa dalam shaker inkubator dengan suhu 300C selama 48 jam
menghasilkan biosurfaktan, maka perlu dilakukan dan kecepatan 150 rpm. Tahapan kedua adalah
penyederhanaan struktur. Salah satu metode yang preparasi limbah biodiesel. Preparasi ini diawali
umum dalam penyederhanaan struktur dapat dengan memanaskan limbah biodiesel hingga
dilakukan dengan proses oksidasi (Erden et al., mencair. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH dan
2010). Di antara proses oksidasi, treatment dinetralkan dengan H2SO4 (El-Sheshtawy & Doheim,
menggunakan ozon menarik karena tidak 2014).
meninggalkan residu oksidan, dan tidak terjadi
Adaptasi bakteri dilakukan melalui dua tahapan. Produksi dilakukan dengan sistem batch dalam
Tahap pertama (adaptasi I), dilakukan dengan fermentor kapasitas 1L dengan volume kerja 650
mengambil10% (v/v) kultur induk dan dibiakan ml selama 12 hari. Produksi biosurfaktan dilakukan
menggunakan MSM dan 1% (v/v) ozonasi limbah dengan menggabungkan medium MSM 650 ml,
biodiesel. Kondisi operasi pada adaptasi I sama inokulasi bakteri 10% (v/v) yang telah diadaptasi
dengan kondisi operasi kultivasi. Adaptasi II dan 3% sumber karbon (v/v). Kultur sampel
hampir sama dengan adaptasi I hanya saja sumber diambil tiap 24, digunakan untuk uji tegangan
karbon yang digunakan meningkat menjadi 3% permukaan, tegangan antarmuka dan Total Plate
(v/v) dan kultur yang digunakan adalah kultur dari Count.
adaptasi I. Pada adaptasi II ini dilakukan uji
pendahuluan biosurfaktan untuk mengetahui 2.2. Alat
waktu optimum dalam ozonasi limbah biodiesel.
Beberapa alat utama yang digunakan antara lain
2.1.5. Uji pendahuluan biosurfaktan sebagai berikut : erlenmayer 250ml dan 1000 ml,
mikropipet 1 ml, batang drygalsky, botol schoot,
Blood Agar Lysis : Uji ini dilakukan dengan botol semprot, bulb, cawan petri, tabung reaksi,
menyelupkan kertas cakram yang sudah steril ke autoclave, hot platestirrer, shaker incubator,
dalam kaldu fermentasi. Cakram yang sudah ozonator, sentrifugal, test tube screw, incubator, dan
tercelup seluruhnya diletakkan pada agar darah potensiometer kruss.
dan diinkubasi selama 48 jam. Jika bakteri tersebut
merupakan bakteri penghasil surfaktan maka akan 2.3. Metode
terbentuk β-hemolitik yang menunjukkan adanya
lisis dan akan terlihat zona bening sekitar koloni 2.3.1. Metode GC-MS
(hemolisis).
Oil Spreading Test : Uji deteksi bakteri Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jenis
penghasil biosurfaktan dilakukan dengan metode dan komposisi dari komponen yang terdapat dalam
oil spreading test (Techaoei et al., 2007). Petri sampel. Pada penelitian ini, analisis GC-MS
berdiameter 15 cm diisi dengan 50 mL akuades dilakukan sebanyak dua kali, yakni sampel limbah
kemudian ditambah 20 µL minyak diatas biodiesel awal dan sampel limbah biodiesel setelah
permukaan akuades sehingga membentuk lapisan ozonasi.
tipis minyak kemudian dimasukkan secara
perlahan ke tengah-tengah lapisan minyak tersebut 2.3.2. Metode Total Plate Count (TPC)
10 µL kultur adaptasi III bebas bakteri
(supernatan) dari masing-masing sumber karbon Metode TPC menggunakan anggapan bahwa
dengan waktu ozonasi yang berbeda. Zona bening setiap sel akan hidup berkembang menjadi satu
terbentuk bila pada supernatan yang dimasukkan koloni. Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks
mengandung biosurfaktan. Zona bening yang bagi jumlah oganisme yang terkandung di dalam
terukur kemudian dihitung nilai ODA (Oil sampel.
Displacement Area).
Indeks Emulsifikasi : Indeks emulsifikasi diukur 2.3.3. Metode uji Fourier Transform Infra Red
dengan menambahkan 2 ml crude oil ke dalam 2 ml (FTIR)
kultur bebas sel (supernatan). Larutan kemudian
dihomegenasi selama 2 menit dan diinkubasi Teknik spektroskopi FTIR berpotensi sebagai
selama 24 jam. Setelah 24 jam, diamati secara metode analisis cepat karena analisis dapat
visual lapisan emulsi yang terbentuk. Reaksi dilakukan secara langsung. Uji FTIR ini dilakukan
emulsifikasi ditandai dengan adanya suatu layer untuk mengetahui gugus fungsi biosurfaktan yang
emulsifikasi antara crude oil dan media yang berisi dihasilkan. Dalam hal ini, sampel biosurfaktan
biosurfaktan. bebas sel (supernatan) di teteskan satu persatu ke
dalam pelat dan dipasang pada alat untuk bening terbentuk karena supernatan yang
dilewatkan sinar infra merah. diinjeksikan pada lapisan minyak mentah teremulsi
membentuk misel-misel dan menyebar ke
2.3.4. Uji tegangan permukaan dan tegangan permukaan lapisan minyak. Misel terbentuk karena
antarmuka pada bagian hidrofobik dan hidrofilik yang terdapat
di dalam supernatan menyatu, menyebabkan
Pengukuran tegangan permukaan dan tegangan terjadinya tekanan antara bagian hidrofobik dan
antarmuka dilakukan menggunakan alat Processor hidrofilik sehingga tegangan permukaanya turun
Tensiometer (Kruss) yang dilengkapi dengan ring (Techaoei et al., 2011).
plate.
yang dihasilkan adalah 23,24 mN/m. Selanjutnya and Rhodococcus erythropolis. Revista de Microbiologia,
30(3), 231–236. doi:10.1590/S0001-37141999000300008
memasuki fase kematian, pada fase ini kecepatan
Bordoloi, N. K., & Konwar, B. K. (2008). Microbial surfactant-
kematian sel meningkat sedangkan kecepatan enhanced mineral oil recovery under laboratory conditions.
pembelahannya nol, sehingga jumlah kepadatan Colloids and Surfaces. B, Biointerfaces, 63(1), 73–82.
koloni menurun. Fase kematian terjadi mulai jam doi:10.1016/j.colsurfb.2007.11.006
ke-144 hingga jam ke-288. Carballa, M., Manterola, G., Larrea, L., Ternes, T., Omil, F., & Lema,
J. M. (2007). Influence of ozone pre-treatment on sludge
Pada fase kematian, tegangan antarmuka dan anaerobic digestion: removal of pharmaceutical and
tegangan permukaan tidak mengalami penurunan personal care products. Chemosphere, 67(7), 1444–52.
yang signifikan. Konsentrasi biosurfaktan yang doi:10.1016/j.chemosphere.2006.10.004
De Sousa, J. R., da Costa Correia, J. A., de Almeida, J. G. L.,
disekresikan pada fase kematian sudah mencapai
Rodrigues, S., Pessoa, O. D. L., Melo, V. M. M., & Gonçalves, L.
maksimal karena lebih banyak mikroba yang mati R. B. (2011). Evaluation of a co-product of biodiesel
daripada sel hidup. Pada fase ini nilai tegangan production as carbon source in the production of
permukaan terendah adalah 22,86 mN/m dengan biosurfactant by P. aeruginosa MSIC02. Process Biochemistry,
46(9), 1831–1839. doi:10.1016/j.procbio.2011.06.016
total penurunan sebesar 25,22%. Untuk tegangan
El-Sheshtawy, H. S., & Doheim, M. M. (2014). Selection of
antarmuka 0,12 mN/m dengan penurunan sebesar Pseudomonas aeruginosa for biosurfactant production and
99,83%. studies of its antimicrobial activity. Egyptian Journal of
Jenis biosurfaktan yang dihasilkan diuji Petroleum, 23(1), 1–6. doi:10.1016/j.ejpe.2014.02.001
Erden, G., Demir, O., & Filibeli, A. (2010). Disintegration of
menggunakan FTIR, hasil spektra dapat dilihat pada
biological sludge: Effect of ozone oxidation and ultrasonic
Gambar 5. Biosufaktan yang terbentuk treatment on aerobic digestibility. Bioresource Technology,
diperkirakan terdiri dari gugus OH (3418,03 cm-1) 101(21), 8093–8. doi:10.1016/j.biortech.2010.06.019
pada bagian hidofilik dan ester (1653,6 cm-1) pada Fessenden, R.J., & Fessenden, J.S., (1982). Kimia Organik Edisi
Ketiga. Jakarta: Erlangga
bagian hidrofobik.
Gottschalk, G., &Libra, J., Saupe, A. (2000). Ozonation of Water
and Waste Water. Germany: Wiley VCH.
Henkel, M., ssMüllera, M.M., Küglera, J.H., Lovagliob, R.B.,
Contierob, J., Syldatka, C. dan Hausmannc, R. (2012)
Rhamnolipids as biosurfactants from renewable resources:
Concepts for next-generation rhamnolipid production,
Process Biochemistry, 13: 2012
Ibrahim, M. L., Ijah, U. J. J., Manga, S. B., Bilbis, L. S., & Umar, S.
(2013). Production and partial characterization of
biosurfactant produced by crude oil degrading bacteria.
International Biodeterioration & Biodegradation, 81, 28–34.
doi:10.1016/j.ibiod.2012.11.012
Gambar 5. Spektra IR biosurfaktan yang dihasilkan Isalmi, A., Siti, N. & Fira, L. (2008). Pemurnian gliserol dari hasil
samping pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku
4. Kesimpulan minyak goreng bekas, pp. 155-160.
Li, B., Somasundaran, P., & Patra, P. (2014). Role of self-
assembled surfactant structure on the spreading of oil on
Waktu optimum ozonasi limbah biodiesel adalah flat solid surfaces. Advances in Colloid and Interface Science,
30 menit. Proses ozonasi dapat menyederhanakan 210, 72–7. doi:10.1016/j.cis.2014.04.004
senyawa limbah biodiesel, tetapi proses ozonasi Lotfabad, T. B., Abassi, H., Ahmadkhaniha, R., Roostaazad, R.,
Masoomi, F., Zahiri, H. S., & Noghabi, K. A. (2010). Structural
belum berpengaruh terhadap senyawa oleofin dan characterization of a rhamnolipid-type biosurfactant
parafin rantai panjang hal ini karena produced by Pseudomonas aeruginosa MR01: Enhancement
kecenderungan ozon menyerang senyawa of di-rhamnolipid proportion using gamma irradiation.
sikloalkana dan aromatik. Nilai tegangan Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 81(2), 397–405.
doi:10.1016/j.colsurfb.2010.06.026
permukaan (SFT) terendah adalah 22,86 mN/m Saharan, B., Sahu, R. & Sharma, D. (2011). A review on
dengan penurunan sebesar 27,71 % dan untuk biosurfactants: fermentation, current developments and
tegangan antarmuka (IFT) terendah adalah 0,12 perspectives.Genetic Engineering and Biotechnology Journal,
mN/m dengan penurunan sebesar 99,09 %. 1(29), 1-13
Sen, R. (2008.) Biotechnology in petroleum recovery: The
microbial EOR,Progress in Energy and Combustion Science,
Ucapan terima kasih 34, 714–724.
Techaoei, S., Leelapornpisid, P. & Santiarwarn, D. (2007).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Preliminary screening of biosurfactant producing
Miftahul Jannah serta rekan-rekan peneliti Pusat microorganisms isolated from spring and garages in
northern thailand, KMITL ScienceTechology Journal, 7, 38-43.
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak Techaoei, S., Lumyong, Prathumpai, Santiarwarn, D., &
dan Gas Bumi LEMIGAS yang telah membantu Leelapornpisid, P. (2011). Screening characterization and
dalam pengumpulan data dan diskusi yang stability of biosurfactant produced by Pseudomonas
memperkaya wawasan. aeruginosa SCMU106 isolated from soil in northern
thailand.Asian Journal of Biological Sciences,4(4),340-35
Terziyski, I., Alexandrova, L., Stoineva, I., Christova, N., Todorov,
Daftar Pustaka R., & Cohen, R. (2014). Foam and wetting films from
rhamnolipids produced by Pseudomonas aeruginosa BN10.
Bicca, F. C., Fleck, L. C., & Ayub, M. A. Z. (1999). Production of Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering
biosurfactant by hydrocarbon degrading Rhodococcus ruber Aspects, 460, 299–305. doi:10.1016/j.colsurfa.2013.12.075