Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otot merupakan sistem biokontraktil dimana sel-sel memanjang dan


dikhususkan untuk menimbulkan tegangan pada sumbu yang memanjang. Sel-sel
otot terspesialisasi untuk kontraksi yaitu mengandung protein kontraktil yang
dapat berubah dalam ukuran panjang dan memungkinkan sel-sel untuk
memendek. Sel-selnya sering kali disebut serat-serat otot yang terus menerus
mengalami perubahan sejalan kontraksi stsupun relaksasi. Kontraksi otot
dikendalikan oleh sistem saraf (Ville et al., 1988).
Kontraksi otot didefinisikan sebagai pembongkaran aktif tenaga dalam otot.
Penggunaan tenaga oleh otot pada beban eksternal disebut tekanan otot. Jika
tekanan yang terbentuk oleh otot lebih besar dari penggunaan tenaga eksternal
pada otot oleh beban, maka otot akan memendek. Jika penggunaan tenaga dengan
beban lebih besar atau sama dengan tekanan otot, maka otot tidak memendek (Hill
& Wyse, 1989).
Menurut Kimball (1991), sel-sel otot sama halnya seperti neuron, dapat
dirangsang secara kimiawi, listrik, dan mekanik untuk membangkitkan potensial
aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel. Berbeda dengan sel saraf, otot
memiliki kontraktil yang digiatkan oleh potensial aksi. Protein kontraktil aktin dan
myosin, yang menghasilkan kontraksi, terdapat dalam jumlah sangat banyak di
otot. Urutan kejadian di dalam stimulus dan kontraksi pada otot meliputi
stimulus, kontraksi dan relaksasi.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :


1. Untuk mengetahui efek perangsang elektrik terhadap besarnya respon
kontraksi otot grastroknemus katak.
2. Untuk mengetahui efek perangsangan kimia terhadap kontraksi otot jantung
katak.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada acara kontaksi otot gastroknemus dan otot
jantung pada katak sawah (Fajervarya cancrivora) ini adalah katak sawah
(Fajervarya cancrivora), larutan ringer, dan larutan pilocarpine 1% dan 2%.
Alat-alat yang digunakan pada acara kontaksi otot gastroknemus dan otot
jantung pada katak sawah (Fajervarya cancrivora) ini adalah kimorgraf universal
lengkap dengan asesorinya, baki spesimen, pipet tetes, jarum dan benang, alat
pembedahan.

B. Cara Kerja

a. Pengukuran kontraksi otot jantung:


1. Kimograf universal lengkap dengan asesorinya disiapkan.
2. Katak dilemahkan dengan merusak otak dan spinal cordnya.
3. Dilakukan pembedahan bagian dada katak dari arah perut hingga jantung
katak terlihat. Detak jantung katak dihitung per 15 detik, dicatat dan dikali
4.
4. Dilakukan penyobekan selaput jantung katak atau membran pericardium.
5. Diteteskan 2 tetes larutan pilocarpine ke jantung katak . Detak jantung katak
dihitung per 15 detik, dicatat dan dikali 4.
b. Pengukuran kontraksi otot gastrinemus:
1. Kimograf universal lengkap dengan asesorinya disiapkan. Katak
dilemahkan dengan merusak otaknya.
2. Dibuat irisan melingkar pada kullit katak pada daerah pergelangan kaki.
Kulit disingkap hingga terbuka sampai lutut katak.
3. Otot gastroknemus dan otot lain dipisahkan. Tendon Achilles dipotong.
Larutan ringer diteteskan pada otot gastroknemus. Otot diikat pada assori
kimograf.
4. Amplitudo pemberian voltase 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 volt diamati. Setiap
perlakuan voltase dilakukan 10 kali kejutan. Skor rata-rata amplitudo
dihitung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Pengukuran Kontraksi Otot Jantung


Pilocarpine 1% Pilocarpine 2%
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

64 48
64 36
72 28
60 28
76 20

Tabel 3.2. Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus


Voltase Amplitudo

0 0

5 0

10 3; 2; 2; 0; 0; 0; 0; 0; 0; 0

15 5; 3; 3; 3; 2; 2; 0; 0; 0; 0

20 3; 2; 2; 3; 2; 2; 0; 0; 0; 0

25 4; 3; 2; 2;3; 0; 0; 0; 0; 0

Perhitungan Amplitudo Kontraksi Otot Gastroknemus


…..+ ⋯.+ ⋯+⋯.+ ⋯.+ ⋯.+ ⋯.+ ⋯.+ ⋯.+ ⋯..
Rumus: 𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 = 10
0
0 Volt: = 0 mm
0
0
5 Volt: = 0 mm
0
7
10 Volt: = 0,7 mm
10
18
15 Volt: = 1,8 mm
10
14
20 Volt: = 1,4 mm
10
14
25 Volt: = 1,4 mm
10
2
1.8
1.6
1.4
1.2
Amplitudo

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Voltase 0 Voltase 5 Voltase 10 Voltase 15 Voltase 20 Voltase 25
Grafik 3.1. Kontraksi Otot Gastroknemus
B. Pembahasan

Hasil yang didapat pada pengukuran kontraksi jantung dengan perlakuan


kontrol dan pemberian pilocarpine menunjukan adanya penurunan jumlah detak
jantung per 15 detik setelah pemberian larutan pilocarpine. Hasil tersebut
membuktikan bahwa larutan pilocarpine dapat memberi rangsangan untuk
mempercepat kontraksi otot jantung, namun melemahkan denyut jantung.
Pilokarpin bekerja sebagai reseptor agonis muskarinik pada sistem parasimpatik.
Reseptor muskarini ini dapat merangsang otot polos dan memperlambat denyut
jantung (Ketzung, 2001).
Hasil yang didapat dari pengukuran otot gastroknemus dengan menggunakan
alat Kimograf adalah dengan voltase 0 menyebabkan 0 amplitudo 0 mm, dengan
voltase 5 menyebabkan amplitudo 0 mm, dengan voltase 10 menyebabkan
amplitudo 0,7 mm, dengan voltase 15 menyebabkan amplitude 1,8 mm, dengan
voltase 20 menyebabkan amplitude 1,4 mm, dan dengan voltase 25 menyebabkan
amplitude 1,4 mm. Hasil pengukuran kontraksi otot gastroknemus tersebut kurang
sesuai dengan refrensi yang menyatakan bahwa semakin tingginya voltase maka
semakin tinggi pula kontraksi ototnya (Hadikastowo, 1982). Ketidaksesuaian
tersebut dapat disebabkan oleh alat Kimograf yang tidak berfungsi dengan baik
atau juga dapat disebabkan oleh faktor faktor lain yang mempengaruhi kontraksi
otot gastroknemus.
Otot hewan dapat dibedakan menjadi 2 menurut strukturnya, yaitu otot
seranlintang dan otot polos. Pertama yaitu otot polos. Jaringan otot polos bila
diamati di bawah mikroskop tampak polos atau tidak bergaris-garis. Otot polos
berkontraksi secara sistem dan di bawah pengaruh saraf otonom. Bila otot polos
dirangsang, reaksinya lambat. Otot polos terdapat pada saluran pencernaan,
dinding pembuluh darah, saluran pernafasan. Jaringan otot polos yang berperan
untuk kontraksi secara terus menerus dan tidak terlalu kuat, serta terdapat pada
organ-organ yang kecil seperti saluran pencernaan, saluran pembuluh darah, dan
saluran pembuluh reproduksi mempunyai struktur yang lebih halus dan berukuran
kecil (Campbell et al., 2002).
Vertebrata mempunyai 3 macam otot, otot-otot tersebut dapat dibedakan
menjadi 3 macam otot yaitu :
1. Otot Polos
Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos. Sel otot ini bentuknya seperti
gelendongan, dibagian tengan terbesar dan kedua ujungnya meruncing. Otot polos
memilki serat yang arahnya searah panjang sel tersebut miofibril. Serat
miofilamen dan masing-masing mifilamen teridri dari protein otot yaitu aktin dan
miosin. Otot ini bekerja secara tidak sadar atau kerja otot tidak dapat dikendalikan.
Otot polos bergerak secara teratur, dan tidak cepat lelah. Walaupun tidur, otot
masih mampu bekerja. Otot polos terdapat pada alat-alat dinding tubuh dalam,
misalnya pada dinding usus, dinding pembuluh darah, pembuluh limfe, dinding
saluran pencernaan, takea, cabang tenggorok, pada muskulus siliaris mata, otot
polos dalam kulit, saluran kelamin dan saluran ekskresi (Ville et al., 1988).
2. Otot Lurik
Sel-sel otot lurik berbentuk silindris atau seperti tabung dan berinti banyak,
letaknya di pinggir, panjangnya 2,5 cm dan diameternya 50 mikron. Sel otot lurik
ujungnya sel nya tidak menunjukkan batas yang jelas dan miofibril tidak homogen
akibatnya tampak serat-serat lintang. Kerja otot lurik dapat dikendalikan atau otot
lurik ini bekerja secara disadari. Otot lurik di bedakan menjadi 3 macam, yaitu :
otot rangka, otot lurik, dan otot lingkar. Otot-otot rangka mempunyai hubungan
dengan tulang dan berfungsi menggerakkan tulang. Otot ini bila di lihat di bawah
mikroskop, maka tampak susunannya serabut-serabut panjang yang mengandung
banyak inti sel, dan tampak adanya garis-garis terang di selingi gelap yang
melintang (Ville et al., 1988). Menurut Frontera & Ochala (2014), fungsi utama
dari otot rangka adalah mengubah energi kimia menjadi energi mekanik untuk
menghasilkan kekuatan dan kekuatan, mempertahankan postur, dan menghasilkan
gerakan yang mempengaruhi aktivitas, memungkinkan untuk berpartisipasi dalam
pengaturan sosial dan pekerjaan, mempertahankan atau meningkatkan kesehatan,
dan berkontribusi pada kemandirian fungsional.
3. Otot Jantung
Otot jantung merupakan otot “istimewa”. Otot ini bentuknya seperti otot
lurik perbedaanya ialah bahwa serabutnya bercabang dan bersambung satu sama
lain. Berciri merah khas dan tidak dapat dikendalikan kemauan. Kontraksi tidak
di pengaruhi saraf, fungsi saraf hanya untuk percepat atau memperlambat
kontraksi karena itu disebut otot tak sadar. Otot jantung di temukan hanya pada
jantung (kor), mempunyai kemampuan khusus untuk mengadakan kontraksi
otomatis dan gerakan tanpa tergantung pada ada tidaknya rangsangan saraf. Cara
kerja otot jantung ini disebut miogenik yang membedakannya dengan neurogonik
(Ville et al., 1988). Menurut Irawati (2015), otot jantung memiliki dua jenis sel
otot khusus jantung, yaitu: sel kontraktil dan sel otoritmik. Sel kontraktil otot
jantung melakukan kerja mekanis, yaitu memompa sedangkan sel otoritmik
mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk
kontraksi sel-sel pekerja.
Menurut Kimball (1991), sel-sel otot sama halnya seperti neuron, dapat
dirangsang secara kimiawi, listrik, dan mekanik untuk membangkitkan potensial
aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel. Berbeda dengan sel saraf, otot
memiliki kontraktil yang digiatkan oleh potensial aksi. Protein kontraktil aktin dan
myosin, yang menghasilkan kontraksi, terdapat dalam jumlah sangat banyak di
otot. Urutan kejadian di dalam stimulus dan kontraksi pada otot meliputi
stimulus, kontraksi dan relaksasi. Menurut Cavagna (2017), filamen aktin dan
myosin dikelompokkan dalam otot untuk membentuk fibril otot (myofibrils), yang
disusun sejajar satu sama lain dalam serat otot. Menurut Horie et al. (2017), pada
otot lurik dan otot jantung, aktin dan myosin nya memungkinkan kekuatan dan
gerakan yang akan dihasilkan ke arah sumbu filament, yang mana akan mengubah
energy kimia menjadi kerja mekanik.
Otot gastroknemus merupakan contoh dari otot rangka atau otot seran
lintang yaitu otot yang bertaut pada tulang yang berperan dalam menggerakan
tulang-tulang tubuh. Otot gastroknemus katak banyak digunakan dalam percobaan
fisiologi hewan karena otot tersebut peka terhadap rangsangan listrik. Otot ini
lebar dan terletak di atas fibiofibula serta disisipi oleh tendon tumit yang tampak
jelas (tendon Achillus) pada permukaan kaki (Djuhanda, 1982). Otot
gastroknemus ini salah satu otot yang terdapat pada bagian ekstrimitas posterior
katak yang memungkinkan katak untuk melompat. Otot gastroknemus terletak
pada bagian tibia dan merupakan jenis otot rangka yang melekat pada pertulangan
dan bekerja secara voluntary (dibawah kontrol kesadaran). Otot gastroknemus
katak memiliki respon yang sangat cepat terhadap stimulus dan mampu melompat
sangat jauh dengan tenaga yang sangat kuat terutama ketika ada pemangsa (Ville
et al., 1988).
Menurut Guyton (1991), tahap-tahap kontraksi otot secara berurutan dari
awal hingga akhir adalah sebagai berikut :
1. Pada serat otot, suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik
sampai pada ujungnya.
2. Pada setiap ujung, saraf mensekresi substansi neutransmiter yaitu asetilkolin
dalam jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka
saluran bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam membran
serat otot.
4. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk
mengalir ke bagian dalam membran serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa
ini akan menimbulkan suatu potensial aksi dalam serat otot.
5. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serat otot dalam cara yang
sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran saraf.
6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran serat otot pada tempat
dimana potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah
besar ion kalsium yang telah disimpan di dalam retikulum ke dalam miofibril.
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan tarik-menarik antara filamen aktin dan
miosin yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergerak bersama-sama dan
menghasilkan proses kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma (tempat ion-ion ini disimpan sampai potensial aksi otot yang barn
datang lagi). Pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi
otot terhenti.
Menurut Irawati (2015), Kontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya
potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel otot jantung. Jantung akan
berkontraksi secara ritmik, akibat adanya impuls listrik yang dibangkitkan oleh
jantung itu sendiri yang disebut “autorhytmicity”. Terdapat dua jenis khusus sel
otot jantung, yaitu: sel kontraktil dan sel otoritmik. Sel kontraktil melakukan kerja
mekanis, yaitu memompa, sedangkan sel otoritmik mencetuskan dan
menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel-sel
pekerja. Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki potensial
membran istirahat. Sel-sel khusus jantung tidak memiliki potensial membran
istirahat, tetapi memperlihatkan aktivitas “pacemaker” (picu jantung), berupa
depolarisasi lambat yang diikuti oleh potensial aksi apabila potensial membran
tersebut mencapai ambang tetap. Dengan demikian, timbulah potensial aksi secara
berkala yang akan menyebar keseluruh jantung dan menyebabkan jantung
berdenyut secara teratur tanpa adanya rangsangan melalui saraf.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot gastroknemus menurut
Hadikastowo (1982) antara lain :
1. Beban, Pemberian beban menyebabkan kontraksi otot menurun dari pada yang
tidak diberi beban.
2. Panjang otot , panjang otot yang lebih pendek dari pada normal atau lebih besar
dari pada normal maka tegangan aktif yang terjadi lebih sedikit sehingga
kontraksi otot menurun.
3. Tegangan (Voltase), semakin tinggi tegangan semakin tinggi pula kontraksi
otot.
4. Jumlah serabut individu, kekuatan kontraksi seluruh otot meningkat dengan
meningkatnya jumlah serabut individu yang berkontraksi.
Menurut Frandson (1992), kontraksi otot jantung dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
1. Treppe atau staircase effect adalah meningkatnya kekuatan kontraksi berulang
kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan berseling beberapa
detik. Pengaruh ini disebabkan karena konsentrasi ion Ca2+ didalam serabut
otot yang meningkatkan aktivitas miofibril.
2. Summasi berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan
kekuatan yang berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan
(summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang).
3. Tetani yaitu peningkatan frekuensi stimulus dengan cepat sehingga tidak ada
peningkatan frekuensi.
4. Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.
5. Rigor dan rigor mortis adalah apabila sebagian besar ATP dalam otot telah
dihabiskan, sehingga kalsium tidak ada lagi dapat dikembalikan ke RE
sarkoplasma.
Larutan yang digunakan pada praktikum ini adalah larutan ringer dan
larutan pilocarpine. Menurut Pewhom et al. (2014), digunakannya larutan ringer
bertujuan untuk menjaga struktur kasar suatu organ yang akan diamati. Tujuan
menjaga struktur pada organ yang akan diamati adalah agar mempermudah proses
pengamatan. Larutan pilocarpine yang digunakan untuk pengukuran kontraksi
otot jantung berfungsi sebagai stimulus kimiawi yang mempercepat kontraksi dan
melemahkan denyut jantung.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan:


1. Respon kontraksi otot gastroknemus katak terhadap rangsangan elektrik akan
semakin besar seiring dengan stimulus tegangan (voltase) yang diberikan.
2. Respon kontraksi otot jantung katak terhadap rangsangan kimiawi (pilocarpine)
adalah mempercepat kontraksi otot jantung namun melemahkan denyut jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., Reece, J. B. & Mitchell, L. G., 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Cavagna, G., 2017. Functional Anatomy of Muscle. Physiological Aspects of Legged
Terrestrial Locomotion, 1(2), pp. 25–34.
Djuhanda, T., 1982. Pengantar Anatonomi Perbandingan Vertebrata I. Jakarata:
Erlangga.
Frandson, R. D., 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Frontera, W. R., & Ochala, J., 2014. Skeletal Muscle: A Brief Review of Structure and
Function. Calcified Tissue International, 96(3), pp. 183–195.
Guyton. A.C., 1991. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hadikastowo., 1982. Zoologi Umum. Bandung: Penerbit Alumni Press.
Horie, M., Yoshioka, N., & Takebayashi, H., 2017. BPAG1 in Muscles: Structure and
Function in Skeletal, Cardiac and Smooth Muscle. Seminars in Cell &
Developmental Biology, 69, pp. 26–33. doi:10.1016/j.semcdb.2017.07.016
Irawati, L., 2015. Aktivitas Listrik pada Otot Jantung. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2),
pp. 596-599.
Ketzung,B.G., 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Salemba Medika:
Jakarta.
Kimbal, J. W., 1991., Biologi. Jakarta: Erlangga.
Hill, R. & Wyse. 1989. Animal Physiology Second Edition. USA: Harper Collins
Publisher.
Pewhom, A., Chumnanpuen, P., Muikham, I., Chatchavalvanich, K., & Srakaew, N.,
2014. Histomorphological Studies of the Testis and Male Genital Ducts of
Supachai’s Caecilian, Ichthyophis Supachaii Taylor, 1960 (Amphibia:
Gymnophiona). Acta Zoologica, 97(1), pp. 76–89.
Ville, C.A., Walker, W.F., & Barnes, R.D., 1988. General Zoology. Philadelphia:
W.B. Saunders Company.

Anda mungkin juga menyukai