Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari hari stress tidak dapat dihindari individu,

dikarenakan stress merupakan faktor penyebab penyakit dan sekaligus stress

juga dapat terjadi akibat dari gangguan penyakit, stress juga merupakan

bentuk reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban yang bersifat non

spesifik, Apabila tuntutan diluar dari kemampuan seseorang maka keadaan

ini dapat dinamakan distress. (Yosep & Sutini, 2016).

Penyakit kronis disebabkan karena bertambah beratnya penyakit yang

dapat berdampak pada gangguan psikologis penderita penyakit kronis

diantaranya penderita Nampak bingung, merasa menderita, bingung, serta

penderita menjadi pasif (Purwaningsih & Karlina, 2010).

Dari data WHO tahun 2008 dalam Ember 2011 menyebutkan bahwa

63 % kematian akibat penyakit kronis dari seluruh jumlah kematian di dunia

dan merupakan masalah kesehatan utama yang dihadapi manusia. Centers for

Disease Control (CDC) (2013) melaporkan di Amerika penyakit kronik

adalah penyebab utma kematian dan kecacatan. Angka kematian penyakit ini

sekitar 70%, yang merupakan 1,7 juta setiap tahun.

Di Indonesia sendiri menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (2013),

melaporkan jumlah kasus penyakit kronis cukup tinggi hal ini dapat dilihat
dari jumlah penderita penyakit kronis yakni sebanyak 129.663.808 (52,11 %)

dari total jumlah penduduk Indonesia.

Sementara itu penderita penyakit kronis di provinsi Sulawesi Selatan

menurut laporan P2PL (Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan)

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014, melaporkan

sebanyak 1.593.059 (18,89%) penderita penyakit kronis dari total penduduk

Sulawesi selatan.

Prevalensi penderita penyakit kronis di RSUD H.A.Sulthan Dg Radja

Kabupaten Bulukumba dari tahun 2015 hingga tahun 2017 terus meningkat,

pada tahun 2015 penderita penyakit kronis sebanyak 6.915 (1,61 %), pada

tahun 2016 meningkat menjadi 10.189 (2,54 %), dan pada tahun 2017 jumlah

penderita penyakit kronis terus meningkat menjadi 12.655 (3,14 %) dari total

penduduk Kabupaten Bulukumba.

Hasil penelitian sebelunya yang dilakukan oleh M. Fais Satrianegara

tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Tingkat Depresi,

Kecemasan, Stres, Dan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Kronis Di Kota

Makassar” menggunakan metode survey analytical dengan pendekatan cross

sectional study, serta pengambilan data menggunakan kuesioner mengenai

religiusitas, keadaan fungsional tubuh, keadaan jiwa dan perasaan pasien

dalam menghadapi penyakitnya., menyimpulkan bahwa dari hasil penelitian

dan pembahasan tingkat pengaruh religiusitas terhadap tingkat stress

penderita penyakit kronis di Kota Makassar 2013,. Berdasarkan nilai P yang

dapat dilihat pada nilai value adalah 0,232 yang membuktikan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan tingkat stres

penderita penyakit kronis karena nilai P > 0,05 dengan kekuatan korelasinya

sebesar 0,449 artinya tingkat religiusitas memiliki pengaruh yang sedang

terhadap tingkat stress penderita penyakit kronis.

Dalam penelitian lain sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmawati

dan Budi Novi tahun 2017 “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Manajemen

Stres Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi” menggunakan metode

quasi experiment dengan rancangan time series design, instrumen yang

dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

spigmomanometer ABN, lembar observasi tekanan darah. Instrumen

berikutnya adalah leaflet tentang pendidikan kesehatan manajemen stress

berupa MMT. Uji bivariat menggunakan uji non parametrik yaitu uji

wilcoxon match pair test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh

pendidikan kesehatan manajemen stres terhadap perubahan tekanan darah

penderita hipertensi di Desa Sugihan Kecamatan Toroh dibuktikan dengan uji

Wilcoxon nilai p value sebesar 0,003 < 0,05 pada level signifikansi 95%. Data

ini memperlihatkan adanya perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah

diberikan pendidikan kesehatan manajemen stres.

Berdasarkan uraian data tersebut peneliti tertari melakukan penelitian

“Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat

Stress Pada Pasien Penyakit Kronis di RSUD H.A.Sulthan Dg Radja

Bulukumba”.
B. Rumusan Masalah

Prevalensi penderita penyakit kronis di Kabupaten Bulukumba dari

tahun 2015 hingga tahun 2017 terus meningkat, pada tahun 2015 penderita

penyakit kronis sebanyak 6.915 (1,61 %), pada tahun 2016 meningkat

menjadi 10.189 (2,54 %), dan pada tahun 2017 jumlah penderita penyakit

kronis terus meningkat menjadi 12.655 (3,14 %) dari total penduduk

Kabupaten Bulukumba.

Stress adalah ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan

sehari-hari, karena disebabkan oleh suatu reaksi fisik dan psikis terhadap

setiap tuntutan kehidupan, stress juga dapat menjadi faktor pencetus dan

penyebab penyakit dan stress terjadi akibat dari penyakit. Salah satu penyakit

penyebab stress adalah penyakit kronis. Penyakit kronis adalah penyakit yang

berlangsung lama dapat terjadi sampai bertahun-tahun, dan keadaan ini akan

berdampak pada penyakit yang akan semakin bertambah berat, menetap dan

sering kambuh. Olehnya itu diberikan pendidikan kesehatan dalam merubah

pola fikir penderita penyakit kronis. Pendidikan kesehatan membutuhkan

pemahaman yang mendalam karena melibatkan beberapa istilah dan konsep

seperti perubahan perilaku dan proses pendidikan dalam upaya utuk merubah

perilaku seseorang, kelompok dan masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merumuskan masalah

apakah ada Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan

Tingkat Stress Pada Pasien Penyakit Kronis di RSUD H.A.Sulthan Dg Radja

bulukumba?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan

Tingkat Stress Pada Pasien Penyakit Kronis di RSUD H.A.Sulthan Dg

Radja Bulukumba.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya faktor-faktor penyebab stress pada pasien penyakit

kronis di RSUD H.A.Sulthan Dg Radja Bulukumba.

b. Diketahuinya gejala dan penangan dari sress stress pada pasien

penyakit kronis di RSUD H.A.Sulthan Dg Radja Bulukumba.

c. Diketahuinya manfaat dari pendidikan kesehatan Terhadap

Penurunan Tingkat Stress Pada Pasien Penyakit Kronis di RSUD

H.A.Sulthan Dg Radja Bulukumba.

d. Diketahuinya penyakit kronis dan pencegahan penyakit kronis di

RSUD H.A.Sulthan Dg Radja Bulukumba.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis dapat menjadi acuan pada

penelitian selanjutnya tentang pendidikan kesehatan, stress serta

penyakit kronis,
2. Manfaat Aplikatif

Manfaat penelitian ini secara aplikatif kedepannya bagi tenaga

kesehatan utamanya perawat dapat menjalankan fungsi dan tanggung

jawab sebagai edukator dalam rangka terwujudnya pemberian asuhan

keperawatan profesional kepada klien.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Stress

1. Pengertian stress

Stress merupakan faktor penyebab penyakit dan sekaligus stress

juga dapat terjadi akibat dari gangguan penyakit, stress juga merupakan

bentuk reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban yang bersifat

non spesifik, Apabila tuntutan diluar dari kemampuan seseorang maka

keadaan ini dapat dinamakan distres. (Yosep & Sutini, 2016).

2. Faktor-faktor penyebab stress

Dalam penelitian Widakdo & Besral, (2013) yang berjudul “Efek

Penyakiy kronis Terhadap Gangguan Mental Emosional” menyimpulka

bahwa resiko gangguan mental mempunyai riwayat keluarga dengan

gangguan jiwa, pendidikan rendah, perokok dan peminum alkohol, jenis

kelamin perempuan, tidak bekerja, janda/duda yang cerai mati atau cerai

hidup, dan kelompok lansia diatas 55 tahun.

Kondisi stress dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, dalam

istilah lain disebut stressor. Stressor adalah individu atau objek atau

keadaan yang dapat menimbulkan stress. Secara umum penyebab stress

dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stressor fisik, sosial, dan psokologis.
a. Stressor fisik

Bentuk dari stressor fisik adalah panas dan dingin (suhu),

polusi udara, suara bising, bahan kimia (obat-obatan), dan

keracunan.

b. Stressor sosial

1) Stress sosial, pilotik dan ekonomi,misalnya tingkat inflasi yang

tinggi, pajak yang tinggi, tidak ada pekerjaan, kejahatan dan

perubahan teknologi yang cepat.

2) Keluarga, misalnya pesan seks, cemburu, iri, kematian anggota

keluarga, perbedaan gaya hidup dengan pasangan atau keluarga,

dan masalah keuangan.

3) Jabatan dan karir, misalnya hubungan yang tidak baik dengan

teman sejawat dan atasan, pelatihan atau aturan kerja, serta

kompetisi dengan teman.

4) Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya pelayanan

yang buruk, hubungan sosial yang buruk serta harapan social

yang terlalu tinggi.

c. Stressor psokososial

1) Frustasi

Frustasi adalah adanya hambatan sehingga tidak tercapainya

keinginan atau tujuan.


2) Ketidak pastian

Apabila seseorang merasa selalu bingung dan tertekan, rasa

bersalah perasaan hkhawatir dan inferior serta sering berada

dalam keraguan dan merasa tidak pasti mengenai masa depan

dan pekerjaannya (Priyoto, 2014).

Penyakit fisik atau cidera juga merupakan faktor penyeban

terjadinya stress. Stress yang dapat yang dapat menimbulkan kecemasan

dan depresi adalah penyaki, kecelakaan, aborsi, pembedahan atau operasi

dan lain sebagainya. Dalam hal penyakit yang dapat menimbulkan

kecemasan dan depresi adalah penyakit kronis, janntung kangker dan

sebagainya (Yosep & Sutini, 2016).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sitepu, 2014 yang berjudul

“Hubungan Intensitas Nyeri Dengan Stress Pasien Penyakit Fraktur Di

Rumah Sakit” menyimpulkan bahwa adanya hubungan dengan kekuatan

sedang antara intensitas nyeri dengan stress pasien fraktur. Uraian

tersebut menandakan bahwa stress akan bertambah tinggi apabila

intensitas nyeri juga tinggi begitupun sebaliknya jika stress semakin

ringan maka nyeri yang dirasakan akan berkurang.

3. Gejala tress

Gejala stress terbagi atas dua bagian, yaitu :


a. Gejala fisik

Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering pada stress

adalah sakit kepala, mual, nyeri dada, jantung berdebar, sukar tidur

dan lelah.

b. Gejala psikis

Gangguan psikis yang dapat timbul adalah cepat marah, tidak

mampu berkonsentrasi, raksi berlebihan sepele, tidak mampu

menyelesaikan tugas,tidak tahan terhadap suara dan gangguan lain,

tidak mampu santai pada saat yang tepat, serta emosi tidak terkendali

(Priyoto, 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh

widiani dkk, (2013). Gejala stress salah satunya adalah gejala fisik

(physical symtoms), seperti lemas, detak jantung meningkat, nyeri

punggung, pegal, sakit kepala, ketegangan otot, hipertensi dan

gangguan pernafasan.

4. Tahapan stress

Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari

karena proses timbulnya stress memerlukan waktu yang cukup lama, dan

baru dirasakan bila tahapan-tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu

fungsi kehidupan sehari-hari, pergaulan lingkungan sosialnya ataupun

tempat kerja. Tahapan-tahapan stress dapat dikenali sebagai berikut :


a. Tahap I

Tahap ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan

biasanya disertatai perasaan-perasaan sebagai berikut :

1) Semangat yang besar.

2) Energi dan gugup berlebihan sehingga mampu menyelesaikan

pekerjaan lebih dari biasanya.

3) Penglihatan tajam tidak seperti biasanya.

Pada tahapan ini biasanya menyenangkan seseorang

untuk ertambah semangat namun cadangan energinya berkurang

tanpa disadari.

b. Tahap II

Pada tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan karena cadangan energinya

berkurang dan tidak mencukupi. Keluhan yang dapat timbul sebagai

beikut :

1) Letih dirasakan ketika bangun pagi.

2) Setelah makan siang merasakan kelelahan.

3) Merasakan gangguan pencernaan, dan kadang jantung terasa

berdebar.

4) Perasaan tidak bisa santai.

5) Perasaan tegang pada otot-otot tengkuk dan punggung.

c. Tahap III
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai

dengan gejala-gejala sebagai beriikut:

1) Gangguan pada usus lebih terasa.

2) Otot-otot lebih terasa tegang.

3) Perasaan tegang semankin meningkat.

4) Gangguan pada tidur.

5) Perasaan akan pingsan.

Pada tahap ini penderita harus berkonsultasi kedokter,

kecuali beban dan tuntutan dapat dikurangi, beristirahat dan

relaksasi guna memulihkan kembali energi.

d. Tahap IV

Pada tahap ini keadaan yang lebih buruk yang ditantai

dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Sangat sulit untuk bertahan sepanjang hari.

2) Kegiatan yang menyenangkan menjadi sangat sulit.

3) Gangguan tidur bertambah parah.

4) Konsentrasi semakin menurun.

5) Perasaan takut secara tidak jelas.

6) Perasaan negativistik.

e. Tahap V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari

tahapan IV dengan ciri-ciri sebagai berikut:


1) Keletihan yang mendalam.

2) Kurang mampu mengerjakan sederhana.

3) Lebih sering mengalami gangguan sistempencernaan.

4) Peerasaan takut semakin bertambah.

f. Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan

gawat darurat. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup parah dari

tahapan sebelumnya, dengan ciri sebagai berikut :

1) Jantung berdebar amat kencang, hal ini disebabkan zat adrenalin

yang dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi dalam

peredaran darah.

2) Sesak nafas.

3) Badan gemetar, keringat bercucuran, dan tubuh dingin.

4) Aktifitas ringan tidak dapat dilakukan lagi (Yosep & Sutini,

2016).

5. Tingkat dan bentuk stress

Dalam kehidupan stress sudah menjadi bagian dari hidup

masyarakat, manusia biasa pasti pernah merasakan stress. Stress sudah

menjadi hal yang manusiawi selama tidak berlarut-larut berkepanjangan.

Berdasarkan gejala yang telah dipaparkan, stress dibagi menjadi tiga

tingkatan yaitu :
a. Stress ringan

Stress ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang

secara teratur, seperti kemacetan lalu-lintas, krtikan dari atasan,

terlalu banyak tidur, keadaan seperti ini biasanya berlansung selama

bebrapa menit atau beberapa jam. Stressor ringan biasanya tidak

disertai dengan timbulnya gejala.

Ciri-ciri dari stress ringan yaitu energy meningkat namun

cadangan enrgi berkurang, merasa letih tanpa sebab, perasaan tidak

santai, semangat meningkat, penglihatan tajam, kemampuan

menyelesaikan pelajaran menigkat, Serta kadang-kadang terjadi

gangguan pencernaan. Stress yang ringan dapat berguna karena

dapat memicu seseorang untuk berusaha dan berfikir positf.

b. Stress sedang

Stress sedang dapat berlangsung lebih lama dari beberapa

jam hingga menjadi beberapa hari. Situasi perselisihan yang tidak

kunjung teratasi dengan teman, anak yang sakit, kerinduan akan

anggota keluarga merupakan penyebab stress. Ciri-ciri dari stress

sedang ialah sakit perut, mules, badan terasa dingin, gangguan tidur,

perasaan tegang dan otot-otot tegang.

c. Stress berat

Stress berat adalah situasi yang lama dirasakan seseorang

dalam kurun waktu beberpa minggu hingga beberapa bulan, seperti

berpisah dengan keluarga, perselisihan perkawinan secara terus


menerus, kesulitan dalam keuangan, berpinda tempat tinggal,

menderita penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik, gangguan

psikologis, dan sosial pada usai lanjut. Kemampuan untuk

menyelesaikan tugas perkembangan dapat dipengaruhi akibat stress

yang berkepanjangan. Ciri-cirinya yaitu, sulit untuk tidur, sulit

dalam beraktivitas, penurunan konsentrasi, perasaan takut tidak

jelas, gangguan hubungan sosial, mudah letih, serta tidak mampu

melakukan pekerjaan sederhana (Priyoto, 2014)

6. Dampak stress

Dampak stress dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu : dampak

fisiologik, dampak psikologik, dan dampak perilaku.

a. Dampak fisiologik

Secara fisik orang yang mengalami stress juaga mengalami

sejumlah gangguan fisik seperti : kram pada otot, pusing, mudah

masuk angin, mengalami kegemukan atau kurus, penyakit yang lebih

serius seperti penyakit kardiovaskular dan sebagainya.

1) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu system

tertentu, seperti : otot tertentu mengencang atau melemah,

kerusakan jantung dan arteri, gastritis dan diarrhea.

2) Gangguan pada system reproduksi, seperti : tertahannya

mentruasi, hilangnya gairah seks, impotensi pada pria, kurang

semen pada pria, serta kegagalan ovulasi pada wanita.


b. Dampak psikologik

Dampak psikologik yang dapat timbul akibat stress, yaitu :

1) Mudah letih, emosi tidak terkontrol, dan jenuh

2) Pencapaian individu menurun, sehingga berakibat pula pada

rasa sukses dan rasa kompeten.

c. Dampak perilaku

Dampak perilaku yang dapat timbul akibat stress, yaitu :

1) Level stress yang cukup tinggi akan berdampak pada

kemampuan untuk mengingat informasi, mengamnil langkah

cepat, dan mengambil keputusan.

2) Tingkahlaku tidak dapat diterima oleh masyarakat (Priyoto,

2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Umar dkk, 2017 yang

berjudul “ Hubungan Stress Dengan Citra Tubuh Pada Pasien Diabetes

Mellitus Tipe II Di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado”

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebaigian besar

responden mengalami stress dan citra tubuh. Yang berarti ada hubungan

antara stress dengan citra tubuh pada penderita diabetes mililitus tipe II

di Rumah Sakit Pancaran Kasih. Hal ini membuktikan bahwa stress akan

berdampak pada citra tubuh.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari Dkk, 2013

yang berjudul “Hubungan Tingkat Stress Dan Strategi Koping Pada

Pasien Yang Menjalani Hemodialisa” menyimpulkan bahwa terdapat


hubungan yang bermakna antara tingkat stress dan strategi koping pada

pasien yang menjalani hemodialisa. Dari hasil penelitian ini sehingga

dapat dianalisa oleh peneliti bahwa jika stress terjadi akan berdampak

pada strategi koping apabila. Apabila semakin baik strategi koping yang

dimiliki seseorang maka akan semakin mudah menghadapi stress

7. Adaptasi stress

Adaptasi stress adalah perubahan dalam anatomi, fisiologis dan

psikologis didalam seoarang individu sebagai reaksi terhadap stress.

a. Adaptasi seara fisiologis

Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian tubuh secara alamiah

untuk mempertahankan bkeseimbangan dan berbagai faktor yang

mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang, contohnya ketika

kuman penyebab penyakit masuk kedalam tubuh maka secara

fisiologis tubuh akan berusaha untuk mempertahankan kekebalan

tubuh untuk melawan kuman penyebab penyakit.

b. Adaptasi ssecara psikologis

Adaptasi psikologis adalah proses penyesuaian secara psikologis

akibat sresor yang ada., dengan memberikan mekanisme pertahanan

diri dengan harapan dapat melindungi diri dari serangan tidak

menyenangkan. Dalam adaptasi secara psikologis terdapat dua cara

untuk mempertahankan diri dari stressor, yang dikenal dengan

problem solving strategi dan ego oriented untuk mekanisme


pertahanan diri dengan cara melakukan penanganan atau koping

diantaranya berorientasi pada tugas.

c. Adaptasi budaya

Mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuaian

yang sesuia dengan norma yang berlaku dimasyarakat, berkumpul

dalam masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan

bagian dari adaptasi social budaya (Priyoto, 2014).

8. Penangan stress

Berikut ini beberapa penelitian yang akan menjelaskan tentang

penanganan dari stress :

a. Dalam penelitian lestari 2011 yang berjudul “Pengaruh Pelatihan

Tawa Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada Lanjut Usia (Lansia)

Yang Tinggal Di Panti Werdha Hargo Dedali” Dari hasil penelitian,

didapatkan kesimpulkan bahwa ada pengaruh pelatihan tawa

terhadap penurunan tingkat stres pada lansia yang tinggal di panti

werdha. Ini membuktikan bahwa pelatihan tawa akan menurunkan

tingkat stress pda seseorang.

b. Penangan stress yang kedua dijelaskan dalam penelitian yang

dilakukan oleh Rahayu Dan Suhayat, (2011) yang berjudul

“Hubungan Olahraga Rekreasi Dan Penurunan Tingkat Stres

Mahasiswa Ilmu Keolahragaan” menyimpulkan bahwa Terdapat

hubungan yang positif dan sigifikan antara Olahraga rekreasi dan

penurunan tingkat stres mahasiswa. Penelitian ini membuktikan


semakin giat seseorang dalam olahraga maka akan semakin

mendukung untuk menurunkan stess yang dialami seseorang.

c. Penanganan stress yang ketiga dijelaskan dalam penelitian Kholidah,

(2012) yang berjudul “Berpikir Positif untuk Menurunkan Stres

Psikologis” dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa pelatihan

berpikir positif efektif untuk menurunkan tingkat stres pada

mahasiswa, bahwasanya seseorang yang berfikir positif maka akan

menurunkan tingkat stress seseorang .

d. Penanganan stress yang ke empat dijelaskan dalam penelitian

Magfirah dkk, (2014) dengan judul “Relaksasi Otot Progresif

Terhadap Stres Psikologis Dan Perilaku Perawatan Diri Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2” penelitian ini meyimpulkan bahwa ada

pengaruh antara relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat

strss, penelitian ini membuktikan bahwa pemberian relaksasi otot

progresif akan menurunkan stress.

e. Penanganan stress selanjutnya dijelaskan dalam penelitian yang

dilakukan oleh segarahayu, (2013) yang berjudul “Pengaruh

Manajemen Stres Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada

Narapidana Di Lpw Malang” menyimpulkan bahwa manajemen

stress tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat stress dapat

dilihat dari skor pre tes dan post tes yang tidak mengalami

perubahan. Penelitian ini membuktikan bahwa manajemen stress

tidak efektif untuk menurunkan stress. Namun penelitian ini tidak


sejalan yang dilakukan oleh Santosa dkk, (2016) dengan judul

“Pengaruh Teknik Manajemen Stress Terhadap Penurunan Tingkat

Stress Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Puspakarma

Mataram” kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh

manajemen stress terhadap penurunan tingkat stress. Penelitian ini

membuktikan bahwa manajemen stress efektif untuk menurunkan

tingkat stress.

f. Dalam penelitian Satrianegara, (20140 dengan judul “Pengaruh

Religiusitas Terhadap Tingkat Depresi, Kecemasan, Stres, Dan

Kualitas Hidup Penderita Penyakit Kronis Di Kota Makassar”

menyimpulkan bahwa religiulitas dapat berpengaruh terhadap

tingkat stress penderita penyakit kronis. Penelitian ini membuktikan

bahwa semakin baik religiulitas seseorang maka akan semakin

memperbaiki tingkat stress pasien penyakin kronis.

g. Penganan stress dalam penelitian Wiastuti, (2017) yang berjudul

“Pengaruh Diabetes Self Management Education And Support

(DSME/S) Terhadap Stres Pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe

2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember”

menyimpulkan ada pengaruh diabetes self management terhadap

penuruna tingkat stress, penelitian ini membuktikan bahwa diabetes

self management efektif diberikan untuk menurunkan tingkat stress.


B. Tinjauan Teori Tentang Penyakit Kronis

1. Pengertia penyakit kronis

Penyakit kronis disebabkan karena bertambah beratnya penyakit

yang dapat berdampak pada gangguan psikologis penderita penyakit

kronis diantaranya penderita Nampak bingung, merasa menderita,

bingung, serta penderita menjadi pasif (Purwaningsih & Karlina, 2010).

2. Sifat penyakit kronis

Sifat penyakit kronis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Progresi

Progresi adalah penyakit kronis yang semakin lama akan bertambah

parah.

b. Menetap

Penyakit akan menetap pada individu Setelah seseorang terserang

penyakit.

c. Kambuh

Penyakit kronik dapat hilang sewaktu-waktu dalam kondisi yang

sama karena penyakit kronis bersifat hilang timbul (Purwaningsih &

Karlina, 2010).

3. Dampak penyakit kronis

Dampak penyakit kronis dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :

a. Dampak Psikologi

Dampak pada penyakit kronis dapat dimanifestasikan sebagai

perubahan perilaku, seperti :


1) Klien menjadi pasif

2) Tergantung

3) Kekanak-kanakan

4) Merasa tidak aman

5) Bingung

6) Merasa menderita

b. Dampak somatik

Dampak somatik keluhan yang dirasakan sesuai dengan keadaan

penyakitnya.

c. Dampak terhadap gangguan seksual

Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan

organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap

fungsi seksual).

d. Dampak terhadap gangguan aktivitas

Dampak inni akan berpengaruh pada kehdupan sosisal sehingga

hubungan social dapat terganggu baik sebagian maupun secara

keseluruhan (Purwaningsih & Karlina, 2010)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh setyowati (2015) mengutip

bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita

penyakit penyakit kronis, jika wanita dengan penyakit kronis maka

kualitas hidupnya lebih rendah daripada laki-laki.


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronis

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit kronis, yaitu :

a. Beratnya penyakit.

b. Persepsi terhadap situasi.

c. Tersedianya dukungan sosial.

d. Keperibadian dan tempramen.

e. Tindakan lingkungan dan sikap.

f. Fasilitas kesehatan yang tersedia (Purwaningsih & Karlina, 2010).

5. Respon klien terhadap penyakit kronik

Penyakit kronis dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon

bio, psiko, sosial dan spiritual meliputi respon kehilangan. Respon

kehilangan yang dimaksud , yaitu :

Kehilangan kesehatan.

a. Kehilangan kemandirian.

b. Kehilangan situasi

c. Kehilangan rasa nyaman.

d. Kehilangan fungsi fisik

e. Kehilangan fungsi mental

f. Kehilangan konsep diri

g. Kehilangan peran dan kelompok (Purwaningsih & Karlina, 2010).

Penjelasan tersebur tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Bestari dan Wati, (2016) dengan judul “ Penyakit Kronis

Lebih Dari Menimbulkan Peningkatan Perasaan Cemas Pada Lansia Di


Kecamatan Cibinong”, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara jumlah penyakit kronis terhadap tingkat kecemasan

lansia. Hal ini membuktikan bahwa penyakit kronis dapat mempengaruhi

tingkat kecemasan seseorang.

Dampak penyakit kronis dalam penelitian Dewi (2016) dengan

judul “Pengalaman mahasiswa dengan penyakit kronik dalam belajar di

unuvesitas unggul”, dari hasil penelitian yang dilakukan dapat

diidentifikasikan beberapa perubahan yang dapat terjadi yakni,

perubahan fisik perubahan psikologis dan perubahan sosial.

C. Tinjauan Teori Tentang Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah upaya untuk memberikan kepada

individu, kelompok dan masyarakat berupa informasi dan keterampilan

yang berkaitan dengan kesehatan (Induniasih & Ratna, 2017).

Menurut Notoadmodjo (2007) pendidikan kesehatan adalah

memelihara dan meningkatkan kesehatannya dan tidak hanya

mengkaitkan diri pada peningkatan pengetahuan sikap dan praktik serta

promosi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat saja.

Tetapi juga dapat meningkatkan atau memperbaiki lingkunagan dalam

rangka memelihara dan dan meningkatkan kesehatan mereka (Setiawan

HP, et al., 2014).


2. Tujuan pendidikan kesehatan

Menurut WHO tahun 1954 menyatakan bahwa tujuan pendidika

kesehatan adalah untuk mengubah perilaku masyarakat dibidang

kesehatan. Perilaku dapat dirinci menjadi beberapa hal karena perilaku

mencakup hal yang luas. Tiga tujuan pendidikan keehatan menurut

Maulana tahun 2009, yaitu :

a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang menjadi nilai

dimasyarakat. Oleh karena itu, untuk menjadikan hidup sehat

menjadi kebiasaan hidup sehari-hari, pendidik kesehatan harus

bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup sehat kepada

individu kelompok dan masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu mandiri atau kelompok dalam

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

c. Mendorong pengembangan dan penggunaan pelayanan kesehatan

secara yang ada secara tepat (Induniasih & Ratna, 2017).

3. Sasaran dan ruang lingkup pendidikan kesehatan

Menurut Maulana (2009) menyebutkan bahwa sasaran

pendidikan kesehatan adalah masyarakat umum dengan berorientasi pada

individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual, kelompok

tertentu, masyarakat pedesaan,

4. Perencanaan program pendidikan kesehatan

Kegiatan utama dalam usaha kesehatan masyarakat adalah

perencanaan program. Pendidikan kesehatan menjadi cara tepat


membantu masyarakat mengerjakan dan mempelajari apa harus

dikerjakan sendiri untuk mencapai derajat kesehatan lebih baik.

Langkah-langkah perencanaan yang dapat diterapkan oleh para pendidik

kesehatan sebagai berikut:

a. Analisis sasaran atau menentukan prioritas pengajaran.

b. Menentukan identitas pelajaran.

c. Pendidik kesehatan harus mengetahui dan menentukan tujuan.

d. Menentukan isi materi.

e. Kegiatan belajar mengajar.

f. Menentukan metode.

g. Alat dan sumber pelajaran.

h. Menetukan evaluasi (Induniasih & Ratna, 2017).

5. Metode pendidikan kesehatan

Metode pendidikan kesehatan adalah tata cara untuk

menyampaikan pendidikan kesehatan kepada sasaran, yakni sebagai

berikut :

a. Metode pendidikan individual

Metode pendidikan individual terbagi atas dua, yakni : bimbingan

dan penyuluhan dan wawancara.

b. Metode pendidikan kelompok

Pada metode pendidikan kelompok terbagi atas dua, yaitu :

pendidikan kelompok besar berupa ceramah dan seminar, dan


kelompok kecil berupa diskusi kelompok dan bermain peran

(Setiawan HP, et al., 2014)

6. Alat bantu pendidikan kesehatan

Alat bantu pendidikan kesehatan adalah alat-alat perlengkapan

yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan. Alat atau biasa disebut

dengan peraga yang merupakan alat bantu atau benda yang dapat diamati,

diraba atau dirasakan, dan didengar oleh alat indera manusia. Alat praga

berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan atau memperagakan uraian

yang disampaikan secara lisan oleh penyuluh guna membantu proses

belajar mengajar. Agar mudah dipahami dan diterima oleh sasaran.

Terdapat tiga alat bantu secara garis besar yaitu sebagai berikut:

a. Alat bantu lihat yang berguna dalam membantu menstimulasi indra

mata. Alat ini terdapat dua bentuk, yakni : alat yang dapat

diproyeksikan dan alat yang tidak diproyeksikan.

b. Alat dengar adalah alat yang membantu menstimulasi indra

pendengar pada saat penyampaian pendidikan kesehatan, misalnya

piringan hitam, radio, pita suara dan sebagainya

c. Alat bantu lihat dan dengar adalah perpaduan antara alat bantu lihat

dan alat bantu dengar, seperti televisi atau bentuk media video

lainnya (Setiawan HP, et al., 2014).

7. Media pendidikan kesehatan

Media pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga bagian :

media cetak, media elektronik, media papan.


a. Media cetak biasanya menggunakan : booklet, leaftlet, flyer, flip

chart, rubrik atau tulisan tulisan, poster dan foto.

b. Media elektronik biasanya menggunakan : televise, radio, slide,

filem strip.

c. Media papan pada media ini biasanya dipasang ditempat tempat

umum dapat dipakai diisidengan pesan pesan informasi mengenai

kesehatan.

8. Manfaat pendidikan kesehatan

Manfaat pendidikan kesehatan diantaranya :

a. Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan seperti

dijelaskan dalam beberapa penelitian berikut :

1) Dalam penelitian Utari dkk, (2014) dengan judul “Efektifitas

Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan

Keluarga Tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut”

menyimpulkan, bahwa ada perbedaan pengetahuan sebelum dan

sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Oleh karena itu

pendidikan kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan

sesorang.

2) Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Mardhiah dkk, (2015) dengan judul “ Pendidikan

Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengetahuan Sikap Dan

Keterampilan Keluarga Dengan Hipertensi” menyimpulkan


bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

peningkatan pengetahuan.

3) Menurut setyowati (2014) dengan judul “Efektitivitas

Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Peningkatan

Pengetahuan Remaja Di SMK Islam Wijaya Kusuma Jakarta

Selatan” menyimpulkan bahwa ada kefektifan pendidikan

kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan.

4) Menurut Hadi P, (2015) dengan judul penelitian “Efektivitas

pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan

keluarga tentang hipertensi” menyimpulkan bahwa pendidikan

kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan keluarga

tentang hipertensi.

5) Menurut Stauri (2016) dalam penelitiannya dengan judul

“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Demonstrasi

Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Motivasai Penggunaan

Alat Pelindung Pada Petani Di Desa Wringin Telu Kecamatan

Puger Kabupaten Jember” menyimpulkan pendidikan

kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi

penggunaan alat pelindung diri. Dari beberapa penelitian

tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan kesetan

dapat meningkatkan pengetahuan kepada individu, keluarga,

dan kelompok masyarakat.


b. Pendidikan kesehatan dapat memotivasi seseorang

Dalam penelitian yang dilakukan Renityas, (2014) dengan

judul “ Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat

Kunjungan Posyandu Lansiad” menyimpulkan bahwa terdapat

perbedaan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

terhadap jumlah kunjungan lansia ke posyandu lansia. Maka dari itu

peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan dapat memotivasi

sessorang untuk berubah yang dahulunya tidak menghiraukan

kesehatan menjadi rajin untuk memeriksakan kesehatan.

c. Pendidikan kesehatan kesehatan sabagai manajemen stress

Dalam penelitian Rahmawati dan Novi, (2014) dengan judul

“prngaruh manajemen stress terhadap tekanan darah penderita

hipertensi” menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan kesehatan

manajemen stress dapat membantu menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi, terdapat perbedaan sebelum dan sesudah

diberikan pendidikan pendidikan kesehatan hal ini menunjukkan

bahwa pendidikan kesehatan manajemen stress dapat menurunkan

tekanan darah penderita hipertensi.

d. Pendidikan kesehatan menurunkan tingkat ansietas

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prasetya, (2014)

dengan judul “pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

ansietas klien hipertensi”, kesimpulan dari penelitian ini adalah

pedidikan kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan dalam


mengatasi ansietas penderita hipertensi. Oleh karena itu pendidikan

kesehatan dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.

D. Keterkaitan Antara Variabel

Stress adalah ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan

sehari-hari, karena disebabkan oleh suatu reaksi fisik dan psikis terhadap

setiap tuntutan kehidupan, stress juga dapat menjadi faktor pencetus dan

penyebab penyakit dan stress terjadi akibat dari penyakit. Salah satu penyakit

penyebab stress adalah penyakit kronis. Penyakit kronis adalah penyakit yang

berlangsung lama dapat terjadi sampai bertahun-tahun, dan keadaan ini akan

berdampak pada penyakit yang akan semakin bertambah berat, menetap dan

sering kambuh. Olehnya itu diberikan pendidikan kesehatan dalam merubah

pola fikir penderita penyakit kronis. Pendidikan kesehatan membutuhkan

pemahaman yang mendalam karena melibatkan beberapa istilah dan konsep

seperti perubahan perilaku dan proses pendidikan dalam upaya utuk merubah

perilaku seseorang, kelompok dan masyarakat.


BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERAIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

dengan konsep yang lainnya dari maslah yang diteliti (Setiadi, 2013).

Berdasarka uraian dari teori teersebut maka peneliti menyusun kerangka

konsep sebagai berikut :

Faktor fisik

Faktor sosial

Faktor psikososial Penurunan


Tingkat Stress

Pendidikan kesehatan

Variabel Independen Variable Dependen

Keterangan :

: variabel tidak diteliti

: variabel yang diteliti

: Hubungan antar variabel


B. Hipotesis

Menurut Dharma (2017) hipotesis adalah pernyataan awal peneliti

mengenai hubungan antara variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang

kemungkinan hasil penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada

Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat

Stress Pada Pasien Penyakit Kronis di RSUD Sulthan Dg Radja Kabupaten

Bulukumba.

C. Variabel Penelitian

Menurut Setiyadi (2013) variabel adalah karakteristik yang diamati dan

mempunyai variasi nilai dan merupakan oprasionalisasi dari suatu konsep agar

dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya. Variabel yang

digunakan dalam penelitian tentang Pengaruh Pemberian Pendidikan

Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Stress Pada Pasien Penyakit Kronis di

RSUD Sulthan Dg Radja Kabupaten Bulukumba yang menjadi :

1. Variabel Bebas (Variabel Independent) adalah variabel yang

menyebabkan perubahan pada variabel lainnya (Dharma, 2017). Variabel

independent pada penelitian ini, yaitu Pemberian Pendidikan Kesehatan.

2. Variabel terikat ( Variabel dependent) adalah variabel yang akan berubah

akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel independent

(Dharma, 2017). Variabel dependent pada penelitian ini, yaitu Stress Pada

Pasien Penyakit Kronis.


D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakn penjelasan dari semua variabel dan

istilah yang akan digunakan secara operasional sehingga mempermuda

pembaca dalam memahami penelitian (Setiadi, 2013).

Definisi operasional terdiri dari :

1. Variabel Indepndent

a. Pendidikan kesehatan adalah memberikan informasi kepada individu,

kelompok dan masyarakat yang membahas tentang kesehatan untuk

mencapai derajat kesehatan yang lebih baik.

b. Kriteria

Ya : jika responden memahami pendidikan kesehatan yang

diberikan

Tidak : jika responden tidak memahami pendidikan kesehatan yang

diberikan.

c. Alat ukur : Lembar kuesioner

d. Skala ukur : Nominal

2. Variabel Dependent

a. Stress adalah bentuk dari respon tubuh individu dalam menghadapi

situasi tertentu.

b. Kriteria

Ringan : Apabila responden mengisi skor 1-3

Sedang : Apabila responden mengisi skor 4-6

Berat : Apabila responden mengisi skor 7-9


c. Alat ukur : lembar kuesioner

d. Skala ukur : Ordinal


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti

untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya

penelitian (Dharma, 2017).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain quasi experiment

dengan pre test-post test design untuk mengetahui perbadingan tingkat stress

pada pasien penyakit kronis di RSUD Sulthan Dg Radja Kabupaten

Bulukumba sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2018 dan

penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Sulthan Dg Radja Kabupaten

Bulukumba.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi merupakan keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek

dan subjek yang merupakan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan selanjutnya menarik kesimpulan (Setiadi,

2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita

penyakit kronis di RSUD Sulthan Dg Radja kabupaten bulukumba dengan

jumlah populasi 12.655.


2. Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013).

(𝑍𝛼+𝑧𝛽)𝑆 2
n1=n2=(
𝑥1−𝑥2
)

(1,64+1,28)4 2
n1=n2=(
2
)

(2.94)4 2
n1=n2=(
2
)

(2.94)4 2
n1=n2=(
2
)

11,76 2
n1=n2=(
2
)

n1=n2 = 34,57

n1=n2 = 35

keterangan :

Zα = 1.64

Zβ= 1,28

X1-X2= 2

Standar deviasi = 4

jadi, Sampel dalam penelitian ini adalah 35 responden yang

termasuk dalam kategori penyakit kronis yang mengalami stress.

3. Teknik sampling

Tehnik sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk

menjadi sampel dari populasi untuk mewakili populasi (Setiadi, 2013).


Pada penelitian ini tehnik sampling yang digunakan adalah Non probality

sampling dengan metode sampling Consecutive sampling adalah suatu

metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu

yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai sampel yang

diinginkan terpenuhi.

4. Kriteria sampel

Terkhusus dalam penelitian ini pada pemilihan responden terdapat

tehnik sampling Consecutive sampling yaitu pada penderita penyakit

kronis yang mengalami stress :

a. Kriteria inklusi

kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian

dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Setiadi,

2013). Kriteri inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Penderita penyakit kronis yang mengalami stress.

2) Penyakit yang diderita lebih dari tiga bulan.

3) Bersedia mengisi informed consent.

4) Dapat berkomunikasi dengan baik.

b. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai

sebab (Setiadi, 2013). Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

1) Penderita penyakit kronis yang akan pulang.

2) Penyakit yang diderita kurang dari tiga bulan.


3) Tidak bersedia mengisi informed consent.

4) Tidak bersedia menjadi responden.

D. Intrumen Penelitian

Intrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti

untuk mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2017).

Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner, yang berisi

beberapa item pertanyaan atau pertanyaan mengenai pengaruh pendidikan

kesehatan dan stress pada penderita penyakit kronis.

E. Tehnik Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti

dari hasil pengukuran, pengamatan, survey dan lain-lain (Setiadi, 2013).

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan di RSUD Sulthan

Dg Radja Kabupaten Bulukumba. Dimana data primer dalam penelitian ini

adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh responden

melalui lembar observasi yang berpedoman pada pernyataan yang telah di

buat oleh peneliti.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti yang

diperoleh dari pihak lain, badan atau instansi yang secara rutin

mengumpulkan data (Setiadi, 2013).

Data sekunder adalah data yang mendukung data primer yang

dihimpun melalui pencatatan dokumen yang ada dilokasi penelitian, data


yang di kumpulkan oleh peneliti penderita penyakit kronis yang

mengalami stress.
F. Alur Penelitian

Proposal penelitian :
Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap penurunan
tingkat sress pada pasien penyakit kronis di RSUD Sulthan Dg
Radja Kabupaten Bulukumba

Hipotesis penelitian:

Ada Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap


penurunan tingkat sress pada pasien penyakit kronis di RSUD
Sulthan Dg Radja Kabupaten Bulukumba

Populasi : populasi dalam penelitian adalah seluruh penderita


penyakit kronis yang dirawat di RSUD Sulthan Dg Radja
Kabupaten Bulukumba

Sampel : sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden yang


mendeerita penyakit kronis yang di RSUD Sulthan Dg Radja
Kabupaten Bulukumba dan memenuhi kriteria penelitian

Intrumen penelitian : menggunakan lembar kuesioner

Pengumpulan data menggunakan Di RSUD Sulthan Dg


Izin penelitian
lembar kuesioner Radja Kabupaten
Bulukumba

Variabel independen : Variabel dependen :


Pendidikan kesehatan Stress pada pendderita penyakit kronis

Analisa data:
Univaria dan bivariat
G. Pengelolaan Data Dan Analisa data

1. Teknik Pengelolaan Data

Setelah data yang di perlukan terkumpul, maka selanjutnya data

tersebut di olah dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Kegiatan untuk memeriksa data mentah yang telah

dikumpulkan, meliputi :

1) Memeriksa kelengkapan pertanyaan dan jawaban

2) Meperbaiki kesalahan atau kekurang jelasan dari pecacatan

data.

3) Memeriksa konsistensi data sesuai dengan data yang diinginkan.

4) Memeriksa keseragaman hasil pengukuran.

5) Memeriksa reliabilitas data (misalnya membuang data-data

yang ekstrim) (Setiadi, 2013).

b. Coding

Memberi tanda adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban

dari para responden kedalam bentuk angka atau bilangan. Biasanya

klasifikasi silakukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk

angka pada masing-masing jawaban. Kegunaa dari Coding adalah

untuk mempermudah pada saat analisa data dan juga mempercepat

pada saat Entry data (Setiadi, 2013).


c. Scoring

Scoring adalah pengubahan jawaban ke dalam bentuk bilangan

atau angka disesuaikan dengan kriteria penelitian yang telah

ditentukan (Setiadi, 2013).

d. Tabulating

Kegiatan untuk membuat tabel data (menyajikan data dalam

bentuk tabel) untuk memudahkan dan memberikan informasi

interpretasi hasil analisis. Tabel data dibuat sesederhana mungkin

sehingga informasi mudah ditangkap oleh pengguna data maupun

bagi bagian analisis data (Setiadi, 2013).

2. Analisa Data

Setelah data di olah menjadi suatu data yang di harapkan (tepat

dan konsisten) selanjutnya di lakukan analisa untuk menjawab pertanyaan

peneliti.

a. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan untuk

menganalisis setiap variabel (Sujarweni, 2014).

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua

variabel (Sujarweni, 2014).

Uji yang digunakan adalah uji Wilcoxon. Uji ini bertujuan

untuk mengukur signifikansi perbedaan dua kelompok data

berpasangan berskla ordinal atau interval tetapi berdistribusi tidak


normal. Diharapkan derajad perbedaan 0.05 P-Value, <0.05 berarti

ada perbedaan yang bermakna (H0 ditolak), sedangkan P-Value, >

0.05 artinya tidak ada perbedaan.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan ijin kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapat

persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

penelitian dari KNEPK yang meliputi :

1. Informed Consend

Merupakan pernyataan kesediaan dari subjek penelitian untuk

diambil datanya dan diikursertakan dalam penelitian. Dalam informed

conserd harus ada penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan

baik mengenai tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang akan

diperoleh, resiko yang mungkin terjadi dan adanya pilihan bahwa subjek

penelitian dapat menarik diri kapan saja.

2. Respect For Person

Menghargai harkat martabat manusia, peneliti perlu

mempertimbangkan hak-hak subjek untuk mendapatkan informasi yang

terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan

menentukan pilhan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam

kegiatan penelitian.
3. Bebeficiensi

Peneliti melaksankan penelitiannya sesuai dengan prosedur,

peneliti juga mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin

bagi subjek peneltian dan dapat digeneralisasikan ditingkat populasi.

4. Justice

Prinsip keadilan memiliki konotasi latar belakang dan keadaan

untuk memenuhi prinsip keterbukaan. Penelitian dilakukan secara jujur,

hati-hati, profesional, berprikemanusian dan memperhatikan faktor-

faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intinitas, psikologis serta

perasaan religius subjek penelitian.

Anda mungkin juga menyukai