Anda di halaman 1dari 9

Prima Suci R

Gangguan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini

 primasuci
4 tahun yang lalu
Iklan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian sedang dalam
pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi perubahan atau modifikasi
tingkah laku. Sebab itu kita perlu mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium
perkembangan anak dan membedakan setiap tingkah laku anak. Semua anak memiliki berbagai
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk memastikan perkembangan akan berlangsung baik.
Anak-anak memang sangat tabah dan teguh. Dalam kebanyakan kasus, dibutuhkan tekanan atau
pengorbanan ekstrem agar memberikan pemecahan yang signifikan dan berdampak lama. Namun,
jika anak tidak diberikan kebutuhan dasar dalam kadar yang cukup, akibatnya mungkin terjadi
kelambatan dalam perkembangan.
Seperti dalam hal penggunaan pendekatan perkembangan untuk melihat kelainan yang diderita oleh
anak sebenarnya berlandaskan empat tema dasar atau prinsip, yaitu pertama kelainan muncul atau
terjadi hanya pada individu yang mengalami perkembangan, prinsip yang kedua kelainan
perkembangan atau psikapatologi harus dipandang dalam kaitannya dengan perkembangan yang
normal, tugas-tugas perkembangan utama dan perubahan-perubahan yang muncul sepanjang
rentang kehidupan, selanjutnya prinsip yang ketiga yaitu tanda-tanda awal dari perilaku berkelainan
harus dipelajarisecara serius, dan yang terakhir prinsip yang keempat bahwa ada beragam patokan
atau karakteristik perkembangan baik yang normal maupun berkelainan .
Dalam kenyataan sehari-hari yang kita hadapi, tidak semua anak mengalami perkembangan yang
normal sesuai dengan usia dan rata-rata anak sebayanya. Ada anak-anak yang membutuhkan
perhatian khusus karena ia memiliki kebutuhan khusus dalam aspek perkembangan. Pada masa lalu
anak yang mengalami gangguan dianggap mengganggu dan mendapatkan pendidikan tidak selayak
anak yang normal. Bahkan ada anggapan bahwa anak-anak seperti itu tidak dapat dididik sehingga
tidak perlu mendapatkan pendidikan. Sementara anak-anak yang normal, namun mengalami
masalah pada satu atau beberapa aspek perkembangannya, dirasakan menjadi masalah bagi
kelancaran pendidikan dan teman-teman sekelasnya.
Anak yang mengalami gangguan adalah anak yang memiliki kemampuan yang berada di luar rentang
kemampuan anak sebayanya. Sehingga guru dan orang tua perlu mengintervensi atau menangani
anak yang mengalami gangguan. Dalam pembahasan ini kelompok kami akan membahas tentang
gangguan sosial emosi anak usia dini. Kita ketahui bahwa gangguan sosial emosi dapat terjadi pada
setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut biasanya ditandai dengan ciri-ciri tertentu.
Kebanyakan masalah sosial emosional dianggap sebagai hasil faktor lingkungan, seperti penyiksaan
terhadap anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan, lingkungan
yang penuh dengan kekerasan,atau penggunaan alcohol dan kekerasan fisik yang terjadi dalam
keluarga. Pada saat yang bersamaan, penyebab bilogis,seperti faktor keturunan, ketidakseimbangan
zat-zat kimia dalam tubuh, kerusakan jaringan otak, dan penyakit yang diderita, juga berperan dalam
masalah sosial emosi anak.
Perkembangan sosial dan emosi anak memainkan peranan penting dalam hidup seseorang. Tiap
bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih menyenangkan. Karena dengan emosi dan
hubungan sosial anak akan merasakan getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun orang lain.
Bulan-bulan serta tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang penting dan rawan
dalam perkembangan sosial emosi anak. Bila orang tua kurang menyadari pentingnya arti kualitas
hubungan serta sikap penuh kasih saying pada masa ini, maka anak bisa mengalami berbagai
masalah dan gangguan sosial emosional yang serius dikemudian hari. Tapi sebaliknya bila kebutuhan
sosial emosinya terpenuhi secara seimbang dalam awal kehidupan, dikemudian hari ia pun akan
berkembang menjadi individu yang bahagia dan diharapkan mampu mewujudkan potensi-
potensinya secara optimal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Gangguan Perkembangan sosial emosional anak usia dini?
2. Apa saja jenis-jenis gangguan perkembangan sosial emosi anak usia dini?
3. Apa saja yang menjadi faktor-faktor perkembangan sosial emosi anak usia dini?
4. Bagaimana upaya preventif dan intervensi gangguan perkembangan sosial emosi anak usia dini?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisannya adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari gangguan sosial emosi anak usia dini
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari gangguan sosial emosi anak usia dini
3. Untuk mengetahui faktor-faktor dari gangguan perkembangan sosial emosi anak usia dini
4. Untuk mengetahui upaya preventif dan intervensi dari gangguan sosial emosi anak usia dini

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini


Gangguan sosial, emosional, dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu yang fokus di dalam diri anak.
Suatu harapan dan cita-cita dari para orang tua, guru, maupun masyarakat pada umumnya untuk
memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa tenang dan tentramnya hati bila melihat
anak-anak bermain dengan riang gembira, pandai,tekun dalam belajar dan bekerja, bebas dan lincah
dalam mengutarakan buah pikiran dan kreativitasnya.
Harapan ini tentu menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari segi fisik,
emosi, mental dan sosial setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah
danya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang, bertingkah laku yang tidak sesuai
dengan norma yang berlaku, baik norma budaya, norma umur,norma kecakapan/keterampilan
maupun norma sosial yang berlaku dalam lingkungan di mana anak berada. Tingkah laku mereka
mengalami gangguan dan kelainan, yang biasanya lebih dirasakan oleh lingkungan daripada oleh
anak sendiri .
Perkembangan emosi memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting
diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial.
Sukar mempelajari emosi anak-anak karena informasi tentang aspek emosi yang subyektif hanya
dapat diperoleh dengan cara introspeksi sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara
tersebut dengan baik karena mereka masih berusia sedemikian muda. Bahkan sulit mempelajari
reaksi emosi melalui pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi wajah dan
tindakan yang berkaitan dengan emosi,karena anak-anak suka menyesuaikan diri dengan tuntutan
sosial . Untuk mengetahuai apa itu gangguan perkembangan sosial emosional anak yang perlu kita
ketahui terlebih dahulu yaitu pengertian gangguan. Gangguan adalah suatu kondisi yang
menyebabkan ketidaknormalan pada individu yang memiliki masalah dalam menguasai keterampilan
dan menunjukan kekurangan dalam berhubungan dengan orang lain . Selanjutnya perkembangan
sosial emosi anak usia dini yaitu perkembangan yang berkaitan dengan emosi,kepribadian, dan
hubungan interpersonal. Selama tahun kanak-kanak awal, perkembangan sosial emosi berkisar
tentang sosialisas, yaitu proses ketika anak mempelajari nilai-nilai dan perilaku yang diterima dari
masyarakat . Pada usia tersebut , terdapat tiga tujuan dalam perkembangan sosial emosional anak,
yaitu:
1. Mencapai sense of self atau pemahaman diri serta berhubungan dengan orang lain
2. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri meliputi kemampuan untuk mengikuti aturan dan
rutinitas, menghargai orang lain, dan mengambil inisiatif
3. Menampilkan perilaku sosial , seperti empati, berbagi,dan menunggu giliran.
Gangguan sosial emosi dapat terjadi pada setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut
biasanya ditandai dengan cirri-ciri tertentu, khususnya yang berhubungan dengan kondisi emosi.
Sepanjang kehidupan, kondisi emosi kita memang tidak tetap, kadang naik atau turun. Tetapi, pada
orang-orang tertentu, mereka lebih banyak mengalami kondisi emosi negatif. Kondisi ini akan
mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan mereka mengatasi persoalan sehari-hari serta tugas
perkembangan yang mereka jalani.
Kebanyakan masalah sosial dan emosi dianggap sebagai hasil faktor lingkungan,seperti penyiksaan
terhadap anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan, lingkungan
yang penuh dengan kekerasan,atau penggunaan alcohol dan kekerasan fisik yang terjadi dalam
keluarga. Pada saat yang bersamaan, penyebab biologis, seperti faktor keturunan,
ketidakseimbangan zat-zat kimia dalam tubuh, kerusakan jaringan otak, dan penyakit yang diserita
juga berperan dalam masalah perkembangan sosial dan emosi ( Cicchetti & Toth dalam Rini
Hildayani) .
Menurut Undang-Undang bagi Pendidikan Individu Penyandang cacat (IDEA) bahwa gangguan sosial
emosi yaitu ketidak mampuan atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan
teman sebaya dan guru .
Rolf, edelbrock dan Strauss menemukan bahwa anak-anak dengan masalah perkembangan sosial
emosi cenderung memiliki hambatan yang besar dalam pertemanan, penyesuaian sosial, tingkah
laku dan dan akademis apabila dibandingkan dengan kelompok anak yang normal. Anak-anak
dengan gangguan ini dianggap beresiko terhadap sifat tersisih secara sosial, terisolasi penarikan diri,
pemalu dan kesepian .
Dari penjelasan mengenai gangguan, perkembangan sosial emosi secara umum maka disintesiskan
gangguan perkembangan sosial emosi anak usia dini yaitu ketidaknormalan yang menghambat
perkembangan anak usia dini kaitannya dalam mengelola emosi, kepribadian, dan hubungan
interpersonal anak dengan orang lain.
Emosi merupakan sesuatu yang muncul setiap hari, bahkan setiap saat dalam kehidupan kita. Emosi
merupakan suatu pola yang kompleks dari perubahan yang terdiri dari reaksi fisiologis, perasaan-
perasaan yang subyektif, proses kognitif, dan reaksi perilaku, yang semuanya itu merupakan respon
atas situasi yang kita terima (Duffy, 2002) Kita mengenal beberapa emosi dasar, yaitu kegembiraan,
kesedihan, ketakutan, kemarahan. . Selain itu kita juga mengenal adanya emosi positif, seperti
kegembiraan, dan emosi negatif, seperti kemarahan dan kesedihan. Kemampuan untuk bereaksi
secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah
keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat.
a. Pola emosi Positif
Pola emosi positif adalah yang berasal dari suatu kondisi yang menguntungkan Frederickson, Mayne
dan Bonnano mencatat bahwa banyak emosi positif dengan mudah diidentifikasi dalam
kecenderungan aksi. Emosi positif secara sederhana diidentifikasi sebagai sesuatu yang baik atau
diiginkan. Emosi positif terdiri dari perhatian atau minat, surprise atau kekaguman, dan kegembiraan
.
b. Pola emosi Negatif
Sedangkan pola emosi negatif menurut Lazarus (1991) berasal dari hubungan yang mengancam atau
kondisi yang menyakitkan. Reaksi emosi negative terdiri dari marah, kecemasan, rasa malu,
kesedihan, cemburu, merasa takut, dan cemburu .

B. Jenis-jenis Gangguan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini


Terdapat banyak jenis gangguan perkembangan sosial dan emosional pada anak usia dini, bahkan
setiap anak yang memiliki gangguan pada aspek perkembangan fisik-motorik, perkembangan
kognitif, perkembangan bahasa, dan perkembangan moral pun juga selalu memiliki gangguan pada
sosial dan emosional masing-masing. Misalnya anak yang memiliki gangguan pada fisiknya berupa
cacat fisik (tuna daksa) baik dari lahir maupun ketika sudah bertumbuh besar, dia memiliki
ketidaknormalan pada perkembangan sosial dengan orang lain dan emosional mereka. Mereka
merasakan bahwa dia berbeda dari teman kebanyakan membutuhkan kemampuan penerimaann
yang baik dan keiklhasan yang lebih. Tentunya hal ini membutuhkan bantuan orang lain terutama
orang dewasa terdekatnya, yakni orang tua. Namun, apabila orang tua pun tidak memiliki
kemampuan mengelola emosi dengan baik sehingga orang tua pun tidak mampu menerima kondisi
anak tersebut, maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan emosional
anaknya. Demikian pula pada anak-anak yang memiliki gangguan-gangguan lain sehingga mereka
dikatakan children with special needs seperti tuna grahita, tuna rungu, learning dissability, dan
sebagainya masing-masing mereka memiliki kondisi perkembangan sosial dan emosional yang tidak
selalu seperti anak lain yang tanpa gangguan pada perkembangannya.
Gangguan-gangguan perkembangan sosial dan emosi yang muncul seringkali berangkat dari pola-
pola emosi yang dikenal baik itu emosi positif maupun emosi negatif. Seperti misalnya emosi negatif
berupa marah atau menangis, anak perlu dikenalkan dengan ekspresi marah dan menangis namun
ketika emosi tersebut diungkapkan dalam suatu perilaku yang muncul secara berlebihan sehingga
menjadi tantrum misalnya, maka hal ini dikatakan sebagai suatu gangguan. Demikian pula pada
emosi positif seperti optimis dan percaya diri. Ketika emosi optimis dan percaya diri tersebut muncul
secara berlebih maka dapat mengarah pada perilaku yang cenderung abisius, sombong, pada
akhirnya dapat mendorong seorang anak untuk melakukan segala cara sekalipun cara tersebut dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal itu disebut sebagai sesuatu yang mengalami gangguan dan
perkembangan emosional, dan ketika perilaku emosi yang muncul itu melibatkan interaksi sosial
mereka dengan orang lain, maka hal tersebut dapat dikatakan menjadi gangguan sosial.
Hasil survey yang dilakukan oleh Izzaty dalam Mashar di Taman Kanak-kanak ditemukan adanya
beberapa permasalahan emosi atau gangguan emosi yang umumnya sering terjadi pada anak usia
Taman Kanak-kanak yaitu agresvitas, kecemasan, temper tantrum, menarik diri (withdrawal),
enuresis dan encopresis, berbohong, menangis berlebihan, kebergantungan, pemalu, dan takut
berlebihan. Hasil survey ini dipertegas dengan hasil penelitian mengenai masalah-masalah perilaku
pada anak usia dini. Masalah yang paling banyak muncul terdapat pada area conduct/restless yang
salah satunya adalah perilaku agresif, kemudian disusul dengan permasalahan pada area
emotional/miserable, dan terakhir permaslaahn yang termasuk area isolated/immature.
Mashar membatasi jenis gangguan tersebut pada ranah gangguan emosi yang sering muncul dan
ditambahkan dari buku Nugraha dan Rachmawati serta Plutchik yang keseluruhannya disebutkan ke
dalam jenis gangguan emosi antara lain: agresivitas, kecemasan, temper tantrum, menarik diri, takut
berlebihan, kekurangan afeksi, dan hipersensitivitas.
Jefery S. Nevid, dkk menyebutkan beberapa gangguan kecemasan (anxciety) yang menjadi bagian
dari gangguan perkembangan emosional memiliki beberapa penggolongan, antara lain: gangguan
panik, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan fobia (ketakuran berlebih), gangguan obsesif-
impulsif, gangguan stress akut dan gangguan stress pascatrauma. Di samping itu juga gangguan
emosi selain kecemasan menurut Nevid juga ada gangguan mood dan bunuh diri, dengan tipe-tipe
gangguan mood yang berupa gangguan depresi (unipolar) berupa gangguan depresi mayor dan
gangguan distimik, gangguan perubahan mood (bipolar) yang berupa bipolar dan gangguan
siklotimik. Namun secara terbatas, dalam makalah ini akan dibahas berkaitan dengan kecemasan
yang sering dan mungkin terjadi pada anak usia dini.
Hewar & Orlansky seperti yang dikutip oleh Jamaris megatakan bahwa Quay mengumpulkan
sejumlah besar data yang berkaitan dengan kelaian perilaku yang ditunjukkan anak, dan penilaian
guru dan orangtua terhadap perilaku tersebut melalui angket yang disebarkan pada anak.
Berdasarkan hasil analisis data yang dikumpulkan, mereka menemukan bahwa kelainan perilaku
cenderung dilakukan anak secara berkelompok dalam kelompok kecil. Pada akhirnya Quay dan
kawan-kawannya mengklasifikasikan kelainan perilaku ke dalam empat kelompok, yakni: conduct
behavior, personality disorder, immaturity, dan sosialized deliquency.
Conduct behavior merupakan kelainan perilaku yang meliputi menentang, merusak, memicu
perkelahian, angkuh, pemarah, dan tantrum. Personality disorder meliputi perilaku suka menyendiri,
cemas, depresi, rendah diri, merasa bersalah, pemalu, dan tidak bahagia. Immaturity ditandai
dengan perilaku yang tidak dapat memusatkan perhatian dalam waktu yang relatif lama, sangat
pasif, pengkgayal, lebih menyukai bermain dengan anak yang lebih muda usianya, kaku atau aneh.
Sedangkan sosialized deliquency menunjukkan perilaku suka bolos sekolah, anggota gang, pencuri
dan merasa bangga terhadap kelompok lain.
Gangguan emosional yang paling lazim didiagnosis dalam masa kanak-kanak adalah gangguan
perilaku distruptif [menunjukkan agresi, penyimpangan, atau perilaku antisosial (distruptif behavior
disorder)] dan gangguan kecemasan atau mood (perasaan sedih, tidak dicintai, gugup, takut, atau
kesepian). Beberapa masalah terlihat berhubungan dengan fase tertentu dari kehidupan anak dan
menghilang dengan sendirinya, tetapi yang lain perlu dirawat untuk mencegah masalah di masa yang
akan datang (Achenbacg & Howell; USDHHS).
Meskipun gangguan sosial dan emosional yang kemudian berkembang menjadi istilah emotional and
behavior disorders ini memiliki makna yang sangat luas secara definitif, akan tetapi penulis mencoba
membatasi dan mengklasifikasikan jenis-jenis gangguan sosial dan emosional yang dapat dan
seringkali terjadi pada anak usia dini antara lain sebagai berikut:
1. Tunalaras
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku lebih dikenal dengan istilah tunalaras. Samapi saat ini
memang belum ada definisi yang dapat diterima secara umum mengenai anak tunalaras yang dapat
memuaskan smua pihak. Pada kenyataannya, batasan atau definisi yang dikemukakan oleh para
profesional dan para ahli yang berkaitan dengan masalah ini berbeda-beda sesuai dengan sudut
pandang disiplin ilmu masing-masing untuk keperluan profesionalnya. Meskipun demikian, dari
seluruh definisi yang dikemukakan oleh para ahli, semua menganggap sama bahwa tunalaras
menampakkan suatu perilaku penentangan yang terus-menerus kepada masyarakat, kehancuran
suatu pribadi, serta kegagalan dalam belajar di sekolah.
Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan
penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri,
mengganggu, dan menyakiti orang lain. Dengan kata lain menyusahkan lingkungan. Akan tetapi, ada
juga anak yang tidak mengganggu sama sekali atau sama sekali tidak merugikan orang lain seperti
menyendiri, memiliki kebiasaan menyimpang, merusak diri sendiri, dan berpakaian aneh
dipertanyakan apakah termasuk katergori antisosial atau tidak. Pertanyaan tersebut menimbulkan
anggapan lain, di mana letak kesalahan dianggap terdapat pada aspek perasaan sehingga tunasosial
dinyatakan juga sebagai gangguan emsosi.
Istilah gangguan emosi yang dipakai untuk menyebut mereka yang tunasosial masih sering juga
dipersoalkan. Sehingga kemudian muncul pertanyaan apakah setiap perilaku antisosial selalu
mengandung gangguan emosi atau apakah semua perilaku antisosial selalu merupakan manifestasi
dari gangguan emosi? Dari hal itu timbul gagasan bahwa istilah yang paling tepat adalah gangguan
tingkah laku (behavior disorder). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1977
menetapkan batasan anak tunalaras adalah anak yang berumur 6 – 17 tahun dengan karakteristik
bahwa anak tersebut mengalami gangguan emosi dan berkelainan tingkah laku sehingga kurang
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Sehingga dapat dipahami bahwa anak usia dini baru dapat dikatakan mengalami gangguan
ketunalarasan adalah ketika mereka memasuki usia 6 – 8 tahun.
Sedangkan Kauffman dikutip oleh Sutjihati Somantri mengemukakan batasan mengenai anak-anak
yang mengalami gangguan perilaku “sebagai anak yang secara nyata dan menahun merespon
lingkungan tanpa ada kepuasan pribadi namun masih dapat diajarkan perilaku-perilaku yang dapat
diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan pribadinya”
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan, maka Sutjiani Somantri mendefinisikan
tunalaras sebagai anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat
atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini
mengganggu situasi belajarnya .
Dilihat dari definisinya, maka yang termasuk dalam tunalaras adalah bentuk agresivitas, mencuri,
berbohong, melanggar norma. Sedangkan menurut Sutjiahati Somantri, untuk memudahkan
pelayanan dan pengorganisasian pendidikan anak tunalaras, maka perlu diadakan klasifikasi. S.A.
Bratanata mengemukakan bahwa “anak tunalaras dicirikan oleh seberapa jauh anak itu terlihat
dalam tindakan kenakalan, tingkat kelaianan emosinya, dan status sosialnya”
Secara garis besar, anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami kesukaran
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami gangguan emosi. Tiap jenis
anak tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan berat dan ringannya kelainan yang dialaminya.
Sehubungan dengan itu, Willian M. Cruickshank mengemukakan bahwa mereka yang mengalami
hambatan sosial dapat diklasifikasikan ke dalam kategori berikut ini:
a. The semi-sosialize child
Anak yang termasuk kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada
lingkungan tertentu, misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan ini terjadi pada anak yang
datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut
bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Di lingkungan sekolah, karena perilaku
mereka sudah diarahkan oleh kelompoknya, maka seringkali menunjukkan perilaku memberontak
karena tidak mau terikat oleh peraturan di luar kelompoknya. Dengan demikian anak selalu
merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
b. Children arrested at a primitive level or sosialization
Anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level atau tingkatan yang
rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap sosial dan
terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan
oleh tidak adanya perhatian dari orang tua, yang berakibat pada perilaku anak kelompok ini
cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan
respon pada perlakuan yang ramah.
c. Children with minimun sosialization capacity
Anak pada kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial.
Ini disebabkan oleh pembawaan atau kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih
sayang sehingga anak pada golongan ini banyak yang bersikap apatis dan egois.
Demikian pula dengan anak yang mengalami gangguan emosi, mereka dapat diklasifikasikan
menurut berat atau ringannya masalah atau gangguan yang dialaminya. Anak-anak ini mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan tingkah laku dengan lingkungan sosialnya karena ada tekanan-
tekanan dari dalam dirinya. Adapun anak yang mengalami gangguan emosi diklasifikasikan sebagi
berikut:
a. Neurotic behavior (perilaku neurotik)
Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain, akan tetapi mempunyai
permasalahan pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah sekali
dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, semas dan agresif, serta rasa bersalah di samping
juga kadang-kadang mereka melakukan tindakan lain seperti yang dilakukan oleh anak unsosialized
(mencuri, bermusuhan). Anak pada kelompok ini dapat dibantu dengan terapi seorang konselor.
Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh keadaan atau sikap keluarga yang menolak atau
sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran
atau juga adanya kesulitan belaajr yang berat.

b. Children with psychotic processes


Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan
yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki
kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh
gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan. Misalnya: minuman keras dan obat-
obatan. Oleh karena itulah usaha penanggulannya lebih sult karena anak tidak dapat berkomunikasi,
sehingga layanan pendidikan harus disesuaikan dengan kemajuan terapi dan dilakukan pada setiap
kesempatan yang memungkinkan.

Sudah jelas bahwa dengan demikian anak pada kelompok neurotik, mengalami gangguan yang
sifatnya fungsional, sedangkan pada kelompok psikotis di samping mengalami gangguan fungsional,
anak juga mengalami gangguan yang sifatnya organis. Oleh karena itu, anak-anak yang termasuk
psikotis kadang-kadang memerlukan perawatan medis.
Salah satu bentuk ketunalarasan adalah agresivitas. Izzaty seperti yang dikutip oleh Mashar
memaparkan agresivitas sebagai istilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan-perasaan
marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara
fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau
merendahkan. Tindakan agresi pada umumnya merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada dua tujuan utama agresi yang saling bertentangan satu
dengan yang lain, yakni untuk membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah untuk meraih
keunggulan dengan cara membuat lawan tidak berdaya.
Nugraha dan Rachmawati mendefinisikan agresivitas sebagai tingkah laku menyerang baik secara
fisik maupun verbal atau baru berupa ancaman yang disebabkan adanya rasa permusuhan dan
frustasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan tindakan menyerang
baik fisik, verbal, maupun ekspresi wajah yang mengancam atau merendahkan untuk mencapai
tujuan tertentu, yang didasari adanya perasaan permusuhan atau frustasi.
Agresivitas pada anak TK memiliki beberapa bentuk umum. Yang paling sering muncul adalah bentuk
verbal, misalnya dengan mengeluarkan kata-kata “kotor” yang terkadang anak tidak selalu mengerti
maknanya. Kedua, agresi dalam bentuk tindakan fisik. Misalnya dengan menggigit, menendang,
mencubit, mencakar, memukul, dan semua tindakan fisik yang bertujuan untuk menyakiti fisik.
Biasanya sasaran perilaku agresi ini adalah orang-orang dekat yang ada di sekitar anak, seperti orang
tua, pengasuh, pendidik, teman, dan objek fisik lain seperti tembok, lemari, sarana sekolah, atau
sasaran lainnya.
Agresivitas pada anak usia dini dapat berdampak psikologis dan sosial. Dampak psikologis yang
mungkin muncul berupa kecenderungan untuk meningkatkan perilaku agresi baik dalam frekuensi
maupun intensitas jika perilaku tidak ditangani secara efektif. Selain itu, perilaku agresi juga dapat
menyebabkan anak cenderung menjadi antisosial karena ketidakmampuannya menahan emosi dan
lebih terjebak dalam perilaku-perilaku impulsif. Selain dampak psikologis, dampak sosial bagi
perilaku agresi anak juga dapat mengakibatkan anak cenderung dikucilkan dan ditakuti oleh teman-
teman sebayanya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan tunalaras , yaitu:
1. Psikotes
Psikotes dilakukan untuk mengetahui kematangan sosial dan gangguan emosi. Sedangkan alat tes
yang lain yaitu tes proyektif yang memiliki beberapa jenis tes yaitu :

a. Tes Rorchach
Tes ini memberikan gambaran mengenai keseluruhan kepribadian, kelainan dan perlunya
psikoterapi. Gambaran ini ditafsirkan dari reaksi anak terhadap gambar-gambar yang terbuat dari
tetesan tinta.
b. Thematic Apperception Test (TAT)
Tes ini memperlihatkan berbagai situasi-emosi dalam bentuk gambar-gambar. Gambaran
kepribadian nampak dari tafsiran anak mengenai situasi emosi tersebut untuk itu disediakan skala
khusus.
c. Tes Gambar Orang
Dalam tes ini persoalan-persoalan emosi nampak dari gambar yang harus dibuat oleh anak.
Gambarnya ialah seorang laki-laki dan seorang perempuan.
d. Dispert Fable Tes
Tes ini memberikan gambaran mengenai: iri hati, rasa dosa, rasa cemas, tanggapan terhadap diri
sendiri, ketergantungan kepada orang tua, dan sebagainya.

Yang berhak melakukan psikotes dan mengumumkannya adalah psikolog, psikiater, dan counselor,
atau orang lain di bawah bimbingannya. Tenaga-tenaga ini ada yang membuka praktek sendiri, ada
pula yang tidak membuka praktek sendiri tetapi bekerja di Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran,
Lembaga Kesehatan Jiwa, Balai Bimbingan dan Penyuluhan, Biro Konsultasi Psikologi, dan
sebagainya.

2. Sosiometri
Sosiometri adalah alat tes yang digunakan untuk melihat/ mengetahui suka atau tidaknya seseorang.
Caranya ialah tanyakan kepada para anggota kelompok siapa diantara anggotanya yang mereka
sukai. Setiap anggota hendaknya memilih menurut pilihannya sendiri. Dari jawaban itu akan
diketahui siapa yang lain disukai oleh para anggota.
Perlu diperingatkan bahwa hasil-hasil sosiometri adalah hasil sementara yang perlu ditelaah lebih
lanjut. Anak yang terpencil dalam suatu saat belum tentu anak yang tunalaras, bahkan mungkin tidak
terpencil lagi dalam sosiometri berikutnya. Walaupun demikian, sosiometri dapat dipakai bersama-
sama dengan cara yang lain.
3. Membandingkan dengan tingkah laku anak pada umumnya
Keadaan tunalaras dapat diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku anak dengan tingkah
laku anak pada umumnya. Pekerjaan membandingkan boleh dilakukan oleh setiap orang dewasa.
Anak yang jahat dapat diketahui jahatnya oleh masyarakat. Demikian juga anak yang tidak jahat
tetapi kelakuannya tidak sesuai dengan norma yang berlaku, diketahui oleh masyarakat. Masyarakat
mempunyai ketentuan-ketentuan untuk menetapkan jahat dan tidaknya atau serasi dan tidaknya
tingkah laku para anggotanya. Siapa yang melanggar ketentuan ini akan dibenci, dimarahi,
diasingkan, malah ditindak, tetapi yang baik akan dihargai , diterima kehadirannya malah dipuji.
Adanya gangguan emosi dan gangguan sosial karena penyesuaian ya

Anda mungkin juga menyukai