Anda di halaman 1dari 21

A.

Definisi Kematian/Menjelang Ajal


Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117,
kematiandidefinisikan sebagai seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system
kardiovaskuler dan system respiratori terbukti telah berhenti secara permanen, atau
apabila kematian batang otak telah dibuktikan”
Menurut PP No.18 tahun 1981, bab I pasal 1G menyebutkan bahwa,
“Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah
berhenti.”
Kematian adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak
bernapas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkansegala reflek serta tidak ada
kegiatan otak (Nugroho, 2008).
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan
teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara
buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak.
Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak (Idries, 1997).
B. End Of Life Care
Ketika suatu saat tiada lagi treatment yang dapat dilakukan untuk
menyembuhkan pasien tersebut hal tersebut tidak menjadikan kita berhenti untuk
melakukan dukungan medis. Banyak cara untuk meningkatkan kepedulian untuk
seorang yang mengalami dying seperti lebih sering berkumpul dan berinteraksi
dengannya. Hal tersebut akan meningkatkan kenyamanannya karena kenyamanan
tidak hanya dibutuhkan oleh seorang yang masih sehat. Orang yang tengah
mengalami sakit bahkan dying pun sangat membutuhkan kenyamanan.
Comfort care adalah bagian dari asuhan medis saat akhir hidup seseorang. Hal
ini akan membantu dan menenangkan seorang yang tengah menghadapi akhir dari
hidup. Tujuan dari comfort care ini adalah menanggulangi atau meredakan
penderitaan sebanyak mungkin sesuai dengan pasien harapkan. Lalu kita dapat
mengantarkannya menuju kematian yang tenang. Singkatnya, sesorang yang
mengalami dying membutuhkan asuhan pada empat area, kenyamanan fisik, mental
dan emosional, persoalan spiritual, dan tugas yang mudah dilaksanakan.
1. Kenyamanan Fisik
Seseorang yang mengalami kematian membutuhkan tingkat
kenyamanan yang lebih, Namun Seringkali ketidaknyamanan lah yang muncul
dengan berbagai cara dan situasi saat mereka mengalami dying. Berikut adalah
ketidaknyamanan yang biasanya muncul :
a. Nyeri
Tidak semua orang yang mengalami dying merasakan sakit,
namun cara yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah mencegah
karena nyeri lebih mudah dilakukan pencegahan daripada
penyembuhan. Nyeri tersebut terkadang mengakibatkan seseorang
terlihat marah dan sensitif terkadang akan sulit untuk diajak
berkomunikasi. Jika terjadi nyeri dan semakin memburuk
konsultasikan kepada dokter atau perawat untuk tindakan spesifik yang
dilakukan.
b. Kesulitan bernafas
Nafas yang pendek atau kesulitan bernafas adalah pengalaman
umum yang terjadi pada akhir hidup sesorang. Cara kita untuk
membantu meringkankan nafasnya adalah menaikan kepala dari
tempat tidur, membuka jendela, menggunakan alat penguap, atau
memberi sirkulasi udara yang cukup di ruangan. Terkadang, dokter
juga memberikan saran penggunaan oksigen melalui hidung untuk
mengatasi kesulitan bernafas.
Seseorang yang mendekati kematian mengalami biasanya
bising nafas yang disebut death rattle (ngorok sekarat). Death rattle ini
disebabkan karena cairan yang terkumpul di tenggorokan oleh otot
tenggorokan yang berelaksasi. Hal tersebut dapat diatasi dengan
memiringkan posisi istirahatnya atau dapat juga menggunakan obat
untuk membantu membersihkan cairannya. Tapi tidak semua bising
nafas ini adalah death rattle.
c. Kulit iritasi
Seiring dengan bertambahnya usia, kulit menjadi lebih kering
dan rentan jadi penting bagi kita untuk lebih extra merawatnya.
Gunakan lotion bebas alkohol dan usap pada bagian yang kering pada
kulit. Selain kulit akan ditemukan juga kering pada bagian wajah,
bibir, dan mata. Berikan pelembab bibir untuk mengatasi bibir yang
kering dan berikan kapas atau kain basah pada mata yang tertutup.
Selain itu lihat posisi duduk atau berbaring agar tidak menimbulkan
iritasi pada kulit.
d. Masalah pencernaan
Mual, muntah, konstipasi, dan kehilangan selera makan adalah
suatu hal yang umum di akhir hidup seseorang. Untuk mengatasi mual,
muntah, dan konstipasi dapat menghubungi dokter untuk pemberian
obat yang tepat. Serta untuk kurangnya nafsu makan dapat diatasi
dengan menyuapi klien makan karena biasanya mereka terlalu lemah
untuk memakan makanannya sendiri.
e. Temperatur yang sensitif
Orang yang mengalami dying sulit untuk menjelaskan panas
atau dingin suhu yang ia alami jadi amati tubuh mereka untuk
melakukan penanganan.
f. Kelalahan
Merasa lelah, kurang energi, atau bahkan tak berenergi sudah
menjadi hal umum ketika seseorang berada pada akhir hidupnya.
Sebaiknya ia melakukan aktivitas yang ringan.
2. Kebutuhan Mental dan emosional
Seseorang yang mendekati kematian biasanya merasa depresi dan
cemas. Coba tingkatkan percakapan dengan mereka sehingga dapat diketahui
bagaimana perasaan terdalam yang mereka rasakan. Selain itu mereka
mungkin juga memiliki ketakutan tertentu seperti bagaimana keadaan orang-
orang yang ia tinggalkan atau ia takut jika ditinggalkan sendiri pada akhirnya.
Oleh karena itu dibutuhkan perhatian yang lebih terhadap mereka. bentuk
perhatian yang dapat ditunjukan adalah dengan kontak fisik yang sederhana
seperti mengenggam tangan, sentuhan, dan pijatan yang nyaman sehingga
mereka akan merasa terhubung dengan orang-orang yang dicintai.
3. Persoalan Spriritual
Ketika seseorang mendekati kematiannya kebutuhan spritual sangat
dibutuhkan. Spritual yang dimaksudkan adalah menenukan arti hidup
seseorang dan dan diakhiri dengan persetujuan dengan pihak lain. Selain itu
mereka sangat membutuhkan pihak pihak yang mendukung seperti keluarga
dan rekan terdekat. Selain itu kunjungan dari pemuka agama untuk membantu
mereka menemukan kedamaian juga sangat membantu. Orang yang diambang
kematian dianjurkan pula untuk mendekatkan diri kepada Tuhan seperti
dengan membaca buku religi, mendengarkan lantunan Al Qur’an, atau lagu
religi sehingga mereka akan merasa nyaman.
4. Tugas yang mudah dilaksanakan
Orang yang berada diambang kematian biasanya mengkhawatirkan
banyak hal salah satunya bagaimana menjaga sesuatu yang akan ia tinggalkan.
Oleh kerena itu kita dapat membantu mereka seperti mengambilkan koran,
membacakan surat, buku, dll.
C. Palliative And Hospice Care
1. Palliative care
Palliative care adalah pendekatan yang luas untuk meningkatkan
kualitas hidup sesorang yang sakit dengan potensi hidup yang kecil. Paliative
care ini terdiri dari kolaborasi antara dokter, perawat, terapis, konselor, dan
social workers. Palliative care ini merupakan suatu bentuk spesial dari
perawatan medis yang dapat membantu klien merasakan keringanan sakitnya,
baik gejala maupun tekanan emosional, dan support sosial yang terjadi karena
penyakit serius yang diderita klien atau karena berbagai macam perawatan
yang harus diterima klien dalam usaha penyembuhan penyakitnya. Palliative
care lebih dari sekedar “Pemberian Kenyamanan” tujuan dari Palliative care
adalah bagaimana klien dapat meningkatkan kualitas hidupnya selama Ia
berada dalam masa sakitnya.
Palliative care ini menangani seseorang secara individual mengingat
setiap individu berbeda dan tidak sama. Penanganan ini secara fisik,
psikologis, dan spiritual. Palliative tidak hanya untuk seorang yang berada
pada ambang kematian tetapi juga ditujukan untuk mereka yang mengalami
masa sakit yang lama dan mungkin menjadi salah satu penyebab kematian
mereka. selain itu palliative care tidak hanya bisa dilakukan di rumah sakit
tetapi juga di rumah, klinik palliative, atau rumah perawatan mandiri.
2. HOSPICE CARE
Hospice care adalah spesialiasi dari palliative care untuk pasien yang
menderita penyakit yang berlipat (komplikasi) dengan harapan hidup 6 bulan
atau kurang. Hospice berfokus pada meningkatka kualitas hidup seseorang,
menejemen harga diri, dan membuat pasien senyaman mungkin saat berada
didekatnya. Tempat pelaksanaan hospice juga tidak terikat. Hospice bisa
dilaksanakan di tempat dengan fasilitas lengkap seperti rumah perawatan,
rumah sakit, pusat perawatan hospice atau dengan peralatan yang terbatas
seperti rumah. Pelaksanaan Hospice terdiri dari tim meliputi dokter, perawat,
pekerja sosial, penasehat spiritual, dan sukarelawan.

Dalam hospice care, perawatan yang diberikan juga lebih berfokus


pada perawatan orang yang sedang menghadapi kematian daripada berfokus
pada upaya memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Beberapa peranan
perawat, antara lain :

 Menurut Caroll-Johnson, Gorman, dan Bush,(2006), Perawat


menyelenggarakan pelayanan psikososial Klien pada akhir kehidupan
mengalami suatu variasi gejala psikologis, misalnya:kecemasan,
depresi, perubahan bentuk tubuh, penyangkalan, ketidakberdayaan,
ketidakberdayaan, ketidakyakinan, dan isolasi (Klien mengalami
kesedihan yang mendalam karena tidak mengetahui atau tidak
menyadari aspek dari status kesehatan atau pengobatan mereka.
Sediakan Informasi yang dapat membantu klien memahami kondisi
mereka, perjalanan penyakit mereka, keuntungan dan kerugian dari
pilihan pengobatan, serta nilai-nilai dan tujuan mereka untuk menjaga
otonomi klien yang diganggu oleh ketidaktahuan akan penanganan
masa depan atau ketidakyakinan tentang tujuan pengobatan ( Weiner
dan Roth, 2006)
 Meningkatkan martabat dan harga diri klien Perihal martabat
melibatkan penghormatan diri positif seseorang, kemampuan untuk
menanamkan dan mendapatkan kekuatan dari arti hidup individu itu
sendiri, dan bagaimana individu diobati oleh pemberi layanan.
Perawat meningkatkan harga diri dan martabat klien dengan
menghormatinya sebagai individu seutuhnya dengan perasaan,
prestasi, dan keinginan untuk bebas dari penyakit ( Chochinov, 2002).
Sangat penting bagi perawat untuk memberikan sesuatu yang klien
hormati kewenangannya, pada saat yang sama memperkuat
komunikasi antar-klien, anggota keluarga, dan perawat. Berikan
keleluasan selama prosuder keperawatan, dan sensitif ketika klien dan
keluarga membutuhkan waktu sendiri bersama.
 Menjaga lingkungan yang tenang dan nyaman Lingkungan yang
nyaman, bersih, menyenangkan membantu klien untuk beristirahat,
mempromosikan pola tidur yang baik dan mengurangi keparahan
gejala.
 Mempromosikan kenyaman spiritual dan Harapan Bantu klien
membuat hubungan dengan praktik spiritual atau komunikasi budaya
mereka. Klien merasa nyaman ketika mereka memiliki asuransi
bahwa beberapa aspek kehidupan mereka akan melampaui kematian.
Dengarkan secara teratur harapan-harapan klien dan temukan cara
untuk membantu mereka mencapai tujuan yang mereka inginkan.
 Melindungi terhadap keterbelakangan dan isolasi Banyak klien
dengan penyakit terminal takut untuk mati seorang diri. Kesendirian
membuat mereka jadi ketakutandan merasa putus asa. Perawat dalam
suatu institusi harus menjawab panggilan klien dengan cepat dan
memeriksa klien sesering mungkin untuk meyakinkan mereka bahwa
seseorang berada didekatnya (Stanley,2002)
 Mendukung keluarga Anggota keluarga dari klien yang menerima
pelayanan paliatif dipengaruhi oleh tantangan pemberian layanan dan
berduka. Kurangnya informasi merupakan masalah yang banyak
dilaporkan anggota keluarga klien yang sekarat (Kristjanson dan
Aoun, 2004). Mereka membutuhkan dukungan perawat, petunjuk, dan
edukasi selama mereka merawat orang yang mereka cintai.
 Membantu membuat keputusan akhir kehidupan
Klien dan anggota keluarga sering menghadapi keputusan pengobatan
yang kompleks dengan pengetahuan yang terbatas, perasaan takut
atau bersalah yang tidak terselesaikan. Anjurkan klien untuk
mengkomunikasikan dengan jelas keinginannya terhadap perawatan
akhir kehidupan sehingga anggota keluarga dapat bertindak sebagai
pengganti yang tepat ketika klien tidak dapat lagi berbicara untuk
dirinya sendiri.
Perbandingan Palliatie dan Hospice Care

Palliative Care Hospice Care

Untuk menjaga kenyamanan klien


sehingga klien merasa telah
terbebas dari rasa sakit dan gejala
penyakitnya, serta mempertahankan
kualitas hidup yang baik selama sisa
Untuk menilai dan mengobati
waktu yang dimiliki klien. Hospice
rasa sakit klien, dan masalah
Tujuan care menerima suatu kematian
fisik, psikologi maupun spiritual
sebagai hal yang memang harus
lainnya.
terjadi dan tidak dapat dihindari
apabila pasien telah dalam kondisi
terminal. Dalam hal ini klien
maupun keluarga harus
mendapatkan perhatian.

Menangani klien yang menderita


komplikasi atau penyakit medis
yang tidak pada umumnya.
Hanya menangani klien yang “dekat
Tidak ada batasan ekspektasi
dengan ajal” (keadaan terminal)
waktu hidup, klien bisa saja
Klien dank lien yang diperkirakan akan
meninggal atau bahkan dapat
meninggal dalam jangka waktu 6
sembuh. Klien bisa mendapatkan
bulan (tanpa perawatan khusus).
perawatan untuk penyembuhan
atau sebagai partisipan untuk
riset dan penelitian.
Umumnya Hospice care dilakukan

Umumnya dilakukan di rumah dirumah, namun pengaturan yang

Tempat sakit, juga dapat dilakukan di lebih baik tentunya di rumah sakit,

pemberian klinik keperawatan, rumah klinik keperawatan, maupun ke

perawatan khusus perawatan palliative fasilitator asistensi pendampingan

namun jarang ada. hidup.


Merupakan tindakan medis sub- Merupakan pendekatan tim yang

spesialisasi yaitu dokter atau dipimpin oleh dokter dan perawat

Pihak yang perawat yang melakukan dengan pelatihan khusus. Para

berwenang Palliative care harus memiliki spesialis dapat memberikan

memberikan pelatihan lebih tentang perawatan spiritual, psikososial, dan

perawatan manajemen gejala. Bisa juga lainnya. Hospice care juga

berkolaborasi dengan tim membutuhkan banyak dukungan

professional lain. dari keluarga.

Umumnya adalah program yang


didanai oleh pemerintah. Namun
banyak asuransi khusus yang
berencana untuk membayar para
Tidak ada asuransi khusus
hospice care.
setelah manfaat palliative care
Pembayaran Klien yang memilih menggunakan
diperoleh. Umumnya asuransi
layanan hospice care menyetujui bahwa
kesehatan klien telah terlengkapi
mereka telah menyerah dalam usaha
dengan pelayanan Palliative care.
untuk melakukan penyembuhan
penyakitnya. Namun hal ini kembali
pada tipe lain dari alasan klien dan
kesediannya.

D. Asuhan Keperawatan Pada Klien Menjelang Ajal dan Setelah Kematian


1. Perawatan Klien Menjelang Ajal
klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian. Perawat dapat
berbagi penderitaan klien dan mengintervensi dalam cara yang meningkatkan
kualitas hidup.

 Meningkatkan kenyamanan

Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan


peredaan distres psikobiologis (Oncology Nursing Society and The American
Nurses Association, 1979). Perawat memberi berbagai tindakan penanganan
bagi klien pada orang yang sakit terminal. Tindakan tersebut dapat berupa :
a. Kontrol nyeri
Hal ini penting karena nyeri dapat mengganggu tidur, nafsu
makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Makin cepat klien mendapat
penanganan nyeri maka dapat meningkatkan kualitas hidup klien
b. Pengendalian gejala penyakit atau pemberian terapi yang di dapat klien
c. Higiene personal
Hal ini merupakan kegiatan rutin yang dapat mempertahankan
kenyamanan klien.

 Pemeliharaan kemandirian

Pilihan yang penting bagi klien menjelang ajal adalah untuk memilih
tempat perawatan. Klien dapat memilih tempat perawatan di rumah sakit atau
dirumah.

Sebagian klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin


kemapanan diri. Perawat klien dapat mengizinkan klien melakukan tugas
sederhana seperti mandi, memasang kacamata, dan makan. Hal ini dapat
mempertahankan martabat dan rasa makna diri klien.

Ketika klien tidak mampu secara fisik untuk melakukan perawatan diri,
perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan untuk memberikan rasa kontrol dari klien. Namun apabila klien
tidak menginginkan adanya partisipasi dari perawat maka perawat tidak dapat
memaksakan kehendak.

 Pencegahan kesepian dan isolasi

Dirumah sakit sering kali orang yang menjelang ajal ditempatkan


diruangan tersendiri. Hal ini dapat menyebabkan klien yang menjelang ajal
merasa kesepian dan terisolasi. Untuk mencegah hal ini terjadi maka dapat
dilakukan

a. Klien menjelang ajal tidak harus secara rutin ditempatkan diruangan


yang sendiri. klien harus dapat merasakan keterlibatan ktika dirawat
bersama dan memperhatikan aktivitas perawat. Klien dapat melakukan
percakapandan kehadiran dengan klien lain satu ruangan dan
penjenguk. Namun ketika klien meninggal perawat harus memberi
perhatian pada klien yang satu ruangan karena memperhatikan orang
meninggal dapat sangat menakutkan.
b. Memberikan stimulasi lingkungan yang bermakna dengan memberikan
ketenangan pada klien. Hal ini seperti menjaga lingkungan rumah sakit
atau rumah tetap kondusif dan nyaman bagi klien.
c. Anggota keluarga dan teman dapat menemani klien di rumah atau
rumah sakit. Seorang klien menjelang ajal dapat merasa kesepian
terutama pada malam hari dan mungkin merasa lebih aman jika
seseorang tetap menemaninya disamping tempat tidur. Perawat juga
harus mengetahui cara menghubungi anggota keluarga jika kunjungan
diperlukan atau kondisi klien memburuk.
d. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian. Perawat
harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang ajal dan
memperlihatkan perhatian. Selain itu perawat dapat mendorong
anggota keluarga atau kerabat klien untuk tetap bersama klien.

 Peningkatan ketenangan spiritual.

Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan


menganalisis nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati.
Perawat dan klien dapat membantu mendengarkan dan mendorong klien untuk
mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan.

Klien mungkin juga menenukan makna hidup sebelum klien menyerah


pada kematian, dan biasanya mereka melakukan penyesalan apabila hidup
mereka terasa tidak bermakna. Klien mungkin meminta pengampunan dari
Tuhan Yang Maha Kuasa dan orang –orang disekitarnya.

Perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan


menggunakan ketrampilan komunikasi, mengekspresikan empati, berdoa
dengan klien, membaca literatur yang memberi inspirasi, dan memainkan
musik.
 Perawatan Hospice

Program Hospiece adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang


dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman
dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses
menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program hospice mempunyai
waktu untuk hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia pada
tahun 1879, yang kemudian dibentuk di Inggris, dan kemudian sampai di
Amerika Serikat dan Kanada pada tahun 1970-an. (Kastenbum, 1991).
Komponen perawatan hospice (1985) digambarkan sebagai berikut :

a. Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan di


bawah admisntrasi rumah sakit

b. Kontrol gejala (fisik, sosiologis, fisiologis, dan spiritual)

c. Pelayanan yang diarahkan dokter

d. Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri atas dokter,


perawat, rohaniawan, pekerja sosial, konselor.

e. Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu

f. Klien dan keluarga sebagai unit perawatan

g. Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah kematian klien

h. Penggunaan tenaga suka rela terlatih sebagai bagian dari tim

i. Penerimaan ke dalam program di dasarkan pada kebutuhan perawatan


kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.

Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengontrol


gejala ketimbang pengobatan penyakit. Perawatan klien dikoordinasikan
antara lingkungan rumah dan klien. Keluarga menjadi pemberi perawatan
primer, pemberian medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan
sumber psiokologis dan fisik yang diperlukan untuk mendukung keluarga.
2. Pengkajian Tanda Kematian
Kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang melalui fungsi sistem saraf,
kardiovaskuler, dan pernapasan.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus
kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus,
dan elektro ensefalografi (EEG) mendatar/ flat.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal
yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung
berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/
flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita
ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak
berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi
pada insisi arteri radialis.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa
hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan
palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air
dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada
cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak
ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.
 Tanda Kematian
a. Tanda kematian tidak pasti
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit
3. Nadi karotis tidak teraba
4. Kulit pucat
5. Tonus otot menghilang dan relaksasi
6. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian
7. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit
b. Tanda kematian pasti
1. Lebam mayat (Livor mortis)
Livor mortis adalah bercak atau noda besar merah kebiruan
atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat
penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena terhentinya kerja
pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh mayat
yang tertekan oleh alas keras. Bercak tersebut mulai tampak oleh kita
kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak
tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam
pasca kematian klinis.
2. Kaku mayat (rigor mortis)

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi


pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan
serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer;
hal mana disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada
protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot.

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat


terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-
menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara
mayat dengan lingkungannya.

4. Pembusukan

Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama


protein akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium
welchii. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan
baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan
melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut
kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke
seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.

Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak,


mata menonjol, lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan
darah, lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan
partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent
pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan,
pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau
vulva membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam
membusuk, dan ditemukannya larva lalat.

5. Lilin mayat (Adipocere)

Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat


mengalami hidrolisis dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya.
Peristiwa adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan keuntungan adanya adipocere ini,
tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu
yang sangat lama sekali, sampai ratusan tahun.

6. Mummifikasi

Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan


menyebabkan pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan
proses pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras dan kering.
Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh,
sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat
terjadi mummifikasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa
minggu sampai beberapa bulan; yang dipengaruhi oleh keadaan suhu
lingkungan dan sifat aliran udara.

3. Perawatan Setelah Kematian


a. Perawatan klien yang telah meninggal

Perawatan setelah kematian meliputi:

1. Menghormati keinginan spiritual atau budaya dari orang yang meninggal


dan keluarga mereka / wali sambil memastikan kewajiban hukum
terpenuhi
2. Mempersiapkan tubuh untuk transfer ke kamar mayat atau tempat direktur
pemakaman ini- Penawaran keluarga dan pengasuh menyajikan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses dan mendukung mereka
untuk melakukannya
3. Memastikan bahwa privasi dan martabat orang meninggal dipertahankan
4. Memastikan bahwa kesehatan dan keselamatan setiap orang yang datang
ke dalam kontak dengan tubuh dilindungi
5. Menghormati keinginan orang untuk organ dan jaringan donor
6. Kembali milik pribadi orang yang meninggal untuk keluarga mereka

Sifat dari kematian dan konteks di mana ia telah terjadi mempengaruhi


bagaimana perawatan yang disediakan, serta tingkat dukungan yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang telah berduka.Sebagai contoh, beberapa
kematian diharapkan atau damai sementara yang lain mungkin tiba-tiba atau
trauma. Akibatnya, keluarga dan pengasuh cenderung memiliki berbagai
tanggapan dan kebutuhan dan masing-masing juga mungkin memiliki
pandangan yang berbeda tentang bagaimana orang harus dirawat setelah
kematian. Mereka mungkin sangat protektif terhadap orang yang meninggal,
merasa bahwa mereka cintai telah 'cukup menderita'.

Perawatan Jenazah di Ruang Perawatan dan Pemindahan Jenazah ke Kamar Jenazah


Persiapan:

1. Sarung tangan latex


2. Gaun pelindung
3. Kain bersih penutup jenazah
4. Klem dan gunting
5. Plester kedap air
6. kapas, kasa absorben dan pembalut
7. Kantong jenazah kedap air
8. Wadah bahan infeksius
9. Wadah barang berharga
10. Brankart jenazah

Prosedur : Petugas/orang yang menangani jenazah harus :

1. Cuci tangan
2. memakai sarung tangan, gaun, masker.
3. Lepas selang infus dll, buang pada wadah infeksius.
4. bekas luka diplester kedap air.
5. Lepaskan pakaian dan tampung pada wadah khusus lekatkan kasa
pembalut pada perineum (bagian antara lubang dubur dan alat kelamin)
dengan plester kedap air Letakkan jenazah pada posisi terlentang.
6. Letakkan handuk kecil di belakang kepala.
7. Tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telingadan mulut dengan
kapas/kasa.
8. bersihkan jenazah.
9. Tutup jenazah dengan kain bersih disaksikan keluarga.
10. Pasang label sesuai kategori di pergelangan kaki/ibu jari kaki.
11. Beritahu petugas kamar mayat, bahwa pasien meninggal adalah penderita
penyakit menular.
12. Masukkan jenazah ke dalam kantong jenazah.
13. Tempatkan jenazah ke dalam brankart tertutup dan dibawa ke kamar
mayat.
14. Cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya, buang bahan
yang sekali pakai pada tempat khusus.

Persiapan Pemulasaraan/ Perawatan Jenazah di Kamar Jenazah :

1. Alat pelindung petugas: sarung tangan karet sampai siku, sepatu boot dari
karet, gaun, celemek plastik dan masker.
2. Tempat memandikan jenazah.
3. Washlap, handuk, waskom berisi air, desinfektan (larutan klorin 0,5%) dan
sabun.
4. plester kedap air, kapas pembalut, sisir, pewangi.
5. Kantong jenazah/plastik.
6. Brankart jenazah
7. kacamata pelindung.

Prosedur Pemulasaraan/Perawatan di Kamar Jenazah:

1. Siapkan larutan Klorin 0,5%.


2. Kenakan pakaian yang memenuhi standar kewaspadaan universal
3. Pindahkan jenazah ke meja tempat memandikan jenazah, tidak
diperbolehkan memandikan jenazah dengan dipangku.
4. Lepaskan semua baju yang dikenakan jenazah.
5. Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata
keseluruh tubuh mulai dari sela-sela rambut, lubang telinga, lubang
hidung, mulut, tubuh dan kaki; kemudian tunggu hingga 10 menit.
6. Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir.
7. Bilas jenazah dengan air mengalir.
8. Keringkan jenazah dengan handuk.
9. Sumbat semua lubang tubuh jenazah yang mengeluarkan cairan dengan
kapas.
10. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau pembungkus lain sesuai dengan
agama/kepercayaannya.
11. Selesai ritual keagamaan, jenazah dimasukkan ke dalam kantong plastik
dengan ketebalan tertentu.
12. Pindahkan jenazah langsung ke peti jenazah disaksikan pihak keluarga,
kemudian peti ditutup Kembali (peti jenazah disesuaikan dengan
kemampuan dan adat istiadat masyarakat atau agama yang dianut).
13. Jenazah diangkut ke dalam mobil jenazah untuk diantarkan ke rumah
duka.
14. Siram meja tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5% dan
bilas dengan air mengalir.
15. Lepaskan perlengkapan kewaspadaan universal (sesuai protap pemakaian
kewaspadaan universal).

Prosedur Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah :

1. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki petugas yang
akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok pada
tangan atau kaki, petugas tidak boleh memandikan jenazah.
2. Kenakan gaun pelindung.
3. Kenakan sepatu boot dari karet.
4. Kenakan celemek plastik.
5. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung.
6. Kenakan kacamata pelindung.
7. Kenakan sarung tangan karet.
8. Setelah jenazah selesai dimandikan, siram meja tempat memandikan
jenazah dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan air mengalir.
9. Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet dalam
larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air mengalir
10. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin 0,5%.
11. Lepaskan masker pelindung, buang ke tempat sampah medis.
12. Lepaskan celemek plastik, buang ke tempat sampah medis.
13. Lepaskan gaun pelindung, rendam pada larutan klorin 0,5%.
14. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan air
bersih lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.
15. Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah medis.

b. Perawatan pada keluarga


1. Dengarkan ekspresi keluarga
2. Beri kesempatan bagi keluarga untuk bersama dengan jenazah beberapa
saat
3. Siapkan ruangan khusus unuk berduka
4. Bantu keluarga untuk membuat keputusan dan perencanaan pada jenazah
5. Beri dukungan bila terjadi disfungsi berduka
6. Sebelum keluarga melihat tubuh klien, perawat menyiapkan tubuh klien
dan ruangan untuk meminimalkan stres dari pengalaman. Perawat
menyingkirkan benda dan peralatan dari pandangan. Linen yang kotor dan
berserakan disingkarkan. Semprotkan deodoran untuk menghilangkan bau
yang tidak menyenangkan.
7. Setelah tubuh disiapkan, keluarga diundang kedalam ruangan.
8. Perawat melepaskan perhiasan dan memberikan kepada keluarga bersama
benda berharga lainnya.
9. Perawat atau anggota keluarga yang lain harus hadir untuk memberikan
dukungan kepada anggota lainnya.
10. Setelah keluarga pergi, sesuai dengan kebijakan tertentu rumah sakit
perwat memasang tanda yang menyebutkan nama dan informasi lainpada
pergelangan tangan jenazah klien dan pergelangan kaki atau ibu jari
kakinya.
c. Self Nurse Care
Dukungan kesedihan dan pendidikan bagi staf kesehatan Fessick
(2007) melaporkan bahwa staf mundur untuk 20 staf perawat dari bangsal
onkologi medis ditemukan untuk membantu dalam mendukung seluruh
kesedihan perawat dan membantu mereka untuk mengelola aspek pekerjaan
mereka. Retret ini melibatkan sesi pendidikan teori berduka dan
mengidentifikasi strategi coping yang dapat digunakan oleh perawat.
Temuan dari wawancara berikut retret menunjukkan bahwa perawat
merasa mereka telah diberikan alat berupa kunci untuk meningkatkan
kemampuan mereka untuk mengatasi, telah mampu untuk berbagi perasaan
mereka dengan orang lain dan manfaat yang tidak direncanakan adalah
pengembangan lebih dekat dan lebih kuat di tim. Hasil ini menunjukkan
bahwa menciptakan forum di mana perawat dapat mengartikulasikan
perasaan mereka dalam lingkungan yang aman dan mendukung memiliki
manfaat bagi individu dan kelompok secara keseluruhan.
Penelitian dilakukan melalui wawancara naratif kualitatif dengan 14
perawat yang bekerja dengan keguguran di bangsal ginekologi (McCreight
2004). Ini ditunjukkan bahwa pendidikan untuk perawat dalam pelatihan atau
mereka yang memenuhi syarat dapat membantu mereka untuk mengelola
perasaan duka dan kerugian sebagai akibat dari pengalaman kerja mereka.
Namun mereka juga menemukan bahwa beberapa perawat tidak ingin
dukungan formal maupun pendidikan karena hal ini bisa menyiratkan,
mereka tidak dapat mengatasi emosional dengan pekerjaan mereka. Mereka
lebih suka mengandalkan lebih kepada jaringan informal seperti berbicara
dengan rekan-rekan dan teman-teman baik di dalam maupun di luar situasi
kerja. Temuan ini bisa menunjukkan bahwa ada norma-norma budaya yang
kuat yang membuat staf merasa mereka harus mematuhi.
Rickerson et al (2005) yang disurvei 203 perawat di rumah perawatan
lansia dan menemukan bahwa lebih dari 80% dari perawat digunakan
mekanisme dukungan informal seperti berbicara dengan kolega dan teman-
teman untuk membantu mereka mengatasi respon mereka terhadap kematian
pasien dan sebagian besar mengatakan mereka akan menggunakan bentuk
dukungan tambahan untuk kelompok misalnya dukungan dan konseling
individu. Seperti penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat, mungkin
konseling dan kelompok-kelompok pendukung yang lebih umum dan
diterima di sana daripada di Inggris. Itu penelitian oleh McCreight (2004)
dijelaskan di atas dilakukan di Irlandia Utara dan temuan mereka tidak
mendukung penyediaan kelompok dukungan formal.
Daftar Pustaka
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41528/4/Chapter%20II.pdf diunduh pada
tanggal 4 Mei 2015
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-mahfudhisi-6109-3-
babii.pdfdiunduh pada tanggal 4 Mei 2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21606/4/Chapter%20II.pdfdiunduh pada
tanggal 4 Mei 2015
Kolsky, Karin. 2010. End of Life, Helping with Comfort and Care. National Institute on
Aging & National Institute of Health. US Departement of Health and Human Services

http://www.upmc.com/Services/palliative-and-supportive-
institute/resources/Documents/The%20Difference%20Between%20Palliative%20and%20Ho
spice%20Care.pdfdiunduh pada tanggal 4 Mei 2015
Perry, A.G., Potter P.A., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : edisi 4. Jakarta : EGC

Kolsky, Karin. 2010. End of Life, Helping with Comfort and Care. National Institute on
Aging & National Institute of Health. US Departement of Health and Human Services

http://www.upmc.com/Services/palliative-and-supportive-
institute/resources/Documents/The%20Difference%20Between%20Palliative%20and%20Ho
spice%20Care.pdfdiunduh pada tanggal 4 Mei 2015
Budiyanto Arif, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, et al. Tanatolog dalam Ilmu
Kedokteran Forensik. FK UI, Jakarta. 1997.

Nursing care of dead bodies: a discursive analysis of last offices, B Quested/T Rudge, Journal
of Advanced Nursing, Mar 2003 (vol 41, issue 6) pp 553-60

“Till death us do part?” The nurse’s role in the care of the dead: a historical perspective:
1850-2004, C Blum, Geriatric Nursing, Jan-Feb 2006 pp 58-63

http://www.academia.edu/9567096/Jenazah_sodiunduh pada tanggal 4 Mei 2015

Effects of patient death on nursing staff: a literature reviewWILSON, Janet and


KIRSHBAUM, MarilynAvailable from Sheffield Hallam University Research Archive
(SHURA) at:http://shura.shu.ac.uk/4134/

Anda mungkin juga menyukai