Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Pengantar
2. Mengenal Glutamat dan MSG
3. Kandungan Glutamat dalam Makanan
4. Efek Samping MSG bagi Kesehatan
5. Efek Samping MSG bagi Otak
6. Cara Aman Mengkonsumsi MSG
7. Contoh Bahan Alternatif pengganti MSG
8. Penutup
9. Daftar Pustaka
10. Tim
Halaman Utuh
PENGANTAR
Siapa yang tidak kenal dengan bubuk putih seperti kristal yang biasanya ada di dapur para ibu? Ya,
itulah MSG atau dikenal luas dengan nama vetsin atau micin. Fungsinya sebagai penyedap rasa sudah
lama diketahui orang. Namun, saat ini penggunaan MSG masih menjadi kontroversi soal
keamanannya bagi kesehatan. Sebagian orang masih ragu-ragu dan memilih tidak menggunakannya.
Sebagian lagi mencoba mengurangi pemakaiannya. Apa sebetulnya MSG itu dan sejauh mana
keamanannya bagi tubuh manusia akan dipaparkan dalam program ini. Setelah membaca program ini,
pembaca dapat mengantisipasi efek samping penggunaan MSG dan cara aman menggunakan MSG
dalam kehidupan sehari-hari.
MENGENAL GLUTAMAT DAN MSG
Ketika MSG ditambahkan pada makanan, dia memberikan fungsi yang sama seperti glutamat yaitu
memberikan rasa sedap pada makanan. MSG terdiri dari air, sodium dan glutamat.
Di Indonesia, penggunaan MSG sudah menjadi hal yang biasa, bahkan terkadang pada beberapa
orang merasa kurang pas rasa masakannya jika tidak dibubuhi dengan MSG. Sebagian besar peneliti
meyakini bahwa MSG menstimulasi reseptor (pengecap rasa) glutamat yang terdapat pada lidah untuk
menegaskan citarasa daging. Tetapi yang berperan dalam hal ini adalah glutamat dalam bentuk asam
glutamat, bukan sebagai garam natrium (MSG). Reaksi glutamat dengan ion Na+ yang memiliki
elektronegativitas tinggi menjadikan MSG garam yang ikatannya kuat, tidak terurai selama proses
pemasakan, dan aroma serta citarasanya sudah mulai terdeteksi pada konsentrasi 0,03% (Budiarso,
1975).
Secara sederhana MSG dibagi menjadi dua jenis yaitu alami dan buatan. MSG yang alami sehat untuk
dikonsumsi. Sedangkan yang buatan, dan justru banyak beredar, sangat berpotensi mendatangkan
gangguan kesehatan.
Kronologis Pemakaian MSG
Sebelum tahun 1960, MSG atau vetsin hanya digunakan oleh masyarakat tertentu saja seperti di Cina,
Jepang, Korea, Thailand, Vietnam dan Myanmar. MSG digunakan tidak hanya oleh ibu rumah tangga
tapi juga restoran atau rumah makan. Takarannya pun sangat kecil sekali sekitar 1-2 korek kuping
atau setara dengan 30-60 mg untuk setiap porsi masakan, mie bakso, ataupun pangsit. Makanan
tradisional Indonesia tidak menggunakan MSG sama sekali, karena masakan tersebut sudah terasa
lezat dan gurih oleh ramuan bumbu rempah khas Indonesia.
Pada pertengahan tahun 1960-an, produk MSG diimpor dari Jepang dan Korea. Kemudian, MSG juga
diiklankan secara gencar di Indonesia baik melalui media cetak, radio, maupun televisi. Di samping
harganya murah, terbukti juga bahwa MSG dapat meningkatkan rasa makanan yang kualitasnya
rendah menjadi sajian yang lezat dan enak disantap. Oleh karena itu, selain golongan cina, hampir
semua golongan penduduk di Indonesia sudah mengenalnya. Lebih jauh lagi, mereka menggunakan
MSG dengan sangat berlebihan dan tidak wajar. Hal itu terjadi karena pada kemasan produk MSG
tidak disertai alat takar dan tidak mencantumkan cara penggunaannya.
Contoh penggunaan yang tidak wajar adalah ketika sebelum tahun 1960-an dipakai takaran
menggunakan korek kuping dengan sekali pakai sebanyak 1-2 korek kuping atau sekitar 30-60 mg,
maka setelah diimpor dari Jepang dan Korea, untuk setiap mangkok mie atau sop meningkat menjadi
100-300 mg atau sekitar 3-5 kali korek kuping. Takaran ini tidak bertahan lama dan terus meningkat
menjadi 500-1200 mg atau sekitar 15-20 kali korek kuping. Pada tahun 1970-an karena harga MSG
relatif murah, maka para pedagang tidak lagi segan-segan menggunakan sendok teh atau setara
dengan 3000mg atau 100 kali korek kuping. Bahkan ada yang menuangkan langsung dari ujung
kantong yang sudah digunting. Cara ini sering kali menjadi tidak terkendali sehingga jumlahnya bisa
lebih dari satu sendok teh (Budiarso, 2001).
Hasil survey Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pada tahun 1980 menunjukkan bahwa
penggunaan MSG oleh pedagang mie bakso,mie pangsit dan mie rebus di Jakarta adalah sebagai
berikut :
Glutamat merupakan senyawa yang secara normal terdapat di dalam makanan dan tubuh dalam
bentuk bebas maupun terikat. Tubuh manusia mengandung 14-17% protein dan kurang lebih
seperlimanya adalah glutamat. Dalam bentuk bebas, glutamat juga terdapat dalam sistem
pencernaan, darah, dan jaringan syaraf lainnya. Total glutamat bebas yang dapat digunakan oleh
tubuh sekitar 10 gram dengan ‘turnover’ 5-10 gram per jam (Anonim, 1980).
Glutamat terdapat dalam otak dengan jumlah yang cukup tingggi. Perbandingan antara glutamat di
dalam otak dan darah juga cukup tinggi. Hal ini disebabkan otak memproduksi glutamat dalam
jumlah tinggi kemudian mengeluarkannya ke dalam darah. Oleh karena itu, glutamat secara normal
terdapat di dalam darah dan otak. Rata-rata orang mengonsumsi antara 10 dan 20 gram glutamat
terikat dan satu gram glutamat bebas dari makanan yang kita makan setiap hari. Di samping itu,
badan manusia membuat sekitar 50 gram glutamat bebas setiap hari. (Srikandi, 1985).
Glutamat merupakan zat yang paling berlimpah dari 20 jenis asam amino. Kadarnya mencapai
hampir 20% dari asam amino yang ada pada susu. Komposisi asam amino air susu sangat mirip
pada banyak jenis mamalia, termasuk manusia. Kenyataan bahwa glutamat ada dalam jumlah besar
dalam air susu ibu dan semua susu binatang, mengesankan bahwa glutamat memainkan suatu peran
besar yang mungkin sebagai pelindung (Ardiyanto, 2004)
Sawar darah otak (blood brain barrier) yang mengontrol jenis molekul yang masuk ke otak tidak
memungkinkan melintasnya glutamat buatan. Oleh karena itu, otak harus membuat glutamat sendiri
dari glukosa dan asam amino lainnya.
Otak menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama dan dapat dikatakan bahwa usus dengan
menggunakan glutamat sebagai sumber energi utamanya menyisakan glukosa untuk otak.
Sebenarnya hampir semua bahan makanan sudah mengandung glutamat. Beberapa diantaranya
mengandung kadar tinggi seperti susu, telur, daging, ikan, ayam, kentang, jagung, tomat, brokoli,
jamur, anggur, kecap, saus dan keju (seperti yang terlihat pada gambar). Hasil penelitian
organoleptik menunjukkan bahwa jumlah glutamat yang ditambahkan ke dalam makanan dan dapat
menghasilkan citarasa yang optimum adalah 0,2-0,8%. Konsentrasi glutamat yang masih dapat
dicicipi adalah 0.03% (Anonim dalam Media Teknologi Pangan, 1985).
Beberapa hasil penelitian mengenai efek MSG ini memang masih kontroversi. Namun, ada satu
kekhawatiran bahwa efek MSG ini bersifat lambat. Seperti penelitian terhadap hewan, efek yang
ditimbulkan tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi setelah konsumsi jangka panjang meski dalam
dosis rendah. Sayangnya, penelitian jangka panjang sulit dilakukan pada manusia. Diduga, akumulasi
terus menerus dalam dosis rendah ini yang perlu diwaspadai. Di sisi lain, sebenarnya berusaha beralih
ke penyedap rasa alami memang lebih baik. Namun, bagi yang sudah terbiasa memang tidak mudah
untuk beralih karena ada semacam kecanduan terhadap efek MSG ini pada reseptor di otak pemberi
rasa sedap.
Namun, penelitian lain menyatakan bahwa MSG terlihat dapat melintasi penghalang plasenta dalam
tikus. Penelitian membuktikan bahwa pada kasus ibu hamil yang menderita infeksi dalam rahim
berisiko memiliki bayi yang mengalami kerusakan otak bawaan yang disebabkan oleh MSG.
Bagaimanapun, syaraf embrio jauh lebih sensitif terhadap MSG. Observasi ini meningkatkan
kemungkinan peracunan melalui plasenta pada janin manusia setelah sang ibu mengonsumsi
makanan yang kaya MSG.
Penelitian lain menunjukan bahwa MSG dapat melakukan penetrasi pada penghalang plasenta dan
mendistribusi hampir di antara jaringan-jaringan embrio. MSG juga dapat menyebabkan kematian
syaraf yang dapat menghasilkan pengurangan kemampuan belajar dan mengingat pada tikus hamil
dewasa yang diberi MSG. Oleh karena itu, disarankan bagi ibu hamil untuk tidak mengkonsumsi
makanan yang mengandung monosodium glutamat (MSG) selama kehamilan.
Tikus yang memakan menu berkadar vetsin sedang juga mengalami kerusakan retina mata, namun
lebih ringan. Penelitian Hiroshi dan sejawatnya menjadi penelitian pertama yang menunjukkan bahwa
kerusakan mata dapat disebabkan oleh makanan yang mengandung vetsin. Penelitian-penelitian
sebelumnya baru membuktikan bahwa penyedap rasa ini dapat mengakibatkan kerusakan saraf optik
jika disuntikkan langsung ke mata (Hidayat, 2002).
Menurut Hiroshi, penelitiannya dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa di kawasan Asia Timur
tingkat penderita glaukoma tinggi. Selama ini, menu makanan oriental dari Jepang dan Cina terkenal
sarat dengan pemakaian vetsin.
Seorang ahli spesialis glaukoma di London, Peng Tee Khaw, mengatakan bahwa orang yang
kecanduan MSG memang potensial menimbulkan masalah pada retina mata. Tidak hanya konsumsi
MSG dalam jumlah tinggi yang bisa berpengaruh buruk pada kesehatan. Jika mengonsumsi sedikit
demi sedikit tetapi dalam jangka panjang, maka efek akumulatifnya akan terjadi lebih dari sepuluh
tahun kemudian. Inilah alasan mengapa orang-orang cenderung menderita glaukoma pada usia 40
tahun.
Tidak semua spesies tikus jadi obes dengan pemasukan MSG, beberapa diantaranya hanya mendapat
diabetes. Hamster Cina baru lahir yang kemudian diinjeksikan dengan MSG menunjukkan tidak
adanya tanda obesitas, bahkan saat tumbuh dewasa. Namun, justru mengembangkan sindrom
diabetes.
1. MSG yang dikonsumsi harus dapat menaikkan konsentrasi glutamat buatan di dalam plasma
darah jauh di atas batas normal,
2. glutamat buatan di dalam plasma harus dapat menembus sawar (barrier) antara saluran
darah dengan otak,
3. konsentrasi glutamat buatan yang mencapai syaraf yang sensitif harus melampaui batas
normal,
4. pada konsentrasi di atas normal tersebut glutamat buatan harus bersifat neurotoksik.Jika
salah satu dari proses tersebut tidak dapat dilalui, atau dipunyai oleh glutamat buatan, maka
glutamat buatan tidak dapat bersifat neurotoksik. Konsentrasi MSG yang biasanya dianggap
melampaui batas normal adalah jika MSG di dalam plasma melebihi dua kali dari jumlah
normal. Dosis MSG yang dapat menaikkan konsentrasi glutamat buatan sebanyak dua kalinya
adalah 50-100 mg per kg berat badan atau kira-kira 2.75 – 5,5 g per orang sekali konsumsi
untuk orang dengan berat badan 55 kg. Kenaikan glutamat plasma kurang dari dua kalinya
jumlah normal masih dapat dianggap normal. Dari penelitiannya, Wurtman berpendapat
bahwa kerusakan otak tidak dapat terjadi pada manusia karena mengkonsumsi MSG melalui
makanan meskipun dalam jumlah yang relatif tinggi menurut dosisnya sebagai penegas rasa.
Banyak faktor yang membatasi konsumsi MSG dalam jumlah sedemikian tingginya sehingga
dapat merusak sawar darah otak. Salah satu diantaranya adalah karena jumlah MSG yang
terlalu tinggi di dalam makanan dapat merusak rasa makanan sehingga lidah manusia tidak
dapat menerimanya (Srikandi, 1985).
Beberapa cara aman yang dapat digunakan untuk mengendalikan konsumsi MSG, yaitu :
Lembaga Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) menggolongkan MSG ke dalam
GRAS (Generally Recognize as Safe) dan menurut FAO/WHO batas maksimum konsumsi MSG yang
dapat diterima dan dianggap memenuhi batas keamanan (Safety Level) adalah 120mg/kg berat
badan per hari.
Bagaimana dengan batas aman dari MSG? batas aman dapat menggambarkan tingkat kelonggaran
konsumsi MSG terhadap batas keamanan konsumsinya. Budiarso (1975) menghitung batas
keamanan untuk orang dewasa (berat badan rata-rata 50 kg) dan anak-anak (berat badan rata-
rata 10kg). Jika makanan yang dikonsumsi diberi satu bungkus kemasan terkecil MSG yang
beratnya kira-kira 400 mg. dengan menganti berat badan rata-rata orang dewasa menjadi 55 kg
maka batas aman bagi orang dewasa adalah 5,5 kali dalam sehari dan anak-anak adalah 1 kali
dalam sehari (Srikandi, 1985).
Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa batas aman dari kemasan MSG 400mg untuk anak-anak
terlalu kecil, oleh karena itu disarankan tidak memberikannya atau berhati-hati dalam pemberian
dosisnya kepada anak-anak terutama anak balita.
Untuk menghindari penggunaan MSG terutama pada makanan kemasan, kita dapat melihat dari
komposisi makanan. Ada beberapa nama lain MSG yang biasanya ada dalam komposisi makanan
yaitu :
mononatrium glutamat
sodium caseinate
whey extract
seasoning
d) Membuat campuran garam dengan 10% MSG
Bagaimana cara membuatnya? Sangat mudah sekali. Ambil 100 g MSG/Vetsin 100% ditambahkan
pada 900 g bubuk garam dapur yang halus. Sebelum dicampurkan, sebaiknya garam dapur
disangrai (digoreng tanpa minyak) dulu agar betul-betul kering. Setelah kering, dibiarkan sebentar
agar sedikit dingin. Campurkan 100 g MSG 100% tadi dan diaduk-aduk sampai merata. Simpan
dalam wadah tertutup yang bersih dan kering. Campuran garam-MSG 10% siap untuk digunakan.
Ketika memasak, cukup gunakan campuran garam-MSG 10% sebagai pengganti garam dan
penyedap. Nanti kalau rasa asinnya sudah pas maka dengan sendirinya rasa gurihnya pun sudah
pasti pas juga. Dengan demikian, Campuran garam-MSG 10% ini dapat digunakan untuk
mengendalikan konsumsi MSG.
Sekarang dapat dihitung berapa gram natrium/sodium yang kita makan sehari. Yang ideal untuk
orang dewasa mengkonsumsi garam adalah 6 gram/hari dan 3 gram/hari untuk anak-anak. Kalau
sekarang orang mengkonsumsi 6 gram Campuran garam-MSG 10%, maka kita hanya makan MSG
100% murni adalah 1/10 dari 6 gram atau sama dengan 0,60 gram atau 600 mg (setara dengan
10 kali korek kuping) sehari. Dengan demikian, sekalipun umpamanya rakus makan Campuran
garam-MSG 10% sampai 10 gram, maka MSG murni yang kita konsumsi tidak lebih dari 1 gram
atau 1000 mg per hari. Dan ini kira-kira setara dengan 1/3 sendok teh. Dengan demikian kita bisa
bebas makan enak tanpa akan menanggung resiko keracunan natrium (Budiarso, 2001).
Indonesia adalah Negara yang kaya akan rempah-rempah sehingga sebenarnya tidak diperlukan MSG
lagi untuk menyedapkan. Ada beberapa alternatif bahan yang dapat digunakan untuk menyedapkan
makanan selain MSG, yaitu:
a) Gula pasir
Selain menggunakan bahan makanan yang bermutu baik dan masih segar, kita dapat memberi
sedikit gula pasir pada masakan, karena gula pasir juga dapat memberi efek gurih pada masakan.
b) Kecap
Seperti yang telah kita ketahui, komposisi kimia MSG adalah garam sodium glutamat, hasil
persenyawaan antara ion sodium dengan asam L-Glutamat. Senyawa L-glutamat inilah yang
memiliki cita rasa menyerupai daging (meatlike). Kecap yang dihasilkan dari fermentasi kedelai
juga memiliki kandungan senyawa ajaib ini. Selama proses fermentasi, protein kedelai akan
terproses menjadi L-glutamat. Jumlahnya memang lebih kecil, karena proses tersebut juga
menghasilkan D-glutamat. Jadi, dari kandungan asam glutamatnya, rasa yang ditimbulkan kecap
tidak sekuat MSG, karena sifat D-glutamat hanya sebagai flavor enhancer.
Tetapi hasil fermentasi kedelai juga mengandung beberapa asam organik yang memiliki citarasa
kuat seperti asam laktat, asam asetat, asam suksinat, dan beberapa asam amino yang selama
proses pengolahan akan rusak karena reaksi pencoklatan dalam perubahan warna kecap. Di
samping itu, fermentasi kedelai juga menghasilkan senyawa-senyawa gula yang memperkuat rasa
seperti glukosa, galaktosa, maltosa, xylosa, arabinosa, dan dua senyawa gula gliserol serta
manitol. Senyawa-senyawa cita rasa tersebut memang tidak menghasilkan rasa
yang meatlike seperti MSG. Tetapi akan memberikan aroma yang sedap dan gurih.
c) Tomat
Ingat rasa tomat? Hampir tidak seorangpun dapat mengidentifikasi rasa lezat dalam tomat,
padahal kelezatan ini adalah salah satu dari beberapa komponen penting. Bila di kombinasikan
dengan manis, asam dan sedikit rasa tanah dapat memberikan rasa lezat pada tomat. Bila tomat
menjadi matang, kadar alami dari glutamat bertambah dan tomat menjadi lebih lezat rasanya.
d) Daun bawang
Daun bawang yang akan digunakan sebagai penyedap diiris tipis-tipis sekitar satu milimeter. Jika
daun dipotong terlalu lebar tidak akan keluar rasa sedapnya. Setelah diiris, daun ini kemudian
dimasak bersamaan dengan masakan.
Jumlah daun bawang yang digunakan harus banyak. Untuk satu liter masakan berkuah,
membutuhkan irisan daun sekitar satu sendok makan.
e) Bawang putih
Bawang putih (Allium sativum) telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu masakan oleh
masyarakat Indonesia maupun masyarakat lainnya di berbagai belahan dunia karena aromanya
yang khas. Bawang putih dapat digunakan dengan cara diiris tipis maupun ditumis dengan sedikit
minyak agar lebih terasa lezat.
PENUTUP
Glutamat yang terkandung dalam makanan merupakan zat yang berguna bagi tubuh manusia.
Namun glutamat dalam bentuk garam yaitu MSG (monosodium glutamat) masih banyak
diperdebatkan orang mengenai keamanan penggunaannya. Apalagi efek samping yang
ditimbulkannya cukup berat, terutama bagi bayi dan anak-anak. Apabila ingin mengkonsumsi MSG
maka, perlu untuk memahami cara dan batas aman penggunaannya. Meskipun bahaya konsumsi
MSG belum jelas pembuktiannya, namun lebih baik mengurangi mengonsumsinya atau mengganti
MSG dengan bahan lain seperti gula pasir, kecap, tomat, daun bawang, dan bawang putih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardyanto, Tonang D, MSG dan Kesehatan, Inovasi Online Vol 1/XVI/Agustus 2004.
2. Budiarso, Iwan T, Efek Positif dan Negatif MSG dalam Makanan, Proceedings Seminar
Teknologi Pangan, 1979
3. Budiarso, Iwan T, Waspadalah MSG dapat memicu Hipertensi dan Kanker, 2001
4. Fardiaz, Srikandi, Monosodium Glutamat, Media Teknologi Pangan Vol 1 th 1985.
5. Santoso, H. Sardjono, Beberapa Data Metabolisme MSG dalam Tubuh, Cermin Dunia
Kedokteran No 57 1989.
6. Sumardi PS, Takut MSG, Gunakan Kecap, Harian Suara Merdeka, 1 Maret 2004.
7. Tiksna, MSG membuat tidak pernah kenyang, Harian Suara Merdeka, 22 Agustus 2005
9. www.erabaru.or.id, MSG dapat Menghambat Pertumbuhan Anak, diakses pada 8 Mei 2008
11. www.jawaban.com . Musuh Terbesar Otak Manusia, diakses pada 28 Maret 2008
12. Dodi Hidayat. 2002. Menyedapkan Rasa tak Sedap Buat Mata. www.korantempo-online.com