Anda di halaman 1dari 10

Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

BATASAN UMUR DALAM PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-


UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
Fitria Olivia
Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No. 9 Kebun Jeruk, Jakarta 11510
fitria.olivia@esaunggul.ac.id

Abstract
In Act 1 of 1974 the restrictions on the age of the marriage age 19 years old groom and
the bride's age of 16 years. For that, it must be prevented the marriage between husband
and wife who are minors. Age limit for marriage can be defined as a marriage performed
by people who had not yet reached the age of marriage. This marriage can only take place
legitimately to be carried out, but by meeting the requirements tertentu.Terkait the age
limit in marriage while the problem in this research is how the age limit to perform a
marriage in a legal perspective, as well as the legal consequences of the marriage How
minors. The research method used Normative research and literature study covering the
primary legal materials, secondary, and tertiary, and wear descriptive research approach
is qualitative analysis techniques. The conclusion is in the perspective of the law, the legal
difference marriage is restricted by age yitu men 19 years and women 16 year, as
mentioned in the law No.1 of 1974 on marriage. As gender equality so that the age of
marriage is no longer differentiated between men and women must specify an age limit
which same. Marriage of minors can be done by first doing dispensation. If no exemption
then the marriage can be prevented or canceled. Prevention happen if there are parties
who do not qualify to enter into marriage. Cancellation ensued if the marriage does not
fulfill the terms of marriage or considered invalid, only then can the marriage was
annulled after submitted to the court.

Keywords: marriage, age restrictions, the law

Abstrak
Dalam UU No.1 Tahun 1974 adanya pembatasan usia perkawinan yakni usia calon
mempelai pria 19 tahun dan usia calon mempelai wanita 16 tahun. Untuk itu, harus
dicegah adanya perkawinan antara suami istri yang masih di bawah umur. Batasan
umur dalam perkawinan bisa diartikan sebagai perkawinan yang dilakukan oleh
orang yang belum memasuki usia perkawinan. Perkawinan ini dapat saja sah
berlangsung untuk dilaksanakan, namun dengan memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu.Terkait dengan Batasan umur dalam perkawinan adapun permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana batasan umur untuk melakukan perkawinan
dalam perspektif hukum, serta Bagaimanakah akibat hukum terhadap perkawinan
dibawah umur. Metode penelitian menggunakan penelitian Normatif dan Studi
Kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dan
memakai Pendekatan Penelitian deskriptif Teknik analisis bersifat kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh adalah dalam perspektif hukum, perbedaan hukum
perkawinan dibatasi oleh usia yitu laki-laki 19 tahun dan perempuan 16
tahun,sebagaimana tersebut dalam undang-undang No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Seiring kesetaraan gender sehingga usia perkawinan tidak lagi
dibedakan antara laki-laki dan perempuan harus di tentukan suatu batasan umur yang
sama. Perkawinan dibawah umur bisa dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
dispensasi. Jika tidak ada dispensasi maka perkawinan dapat dicegah atau
dibatalkan. Pencegahan terjadi jika ada pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat
untuk melangsungkan perkawinan. Pembatalan pun terjadi jika perkawinan tersebut
tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan atau di anggap tidak sah, maka barulah
perkawinan itu dibatalkan sesudah di ajukan ke muka pengadilan.

Kata kunci: perkawinan, batasan umur, hukum

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 202


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

Pendahuluan bawah umur.


Ada beberapa prinsip atau asas yang Pada kenyataannya, batas usia
terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan yang lebih rendah meng-
Perkawinan ini yang bertumpu kepada tujuan akibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika
suatu perkawinan, yakni bahwa perkawinan dibanding dengan batas usia perkawinan yang
adalah membentuk keluarga yang bahagia, lebih tinggi. Dan pembatasan usia perkawinan
kekal dan sejahtera. Untuk itu suami istri ini mempunyai hubungan dengan masalah
perlu saling membantu dan melengkapi agar kependudukan. Untuk itulah, UU No. 1 Tahun
masing-masing dapat mengembangkan ke- 1974 Tentang Perkawinan membatasi yang
pribadiannya guna mencapai kesejahteraan sekaligus sebagai syarat dari suatu
jasmani dan rohani, hal ini sesuai dengan perkawinan yang dicantumkan dalam Bab II
makna dari Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Tentang Perkawinan menyatakan bahwa: yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara berkepentingan.
seorang pria dengan seorang wanita sebagai Tetapi pada kenyataan kehidupan
suami istri dengan tujuan membentuk sehari-hari masyarakat kurang menyadari akan
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan pentingnya pembatasan usia perkawinan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. yang ditentukan dalam undang-undang
Untuk menjamin kepastian hukum, tersebut. Bahkan ada masyarakat yang
maka suatu perkawinan adalah sah, bilamana melanggar norma-norma hukum tersebut
dilakukan menurut hukum masing-masing karena adanya kekhawatiran anak perempuan-
agama dan kepercayaan, serta dicatat menurut nya menjadi perawan tua. Untuk itu, maka
perundang-undangan yang berlaku sebagai tidak jarang pula para orang tua menempuh
prinsip legalitas. Hal ini sesuai dengan pasal berbagai cara seperti perkawinan siri (nikah
2 ayat 1 dan 2 UU No.1 Tahun 1974Tentang yang dilakukan secara agama Islam, tapi
Perkawinan yang menyatakan bahwa: tidak di catat pada pencatat nikah) atau
1. Perkawinan adalah sah, apabila perkakawinan paksa maupun perkawinan
dilakukan menurut hukum masing- dibawah umur yang jelas-jelas melanggar UU
masing agamanya dan kepercayaannya itu. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Mencegah atau menghalang-halangi suatu
peraturan perundang-undangan yang perkawinan (stuitting) adalah suatu usaha
berlaku. untuk menghindari adanya sebuah
perkawinan yang bertentangan dengan
Sedangkan prinsip lain yang dianut ketentuan Undang-undang yang ada. Pasal
oleh UU No. 1 Tahun 1974 ialah asas 13 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang
monogami. Perkawinan berdasarkan asas Perkawinan menentukan bahwa perkawinan
monogami, yaitu seorang pria hanya dapat dapat dicegah apabila ada pihak-pihak yang
melakukan perkawinan pada waktu yang tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan
bersamaan dengan seorang wanita,demikian perkawinan. Dalam pencegahan perkawinan
pula sebaliknya. Pengecualian dapat terjadi belum dilangsungkan, para pihak baru masih
bilamana dikehendaki oleh bersangkutan, akan melaksanakan atau baru pada tahap
sepanjang hukum dan agama mengizinkannya. persiapan pelaksanaan.
Di samping itu, adanya pembatasan usia Jadi yang dimaksud dengan pencegahan
perkawinan yakni usia calon mempelai pria 19 itu adalah suatu upaya hukum yang
tahun dan usia calon mempelai wanita 16 diberikan oleh pihak-pihak tertentu untuk
tahun. Pembatasan ini dikandung maksud, mencegah dilangsungkannya suatu per-
bahwa calon suami istri itu harus masak jiwa kawinan yang tidak memenuhi syarat.
raganya untuk dapat melangsungkan Perkawinan juga mempunyai akibat hukum
perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan yang luas di dalam hubungan hukum
perkawinan secara baik, tanpa berakhir pada antara suami dan isteri yang mengandung
perceraian dan dapat keturunan yang baik dan nilai-nilai agama dan moral. Dengan
sehat. Untuk itu, harus dicegah adanya perkawinan tersebut akan timbul suatu
perkawinan antara suami istri yang masih di ikatan yang berisi hak dan kewajiban, seperti:

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 203


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

kewajiban untuk bertempat tinggal yang badan atau instansi pemerintah lainnya.
sama, saling setia satu sama lain, kewajiban Metode pendekatan yang digunakan
untuk memberi nafkah, hak waris dan pada penelitian ini berbentuk Deskriptif
sebagainya. yaitu metode penelitian dimaksudkan untuk
Untuk itu, kesadaran dan kepatuhan mendapatkan saran-saran mengenai apa yang
hukum sangat tergantung pada pola perilaku harus dilakukan untuk mengatasi masalah
masyarakat itu sendiri dan sampai sejauh mana tertentu, dengan metode ini maka data-data
mereka mau dan dapat mampu berperan guna yang dipakai dalam penulisan ini adalah
mewujudkan ketertiban hukum, terlebih data sekunder.
terhadap UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan termasuk didalamnya pen- Dasar Hukum Perkawinan di Indonesia
cegahan perkawinan di bawah umur yang Dasar hukum perkawinan di Indonesia
diarahkan untuk menunjang kependuduk- yang berlaku sekarang ini antara lain adalah:
an sehingga terlibat adanya keselarasan, a. Buku I dari Kitab Undang-undang
keserasian dan keseimbangan yang utuh Hukum Perdata (KUHPer) yaitu Bab
dalam keseluruhan kegiatan pembangunan. IV sampai dengan Bab XI, sepanjang
Undangundang No.1 tahun 1974 Tentang belum diatur di dalam UU No.1 Tahun
Perkawinan adalah Undang-undang yang 1974.
mengatur tentang perkawinan secara nasional, b. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
yang berlaku bagi semua golongan dalam tentang perkawinan.
masyarakat Indonesia. c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun
Setiap negara menginginkan bangsanya 1975 tentang pelaksanaan UU no.1
bisa hidup makmur, damai, tentram dan Tahun 1974 tentang Perkawinan.
sejahtera. Tetapi hingga saat ini negara kita d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
belum bisa mewujudkannya. Berbagai 1990 tentang Perubahan dan tambahan
masalah datang silih berganti antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
adalah masalah jumlah kepadatan penduduk 1983 tentang izin Perkawinan dan
yang hingga saat ini belum dapat diatasi. Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Meskipun dengan ditetapkannya
program keluarga berencana. Laju pertam- Tentang perkawinan di Indonesia
bahan penduduk tidak dapat teratasi di- diatur di dalam KUHPerdata dan Undang-
karenakan bertambahnya jumlah perkawinan undang No.1 Tahun 1974 Tentang
di bawah umur. Kenyataan membuktikan Perkawinan, dimana yang sudah diatur di
bahwa mereka yang menikah di usia muda dalam Undang-undang Perkawinan no.1 Tahun
lebih besar kemungkinannya bisa memiliki 1974 tersebut di BW sudah tidak di
anak lebih dari pada mereka yang menikah di perbolehkan.
usia tua, akan tetapi masyarakat belum
memahami masalah yang dihadapi Perkawinan Menurut KUHPerdata
pemerintah. Mereka terutama masyarakat Perkawinan menurut KUHPerdata
pedesaan beranggapan bahwa dengan dipandang dari segi keperdataannya saja,
bertambahnya anak maka bertambah juga sehingga perkawinan yang sah adalah
rejekinya melainkan akan menambah jumlah perkawinan yang dilaksanakan atau dilaku-
pengangguran karena semakin sempitnya kan berdasarkan ketentuan Undang-undang
lapangan pekerjaan. (KUHPerdata). Undang-undang tidak mem-
perhatikan mengenai motif perkawinan, unsure
Metode Penelitian agama, sosial, keadaan biologis suami istri
Penulis menggunakan metode pene- yang akan melangsungkan perkawinan dan
litian guna memahami objek dari penulisan lainnya, sepanjang sudah sesuai dengan
ini dilaksanakan dengan menggunakan ketentuan undang-undang maka perkawinan
metode Normatif dan Studi Kepustakaan dianggap sah hal ini berdampak negatif pada
dengan melakukan penelusuran literatur atau lembaga perkawinan itu sendiri. Dari pasal 26
data-data maupun buku-buku yang di KUHPerdata tersebut, dapat diartikan bahwa
kumpulkan, serta wawancara melalui Badan- perkawinan mempunyai segi negatif dan segi

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 204


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

positif : c. Pemutusan perkawinan selain dari


1. Segi-segi negatif dari lembaga perkawinan kematian, misalnya karena perceraian,
menurut KUHPerdata: oleh Undang-undang dibatasi secara
a. Undang-undang tidak mencampuri limitatif, hal ini selain mencegah mu-
upacara-upacara yang mendahului dahnya terjadinya perceraian se-
adanya suatu perkawinan atau aturan- perti disebutkan sebelumnya, juga
aturan lainnya; untuk memberikan adanya suatu
b. Undang-undang tidak memperhatikan kepastian hukum.
larangan untuk kawin seperti ditentukan
dalam peraturan agama; Syarat-syarat Perkawinan menurut
c. Undang-undang tidak memperhatikan KUHPerdata
dan memperdulikan faktor-faktor Para pihak yang akan melangsungkan
biologis calon atau pasangan suami suatu perkawinan harus memenuhi
istri, misalnya kemandulan, sehingga persyaratan tertentu. Syarat-syarat perkawinan
kemandulan tidak bisa dijadikan tersebut menyangkut syarat materiil maupun
alasan untuk terjadinya perceraian; syarat formil. Syarat materiil adalah
d. Undang-undang tidak memperdulikan syarat yang menyangkut diri pribadi calon
motif-motif atau tujuan-tujuan yang suami istri, sedangkan syarat formil adalah
mendorong para pihak untuk syarat yang berkaitan dengan formalitas atau
melangsungkan suatu perkawinan, prosedur yang harus diikuti oleh calon suami
misalnya menikah untuk jangka waktu istri baik sebelum maupun pada saat
tertentu saja karena ingin memperoleh dilangsungkannya perkawinan. Syarat
kewarganegaraan. materiil dibagi lagi yaitu, syarat materiil
umum yang berlaku bagi pernikahan pada
Walaupun terdapat segi negatif dari umumnya dan syarat materiil khusus yang
perkawinan menurut KUHPerdata, terdapat berlaku bagi pernikahan tertentu.
juga segi positifnya. Adapun segi positif dari a. Syarat materiil yang mutlak (umum) yaitu
lembaga perkawinan menurut KUHPerdata syarat yang berlaku untuk semua
atau BW adalah: pernikahan. Apabila syarat ini tidak
2. Segi-segi positif dari lembaga dipenuhi maka merupakan suatu halangan
perkawinan menurut KUHPerdata untuk melangsungkan suatu perkawinan.
a. Perkawinan berdasarkan asas mono- Akibatnya adalah apabila perkawinan itu
gami, yaitu seorang pria hanyadapat telah dilaksanakan maka perkawinan itu
kawin pada waktu yang bersamaan tidak sah secara mutlak. Adapun syarat
dengan seorang wanita, demikian pula materiil mutlak (umum) terdiri dari :
sebaliknya (Pasal 27 KUHPerdata). 1. Kata sepakat, ini diatur dalam pasal 28
Karena KUHPerdata menganut asas KUHPerdata. Kata sepakat merupakan
monogami, maka bigami dan poligami unsur terpenting dalam suatu
merupakan pelanggaran terhadap Pasal perkawinan. Calon suami dan calon isteri
27 KUHPerdata. dengan menyatakan kata sepakatnya
b. Perkawinan pada hakekatnya ber- berarti mereka telah menyadari apa
langsung abadi, artinya hanya diper- akibatnya dari perkawinan yang
bolehkan cerai mati. Ini dapat dilihat mereka langsungkan. Kata sepakat
dari pengertian lembaga perkawinan itu harus dikemukakan secara bebas tanpa
sendiri yang mana dikatakan bahwa adanya tekanan atau paksaan dari
perkawinan pada hakekatnya dimak- siapapun juga. Tanpa adanya kata
sudkan untuk menyelenggarakan ke- sepakat maka perkawinan yang
satuan hidup yang abadi dan karenanya dilangsungkan akan menimbulkan
maka orang hanya diperbolehkan cerai suatu cacat.
mati. Hal ini menutup kemungkinan 2. Batas usia, ini diatur dalam Pasal
terjadinya perceraian karena alasan di 29 KUHPerdata yang menentukan
luar yang telah diatur dalam ketentuan batas umur buat seseorang yang akan
Undang-undang melagsungkan suatu perkawinan yaitu

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 205


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

18 tahun laki-laki dan 15 tahun untuk KUHPerdata)


calon isteri kecuali bila diberikan d. Larangan kawin antara pihak-pihak
dispensasi oleh pemerintah berdasarkan yang sebelumnya antara mereka telah
alasan-alasan yang sangat penting dan ada pembubaran perkawinan dua kali
mendesak. (Pasal 35 KUHPerdata)
3. Masing-masing pihak belum kawin, e. Harus ada izin dari pihak-pihak
ini diatur dalam Pasal 27 KUHPerdata tertentu untuk kawin (Pasal 35
yang menentukan bahwa dalam jangka sampai dengan Pasal 42 KUH-
waktu yang sama seorang laki-laki Perdata). Izin dibutuhkan karena
hanya boleh mempunyai seorang pihak yang akan menikah belum
wanita sebagai isteri dan seorang wanita cukup umur, atau apakah mereka
hanya boleh mempunyai seorang laki- berada dalam perwalian atau
laki sebagai suami. pengampuan.
4. Tenggang waktu, ini diatur dalam c. Syarat formil yaitu, syarat-syarat yang
Pasal 34 KUHPerdata yang menjelas- menyangkut acara-acara atau formalitas-
kan perempuan tidak diperbolehkan formalitas yang mendahului suatu per-
kawin lagi, melainkan setelah lewat 300 kawinan dan pada saat pelangsungan
hari semenjak perkawinan terakhir perkawinan. Para calon yang akan
dibubarkan. Hal ini untuk meng- melangsungkan perkawinan dating ke
hindari terjadinya percampuran benih kantor catatan sipil untuk menyatakan
atau confusius sanguinis (keragu-raguan kehendaknya atau memberitahukan
keturunan). niatnya kepada petugas atau pegawai
pencatat sipil tersebut. Kemudian
b. Syarat mareriil yang relatif (khusus) yaitu pegawai tersebut akan menanyakan
syarat yang berlaku untuk suatu identitas dari para pihak. Setelah itu
perkawinan tertentu saja artinya hanya petugas tersebut akan mengumumkan
dalam keadaan tertentu para pihak kehendak para calon di kantor catatan
berkepentingan tidak dapat melangsung- sipil tersebut, setelah 10 hari pengumuman
kan perkawinan. Syarat materiil relatif tersebut diumumkan para pihak yang akan
(khusus) berupa larangan dan izin berupa: menikah,setelah itu baru boleh me-
1. Larangan kawin antara mereka yang langsungkan perkawinannya. Pada asasnya
mempunyai hubungan kekeluargaan ini para pihak yang akan melangsungkan
yang amat dekat yaitu bertalian suatu perkawinan diharuskan menghadap
keluarga menurut garis keatas dan sendiri kepada pegawai catatan sipil
kebawah baik karena kelahiran secara sah (burgerlijeke stand) dengan membawa dua
maupun tidak atau karena perkawinan orang saksi.
dan dalam garis menyimpang antara
saudara laki-laki dan saudara perempuan Perkawinan Dibawah Umur
sah atau tidak (Pasal 30 KUHPerdata). Perkawinan dibawah umur dapat
2. Larangan kawin antara orang-orang diartikan sebagai perkawinan yang dilaku-
dalam hubungan kekeluargaan semendo kan oleh orang yang belum masuki usia
baik dalam garis lurus ke atas ataupun perkawinan. Perkawinan dibawah umur
kebawah maupun menyimpang yaitu: bukan merupakan suatu hal yang baru,
a. Perkawinan antara ipar laki-laki dan dan dapat saja sah untuk dilaksanakan,
ipar perempuan kecuali suami namun dengan memenuhi persyaratan-
isterinya sudah meninggal. persyaratan tertentu, sebagaimana yang
b. Perkawinan antara paman atau diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun
paman orang tua dan anak tersebut 1974 tentang Perkawinan.
dapat disimpangi dengan dispensasi Oleh karena itu, dapat dikatakan
dari Presiden (Pasal 32 KUHPerdata) bahwa perkawinan dibawah umur, merupa-
c.Larangan kawin dengan teman kan perkawinan yang menurut hukum tidak
berzinah yang telah diputuskan dapat sebebasnya dilakukan. Dalam pan-
hakim karena bersalah (Pasal 32 dangan hukum perkawinan dibawah umur

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 206


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

adalah suatu hal yang dapat menimbulkan diakibatkan pernikahan ini, mulai dari
dampak, sebagaimana yang disebutkan dalam terbatasnya pergaulan hingga hilangnya
penjelasan pasal 7 ayat (1) undang-undang No.1 masa bermain dengan anak sebaya yang
tahun 1974 yaitu: berimbas pada perkembangan mental dan
“untuk menjaga kesehatan suami-isteri emosional si anak.
dan keturunannya, perlu di tetapkan batas
umur untuk perkawinan. ” Batasan Umur Dalam Perkawinan
Jika diartikan lagi, jadi menurut Mengenai penentuan umur dalam
hukum jelas bahwa dampak dari perkawinan perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974 dapat
dibawah umur ini dapat dirasakan pada disimpulkan dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 yaitu
kehidupan keluarga selanjutnya, yang bisa sebagai berikut:
dikatakan berdampak negatif. a. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
Realita pro dan kontra tentang sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
pernikahan di bawah umur masih belum wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
menemukan titik penyelesaian, faktor utama b. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1)
yang membuat permasalahan itu berlarut- pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
larut adalah tidak adanya kesepahaman antara pengadilan atau pejabat lain yang di
dua kubu yang mempunyai pandangan yang tunjuk oleh kedua orang tua pihak wanita.
berbeda. Kelompok yang setuju berambisi
mempertahankan haknya untuk menikahi Dalam Kitab Undang-undang Hukum
anak di bawah umur dengan alasan beribadah, Perdata, sudah di jelaskan dalam pasal 29
mendapat persetujuan orang tua dari anak yaitu sebagai berikut :
yang hendak dinikahi, dan beberapa alibi “Seorang jejaka yang belum mencapai
lain yang digunakan sebagai pendukung umur genap 18 tahun, seperti pun
tanpa memperhatikan kepentingan atau hak seorang gadis yang belum mencapai
asasi utama si anak. Adapun kelompok yang umur genap lima belas tahun tidak di
melarang penikahan anak di bawah perbolehkan mengikat dirinya dalam
umur, berusaha memperjuangkan hak-hak perkawinan”.
yang seharusnya didapat oleh anak. Sementara itu dalam hal adanya
Jika dilihat dari aspek sosial ekonomi, alasan-alasan yang penting, presiden
Pernikahan ini dicap menimbulkan masalah berkuasa meniadakan larangan ini dengan
dalam hal perlindungan anak, sebab dalam memberikan dispensasi. Ketentuan mengenai
relita yang sebenarnya terjadi di masyarakat, dispensasi dalam pasal ini tidak berlaku lagi.
pernikahan ini acapkali dijadikan dalih Seperti di nyatakan dalam penjelasan pasal 7
para orang tua untuk mengeksploitasi atau ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 ketentuan-
‘mengorbankan’ anak mereka demi terpenuhi- ketentuan dispensasi yang mengatur tentang
nya kebutuhan ekonomi keluarga. Di samping pemberian dispensasi terhadap perkawinan
itu, jika si anak adalah pihak perempuan, yang diatur dalam Kitab Undang-undang
maka dapat dikatakan bahwa pernikahan anak Hukum Perdata tidak berlaku lagi dengan
di bawah umur telah mengabaikan dan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 Tentang
bahkan merendahkan derajat serta martabat Perkawinan.
perempuan. Dampak dari perilaku per- Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974
nikahan ini menyebabkan trauma seksual tentang perkawinan, menentukan bahwa
serta berdampak buruk pada kesehatan penentuan batas usia 19 tahun bagi pria dan
reproduksi pada anak perempuan. Secara 16 tahun bagi wanita untuk dapat
mental psikologis, si anak juga dirasa belum melangsungkan perkawinan adalah di dasarkan
mampu membuat keputusan yang tepat bagi kepada kematangan jasmani (physik),
dirinya untuk menanggung beban tanggung kematangan rohani, atau kejiwaan (psykhis).
jawab mengurus kehidupan rumah tangga Sehingga di harapkan bahwa seorang pria dan
yang semestinya adalah untuk orang yang wanita pada batas usia tersebut telah mampu
sudah cukup umur atau dewasa. Selain itu, memahami konsekuensi di langsungkannya
bagi pihak anak secara tidak disadari perkawinan dan mempunyai tanggung jawab
banyak efek negatif yang akan timbul untuk dapat membina keluarga yang

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 207


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

bahagia, sesuai dengan tujuan yang di Secara psikis anak juga belum siap dan
harapkan oleh undang-undang perkawinan. mengerti tentang hubungan seks, sehingga
Perkawinan bukan hanya semata-mata ikatan akan menimbulkan trauma psikis ber-
lahir akan tetapi juga merupakan ikatan kepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
batin suami isteri dalam suatu persekutuan disembuhkan. Anak akan murung dan
hidup yang bahagia dan kekal. Usia menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan juga terkait dengan kematangan perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti
usia suami isteri, dalam batas usia tersebut atas putusan hidupnya. Selain itu,
dapat terselenggara dengan baik, di dalam ikatan perkawinan akan menghilangkan
membina kesejahteraan keluarga, dan di dalam hak anak untuk memperoleh pendidikan
pergaulan kemasyarakatan mereka. (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati
Dalam kitab Undang-undang Hukum waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang
Perdata penentuan umur dalam suatu melekat dalam diri anak.
perkawinan apabila kita bandingkan dengan c. Dampak sosial
ketentuan dalam pasal 29 Kitab Undang- Fenomena sosial ini berkaitan dengan
undang Hukum Perdata, ialah bagi pria 18 faktor sosial budaya dalam masyarakat
tahun dan bagi wanita 15 tahun. Ukuran patriarki yang bias gender, yang
untuk menentukan batas usia tersebut dalam menempatkan perempuan pada posisi yang
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ialah di rendah dan hanya dianggap pelengkap
dasarkan semata-mata pada fungsi biologis seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat
seorang pria dan seorang wanita. Dimana bertentangan dengan ajaran agama
pada batas usia tersebut seorang dianggap apapun termasuk agama Islam yang sangat
telah matang untuk melangsungkan per- menghormati perempuan (Rahmatan lil
kawinan, sehingga jika mereka melangsungkan Alamin). Kondisi ini hanya akan
perkawinan di harapkan bahwa dari melestarikan budaya patriarki yang bias
perkawinan tersebut telah dapat dilahirkan gender yang akan melahirkan kekerasan
anak. terhadap perempuan.
Landasan penentuan umur dalam d. Dampak perilaku seksual menyimpang
perkawinan dapat di katakan semata-mata di Adanya prilaku seksual yang
dasarkan pada kematangan jasmani seseorang menyimpang yaitu prilaku yang gemar
atau fungsi biologis seseorang. berhubungan seks dengan anak-anak
yang dikenal dengan istilah pedofilia.
Akibat Perkawinan Dibawah Umur
Berbagai dampak pernikahan dini atau Perbuatan ini jelas merupakan tindakan
perkawinan dibawah umur dapat dikemuka- ilegal (menggunakan seks anak), namun
kan sebagai berikut.: dikemas dengan perkawinan se-akan2 menjadi
a. Dampak biologis legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23
Anak secara biologis alat-alat tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
reproduksinya masih dalam proses menuju khususnya pasal 81, ancamannya pidana
kematangan sehingga belum siap untuk penjara maksimum 15 tahun, minimum 3
melakukan hubungan seks dengan lawan tahun dan pidana denda maksimum 300 juta
jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak
melahirkan. Jika dipaksakan justru akan diambil tindakan hukum terhadap orang yang
terjadi trauma, perobekan yang luas dan menggunakan seksualitas anak secara ilegal
infeksi yang akan membahayakanorgan akan menyebabkan tidak ada efek jera dari
reproduksinya sampai membahayakan pelaku bahkan akan menjadi contoh
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah bagi yang lain.
hubungan seks yang demikian atas dasar Dari uraian tersebut jelas bahwa
kesetaraan dalam hak reproduksi antara pernikahan dini atau perkawinan dibawah
isteri dan suami atau adanya kekerasan umur (anak) lebih banyak mudharat
seksual dan pemaksaan (penggagahan) daripada manfaatnya. Oleh karena itu patut
terhadap seorang anak. ditentang. Orang tua harus disadarkan
b. Dampak psikologis untuk tidak mengizinkan menikahkan/

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 208


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

mengawinkan anaknya dalam usia dini diketahui arti dari dispensasi. Menurut
atau anak dan harus memahami peraturan Kamus Hukum: “Dispensasi adalah
perundang-undangan untuk melindungi anak. penyimpangan atau pengecualian dari suatu
Masyarakat yang peduli terhadap peraturan “. Mengenai dispensasi usia kawin
perlindungan anak dapat mengajukan class- diatur secara tegas dalam pasal 7 undang-
action kepada pelaku, melaporkan kepada undang No.1 tahun 1974.
Komisi Perlindungan Anak Indonesai (KPAI), Dalam kitab undang-undang Hukum
LSM peduli anak lainnya dan para penegak Perdata mengatur Dispensasi Usia Kawin,
hukum harus melakukan penyelidikan dan yaitu pasal 29 yang berbunyi :
penyidikan untuk melihak adanya pelang- “seorang jejaka yang belum mencapai
garan terhadap perundangan yang ada umur genap delapan belas tahun,
dan bertindak terhadap pelaku untuk seperti pun seorang gadis yang
dikenai pasal pidana dari peraturan belum mencapai umur lima belas
perundangan yang ada. (UU No.23 tahun 2002 tahun, tak diperbolehkan mengikat
tentang Perlindungan Anak, UU Perkawinan). dirinya dalam perkawinan. Sementara
itu dalam hal adanya alasan-alasan
Perspektif Hukum Positif Indonesia yang penting, presiden berkuasa
Terhadap Perkawinan Dibawah Umur meniadakan larangan ini dengan
Sebagaimana yang telah di jelaskan member dispensasi”.
dalam pembahasan sebelumnya bahwa Ketentuan-ketentuan mengenai dis-
perkawinan yang di lakukan oleh seorang pensasi dalam pasal ini tidak berlaku lagi.
wanita yang belum berumur 16 tahun atau Seperti dinyatakan dalam penjelasan pasal 7
seorang pria yang belum berumur 19 tahun ayat (2) undang-undang No.1 tahun 1974
dapat di katakan perkawinan yang di lakukan Tentang Perkawinan, ketentuan-ketentuan
adalah perkawinan di bawah umur, hal Dispensasi yang mengatur tentang pemberian
tersebut merupakan kriteria yang telah di dispensasi terhadap perkawinan yang diatur
tetapkan dalam undang-undang No. 1 dalam Kitab undang-undanng Hukum
tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan Perdata tidak berlaku lagi dengan berlakunya
di bawah umur sebagaimana yang tersebut di undangundang No.1 tahun 1974 tentang
atas dapat di lakukan apabila memenuhi perkawinan. Dispensasi sebagaimana yang
syarat sebagaimana yang telah di tetapkan dimaksudkan dalam undang-undang No.1
dalam pasal 6 Undang-undang No.1 tahun tahun1974 artinya penyimpangan terhadap
1974 yaitu harus memperoleh izin dari kedua batas minimum usia kawin yang telah di
orangtuanya dan pasal 7 undang-undang tetapkan oleh undang-undang yaitu 19 tahun
No. 1 tahun 1974 yaitu harus memperoleh untuk pria dan 16 tahun untuk perempuan.
dispensasi terlebih dahulu dari pengadilan. Oleh karena itu jika laki-laki maupun
Jika perkawinan tersebut tetap dilang- perempuan belum mencapai usia kawin
sungkan tanpa adanya dispensasi, maka hendak melangsungkan perkawinan, maka
perkawinan tersebut dapat dicegah atau pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk
dibatalkan. Dalam pasal 13 undangundang oleh kedua pihak dapat memberikan
No.1 tahun 1974 tentang perkawinan penetapan Dispensasi Usia Kawin, tentu saja
menentukan bahwa perkawinan dapat apabila permohonannya itu telah memenuhi
dicegah apabila ada pihak-pihak yang syarat yang di tentukan dan serta harus
tidak memenuhi syarat untuk melang- melalui beberapa tahap dalam pemeriksaan.
sungkan perkawinan. Perkawinan tersebut juga Oleh karena itu perlu kiranya dibahas
di anggap tidak sah atau di anggap tidak mengenai prosedur dan syarat-syarat
pernah ada karna tidak memenuhi syarat- mengajukan permohonan Dispensasi Usia
syarat, maka perkawinan tersebut dapat Kawin.
dibatalkan.
Kesimpulan
Dispensasi Usia Kawin Dalam perspektif hukum, perbedaan
Untuk membahas lebih lanjut usia perkawinan dibatasi oleh usia yaitu laki-
mengenai Dispensasi usia kawin, perlu laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun,

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 209


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

sebagaimana tersebut dalam UndangUndang Indonesia. Undang-Undang Tentang


No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Seiring Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974, LN
dengan kesetaraan gender, sehingga usia No. 1 tahun 1974, TLN No.3015 Pasal 1.
perkawinan seharusnya tidak lagi dibedakan
antara laki-laki dan perempuan. Harus ________. Peraturan Pemerintah Tentang
ditentukan suatu batasan umur yang sama. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Mengingat perkawinan juga mempunyai Tahun 1974 Tentang Perkawinan. PP
akibat hukum yang luas di dalam hubungan No.9 Tahun 1975,
hukum antara suami dan isteri yang LN No. 12 Tahun 1975, TLN No. 3050
mengandung nilai-nilai agama dan moral.
Dengan perkawinan tersebut akan timbul Junus, Mahmud. (1975). Hukum Perkawinan
suatu ikatan yang berisi hak dan kewajiban, dalam Islam (Cet. 5). Jakarta: PT.
seperti : kewajiban untuk bertempat tinggal Hidakarya Agung.
yang sama, saling setia satu sama lain,
kewajiban untuk memberi nafkah, hak waris dan Karsayuda, M. (2006). Perkawinan Beda Agama
sebagainya. (menakar Nilai-nilai Kompilasi Hukum
Perkawinan dibawah umur bisa Islam) (Cet. 1). Yogyakarta: Total Media.
dilakukan dengan terlebih dahulu melaku-
kan dispensasi. Jika perkawinan tersebut tetap Kartasapoetra, G. dan Roekasih, NY.E. (1982).
dilangsungkan tanpa adanya dispensasi, maka Hukum Pengantar Ilmu Hukum (Cet.1).
perkawinan tersebut dapat dicegah atau Bandung: CV. Armico.
dibatalkan. Dalam pasal 13 undang-undang
No.1 tahun 1974 tentang perkawinan menen- Prins, J. (1982). Tentang Hukum Perkawinan di
tukan bahwa perkawinan dapat dicegah Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
apabila ada pihak-pihak yang tidak memenuhi
syarat untuk melangsungkan perkawinan. Projodikoro, R. Wirjono. (1991). Hukum
Perkawinan tersebut juga di anggap tidak sah Perkawinan di Indonesia (Cet. 9).
atau di anggap tidak pernah ada karna Bandung: Sumur Bandung.
tidak memenuhi syarat-syarat, maka
perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Purnadi, Purbacaraka & Soerjono, Soekanto.
(1993). Perihal Kaedah Hukum (Cet. 6).
Daftar Pustaka Bandung: Citra Aditya Bakti.
Al-Ghifari, Abu. (2005). Hamil di Luar Nikah
Trend atau Aib (Cet. 1). Bandung: R. Subekti. (2003). Pokok-pokok Hukum Perdata
Mujahid Press. (Cet. 31). Jakarta: PT. Inter Media.

Ali, Mohammad Daud. (2004) Pengantar Ilmu R. Subekti & R. Tjitrosudibjo. (1996). Terjemahan
Hukum dan Tata Hukum di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Edisi 6, Cet. 11). Jakarta: PT.Gravindo (Cet. 28). Jakarta: Pradnya Paramita.
Persada.
Ramulyo, Moh. Idris. (2004). Hukum
Daliyo, J.B. (1992). Pengantar Ilmu Hukum. Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut
Islam (Cet. 2). Jakarta: Sinar Grafika.
Darmabrata, Wahyono. (2002). Hukum
Perkawinan dan Keluarga di Indonesia (Cet. Simanjuntak, P.N.H. (2007). Pokok-pokok Hukum
1). Jakarta: Rizkita. Perdata (Cet. 3) Jakarta: Djambatan.

Hamdani Al, H.S.A. (2002). Risalah Nikah Sudarsono. (2005). Hukum Perkawinan Nasional
(Hukum Perkawinan Islam). Jakarta: (Cet. 3). Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Pustaka Amani.
Syarifudin, Amir. (2007). Hukum Perkawinan
Islam (Cet. 2). Jakarta: Kencana.

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 210


Batasan Umur dalam Perkawinan Berdasarkan Hukum

Wienarsih, Subekti Imam & Sri, Mahdi


Thalib, Sayuti. (1985). Hukum Keluarga Soesilowati. (2005). Hukum Perorangan
Indonesia (Cet. 3).Jakarta: Universitas dan Keluarga Perdata Barat (Cet. 1).
Indonesia. Jakarta: Gitama Jaya.

Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015 211

Anda mungkin juga menyukai