Abstract
In Act 1 of 1974 the restrictions on the age of the marriage age 19 years old groom and
the bride's age of 16 years. For that, it must be prevented the marriage between husband
and wife who are minors. Age limit for marriage can be defined as a marriage performed
by people who had not yet reached the age of marriage. This marriage can only take place
legitimately to be carried out, but by meeting the requirements tertentu.Terkait the age
limit in marriage while the problem in this research is how the age limit to perform a
marriage in a legal perspective, as well as the legal consequences of the marriage How
minors. The research method used Normative research and literature study covering the
primary legal materials, secondary, and tertiary, and wear descriptive research approach
is qualitative analysis techniques. The conclusion is in the perspective of the law, the legal
difference marriage is restricted by age yitu men 19 years and women 16 year, as
mentioned in the law No.1 of 1974 on marriage. As gender equality so that the age of
marriage is no longer differentiated between men and women must specify an age limit
which same. Marriage of minors can be done by first doing dispensation. If no exemption
then the marriage can be prevented or canceled. Prevention happen if there are parties
who do not qualify to enter into marriage. Cancellation ensued if the marriage does not
fulfill the terms of marriage or considered invalid, only then can the marriage was
annulled after submitted to the court.
Abstrak
Dalam UU No.1 Tahun 1974 adanya pembatasan usia perkawinan yakni usia calon
mempelai pria 19 tahun dan usia calon mempelai wanita 16 tahun. Untuk itu, harus
dicegah adanya perkawinan antara suami istri yang masih di bawah umur. Batasan
umur dalam perkawinan bisa diartikan sebagai perkawinan yang dilakukan oleh
orang yang belum memasuki usia perkawinan. Perkawinan ini dapat saja sah
berlangsung untuk dilaksanakan, namun dengan memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu.Terkait dengan Batasan umur dalam perkawinan adapun permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana batasan umur untuk melakukan perkawinan
dalam perspektif hukum, serta Bagaimanakah akibat hukum terhadap perkawinan
dibawah umur. Metode penelitian menggunakan penelitian Normatif dan Studi
Kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dan
memakai Pendekatan Penelitian deskriptif Teknik analisis bersifat kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh adalah dalam perspektif hukum, perbedaan hukum
perkawinan dibatasi oleh usia yitu laki-laki 19 tahun dan perempuan 16
tahun,sebagaimana tersebut dalam undang-undang No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Seiring kesetaraan gender sehingga usia perkawinan tidak lagi
dibedakan antara laki-laki dan perempuan harus di tentukan suatu batasan umur yang
sama. Perkawinan dibawah umur bisa dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
dispensasi. Jika tidak ada dispensasi maka perkawinan dapat dicegah atau
dibatalkan. Pencegahan terjadi jika ada pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat
untuk melangsungkan perkawinan. Pembatalan pun terjadi jika perkawinan tersebut
tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan atau di anggap tidak sah, maka barulah
perkawinan itu dibatalkan sesudah di ajukan ke muka pengadilan.
kewajiban untuk bertempat tinggal yang badan atau instansi pemerintah lainnya.
sama, saling setia satu sama lain, kewajiban Metode pendekatan yang digunakan
untuk memberi nafkah, hak waris dan pada penelitian ini berbentuk Deskriptif
sebagainya. yaitu metode penelitian dimaksudkan untuk
Untuk itu, kesadaran dan kepatuhan mendapatkan saran-saran mengenai apa yang
hukum sangat tergantung pada pola perilaku harus dilakukan untuk mengatasi masalah
masyarakat itu sendiri dan sampai sejauh mana tertentu, dengan metode ini maka data-data
mereka mau dan dapat mampu berperan guna yang dipakai dalam penulisan ini adalah
mewujudkan ketertiban hukum, terlebih data sekunder.
terhadap UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan termasuk didalamnya pen- Dasar Hukum Perkawinan di Indonesia
cegahan perkawinan di bawah umur yang Dasar hukum perkawinan di Indonesia
diarahkan untuk menunjang kependuduk- yang berlaku sekarang ini antara lain adalah:
an sehingga terlibat adanya keselarasan, a. Buku I dari Kitab Undang-undang
keserasian dan keseimbangan yang utuh Hukum Perdata (KUHPer) yaitu Bab
dalam keseluruhan kegiatan pembangunan. IV sampai dengan Bab XI, sepanjang
Undangundang No.1 tahun 1974 Tentang belum diatur di dalam UU No.1 Tahun
Perkawinan adalah Undang-undang yang 1974.
mengatur tentang perkawinan secara nasional, b. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
yang berlaku bagi semua golongan dalam tentang perkawinan.
masyarakat Indonesia. c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun
Setiap negara menginginkan bangsanya 1975 tentang pelaksanaan UU no.1
bisa hidup makmur, damai, tentram dan Tahun 1974 tentang Perkawinan.
sejahtera. Tetapi hingga saat ini negara kita d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
belum bisa mewujudkannya. Berbagai 1990 tentang Perubahan dan tambahan
masalah datang silih berganti antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
adalah masalah jumlah kepadatan penduduk 1983 tentang izin Perkawinan dan
yang hingga saat ini belum dapat diatasi. Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Meskipun dengan ditetapkannya
program keluarga berencana. Laju pertam- Tentang perkawinan di Indonesia
bahan penduduk tidak dapat teratasi di- diatur di dalam KUHPerdata dan Undang-
karenakan bertambahnya jumlah perkawinan undang No.1 Tahun 1974 Tentang
di bawah umur. Kenyataan membuktikan Perkawinan, dimana yang sudah diatur di
bahwa mereka yang menikah di usia muda dalam Undang-undang Perkawinan no.1 Tahun
lebih besar kemungkinannya bisa memiliki 1974 tersebut di BW sudah tidak di
anak lebih dari pada mereka yang menikah di perbolehkan.
usia tua, akan tetapi masyarakat belum
memahami masalah yang dihadapi Perkawinan Menurut KUHPerdata
pemerintah. Mereka terutama masyarakat Perkawinan menurut KUHPerdata
pedesaan beranggapan bahwa dengan dipandang dari segi keperdataannya saja,
bertambahnya anak maka bertambah juga sehingga perkawinan yang sah adalah
rejekinya melainkan akan menambah jumlah perkawinan yang dilaksanakan atau dilaku-
pengangguran karena semakin sempitnya kan berdasarkan ketentuan Undang-undang
lapangan pekerjaan. (KUHPerdata). Undang-undang tidak mem-
perhatikan mengenai motif perkawinan, unsure
Metode Penelitian agama, sosial, keadaan biologis suami istri
Penulis menggunakan metode pene- yang akan melangsungkan perkawinan dan
litian guna memahami objek dari penulisan lainnya, sepanjang sudah sesuai dengan
ini dilaksanakan dengan menggunakan ketentuan undang-undang maka perkawinan
metode Normatif dan Studi Kepustakaan dianggap sah hal ini berdampak negatif pada
dengan melakukan penelusuran literatur atau lembaga perkawinan itu sendiri. Dari pasal 26
data-data maupun buku-buku yang di KUHPerdata tersebut, dapat diartikan bahwa
kumpulkan, serta wawancara melalui Badan- perkawinan mempunyai segi negatif dan segi
adalah suatu hal yang dapat menimbulkan diakibatkan pernikahan ini, mulai dari
dampak, sebagaimana yang disebutkan dalam terbatasnya pergaulan hingga hilangnya
penjelasan pasal 7 ayat (1) undang-undang No.1 masa bermain dengan anak sebaya yang
tahun 1974 yaitu: berimbas pada perkembangan mental dan
“untuk menjaga kesehatan suami-isteri emosional si anak.
dan keturunannya, perlu di tetapkan batas
umur untuk perkawinan. ” Batasan Umur Dalam Perkawinan
Jika diartikan lagi, jadi menurut Mengenai penentuan umur dalam
hukum jelas bahwa dampak dari perkawinan perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974 dapat
dibawah umur ini dapat dirasakan pada disimpulkan dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 yaitu
kehidupan keluarga selanjutnya, yang bisa sebagai berikut:
dikatakan berdampak negatif. a. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
Realita pro dan kontra tentang sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
pernikahan di bawah umur masih belum wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
menemukan titik penyelesaian, faktor utama b. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1)
yang membuat permasalahan itu berlarut- pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
larut adalah tidak adanya kesepahaman antara pengadilan atau pejabat lain yang di
dua kubu yang mempunyai pandangan yang tunjuk oleh kedua orang tua pihak wanita.
berbeda. Kelompok yang setuju berambisi
mempertahankan haknya untuk menikahi Dalam Kitab Undang-undang Hukum
anak di bawah umur dengan alasan beribadah, Perdata, sudah di jelaskan dalam pasal 29
mendapat persetujuan orang tua dari anak yaitu sebagai berikut :
yang hendak dinikahi, dan beberapa alibi “Seorang jejaka yang belum mencapai
lain yang digunakan sebagai pendukung umur genap 18 tahun, seperti pun
tanpa memperhatikan kepentingan atau hak seorang gadis yang belum mencapai
asasi utama si anak. Adapun kelompok yang umur genap lima belas tahun tidak di
melarang penikahan anak di bawah perbolehkan mengikat dirinya dalam
umur, berusaha memperjuangkan hak-hak perkawinan”.
yang seharusnya didapat oleh anak. Sementara itu dalam hal adanya
Jika dilihat dari aspek sosial ekonomi, alasan-alasan yang penting, presiden
Pernikahan ini dicap menimbulkan masalah berkuasa meniadakan larangan ini dengan
dalam hal perlindungan anak, sebab dalam memberikan dispensasi. Ketentuan mengenai
relita yang sebenarnya terjadi di masyarakat, dispensasi dalam pasal ini tidak berlaku lagi.
pernikahan ini acapkali dijadikan dalih Seperti di nyatakan dalam penjelasan pasal 7
para orang tua untuk mengeksploitasi atau ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 ketentuan-
‘mengorbankan’ anak mereka demi terpenuhi- ketentuan dispensasi yang mengatur tentang
nya kebutuhan ekonomi keluarga. Di samping pemberian dispensasi terhadap perkawinan
itu, jika si anak adalah pihak perempuan, yang diatur dalam Kitab Undang-undang
maka dapat dikatakan bahwa pernikahan anak Hukum Perdata tidak berlaku lagi dengan
di bawah umur telah mengabaikan dan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 Tentang
bahkan merendahkan derajat serta martabat Perkawinan.
perempuan. Dampak dari perilaku per- Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974
nikahan ini menyebabkan trauma seksual tentang perkawinan, menentukan bahwa
serta berdampak buruk pada kesehatan penentuan batas usia 19 tahun bagi pria dan
reproduksi pada anak perempuan. Secara 16 tahun bagi wanita untuk dapat
mental psikologis, si anak juga dirasa belum melangsungkan perkawinan adalah di dasarkan
mampu membuat keputusan yang tepat bagi kepada kematangan jasmani (physik),
dirinya untuk menanggung beban tanggung kematangan rohani, atau kejiwaan (psykhis).
jawab mengurus kehidupan rumah tangga Sehingga di harapkan bahwa seorang pria dan
yang semestinya adalah untuk orang yang wanita pada batas usia tersebut telah mampu
sudah cukup umur atau dewasa. Selain itu, memahami konsekuensi di langsungkannya
bagi pihak anak secara tidak disadari perkawinan dan mempunyai tanggung jawab
banyak efek negatif yang akan timbul untuk dapat membina keluarga yang
bahagia, sesuai dengan tujuan yang di Secara psikis anak juga belum siap dan
harapkan oleh undang-undang perkawinan. mengerti tentang hubungan seks, sehingga
Perkawinan bukan hanya semata-mata ikatan akan menimbulkan trauma psikis ber-
lahir akan tetapi juga merupakan ikatan kepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
batin suami isteri dalam suatu persekutuan disembuhkan. Anak akan murung dan
hidup yang bahagia dan kekal. Usia menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan juga terkait dengan kematangan perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti
usia suami isteri, dalam batas usia tersebut atas putusan hidupnya. Selain itu,
dapat terselenggara dengan baik, di dalam ikatan perkawinan akan menghilangkan
membina kesejahteraan keluarga, dan di dalam hak anak untuk memperoleh pendidikan
pergaulan kemasyarakatan mereka. (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati
Dalam kitab Undang-undang Hukum waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang
Perdata penentuan umur dalam suatu melekat dalam diri anak.
perkawinan apabila kita bandingkan dengan c. Dampak sosial
ketentuan dalam pasal 29 Kitab Undang- Fenomena sosial ini berkaitan dengan
undang Hukum Perdata, ialah bagi pria 18 faktor sosial budaya dalam masyarakat
tahun dan bagi wanita 15 tahun. Ukuran patriarki yang bias gender, yang
untuk menentukan batas usia tersebut dalam menempatkan perempuan pada posisi yang
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ialah di rendah dan hanya dianggap pelengkap
dasarkan semata-mata pada fungsi biologis seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat
seorang pria dan seorang wanita. Dimana bertentangan dengan ajaran agama
pada batas usia tersebut seorang dianggap apapun termasuk agama Islam yang sangat
telah matang untuk melangsungkan per- menghormati perempuan (Rahmatan lil
kawinan, sehingga jika mereka melangsungkan Alamin). Kondisi ini hanya akan
perkawinan di harapkan bahwa dari melestarikan budaya patriarki yang bias
perkawinan tersebut telah dapat dilahirkan gender yang akan melahirkan kekerasan
anak. terhadap perempuan.
Landasan penentuan umur dalam d. Dampak perilaku seksual menyimpang
perkawinan dapat di katakan semata-mata di Adanya prilaku seksual yang
dasarkan pada kematangan jasmani seseorang menyimpang yaitu prilaku yang gemar
atau fungsi biologis seseorang. berhubungan seks dengan anak-anak
yang dikenal dengan istilah pedofilia.
Akibat Perkawinan Dibawah Umur
Berbagai dampak pernikahan dini atau Perbuatan ini jelas merupakan tindakan
perkawinan dibawah umur dapat dikemuka- ilegal (menggunakan seks anak), namun
kan sebagai berikut.: dikemas dengan perkawinan se-akan2 menjadi
a. Dampak biologis legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23
Anak secara biologis alat-alat tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
reproduksinya masih dalam proses menuju khususnya pasal 81, ancamannya pidana
kematangan sehingga belum siap untuk penjara maksimum 15 tahun, minimum 3
melakukan hubungan seks dengan lawan tahun dan pidana denda maksimum 300 juta
jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak
melahirkan. Jika dipaksakan justru akan diambil tindakan hukum terhadap orang yang
terjadi trauma, perobekan yang luas dan menggunakan seksualitas anak secara ilegal
infeksi yang akan membahayakanorgan akan menyebabkan tidak ada efek jera dari
reproduksinya sampai membahayakan pelaku bahkan akan menjadi contoh
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah bagi yang lain.
hubungan seks yang demikian atas dasar Dari uraian tersebut jelas bahwa
kesetaraan dalam hak reproduksi antara pernikahan dini atau perkawinan dibawah
isteri dan suami atau adanya kekerasan umur (anak) lebih banyak mudharat
seksual dan pemaksaan (penggagahan) daripada manfaatnya. Oleh karena itu patut
terhadap seorang anak. ditentang. Orang tua harus disadarkan
b. Dampak psikologis untuk tidak mengizinkan menikahkan/
mengawinkan anaknya dalam usia dini diketahui arti dari dispensasi. Menurut
atau anak dan harus memahami peraturan Kamus Hukum: “Dispensasi adalah
perundang-undangan untuk melindungi anak. penyimpangan atau pengecualian dari suatu
Masyarakat yang peduli terhadap peraturan “. Mengenai dispensasi usia kawin
perlindungan anak dapat mengajukan class- diatur secara tegas dalam pasal 7 undang-
action kepada pelaku, melaporkan kepada undang No.1 tahun 1974.
Komisi Perlindungan Anak Indonesai (KPAI), Dalam kitab undang-undang Hukum
LSM peduli anak lainnya dan para penegak Perdata mengatur Dispensasi Usia Kawin,
hukum harus melakukan penyelidikan dan yaitu pasal 29 yang berbunyi :
penyidikan untuk melihak adanya pelang- “seorang jejaka yang belum mencapai
garan terhadap perundangan yang ada umur genap delapan belas tahun,
dan bertindak terhadap pelaku untuk seperti pun seorang gadis yang
dikenai pasal pidana dari peraturan belum mencapai umur lima belas
perundangan yang ada. (UU No.23 tahun 2002 tahun, tak diperbolehkan mengikat
tentang Perlindungan Anak, UU Perkawinan). dirinya dalam perkawinan. Sementara
itu dalam hal adanya alasan-alasan
Perspektif Hukum Positif Indonesia yang penting, presiden berkuasa
Terhadap Perkawinan Dibawah Umur meniadakan larangan ini dengan
Sebagaimana yang telah di jelaskan member dispensasi”.
dalam pembahasan sebelumnya bahwa Ketentuan-ketentuan mengenai dis-
perkawinan yang di lakukan oleh seorang pensasi dalam pasal ini tidak berlaku lagi.
wanita yang belum berumur 16 tahun atau Seperti dinyatakan dalam penjelasan pasal 7
seorang pria yang belum berumur 19 tahun ayat (2) undang-undang No.1 tahun 1974
dapat di katakan perkawinan yang di lakukan Tentang Perkawinan, ketentuan-ketentuan
adalah perkawinan di bawah umur, hal Dispensasi yang mengatur tentang pemberian
tersebut merupakan kriteria yang telah di dispensasi terhadap perkawinan yang diatur
tetapkan dalam undang-undang No. 1 dalam Kitab undang-undanng Hukum
tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan Perdata tidak berlaku lagi dengan berlakunya
di bawah umur sebagaimana yang tersebut di undangundang No.1 tahun 1974 tentang
atas dapat di lakukan apabila memenuhi perkawinan. Dispensasi sebagaimana yang
syarat sebagaimana yang telah di tetapkan dimaksudkan dalam undang-undang No.1
dalam pasal 6 Undang-undang No.1 tahun tahun1974 artinya penyimpangan terhadap
1974 yaitu harus memperoleh izin dari kedua batas minimum usia kawin yang telah di
orangtuanya dan pasal 7 undang-undang tetapkan oleh undang-undang yaitu 19 tahun
No. 1 tahun 1974 yaitu harus memperoleh untuk pria dan 16 tahun untuk perempuan.
dispensasi terlebih dahulu dari pengadilan. Oleh karena itu jika laki-laki maupun
Jika perkawinan tersebut tetap dilang- perempuan belum mencapai usia kawin
sungkan tanpa adanya dispensasi, maka hendak melangsungkan perkawinan, maka
perkawinan tersebut dapat dicegah atau pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk
dibatalkan. Dalam pasal 13 undangundang oleh kedua pihak dapat memberikan
No.1 tahun 1974 tentang perkawinan penetapan Dispensasi Usia Kawin, tentu saja
menentukan bahwa perkawinan dapat apabila permohonannya itu telah memenuhi
dicegah apabila ada pihak-pihak yang syarat yang di tentukan dan serta harus
tidak memenuhi syarat untuk melang- melalui beberapa tahap dalam pemeriksaan.
sungkan perkawinan. Perkawinan tersebut juga Oleh karena itu perlu kiranya dibahas
di anggap tidak sah atau di anggap tidak mengenai prosedur dan syarat-syarat
pernah ada karna tidak memenuhi syarat- mengajukan permohonan Dispensasi Usia
syarat, maka perkawinan tersebut dapat Kawin.
dibatalkan.
Kesimpulan
Dispensasi Usia Kawin Dalam perspektif hukum, perbedaan
Untuk membahas lebih lanjut usia perkawinan dibatasi oleh usia yaitu laki-
mengenai Dispensasi usia kawin, perlu laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun,
Ali, Mohammad Daud. (2004) Pengantar Ilmu R. Subekti & R. Tjitrosudibjo. (1996). Terjemahan
Hukum dan Tata Hukum di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Edisi 6, Cet. 11). Jakarta: PT.Gravindo (Cet. 28). Jakarta: Pradnya Paramita.
Persada.
Ramulyo, Moh. Idris. (2004). Hukum
Daliyo, J.B. (1992). Pengantar Ilmu Hukum. Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut
Islam (Cet. 2). Jakarta: Sinar Grafika.
Darmabrata, Wahyono. (2002). Hukum
Perkawinan dan Keluarga di Indonesia (Cet. Simanjuntak, P.N.H. (2007). Pokok-pokok Hukum
1). Jakarta: Rizkita. Perdata (Cet. 3) Jakarta: Djambatan.
Hamdani Al, H.S.A. (2002). Risalah Nikah Sudarsono. (2005). Hukum Perkawinan Nasional
(Hukum Perkawinan Islam). Jakarta: (Cet. 3). Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Pustaka Amani.
Syarifudin, Amir. (2007). Hukum Perkawinan
Islam (Cet. 2). Jakarta: Kencana.