Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melahirkan merupakan proses akhir dari serangkaian kehamilan

yang dialami oleh ibu hamil. Proses pengeluaran janin terjadi setelah

melewati tahapan trimester I, II, dan III dengan kehamilan cukup bulan

(37-42 minggu). Ada dua cara untuk melahirkan bayi, yaitu persalinan

lewat vagina, lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan

persalinan dengan operasi caesar atau sectio caesarea. 1, 2 Sectio caesarea

yaitu melahirkan bayi melalui pembedahan perut dengan membuat sayatan

pada dinding depan uterus melalui dinding depan perut. Cara ini ditempuh

akibat adanya hambatan yang dialami oleh janin maupun ibu sehingga

persalinan normal tidak mungkin dilakukan.3

World Health Organisation (WHO) menyatakan operasi sectio

caesarea hanya untuk menangani 10-15% persalinan.4 Data hasil

Riskesdas (Survey Kesehatan Dasar, 2013) menunjukan bahwa kejadian

persalinan dengan tindakan sectio caesarea di Indonesia mencapai 9,8 %

dari jumlah persalinan, dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta terdapat

19,9 %, tindakan sectio caesarea terendah terdapat di Sulawesi Tenggara

dengan jumlah 3,3% dari jumlah persalinan, dan Jawa tengah kejadian

sectio caesarea terdapat 10% dari jumlah persalinan.5

1
2

Berdasarkan hasil data-data di atas bahwa ibu yang menjalani

persalinan bedah caesar cukup tinggi, persalinan sectio caesaria

dilaksanakan karena adanya indikasi medis. Indikasi medis terdiri dari dua

faktor yaitu faktor janin dan faktor ibu, faktor janin terdiri dari janin besar

(<3.500 gram), fetal distres atau stres janin, dan kelainan letak atau bayi

sungsang. Indikasi ibu terdiri dari usia, disproporsi kepala janin, disfungsi

uterus, distosia serviks, plasenta previa, riwayat bedah caesar dan

preeklamsi-eklamsi.6 Prosedur pembedahan termasuk tindakan sectio

caesarea akan mengakibatkan terputusnya jaringan yang akan merangsang

nyeri. Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang normal. Hal ini

dirasakan oleh pasien setelah pembedahan dan akan meningkat seiring

dengan berkurangnya anastesi. Nyeri merupakan suatu sensori yang tidak

menyenangkan dari suatu pengalaman emosional yang disertai keruskan

jaringan secara aktual atau potensial.7 Rasa nyeri akan menimbulkan

perasaan tidak nyaman dan apabila tidak segera diatasi akan menimbulkan

efek membahayakan dan dapat mengganggu proses penyembuhan. Nyeri

merupakan bentuk stresor yang dapat menimbulkan respon seperti

gangguan mobilitas, mengganggu tidur, dan juga proses laktasi.8

Kondisi nyeri yang timbul pada luka pembedahan SC dapat diatasi

dengan intervensi manajemen nyeri, terutama pada nyeri post operasi SC

yaitu dengan pemberian terapi farmakologi dan terapi non farmakologi,

terapi farmakologi terkadang dapat menimbulkan efek samping yang juga

dapat menyebabkan ketidak nyamanan bagi pasien. Banyak pilihan terapi


3

non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri perawat dengan

berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek samping, simple

dan tidak berbiaya mahal, terapi ini dapat dilakukan dengan cara tehnik

stimulasi dan imajinasi terbimbing, distraksi dan relaksasi. 9

Relaksasi merupakan teknik untuk mencapai kondisi rileks,ketika

seluruh sistem saraf, organ tubuh dan pancaindra kita beristirahat untuk

melepaskan ketegangan yang ada.10 Salah satu tekhnik relaksasi yaitu

relaksaksi distraksi terapi musik, teknik relaksasi terapi musik merupakan

aktivitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media utuk

memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan

emosi. Terapi musik berfungsi untuk memperbaiki kesehatan fisik,

interaksi sosial, hubungan internasinoal, ekspresi emosi, dan meningkatkan

kesadaran diri.11 Berdasarkan mekanismenya perambatan musik memiliki

potensial untuk merespon perasaan pendengar melalui perubahan dari

negatif ke positif, dan meningkatkan emosi gembira dan tenang, bila bunyi

dalam suatu rangkaian teratur yaitu musik, masuk melalui telinga untuk

selanjutnya melalui saraf koklearis menuju ke otak. Musik akan diterima

langsung oleh talamus, yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi,

sensasi, dan perasaan, tanpa terelebih dahulu dicerna oleh bagian otak

yang berpikir mengenai baik buruk musik. Musik melalui hipotalamus

yang termasuk sistem limbik, dan merupakan pusat saaf otonom yang

mengatur fungsi pernafasaan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan


4

otot, usus, dan fungsi endokrin. Hal ini dapat dengan mengaktifkan

endofrin yang bisa menimbulkan rasa senang dan mengurangi depresi. 11

Terapi musik islami merupakan salah satu jenis musik yang dapat

digunakan untuk relaksasi, Musik islami adalah sebuah musik yang

bernuansa islami, sehingga bagi siapa saja yang mendengarkan jenis musik

ini akan tersentuh hatinya. Hal ini membuktikan bahwa musik-musik yang

bernuansa islami, religi ataupun musik rohani juga bisa digunakan untuk

terapi musik. Musik rohani dan suci dapat membuat kita “berpijak ke

tanah” yang mendalam serta kesadaran rohani. Musik tersebut sangat

bermanfaat untuk membantu kita mengatasi dan melepaskan rasa sakit,

karena selain alunan musiknya yang lebih bernuansa islami, tentunya

terapi musik islami yang menggunakan media musik religi perlu

diperhatikan syairnya. Syair dalam musik islami dapat membuat klien

merasa nyamam, rileks, santai, dan memberikan dampak menenangkan

dan menurunkan stres. Syair musik islami yang tidak sesuai, akan

membuat tujuan terapi tidak berhasil. Terapi musik Islami dilengkapi juga

dengan bimbingan islami yang dilakukan oleh terapis agar klien lebih

meningkat sisi kereligiusannya.12

Sesuai hasil penelitian yang di lakukan oleh Nurul Indah Sari, yaitu

tentang “Efektifitas Terapi Musik Islami Terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Pada Ibu Post Operasi Sectio Caesarea, didapatkan hasil sebelum

dilakukan terapi musik islami pada ibu post sectio caesarea skala nyerinya

minimal 3 dan maksimal 4 dan setelah dilkukan terapi musik islami skala
5

nyeri ibu post sectio caesarea minimal 2 dan maksimal 3. Hal ini

menunjukan bahwaterapi musik islami efektif untuk menurunkan

intensitas nyeri pada ibu post sectio caesarea. Terapi musik dapat

digunakan sebagai intervensi terapi non farmakologik dalam asuhan

kebidanan pada ibu nifas khususnya post sectio caesarea.13

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan studi

kasus tentang “Penerapan Terapi Musik Islami untuk menurunan intensitas

Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesarea”

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana penerapan terapi musik islami dapat menurunkan

intensitas nyeri pada ibu post sectio caesarea ?”

C. Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan penerapan pemberian terapi musik islami untuk

menurunkan intensitas nyeri pada ibu post sectio caesarea.

D. Manfaat Studi Kasus.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, dapat diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi:

1. Bagi masyarakat
6

Menambah pengetahuan kepada masyarakat tentang salah satu

intervensi nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk menurunkan

intensitas nyeri pada ibu post sectio caesarea dengan terapi musik.

2. Bagi pengembangan ilmu dan tekhnologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan dalam bidang

keperawatan dalam meningkatkan kemandirian pasien dalam

mengatasi nyeri post sectio caesarea.

3. Bagi penulis

Mendapatkan pengalaman dalam menerapkan intervensi terapi

musik islami untuk menurunkan intensitas nyeri pada ibu post sectio

caesarea.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi

dengan berat badan diatas 500 gram, melalui pembedahan abdomen

dinding uterus yang masih utuh. 14


2. Indikasi Sectio caesarea
Indikasi tindakan untuk dilakukan sectio caesarea yaitu :
a. Indikasi Ibu
Indikasi ibu melahirkan secara sectio caesarea.15,16,17
1) Plasenta previa, pada ibu hamil lepasnya plasenta akan

menyebabkan perdarahan hebat yang mengancam keselamatan

ibu.
2) Disproporsi cepalopelvik Terjadi ketidakseimbangan tulang

panggul ibu dan ukuran bayi, tulang panggul ibu terlalu kecil

atau ukuran bayi terlalu besar.


3) Tumor jalan lahir / tumor yang tumbuh dijalan lahir
4) Ibu mengalami preeklamsia, dimana tekanan darah ibu

terlalu tinggi. Persalinan secara normal bisa membuat ibu

kejang, caesar menjadi alternatif dianjurkan.

b. Indikasi Janin
Berikut beberapa kondisi janin yang mengharuskan dilakukan

tindakan Sectio caesarea15,16,17


1) Gawat janin
Kondisi janin yang tidak kondusif untuk memenuhi tuntutan

persalinan. Kondisi gawat janin ditandai dengan hipoksia janin,

7
8

yaitu suatu keadaan dimana janin tidak mendapat pasokan

oksigen yang cukup. Kondisi ini bisa terjadi sebelum

persalinan (antepartum period) atau selama proses

persalinan (intrapartum period).


2) Plasenta previa keadaan ketika plasenta menutupi mulut

rahim sehingga janin sulit keluar. Kondisi ini akan sangat

membahayakan nyawa janin karena bisa saja plasenta akan

terlepas dahulu dari janin yang menyebabkan janin tidak

mendapatkan aliran oksigen dan makanan .


3) Janin pada posisi sungsang atau melintang
sungsang adalah istilah untuk posisi kepala janin di atas,

sedangkan melintang kepala janin berada pada posisi kiri atau

kanan, persalinan normal menghendaki posisi kepala janin

berada di bawah dekat dengan jalan lahir.


4) Terlilit tali pusat
Bayi terlilit tali pusar atau nuchal cord merupakan salah satu

masalah yang sering terjadi pada kandungan. Kondisi ini

mengkhawatirkan karena dalam beberapa kasus, leher bayi bisa

tercekik tali pusarnya sendiri.


5) Prolapsus funikuli
Keadaan dimana tali pusat brada di samping atau melewati

bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah.

Ketika hal ini terjadi, tali pusat tertekan antara pelvik maternal

dan bagian presentasi pada setiap kontraksi.


6) Primigravida tua
Primigravida tua adalah wanita yang hamil untuk pertama

kali pada usia diatas 35 tahun. Dimana pada kehamilan pertama

kali diatas usia 35 tahun memiliki beberapa resiko terhadap


9

kehamilan, persalinan, maupun terhadap janin yang dikandung.


7) Kehamilan dengan diabetes melitus
Diabetes yang terjadi pada ibu hamil, walaupun

sebelumnya ibu hamil tidak pernah menderita diabetes. Penyakit

ini ditandai dengan kadar gula darah tinggi pada ibu hamil.

Tentunya, dampak diabetes gestasional tidak hanya dialami oleh

ibu, tetapi juga pada janin dalam kandungan.


8) Infeksi intrapartum
Infeksi yang terjadi dalam masa persalinan, infeksi ini

melibatkan selaput janin.

c. Indikasi Waktu
Selain indikasi ibu dan janin ada pula indikasi lainya, salah

satunya indikasi waktu. Misalnya setelah tiga jam dibimbing

melahirkan normal ternyata hasilnya nihil, sementara bantuan

dengan vakum atau forceps juga tidak memungkinkan, maka

alternatif terakhir adalah Sectio Caesarea. 17


3. Klasifikasi
a. Sectio Caesarea klasik
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira – kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang

dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun pada kasus

seperti operasi berulang yang memiliki banyak perlengketan organ

cara ini dapat dipertimbangkan.18

Keuntungan: 19

1) Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah yaitu

adanya pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior,


10

vesika urinaria yang letaknya tinggi dan melekat dan myoma

segmen bawah.

2) Bayi yang tercekam pada letak lintang.

3) Beberapa kasus placenta previa anterior

4) Malformasi uterus tertentu.

Kerugian: 19

1) Myometrium harus dipotong, sinus-sinus yang lebar

dibuka, dan perdarahannya banyak.

2) Bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga

kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar.

3) Apabila placenta melekat pada dinding depan uterus, insisi

akan memotongnya dan dapat menimbulkan kehilangna darah

dari sirkulasi janin yang berbahaya.

4) Insidensi perlekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus

lebih tinggi.

5) Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi.

b. Sectio caesarea ismika


Tipe sectio caesaria ini dilakukan dengan membuat sayatan

melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira – kira sepanjang

10 cm . 20

Keuntungan sectio caesaria: 19

1) Insisinya ada pada segmen bawah rahim


11

2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah ke samping, cara ini

mengurangi perdarahan.

3) Insisi jarang terjadi sampai plasenta

4) Kepala janin biasanya di bawah insisi dan mudah diektraksi

5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih

mudah dirapatkan kembali dibanding segmen atas yang tebal.

Kerugian sectio caesaria: 19

1) Jika insisi terlampau jauh ke lateral pada kasus bayi besar.

2) Prosedur ini tidak dianjurkan kalau terdapat abnormalitas

pada segmen bawah.

3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik,

pembedahan melintang sukar dikerjakan.

4) Kadang-kadang vesika urinaria melekat pada jaringan

cicatrik yang terjadi sebelumnya sehingga vesika urinaria dapat

terluka.

c. Sectio caesarea transperitonialis yang terdiri dari sectio

ekstra peritonelis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis

dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. 14


d. Sectio caesarea ekstraperitoneal merupakan pembedahan

yang dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada

kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah

peritonitis generalisata yang bersifat fatal. Beberapa metode dalam

sectio caesarea extraperitoneal meliputi metode waters, latzko dan


12

norton. Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja

masuk ke dalam cavum peritoneal, dan insidensi cedera vesica

urinaria meningkat. 19

4. Komplikasi

Ada beberapa kompikasi yang serius pada operasi sectio caesarea

yaitu:14

a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu

selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti

peritonitis, sepsis.
b. Pendarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan

jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.


c. Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandungan

kencing, embolisme paru-paru, nyeri akibat luka pembedahan dan

sebagiannya sangat jarang terjadi.


d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah

melemahnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilaan

berikutnya bisa terjadi ruptura uteri, kemunginan peristiwa ini lebih

banyak ditemukan sesudah sectio caesaria.


13

B. Nyeri
1. Definisi
Menurut The Taxonomy Commitee of the international association

for the study of pain (IASP) merupakan suatu pengalaman sensori atau

emosional yang tidak menyenangkan, berkaitan dengan adanya atau

potensial adanya lesi jaringan. Nyeri dapat dijelaskan lebih lanjut

sebagai suatu kompleks, individual, dan fenomena multi faktor, yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu fisiologis, biologis,

sosiokultural dan ekonomis. 7


2. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dibagi menjadi dua yaitu:21
a. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak

dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya

peningkatan tegangan otot.


b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan

biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6

bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri

teminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik.


3. Fisiologis Nyeri
Reseptor nyeri merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsangan nyeri, organ tubuh yang berperan sebagai

reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon

hanya terdapat stimulus yang secara potensial merusak reseptor nyeri

disebut juga nosiseptor ada yang bermielin dan ada juga yang tidak

bermielin dari saraf aferen. 21


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang nyeri seseorang

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : 22,23,24


a. Usia
14

Usia merupakan variabel yang paling penting dalam

mempengaruhi nyeri pada individu. Usia yang berpengaruh

terhadap nyeri adalah usia pra sekolah karena pada usia tersebut,

anak cenderung belum bisa mengekspresikan nyeri yang dirasakan,

sedangkan pada usia lebih dari 60 tahun, kemampuan metabolisme

tubuh telah menurun, dan sering terjadi penurunan kepekaan saraf

sehingga pada usia tersebut presepsi nyeri telah berkurang.


b. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara

signifikan dalam berespon terhadap nyeri.Hanya beberapa budaya

yang mengganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih

berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan

dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri.


c. Kebudayaan
Banyak yang berasumsi bahwa cara berespon pada setiap

individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mencoba

mengira bagaimana pasien berespon terhadap nyeri, beberapa

kebudayaan meyakini bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu

yang wajar namun ada kebudayaan yang mengajakan untuk

menutup perilaku untuk tidak memperlihatkan nyeri.


d. Makna nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhui pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan

berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut

memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan

tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan


15

mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang

mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya.

Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan

dengan makna nyeri.


e. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan

mempengaruhi persepsi nyeri. Tingkat seorang klien memfokuskan

perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang

meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah

satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk

menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing

(guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian

dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan

pada distraksi.
f. Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks,

ansietas yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan

persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga akan menimbulkan ansietas.


g. Keletihan
Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping.
h. Pengalaman
16

Seseorang yang pernah mengalami nyeri dan terbiasa

merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri

daripada individu yang mempunyai pengalaman tentang nyeri.

5. Mekanisme Nyeri 25
Suatu rangkaian proses elektrofisiologis merupakan proses terjadi

antara kerusakan jaringan sebagai sumber rangsangan nyeri sampai

dirasakan sebagai nyeri yang secara kolektif disebut nosiseptif.

Terdapat empat proses yang terjadi pada suatu nosesptif yaitu sebagai

berikut.

a. Proses Transduksi
Proses transduksi (transduction) merupakan proses dimana

stimuli nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu

aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve

ending). Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan),

suhu (panas), atau kimia (subtansi nyeri).


b. Proses Transmisi
Transmisi (transmission) merupakan fase di mana stimulus

dipindahkan dari saraf perifer melalui spinalis (spinal cord)

menuju otak.
c. Proses Modulasi
Proses modulasi (mudulation) adalah proses dari mekanisme

nyeri di mana terjadi interaksi antara sistem analgesik

endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri

yang masuk ke kornu posterior medula spinalis, sistem

analgesik endogen ini meliputi endekafelin, endorfin,

serotonin, dan noradrenalin; memiliki efek yang dapat


17

menekankan implus nyeri pada kornu posterior medula

spinalis. Kornu posterior dapat diibaratkan sebagai pintu

yang dapat tertutup atau terbuka yang dipengaruhi oleh

sistem analgesik endogen tersebut diatas. Proses medulasi

ini juga mememngaruhi subjektivitas dan drajat nyeri yang

dirasakan.
d. Persepsi
Hasil dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang

dimulai dari proses transduksi dan trasmisi pada gilirannya

menghasilkan suatu perasaan subjektif yang dikenal sebagai

persepsi nyeri. Pada saat klien menjadi sadar akan nyeri,

maka akan terjadi reaksi yang kompleks, persepsi

menyadarkan klien dan mengartikan nyeri sehingga klien

dapat bereaksi atau berespons.


6. Penatalaksanaan Nyeri
a. Penatalaksanaan nyeri farmakologi
Untuk meringankan nyeri dari ringan sampai berat bisa

mengguanakan analgesik. Analgesik yang sering digunakan yaitu

jenis analgesik non narkotik dan obat anti imflamasi nonsteroid

(NSAID), analgesik narkotik atau opiat dan tambahan atau

adjuvan. 26
b. Penatalaksnaan nyeri non farmakologi
Manajemen nyeri non farmakologi merupkan tindakan

menurunkan nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Ada

beberapa penanganan berdasarkan penatalaksanaan nyeri non

farmakologi yaitu dengan stimulasi fisik yang meliputi bimbingan

antisipasi (pemberian pemahaman kepada klien mengenai nyeri


18

yang dirasakan), terapi kompres panas dan dingin, relaksasi,

imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, umpan balik biologis,

dan massage stimulasi saraf elektris transkutan (TENS), distraksi

(distraksi visual, distraksi audio, distraksiintelektual). 26


7. Faktor –Faktor yang mempengaruhi toleransi nyeri.21
a. Faktor yang meningkatkan toleransi terhadap nyeri yaitu

Alkohol, obat-obatan, hypnosis, Panas, Gesekan/garukan,

Pengalihan perhatian, Kepercayaan yang kuat.


b. Faktor yang menurunkan toleransi tehadap nyeri yaitu

Kelelahan, marah, kebosanan, depresi, Kecemasan, Nyeri kronis,

Sakit penderitaan.
8. Karakteristik Nyeri
Karakteristik nyeri meliputi lokasi nyeri, penyebaran nyeri, dan

kemungkinan penyebaran, durasi (menit, jam, hari, bulan) serta irama

(terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah atau berkurangnya

intensitas nyeri ) dan kualitas nyeri (seperti ditusuk-tusuk, seperti

terbakar, sakit, nyeri seperti digencet). 21


9. Faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri
Berbagai perilaku sering diindentifikasi klien sebagai faktor yang

mengubah intensitas nyeri (akivitas, istirahat, pengerahan, tenaga,

posisi tubuh dan pengunaan obat bebas).21


10. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang

sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin

adaah menggunakan respon psikologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri,


19

namun pengukuran dengan cara ini tidak dapat memberikan gambara

secara pasti tentang nyeri itu sendiri. Berikut beberapa contoh

pengukuran skala nyeri secara umum. 21


a. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal

Descriptor Scale atau VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri

dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak

yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat

menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih

intensitas nyeri terbaru yang dirasakan. Perawat juga menanyakan

seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh

nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan

klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.26

Tidak ada Nyeri Nyeri Nyeri Hebat Nyeri Sangat Nyeri Paling
nyeri Ringan Sedang Hebat Hebat

Gambar 2.1
Skala nyeri deskriptif sederhana

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10


Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales atau

NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat deksriptif kata.

Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-


20

10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi teraupetik. 26


Indikasi: digunakan pada anak dan orang dewasa yang telah

mampu mendeskripsikan nyeri yang dirasakan kedalam bentuk

angka. Penilaian dilakukan dengan menanyakan kepada pasien

mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan

dengan angka antara 0 – 10. 0 = tidak nyeri 1– 3 = nyeri ringan 4 –

6 = nyeri sedang 7 – 10 = nyeri berat.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.2
Intensitas Nyeri Numerik 0-10

Keterangan : 22
0 = Tidak ada nyeri
1-3 (Nyeri Ringan) = Secara objektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
4-6 (Nyeri Sedang) = Secara objektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik
7-9 (Nyeri berat terkontrol) = Secara objektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi,
10 (Nyeri berat tidak terkontrol) = Klien tidak mampu lagi
berkomunikasi.

c. Skala Analog Visual


Skala visual analog (Visual Analog Scale, atau VAS)

adalah suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang


21

mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan mendeskripsi

verbal pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjuk titik

garis yang menunjukan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut.

Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”,

sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri

yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris

diletakan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis

dari “tidak nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter. Skala ini

memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi kepatahan

nyeri.26

Tidak Ada Nyeri Nyeri paling hebat

Gambar 2.3
Skala Analog Visual

d. Skala wajah Wong-Bakers untuk mengukur nyeri


Skala wajah Wong- Bakers terdiri dari enam wajah kartun

yang diurutkan dari seorang yang tesenyum (tidak ada rasa sakit),

meningkat wajah yang kurang bahagia hingga ke wajah yang sedih,

wajah penuh airmata (rasa sakit yang paling buruk). 7


22

Tidak Nyeri
Sedikit Sedang Nyeri Sangat Nyeri tidak
Berat Nyeri tertahankan

Gamabar 2.4
Skala wajah Wong-Bakers

C. Terapi Musik Islami


1. Definisi
Terapi musik merupakaan sebuah aktivitas teraupetik yang

menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara,

mengembangkan mental, fisik, dan ksehatan emosi. Di samping

kemampuan non verbal, kreativitas dan rasa yang alamiah dari musik,

juga sebagai fasilitator untuk menjalin hubungan, ekspresi diri,

komunikasi, dan pertumbuhan terhadap penggunaanya. Disini

penggunaan jenis musik yang digunakan sebagai terapi, yaitu musik

Islami atau musik rohani yang dapat membuat klien “berpijak ke tanah”

dan membimbing ke arah perasaan damai yang mendalam serta

kesadaran rohani.11
Musik islami adalah musik yang bernuansa rohaniya, sehingga

bagi siapa saja yang mendengarkan jenis musik ini akan tersentuh

hatinya. Musik ini bisa mempengaruhi jiwa seseorang sehingga akan

mengambarkan tentang kehidupan. Jenis musik ini menggunakan

instrumen renungan dan lagu.12


2. Manfaat terapi musik
Berikut adalah manfaat kesehatan yang diberikan terapi musik untuk

tubuh kita :11


23

a. Mengurangi kecemasan dan distres


b. Mengelola sakit nonfarmakologi dan ketidaknyamanan
c. Mengubah suasana hati dan emosi yang negatif
d. Mengaktifkan partisipasi klien melalui perlakuan aktif dan

positif, serta mempersingkat masa rawat inap.


3. Jenis-Jenis Musik Untuk Terapi
Ada beberapa jenis musik yang dijadikan sebagai pendekatan terapi : 12
a. Musik Klasik
Musik klasik ialah perpaduan instrumen yang

menggunakan violin, biola, piano dan celo sebagai alat musiknya.

Ciri utama dari musik klasik adalah memiliki sedikit iringan vokal

atau bahkan terkadang tidak memiliki iringan vokal pada

musiknya. Kemudian ciri berikutnya diiringi dengan menggunakan

orkestra.

b. Musik Alam
Musik alam adalah jenis musik yang bersifat alamiah,

karena jenis musik ini dihasilkan dari suara alam sekitar. Dengan

kata lain musik alam adalah musik yang berasal dari lingkungan,

salah satu contoh musik yang dapat dijadikan terapi adalah suara

ombak.
c. Musik Tradisional
Musik tradisional adalah musik yang berasal dari berbagai

daerah. Ciri khas dari jenis musik ini terletak pada suara yang

dihasilkan pada setiap alat musiknya. Musik ini dapat

mempengaruhi pisikologi sesorang ketika mendengarkan suara

yang dihasilkan contonya dengan alat musik piano dan gitar dapat

merubah suasana diri seseorang.


d. Musik Islami
24

Musik islami adalah musik yang bernuansa rohaniya,

sehingga bagi siapa saja yang mendengarkan jenis musik ini akan

tersentuh hatinya. Musik ini bisa mempengaruhi jiwa seseorang

sehingga akan mengambarkan tentang kehidupan. Jenis musik ini

menggunakan instrumen renungan dan lagu. Musik yang

digunakan adalah nissa sabyan yang berjudul deen assalam, hal-hal

yang harus diperhatikan dalam pemeberian terapi musik yaitu

memilih jenis musik yang tidak terlalu cepat dan keras. Beat 60-

80/menit yang mempunyai nada teratur dan tetap, pasien memilih

musik dengan arahan seorang terapis, maksimum volume 60dB,

harmonisasi yang selaras.27


4. Teknik terapi musik.28
a. Persiapan
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan pada tahap

persiapan ini, yaitu sebagai berikut :


1. Pilihlah jenis musik yang kita gunakan untuk terapi, disini

kita menggunakan musik islami.


2. Siapkan ruangan untuk bersantai selama mendengarkan

musik. Buat senyaman mungkin. Anda bisa mendengarkan

sambil berbaring atau duduk di kursi yang empuk.


3. Pilih saat yang tepat, yakni suasana yang sepi dan tidak

banyak gangguan ataupun suara ribut.


b. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini terapis mulai untuk klien.

Langkah langkahnya adalah sebagai berikut:


1. Nyalakan musik dengan volume yang sedang, tidak terlalu

keras dan tidak terlalu pelan.


25

2. Ketika musik sudah mulai mengalun, ambil posisi

senyaman mungkin, bisa sambil berbaring ataupun duduk.


3. Tarik napas panjang 3x, tahan 5 detik lalu hembuskan

perlahan-lahan, sambil tetap mendengarkan alunan musiknya.

Hingga napas mulai santai dan tenang.


4. Sambil mendengarkan alunan musik, visualisasikan seolah-

olah diri anda berada di sebuah tempat yang nyaman seperti di

taman bunga, di daerah pegunungan yang sejuk, atau di tepi

sungai yang tenang. Buat diri anda memasuki alam visualisasi

yang menenangkan tersebut.

5. Intervensi musik
Dalam definisinya terdapat elemen-elemen pokok yang dietapkan

sebagai materi intervensi yaitu :11


a. Terapi musik digunakan oleh terapis dalam sebuah tim yang

terdiri dari dokter, pekerja sosial, psikolog, guru, atau orang tua.
b. Musik merupakan media terapi yang utama, aktivitas musik

digunakan untuk menumbuhkan hubungan saling percaya,

menegmbangkan fungsi fisik, dan mental klien secara teratur serta

terprogram.
c. Materi musik yang diberikan melalui latihan-latihan sesuai

arahan terapis didasarkan pada pengetahuan tentang pengaruh

musik terhadap perilaku serta memahami kelemahan atau kelebihan

klien sebagai sasaran terapi.


d. Terapi musik yang diterima klien disesuaikan secara

fleksibel dengan memperhatikan tingkat musik. Terapi musik

bekerja langsung pada sasaran dengan tujuan terapi yang spesifik.


BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan penelitian

deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah

rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara

intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi.


29,30
Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis Penerapan Terapi Musik

Islami untuk menurunan Intensitas nyeri pada ibu post sectio caesarea”

B. Subyek Studi Kasus


Subyek dalam studi kasus ini akan menggunakan dua orang ibu

post sectio caesaria yang mengalami nyeri, dengan kriteria inklusi:


1. Kriteria inklusi
a. Agama islam
b. Klien dengan tingkat kesadaran composmentis
c. Klien sehat secara mental
d. Klien tidak dalam pengaruh anastesi
e. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi
a. Klien dengan gangguan pendengaran
b. Klien menderita komplikasi post sectio caesaria

C. Fokus Studi

26
27

Fokus studi dalam studi kasus ini adalah penurunan intensitas nyeri

pada ibu post operasi sectio caesaria setelah diberikan implementasi

keperawatan dengan terapi musik islami.

D. Definisi Operasional
1. Sectio caesaria adalah operasi untuk mengeluarkan janin dengan

sayatan pada abdomen.


2. Nyeri adalah perubahan kontinu pada jaringan tubuh karena adanya

kerusakan. Alat ukur nyeri menggunakan (Numerical Rating Scales

dengan skala 0-10.


3. Terapi music adalah teknik non farmakologi berupa relaksaksi

terapi musik isami untuk mengalihkan atau meredakan nyeri yang

dirasakan oleh ibu post operasi sectio caesarea melalui media music

bernada islami yang dilakukan 2 kali sehari selama 30 menit.

E. Instrumen Studi Kasus


Studi kasus ini penulis menggunakan kuesioner Numeric Rating Scale

(NRS) untuk mengukur nyeri, dan menggunakan Handphone, hendset

untuk mendengarkan musik

F. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah dengan

observasi terhadap intensitas nyeri pada ibu sebelum dan sesudah

pemberian terapi musik.


Langkah pengumpulan data:
1. Mengurus surat perijinan dengan institusi terkait
2. Menjelaskan maksud dan tujuan waktu studi kasus pada kepala

ruang atau perawat penanggungjawab di tempat studi kasus dan memita

persetujuan untuk melibatkan subjek dalam penelitian.


28

3. Meminta subjek penelitian untuk menandatangani lembar

imformed consent sebagai bukti persetujuan untuk melibatkan subyek

dalam penelitian
4. Melakukan pengkajian awal tingkat intensitas nyeri sebelum

pemberian terapi musik


5. Peneliti melakukan pretest dengan memberikan responden lembar

observasi Numeric rating scale (NRS) dan responden diminta untuk

menunjukan skala nyeri angka yang dirasa sesuai dengan angka pada

skala nyeri yang ditunjuk oleh responden, lembar obsevasi diisi oleh

peneliti.
6. Memberikan pelaksanaan intervensi intervensi terapi musik setiap

hari selama 30 menit dalam sehari.


7. Terapi musik dilakukan setelah 4-5 jam pemberian ketrolac 30 mg

dalam drip intravena.


8. Subjek diminta untuk mengikuti irama musik yang diberikan dalam

proses terapi.
9. Setelah 30 menit pemberian terapi musik, dilakukan postest untuk

mengukur tingkat intensitas nyeri.


10. Pelaksanaan intervensi terapi musik 2 kali sehari setiap pagi dan

sore hari selama 3 hari.


11. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil penelitian dalam

bentuk tabel, grafik dan narasi.

G. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Rumah Sakit tanggal 1 April 2019 - 13 April

2019.

H. Analisis Data Dan Penyajian Data


1. Analisis Data
Pengkajian data ini dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan

intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan


29

menggunakan terapi musik. Adapun cara menilai intensitas nyeri pasin

berdasarkan NRS (Numeric Rating Scae) yang selanjutnya hasil

pengukuran tersebut di kategorikan menjadi tidak nyeri, nyeri ringan,

nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri hebat/sangat nyeri.


2. Penyajian Data
Cara Penyajian data penelitian dilakukan melalui penyajian dalam

bentuk teks (tekstular), tabel dan grafik.

I. Etika Studi Kasus


Penelitian keperawatan yang menggunakan manusia sebagai

subyek penelitian semestinya mendapat persetujuan etik (etichal

clearance) dari komite etik penelitian.31 Etika dalam penelitian ini

menggunakan empat prinsip utama dalam etik penelitian keperawatan

yaitu:32
1. Menghormati harkat dan marabat manusia (respect for privacy and

confdentially)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian melauan penelitian

tersebut. Di samping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada

subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi

(berpartisipasi). Peneliti selayaknya mempersiapkan formulir

persetujuan subjek (informed concent).


2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect

for privacy and confidentiality)


Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain.


30

Peneliti selayaknya cukup menggunakan inisial sebagai pengganti

identitas subjek.
3. Keadilan dan keterbukaan (respect for inclusiveness)
Proses keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan,

yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. prinsip keadilanini

menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan

keuntungan yang sama, tanpa membebankan gender, agama, etnis dan

sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms than benefits)


Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subjek, maka pelaksanaan penelitian ini harus dapat

melindungi responden.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayati A. asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika;


2010.
2. Solikah U. Asuhan Keperawatan Gangguan Kehamilan, Persalinan, Dan
Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.
3. Norma & Nita dkk. Asuhan Kebidanan: Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
4. World Health Organization. Maternal Mortality. 2015;
5. Riset Kesehatan Dasar. 2013; Available from:
31

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
6. Evariny. Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. Revisi. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer; 2010.
7. Anik. Nyeri Dalam Persalinan,Teknik dan Cara Penanganannya. Jakarta:
CV.Trans Info Media; 2010.
8. Solihati T dan Kosasih CE. Konsep & Aplikasi Relaksasi dalam
Keperawatan Maternitas. 1st ed. Bandung: Refika Aditama; 2015.
9. Roasdalh, C B, & Kawalski MT. Buku Ajar Keperawatan Dasar. 2015.
10. Chomaria N. Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. Edisi Revi. jakarta: PT.Bhuana
Ilmu Populer; 2012.
11. Djohan. Psikologi Musik. 4th ed. Yogyakarta: Best publiser; 2016.
12. Aizid. Sehat dan Cerdas dengan Terapi Musik. Yogyakarta: Laksana; 2011.
13. Nurul Indah Sari. Efektifitas terapi musik islami terhadap penurunan
intensitas nyeri pada ibu. J Kesehat husada gemilang. 2018;(2).
14. Jitowiyono S. Asuhan Keperawatan Post Operasi: Pendekatan Nanda, NIC,
NOC. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012.
15. Taufan Nugroho. asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, dan
penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.
16. Febriana Werdiningsih. Mulai Perencanaan Hingga Perawatan. 1st ed.
Jogjakarta: KDT; 2013.
17. Indiarti M. Buku Babon Kehamilan. Yogyakarta: indoliterasi; 2014.
18. Desriva. Tingkat Kecemasan Suami Menghadapi Sectio Caesarea Pada Istri
di Rumah Sakit Umum Sembiring Medan. 2011;
19. Oxorn & Forte W. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. 1st ed.
Hakimi M, editor. CV Andi Offset; 2010.
20. Nurarif A H dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction; 2015.
21. Anas Tamsuri. Konsep & Penatalaksanaan nyeri. Ns.Esty Wahyuningsih
SK, editor. Jakarta: EGC; 2012.
22. Sigit Nian Prasetyo. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu; 2010.
23. Potter, P.A. & Perry AG. Fundamentals of Nursing [Internet]. 6th ed. Vol. 2,
Nurse Educator. St.Louis: Mosby; 2011. Available from:
http://content.wkhealth.com/linkback/openurl?
sid=WKPTLP:landingpage&an=00006223-197701000-00003
24. Fatmawati SPW. Asuhan keperawatan Maternitas. 1, editor. Yogyakarta:
Nuha Medika; 2010.
25. Zakiyah A. Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik Keperawatan
32

Berbasis Bukti. Jakarta: Salemba Medika; 2015.


26. Andarmoyo S. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-
Ruzz,; 2013.
27. Wenny Savitri. Terapi Musik dan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi.
2016;5.
28. Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi. Jakarta: PT
Bumi Aksara; 2012.
29. Riyanto A. Metodologi penelitian kesehatan. fiddarain abay, editor.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.
30. Nursalam. Metodologi penelitian ilmu keperawatan. 3rd ed. Jakarta selatan:
Salemba Medika; 2014.
31. Khusuma Dharma K. Metodologi penelitian keperawatan (pedoman
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitan). jakarta: Salemba Medika;
2011.
32. Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Revisi. jakarta: PT.Rineka
Cipta; 2012.

Anda mungkin juga menyukai