Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan kompleks bahkan
dibilang sangat berat yang ditandai dengan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, prilaku, komunikasi, serta interaksi sosial (Menurut Joko Yuwono,
2012:26). Sejak tahun 1990 hingga saat ini penyandang autis mengalami
peningkatan. Berdasarakan data Anak Center For Disease Control And Prevention
yang mengatakan bahwa Autis di Indonesia baik di Dunia mengalami peningkatan
yang cukup tinggi. Menurut Ida Ayu Kusuma Wulandari dkk (2012) Indonesia
sendiri jumlah penyandang Autis Pada Tahun 2010 terdapat 679.048 jiwa anak
penyandang autis. Jumlah penyandang autis banyak terdapat di daerah dengan rasio
kepadatan penduduk paling tinggi. Data dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat
tahun 2015 terdapat 31.322 jiwa anak penyandang autis di Jawa Barat. Sedangkan
jumlah tertinggi di Jawa barat terdapat di Kota Bandung dengan jumlah 1.075 jiwa
anak penyandang autis.
Gejala autis mulai tampak di usia anak 1,5 – 3 tahun, autisme sendiri terlihat
dari fisik luar maupun secara mental, kebanyakan penyandang autis akan
mengalami degradasi dalam berbagai aspek yang sangat terlihat signifikan jika
dibandingkan dengan non autisme. Secara fisik luar autisme menunjukan perbedaan
dalam penuturan bahasa, perilaku yang menunjukan seolah-olah mempunyai dunia
yang berbeda, serta kesulitan komunikasi secara verbal. Oleh sebab itu
menimbulkan kekhawatiran karena diperkirakan 75-80% berpotensi mengalami
retardasi mental, Menurut Kusumayati (2011) , dalam jurnal Pentingnya Peraturan
Makanan Untuk Anak Autis (2011), hal ini disebabkan karena ketidak pedulian
orang tua dari anak autis mengenai dampak buruk dari pengaturan makanan bagi
anak autis khusunya yang mengandung gluten dan Kasein yang berdampak pada
prilaku dan tumbuh kembang anak autis. Menurut Sofia Destiani dkk (2011)
menyatakan bahwa 85% orang tua di kota bandung tidak disiplin terhadap larangan
tersebut.

1
Salah satu tidakan atau usaha yang dilakukan yaitu dengan mengatur
makanan untuk anak autis. Makanan untuk anak autis pada umumnya sama seperti
makanan anak normal lainnya yang memiki jumlah gizi yang baik dan seimbang
dengan energi yang dipakai serta tetap memperhatikan aspek pemilihan makanan.
Sebab pada kenyataannya penyandang autis memiliki kehiperaktifan yang cukup
tinggi, yang dapat disebabkan oleh makanan. Dengan mengikuti pedoman peraturan
makanan untuk anak autis salah satunya adalah memberikan karbohidrat pilihan
yang bebas dari gluten dan kasein. Seringkali orang tua tidak mematuhi hal itu serta
kurang pengetahuab dan informasi tersebut. Menurut Winarno (2013) Gluten
adalah protein yang terkandung dalam biji gandum, tepung gandum, oats, barley,
gandum hitam, roti, pasta, jenis kue yang mengandung tepung terigu, sedangkan
Kasein adalah protein yang terkandung dalam susu, yoghurt, mentega, keju semua
jenis makanan yang tidak berlemak dan mengandung susu. Menurut Kusumayati
(2011), Jika terus dikonsumsi maka dapat mempengaruhi prilaku, kehiperaktifan
yang super aktif, keautisannya semakin menonjol, tantrum (ledakan emosi yang
paling tinggi, menangis secara tiba tiba, tertawa tawa sendiri) dan akan menyakiti
diri sendiri, serta yang dikhawatikan adalah dapat mengalami retardasi mental.
Keterlibatan anggota keluarga dalam melaksanakan penerapan makanan
yang tidak mengandung gluten dan kasein tidak dapat di berikan secara langsung,
sebab hal tersebut dibutuhkannya penyesuaian terhadap anak autis. Melakukannya
kerjasama dengan keluarga akan mempermudah dalam menerapkan peraturan
makanan pada anak autis. Selain itu kesulitan orang tua khususnya ibu dalam
menyiapkan makanan yang tidak mengandung gluten dan kasein, salah satunya
karena ketidak tahuan ibu dalam menemukan sumber pengganti makanan yang
tidak mengandung gluten. Banyak sekali sumber pengganti gluten dan kasein yang
memang harganya cukup terjangkau namun karena kurangnya informasi mengenai
bahayanya gluten dan kasein jika terus dikonsumsi oleh anak autis, sehingga
informasi tidak tersampaikan kepada ibu yang memiliki anak autis. Namun
sebagian ibu mengetahui penerapan makanan tidak mengandung gluten dan kasein
tapi sulit untuk di terapkan karena tindakan serta sikap disiplin pada anaknya.
Menurut Nining Honijah, S.Pd.I selaku pendiri yayasan autis Bunda Bening
Selaksahati mengatakan kurangnya kesadaran diri dari orang tua anak penyandang

2
autis karena ketidak tahuan orang tua untuk mengatasi anak autis sendiri. Orang tua
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dalam penerapan makanan untuk anak
autis. Menurut Koka (2011) dalam Sofia Destiani dkk (2011), yang menyebutkan
bahwa 68,8% pengetahuan, 59,4% sikaf serta 43,8% tindakan orang tua khususnya
ibu dalam pemberian makanan pada anak autism berada dalam kategori yang
cukup. Sedangkan faktor lainnya adalah masalah ekonomi, namun disisi lain tingkat
ekonomi terbilang cukup juga memaksa untuk memberikan anak autis makanan
yang sama rata dengan anggota keluarganya, namun banyak sekali makanan yang
tidak mengandung gluten yang dapat di konsumsi oleh keluarga serta anak autis
namun karena ketidak tahuan ibu terhadap penerapan makanan, sehingga
menyambung ke aspek lainnya, bahkan tingkat pengetahuan tentang gluten sendiri
ibu masih terbilang cukup mengetahui namun dari tingkatan pengetahuan tersebut
tidak adanya tindakan serta sikap disiplin dalam memberikan makanan yang tidak
mengadung gluten.

Melihat betapa pentingnya melakukan pembebasan makanan gluten untuk


anak autis sendiri, maka perlunya kampanye sosial yang dapat meningkatkan
kesadaran orang tua terhadap makanan yang mengandung gluten khususnya ibu.
Dengan meningkatkan kedisiplinan dari pengetahuan yang telah dimikili serta dapat
menginformasikan kepada ibu untuk melakukan tndak pencegahan terhadap peran
dalam memilih makanan yang mengandung gluten. Semakin banyak penyandang
autisme khususnya di kota Bandung maka akan semakin banyak pula ketidak
tahuan ibu terhadap tingkat kedisplinan pemberian makanan pada anaknya.

Sehingga penulis membuat kampanye sosial ini untuk mengajak ibu


mengenali makanan yang tidak mengandung gluten dan mengajak untuk melakukan
prilaku disiplin terhadap kesadaran ibu dalam memeberikan makanan pada anak
autis. Dengan harapan ibu lebih peduli terhadap gizi anak sehingga prilaku serta
perkembangan anak autis dapat kembali normal jumlahnya tinggi.

3
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun Identifikasi masalah dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai
Berikut:
1. Adanya peningkatan semakin bayak penyandang autis dari tahun ke tahun.
2. Kurangnya kepedulian orang tua terhadap dampak buruk peran makanan pada
anak autis.
3. Kurangnya kesadaran disiplin dari orang tua anak penderita autisme terkait
bahaya makanan yang mengandung gluten untuk perkembangan perilaku anak
autisme.
4. Tidak ada informasi mengenai bahaya gluten dan kasein.
5. Belum adanya kampanye social yang menjelaskan tentang peraturan makanan
bebas gluten dan kasein untuk anak autis.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah dalam Penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perancangan kampanye sosial yang tepat untuk meningkatkan
kesadaran Orangtua terhadap makanan bebas gluten dan kasein untuk anak
autis?
2. Bagaimanakah perancangan media visual kampanye sosial yang dilakukan
terkait makanan bebas gluten dan kasein untuk anak autis ?

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam Melakukan penelitian ini agar pembahasan lebih terarah maka
peneliti menuliskan ruang lingkup dengan menggunakan metode 5W + 1H antara
lain:
1. Apa?
Yang di teliti menyangkut Makanan Bebas gluten untuk anak autis, anak autis
di Indonesia mengalami peningkatan, Jawabarat sendiri merupakan Provisi
dengan jumlah penyandang autis tertinggi, yang terdapat di Kota Bandung,
penyandang autis banyak ditemukan di daerah dengan rasio kepadatan
penduduk paling tinggi, karena tinggi tingkat penderita autism maka semakin
banyak orang tua khususnya ibu tidak mengerti akan bahaya makanan makanan
yang dikonsumsi oleh anak autis, seperti makan makanan yang mengandung

4
gluten. Sehingga akibatnya jika terus di konsumsi akan lebih hiperaktif, dan
menyakiti diri sendiri serta tingkat keautisannya semakin menonjol.
2. Siapa?
Sasaran yang menjadi penelitian adalah anak autis sebagai target audience
primer sedangkan target sekundernya adalah Ibu yang memilki anak autis,
rentan umurnya sekitar 23 – 40 tahun berdasarkan hasil data penelitian ternyata
ibu merupakan salah satu orang yang memiliki peranan penting dalam
memeberikan gizi terhadap anaknya, namun karena kekurangan kesadaran
serta pendidikan yang kuat maka ibu yang memiliki anak autis masih
memberikan makanan yang mengandung gluten dan kasein sehingga anak akan
lebih hiperaktif, Tingkat keautisannya semakin menonjol, salah satu faktor
penyebab lainnya yaitu karena kurang disiplinnya ibu memberikan makanan
kepada anak autis, sebenarnya gizi yang di berikan kepada anak autis yaitu
sesuai dengan gizi anak normal lainnya yang harus memenuhi gizi yang baik
dan energi yang cukup.
3. Dimana
Penelitian ini dilakukan di Bandung, Bandung merupakan kota dengan tingkat
kepadatan penduduk yang paling tinggi berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi
Jawabarat mengatakan bahwa anak autis di Bandung terdapapat 1.075 jiwa.
4. Kapan?
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016 hingga Juni 2017
5. Mengapa?
Penelitaian kampanye ini diteliti karena banyak sekali ibu yang tidak
mengetahui makanan bebas gluten karena kurang pendidikan tentang
kesadaran bahaya gluten serta kedidiplinan untuk memberikan pola makanan
yang baik untuk anak autis, jika di diamkan akan menimbulkan efek yang
tinggi terhadap anak autis, bahkan tingkat kembali untuk menjadi orang normal
pun lama, sedangkan jika anak autis sudah menginjak 19 tahun itu dikatan tidak
dapat dismbukan kembali jika terus didiamkan dalam kasus ini, karena
makanan merupakan salah satu pokok kehidupan untuk bertahan hidup, maka
dari itu perlunya peran orang tua ibu untuk mengetahui makanan mengandung
gluten untuk anak autis.

5
6. Bagaimana?
Solusi yang didapat dari pencegahan gluten ini dengan cara mengkonsumsi
makanan yang memang tidak mengandung gluten, berdasarkan hasil
wawancara dari narasumber yaitu ibu Herlina yang telah berhasil
melaksanakan makanan bebas gluten dan kasein dengan cara merotasi
makanan tersebut, peneliti menemukan bahwa dengan cara merotasi makanan
selama 4 minggu secara terus menerus akan memberikan efek yang baik
dengan metode menngurangi, mengenalkan dan mengganti maknaan yang
memang tidak mengandung gluten.

1.5 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari perancangan penelitian ini:

1. Untuk merancang kampanye sosial yang tepat dan efektif sehingga mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu mengenai bahaya gluten
pada anak autis sehingga dapat mengurangi, mengenalkan makanan baru dan
mengganti makanan baru yang tidak mengadung gluten.
2. Untuk merancang media kampanye sosial yang tepat sehingga mampu
mengedukasi serta mengajak masyarakat khususnya ibu terkait dengan
kesaradan akan bahaya gluten bagi anak autis.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari perancangan penelitian ini sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Bagi Akademis


Dengan adanya penelitian ini dapat menerapkan ilmu para akademisi desain
komunikasi visual dengan ruang lingkup ilmu kesehatan serta sosial sehingga dapat
berdampak positif terhadap hubungan kedua keilmuan tersebut.

1.6.2 Manfaat Bagi Orang Tua


1. Orang tua dapat mengetahui informasi secara langsung mengenai bahaya
gluten jika terus dikonsumsi anak autis dengan cara kampanye sosial.
2. Memberikan solusi yang tepat tentang bahaya gluten jika dikonsumi terus
menerus oleh anak autis.

6
3. Dengan adanya kampanye sosial ini dapat mengubah pola pikir orang tua
khususnya memberikan makanan yang tepat untuk anak autis dan dapat
menerapkan pengetahuan dari penelitian ini.

1.6.3 Manfaat Bagi Penulis


2. Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan serta tentang ruang lingkup ilmu
kesehatan dan ilmu sosial
3. Mendapat pengalaman tersendiri yang didapatkan

1.7 Metode Penelitian


Dalam Perancangan Kampanye sosial ini metode penelitian yang digunakan
yaitu Metode Penelitian Kualitatif merupakan penelitian yang naturalistic
sebab penelitian ini dilakukan secara alamiah dilakukan berdasarkan gejala
sosial atau fenomena yang terjadi dengan menggunakan data pasti data yang
sebenarnya terjadi dan terlihat (Sugiyono 2015:1)

1.7.1 Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan :
1. Observasi
Teknik pengamatan dilakukan di Yayasan serta sekola luar biasa lalu dengan
melakukan pengamatan kepada Ibu ber usia 27-40 tahun yang memilki anak
autis yang dengan kelas sosial (SES AB) yang kurang memiliki pengetahuan
tentang gluten.
2. Wawancara
Wawancara ini dilakukan kebeberapa narasumber yaitu Ahli Gizi, Yayasan
Autis, Sekolah luar biasa Autis, Ibu yang memilki anak autis, baik secara
langsung dan tidak langsung dengan menggunakan sosial media.
3. Kuesioner
Kuesioner merupakan bagian dari survey dari topik yang akan diangkat.
Pertanyaan kuesioner ini dilakukan kebeberapa ibu anak autis, tempat
melakukan pengisian kuesioner di berbagai Yayasan autis dan SLB
4. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengkaji teori teori yang
berhubungan dengan penelitian yaitu teori Kampanye, Teori Autis, teori

7
tentang gluten dan kasein, teori periklanan, teori desain komunikasi visual.
Dalam melakukan pengumpulan data peneliti mengumpulkan data dari jurnal,
artikel serta hasil penelitian yang bersumber dari internet.

1.7.2 Metode Analisis Data


Penulis mengamati berdasarkan kampanye serupa yang telah dilakukan,
penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Matriks,
analisis atriks sendiri Matriks terdiri atas kolom dan baris yang dimana masing
masing kolom dan baris tersebut mewakili dua dimensi yang berbeda beda, dapat
berupa sebuah informasi serta konsep. Juxtaposition atau membandingkan sebuah
prinsip dari matriks yang dilakukan dengan cara menjajarkan. Sehingga menjadi
sebuah tolak ukur dalam penganalisisan (Widiatmoko Didit, 2013). Menurut
Rohidi, 2011 :247 dalam buku Widiatmoko Didit, matriks merupakan salah satu
metode analisis yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk menyampaikan
informaso dalam bentuk ruang yang padat. Salah satu alat untuk menganalisis yang
baik digunakan dalam pengelolahan informasi maupun menganalisis.

8
1.8 Kerangka Perancangan

Latar belakang

Banyak orang tua dari penyandang autis yang belum mengetahui tentang bahaya makanan yang mengandung gluten untuk perkembangan
anak autis sehingga tidak dapat menerapkan pada anaknya untuk mengurangi makanan yang mengandung gluten. Karena kurangnya
pengetahuan terhadap kesadaran dan kedisiplinan orang tua akan bahaya makanan yang mengandung gluten dan casein

Fenomena Inti Masalah

Kurang kepedulian orang tua dari anak autis mengenai Kurangnya tingkat pengetahuan orang tua khususnya ibu,
dampak buruk dari makanan yang mengandung gluten yang terhadap kedisiplinan dan tingkat kesadaran dalam
berdampak pada prilaku dan tumbuh kembang anak autis memberikan makanan kepada anak, karena faktor ekonomi
ketidak mampuan membeli makanan yang yang tidak
mengandung gluten dan casein

Ruang Lingkup Masalah

Pendidikan Psikologi Ekonomi

Kurangnya pngetahuan ibu terhadap Rendahnya pengetahuan ibu dari Tingkat ekonomi yang rendah
bahaya gluten, sehingga tidak dapat anak autis terkait pemenuhan gizi sehingga orang tua khususnya ibu
menerapkan makanan yang tidak atau kebutuhan khusus sehingga penyandang autis tidak mempunyai
mengandung gluten untuk anak menyebabkan kurangnya banyak pilihan untuk memenuhi gizi
autis. kedisiplinan serta kesadaran dalam / kebutuhan aak autis tersebut
pemberian makanan atau gizi yang
baik untuk anak autis

Teori Pengumpulan data

5. Teori Kampanye 1. Observasi


6. Teori Periklanan 2. Wawancara
7. Teori DKV 3. Kuesioner
8. Teori Autis 4. Studi literatur
9. Teori Gluten dan Casein

Analisis Matriks

Massage

Strategi

Strategi Kreatif Strategi Media

Desain

Pelaksanaan kampanye

Solusi

Orang tua disosialisasikan pengetahuan terhadap kesadaran mengenai pola makan yang tepat untuk anak agar tingkat
keautisan serta tantrum yang rendah, melalui solusi makanan bebas gluten dan kasein untuk anak autis

Bagan 1. 1 Kerangka Penelitian

9
1.9 Pembabakan
Pengantar tugas akhir ini terdiri dari empat bab, dalam perincian masing masing
bab sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Di bab ini menjelaksan tentang latar belakang, dari satu gejala sosial atau
fenomena, yang akan dikembangkan dengan masalah perancangan yang
meliputi identifikasi masalah, rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian kerangka perancangan serta pembabakan,
sehingga dapat menemukan titik dari masalah yang diangkat.
2. Bab II Landasan Teori
Bab ini berisikan tentang dasar pemikiran dari teori teori yang relevan dan
dikaitkan dengan masalah atau fenomena yang diangkat sehingga menemukan
sumber yang kuat, teori yang dipakai yaitu teori kampnye sosial, Teori autis,
teori gluten, teori periklanan, teori desain komunikasi visual
3. Bab III Data dan Analisis Masalah
Bab ini menjelaksan tentang data data yang berisikan tentang masalah atau
penelitian yang dilakukan, data yang bersumber dari target sasaran, berisikan
tentang data data hasil wawancara dengan narasumber terkait masalah yang
diteliti yaitu tentang makanan bebas gluten untuk anak autis. Serta dapat
menganalisis terhadap masalah yang diteliti dengan menggunakan analisis
SWOT dan Facet Model Of Effect
4. Bab IV Konsep Dan Perancangan
Bab ini menjelaksan tentang konsep atau ide besar serta ide kreatif yang di
gunakan serta menjelaskan tentang media media apa saja yang akan dipakai
untuk perancangan kampanye sosial ini, Yang telah dibuat dari mulai
perancangan hingga akhir perancangan dalam bentuk visual.
5. Bab V Penutupan
Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran.

10

Anda mungkin juga menyukai