Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Henoch- Schonlein Purpura

DISUSUN OLEH :

11-2017-128 Joana de Chantal Laiyan

PEMBIMBING :

dr. H. Raddy Irmawan, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT RAJAWALI BANDUNG

PERIODE 24 DESEMBER 2018 – 2 MARET 2019

1
Pendahuluan
Penyakit Henoch-Schönlein Purpura pertama kali di kemukakan oleh seorang
dokter dari Inggris bernama dr.William Heberden, yang mendeskripsikan suatu
penyakit tahun 1801 pada seorang anak berusia 5 tahun, dengan gejala nyeri perut,
hematuria, hematochezia, dan purpura pada kaki. Pada tahun 1837, seorang dokter
dari Jerman, dr. Johan Schönlein, mendeskripsikan sindrom dari purpura ini
berhubungan pula dengan nyeri sendi, dan presipitasi urinaria pada anak.
Penelitiannya dilanjutkan oleh muridnya, dr. Eduard Henoch, yang menambahkan
nyeri perut, dan gangguan ginjal, pada sindrom ini. Pada tahun 1915, dr. Frank, dan
dr. William Osler, mengungkap istilah “anaphylactoid purpura” untuk penyakit ini.
Ini berdasarkan hasil pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini,
berhubungan erat dengan reaksi hipersensitivitas pada agen tertentu atau
berhubungan dengan sistem imun.
Purpura Henoch-Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated)
berupa hipersensitivitas vaskulitis, dan paling sering ditemukan pada anak-anak.
Merupakan sindrom klinis kelainan inflamasi vaskulitis generalisata pembuluh
darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi
kulit spesifik berupa purpura non trombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen
atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.
Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada
usia 2-11 tahun (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada
bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2:1).
Umumnya merupakan benign self-limited disorder ; < 5% kasus menjadi kronis;
hanya < 1 % kasus berkembang menjadi gagal ginjal.
Etiologinya belum dipastikan. Diagnosis berdasarkan gejala dan tanda klinis,
dan biopsi. Pengobatan tidak ada yang spesifik dengan prognosis yang umumnya
baik.

2
Definisi
Henoch–Schönlein Purpura, disebut juga sebagai allergic purpura, atau
anaphylactoid purpura atau vascular purpura, adalah penyakit sistemik berupa
vaskulitis, dimana terjadi peradangan pada pembuluh darah, yang
dikarakteristikkan oleh deposit kompleks imun, antibodi IgA pada terutama kulit
dan ginjal.
Henoch-Schönlein Purpura adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa
purpura non trombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis, dan kadang–kadang nefritis atau hematuria.1,2,3
Pada HSP, terjadi proses nekrosis dari vascular, yang ditandai dengan
terjadinya destruksi fibrin dinding pembuluh darah dan leukocytoclasis.
Definisi lain menyebutkan HSP adalah suatu penyakit vasculitis dengan
kombinasi gejala; rash pada kulit, atralgia, periarticular edema, nyeri abdomen, dan
glomerulonephritis. Dapat disertai infeksi saluran pernafasan atas, dan
berhubungan dengan Imunoglobin A, dan sintesis Imunoglobin G. IgA dan IgG
berinteraksi untuk menghasilkan kompleks imun, kemudian mengaktifkan
complement, yang di depositkan pada organ, menimbulkan respon inflamasi berupa
vaskulitis.

Epidemiologi
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak
sekolah) dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Meskipun satu dari kriteria
untuk diagnosis HSP dipublikasikan oleh American College of Rheumatology
adalah “umur kurang dari 20 tahun” penyakit ini dapat timbul dari bayi hingga
dekade kesembilan. Terdapat lebih banyak pada anak laki -laki dibanding anak
perempuan (1,5 : 1).1,3
Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah. HSP umumnya merupakan
benign self-limited disorder, < 5% kasus menjadi kronis, hanya < 1 % kasus
berkembang menjadi gagal ginjal.

3
Meskipun tidak ada laporan berbeda dalam insidensi HSP diberbagai negara,
satu sumber menyatakan bahwa timbulnya glumerulonephritis yang dihasilkan dari
HSP bervariasi antar negara. HSP menimbulkan 18-40% dari penyakit glomerular
di Jepang, Perancis, Italia, dan Australia sementara lesi glomerular bertanggung
jawab untuk hanya 2-10% di US dan Kanada. Tidak ada penjelasan untuk
perbedaan yang ditawarkan, tetapi mereka bisa menjadi sekunder terhadap
perbedaan dalam kaitan provokasi atau faktor yang mempengaruhi antar lokasi.
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada penyakit ini dihasilkan dari
glomerulonephritis dan hal ini berkaitan dengan manifestasi ginjal akut dan kronis.
Pada yang minimum, hematuria transient timbul pada 90% pasien. Insufisiensi
renal timbul kurang dari 2% pasien, dan end-stage renal failure timbul kurang dari
1%. HSP berkisar antara 3-15% pada anak yang memasuki program dialisis.
Meskipun jarang, perdarahan pulmonar seringkali merupakan komplikasi yang
fatal dari HSP.

Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa
faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius
bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi (vaksin
varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan
obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).1,3,4,5
Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).1,3
Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk
penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).1 Namun, IgA
jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA
serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium
renal.1,3 HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada
IgA1 daripada IgA2.3
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)

4
 Infeksi : - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
 Vaksin : - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
 Alergen:- Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
 Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

Patofisiologi
Henoch-Schönlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak
diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding
pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan
perdarahan dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun IgA memungkinkan
proses ini berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini
belum dapat dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan
dengan infeksi kuman Streptokokus grup A. Namun, mekanisme inipun belum
dapat dibuktikan.
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama
penyakit ini. Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun
purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada palpasi. Bila
yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal, maka dapat terjadi
iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut. Kadang, dapat menyebabkan
distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi, maupun perforasi yang
membutuhkan penanganan segera. Gejala gastrointestinal umumnya banyak

5
ditemui pada fase akut dan kemungkinan mendahului gejala lainnya seperti bercak
kemerahan pada kulit.
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vaskular dari
kompleks imun IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari IgA1 dan IgA2
dan diproduksi lagi oleh limfosit periferal B. Kompleks ini seringkali terbentuk
sebagai respon terhadap faktor penimbul. Kompleks sirkulasi menjadi tidak terlarut,
disimpan dalam dinding pembuluh darah kecil (arteri, kapiler, venula) dan
komplement aktivasi, lebih banyak sebagai jalur alternatif (berdasarkan kehadiran
dari C3 dan properdin serta ketiadaan komponen awal pada kebanyakan biopsi).
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil.
Lebih spesifik, yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA1-C). Pada keadaan
normal, IgA1-C dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein yang
akan berikatan dengan rantai oligosakarida dari fragmen IgA1-C. Pada pemeriksaan
serum, kadar IgA1-C lebih tinggi pada pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan
ginjal daripada mereka yang tanpa keterlibatan ginjal.
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan sel
polimorfonuklear. Pada 10% pasien, antibodi anti-neutrofilik sitoplasmik
ditemukan. Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk
TNF alfa dan IL-1 yang akan merekrut netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya. Pada
pemeriksaan kulit, ditemukan adanya TNF pada lapisan intradermal dengan IL-1
dan IL-6. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan
limfosit perivaskular dengan deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh
darah kecil dan jaringan mesangial ginjal.
Leukosit polimorfonuklear diambil dari faktor kemotaktik dan menyebabkan
inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan trombosis yang menetap.
Hal ini akan mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit akan perdarahan dari organ
yang dipengaruhi dan bermanifestasi secara histologis sebagai vaskulitis
leukocytoclastic.
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau
fragmen sel disekitar pembuluh darah kecil kulit. Kompleks imun yang

6
mengandung IgA dan C3 telah ditemukan di kulit, ginjal, intestinal mukosa, dan
pergelangan, dimana tempat organ utama terlibat didalam HSP.
Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah kecil.
Nyeri abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis submukosa
dan perdarahan subserosa serta edema dengan trombosis dari mikrovaskular usus.
Hematuria dan proteinuria timbul pada nefritis terkait dengan HSP. Manifestasi
renal berkisar dari perubahan minimal hingga ke glumerulonefritis crescentic berat.

Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan, tetapi


IgG, IgM, C3 dan deposisi properdin dapat juga timbul. Deposit ini juga dapat
timbul dalam ruang glomerular subepithelial. Banyak yang percaya bahwa kedua
nefritis HSP dan nefropati IgA (Berger Disease), dimana merupakan penyebab
tersering dari glumerulonefritis di dunia, mempunyai penampilan klinis yang
berbeda dari proses penyakit yang sama. Manifestasi dermatologis timbul sekunder
terhadap deposisi kompleks imun (IgA, C3) didalam pembuluh kulit papiler,
menghasilkan kerusakan pembuluh darah, ekstravasasi sel darah merah, dan secara
klinis dapat diobservasi dengan palpasi purpura. Hal ini dapat timbul tergantung di
wilayah tubuh, seperti kaki bawah, punggung dan abdomen.
Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien pediatrik
menampakkan URI, dan studi terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40%
pasien mempunyai URI terdahulu. Beberapa agen berimplikasi, termasuk
Streptococci grup A, varicella, hepatitis B, Epstein-Barr virus, parvovirus B19,
Mycoplasma, Campylobacter, dan Yersinia. Lebih jarang, faktor lain telah
dikaitkan dengan agen penimbul dalam perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi
obat, makanan, kehamilan, demam mediterania familial, dan paparan di udara yang
dingin. HSP juga telah dilaporkan pada kelanjutan vaksinasi untuk tifoid, campak,
demam kuning dan kolera.2
Patogenesis spesifik HSP tidak diketahui, pasien dengan HSP mempunyai
frekuensi signifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRB1*07 daripada kontrol
geografis. Peningkatan konsentrasi serum dari sitokin tumor necrosis factor-α
(TNFα) dan interleukin (IL)-6 telah diidentifikasi dalam penyakit yang aktif.

7
Teknik immunofluoresensi menunjukkan deposisi dari IgA dan C3 dalam
pembuluh darah kecil dikulit dan glomeruli renal, tetapi peranan aktivasi
komplemen tetap kontroversial.
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks
imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur
alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi
mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga
terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan
terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis.1,3

Gambar 1.1 Deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mengasium ginjal.

Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS,


seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan
dalam mediator inflamasi.1 TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi
pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP
dapat menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.1,3
Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi
sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap terlibat dalam patogenesis HSP, dan
endotelin (ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel
endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut
penyakit ini dibanding pada fase remisi.1,3 Namun tingginya kadar ET-1 tidak
memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon
reaktan fase akut.3

8
Manifestasi Klinis
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada,
sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.5

Gambar 2. Macular Rash.

Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas yang
muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala. Gejala
klinis mula-mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah
yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya
trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya
kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 12-24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah
gelap dan memiliki diameter 0,5-2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih
besar yang menyerupai ekimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.1,3
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-
bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan
50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan
pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk
yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai
eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu
dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Edema skrotum juga dapat terjadi dan

9
gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam
dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan anoreksia.1,2,3,4
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi oleh
edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute
Hemorrhagic Edema of Infancy).3
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan.1,2,3,5,7 Kelainan ini timbul lebih dulu (1-2 hari) dari
kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila
digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama
periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif
tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.1,3
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinalis.1,3 Keluhan abdomen biasanya timbul
setelah timbul kelainan pada kulit (1– 4 minggu setelah onset). Organ yang paling
sering terlibat adalah duodenum dan usus halus.3 Nyeri abdomen dapat berupa kolik
abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan
muntah darah dan kadang-kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal
lebih sering terjadi dibanding ileokolonal.1,2 Intususepsi atau perforasi disebabkan
oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa
dan intramural.1,3 Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi
maupun tidak.3
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2 g/dL), sindrom nefrotik (proteinuria >40 mg/m2/jam) atau nefritis.1,3
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya
kelainan kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan
nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di
atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dan penurunan
aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada
yang menjadi kronik.1 Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan

10
dengan parahnya gejala HSP yang lain.3 Pada pasien HSP dapat timbul adanya
edema. Edema ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada
derajat vaskulitis yang terjadi. Namun edema tersebut memang dihubungkan
dengan kejadian proteinuria pada pasien.3
Kadang-kadang HSP dapat disertai dengan gejala-gejala gangguan sistem
saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis
serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan
serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala-gejala gangguan neurologis lain
yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen,
hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks,
umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea,
hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis). Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati
(sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris).3
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali,
hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri
abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien
HSP.3
Gejala-gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain
vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral,
ureteritis stenosis, edema penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial,
hematoma subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.3

Diagnosis
Secara sistematis, dapat dijabarkan, cara mendiagnosis penderita HSP, yaitu :
 Anamnesa
 Riwayat
Adanya riwayat yang bervariasi pada setiap pasien, Tanda dari penyakit
ini adalah purpura palpasi, dimana dapat terlihat pada hampir 100% pasien.
HSP cenderung untuk timbul pada lemak dan lengan atas pada anak usia lebih
muda dan pada kaki, ankle, dan kaki bawah untuk anak yang lebih tua dan
dewasa. Pasien seringkali tampak dengan demam ringan dan malaise sebagai

11
tambahan gejala yang spesifik. Purpura dapat menjadi tanda yang tampak.
Sama banyaknya dengan 50% anak yang tampak dengan gejala lain dari
purpura. Erupsi seringkali berbarengan dengan arthralgia atau arthritis, nyeri
abdomen, atau pembengkakan testis. Meskipun dapat tampak lebih awal,
penyakit renal seringkali timbul lebih dari 3 bulan setelah penampakkan
awal.6

 Keterlibatan ginjal
Insiden dari keterlibatan ginjal 10-60% telah dilaporkan, dan perluasan
dari kerusakan glomerular paling banyak dibedakan dari morbiditas dan
mortalitas jangka panjang dari HSP. Kehadiran dari sabit glomerular dalam
biopsi ginjal berkorelasi dengan prognosis yang buruk. Satu studi dari 57
pasien dewasa dengan HSP menunjukkan bahwa adanya URI, purpura
dibagian atas betis, demam, dan adanya serum marker inflamasi (erythrocyte
sedimentation rate [ESR], C-reactive protein [CRP]); memprediksi
keterlibatan ginjal.
Nefritis HSP biasanya tampak sebagai hematuria makroskopis dan
proteinuria yang berakhir berhari-hari atau berminggu-minggu. Hal ini
mungkin dapat ditemani dengan peningkatan kreatinin plasma dan atau
hipertensi, diikuti dengan hematuria mikroskopik, dimana dapat berakhir
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Gross hematuria dapat timbul
bertahun-tahun setelah penyakit yang awal dari relaps purpura, seringkali
diikuti dengan URI. Dari pasien dengan keterlibatan ginjal, sama banyaknya
dengan 10% dapat timbul gagal ginjal kronis dan end-stage renal disease.
Bagaimanapun, kurang dari 1% pasien dengan HSP mempunyai prognosis
yang buruk.
 Rekurensi penyakit
Timbul dalam hitungan minggu hingga berbulan-bulan pada orang dewasa
dan anak-anak. Dalam studi pediatrik yang lebih besar oleh Allen et al, anak-
anak usia lebih dari 2 tahun mempunyai angka rekurensi lebih dari 50%,
sementara yang lebih muda dari 2 tahun mempunyai 25% kesempatan

12
rekurensi. Perbedaan primer antara anak-anak dan dewasa, menurut satu studi
dari 57 pasien dengan HSP, adalah kronisitas dan keparahan erupsi pada
populasi berikutnya. Bullae dan ulkus menjadi lebih sering pada dewasa dan
eksaserbasi kutan dapat terlihat selama 6 bulan atau lebih.

 Tanda dan gejala yang lain


Nyeri testis dan bengkak, hepatosplenomegali, keterlibatan sistem saraf
pusat atau perifer (kejang atau mononeuropati, secara respektif), nyeri kepala,
dan jarang, infark miokard atau perdarahan pulmonar.

Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik


daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan
kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan
ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau
nefritis.1,2,3,5,7

Tabel 1. Kriteria Diagnosis HSP


Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
(palpable purpura) terdapat elevasi kulit, tidak berhubungan
dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (bowel angina) setelah makan atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula

13
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila
memenuhi setidaknya 2 dari kriteria yang ada.
Selain itu, terdapat beberapa kriteria diagnosis menurut American College of
Rheumatology: Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu: (1) Palpable purpura
non trombositopenia; (2) Onset gejala pertama < 20 tahun; (3) Bowel angina; (4)
Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula.
Menurut European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan
Pediatric Rheumatology Society (PreS) 2006 apabila terdapat palpable purpura dan
diikuti minimal satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi IgA yang predominan
(pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan ginjal (hematuria dan atau proteinuria).
Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara
lain akut abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial,
ITP, demam reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obat – obatan,
nefropati IgA, artritis reumatoid.2,3,5,7

 Pemeriksaan Fisik
 Kulit
Lesi kulit primer erupsi dapat dimulai dengan makular eritematosus atau
lesi urticarial, berkembang menjadi papul, dan kemudian, menjadi purpura
yang bisa dipalpasi, biasanya berdiameter 2-100 mm. Bullae, vesikel,
petekiae, dan ekimotik, nekrotik, ulseratif, atau lesi lain dapat timbul. Edema
subkutan sering pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun.
Lesi biasanya simetris dan cenderung terdistribusi di area tubuh tergantung,
seperti ankle dan kaki bawah pada anak yang lebih tua dan dewasa,
dipunggung, lipatan lemak, ekstremitas atas, sejak regio ini cenderung untuk
menjadi tergantung dalam beberapa kelompok. Wajah, tangan, dan membran
mukus biasanya terpisah, kecuali pada bayi, dimana keterlibatan wajah
menjadi tidak biasa. Edema subcutaneus prominent pada anak yang lebih
muda melibatkan scalp, regio periorbital, tangan, kaki dan area skrotum. Lesi
biasanya timbul dan memudar lewat beberapa hari. Rekurensi cenderung
untuk timbul pada sisi yang sama pada lesi sebelumnya.

14
 Jantung
Tamponade jantung dan infark miokard jarang telah dilaporkan dengan
HSP.

 Paru
Meskipun jarang manifestasi dari HSP, perdarahan pulmonal telah
dilaporkan. Ketika timbul, merupakan tanda prognostik yang buruk dengan
50% angka kematian. Satu studi pediatric menunjukkan bahwa 95% pasien
dengan penyakit aktif mempunyai terganggunya kapasitas difusi dari
karbonmonoksida, dimana biasanya reversibel ketika sindrom teratasi.

 Abdomen
Nyeri sekunder terhadap keterlibatan vaskulitis dari mesenterikum kecil
atau pembuluh mukosa usus lebih sering. Pemeriksaan abdomen untuk massa
yang dapat diraba, dimana dapat mengindikasikan intususepsi. Pankreatitis,
hidrops kandung empedu, appendicitis, dan perdarahan gaster masif juga
telah dilaporkan.4

 Skrotum/Testis
Keterlibatan testis bervariasi dalam laporan 4-38%. Nyeri testis dapat
menjadi begitu intens dan dapat terlihat seperti torsio testis.

 Ekstremitas
Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan lutut,
meskipun sambungan tulang lain dapat terlibat. Inflamasi periarticular juga
sering.
 Neurologis
Nyeri kepala, kejang dan mononeuropati jarang sekali dilaporkan dengan
HSP.

15
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik.
Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan
oleh trombositopenia.1,2,3,5
Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu tinggi, pada
hitung jenis dapat normal atau adanya eosinofilia, level serum komplemen dapat
normal, dapat ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%. Serta ditemukan
peningkatan LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik.
Anak-anak yang terkena seringkali mempunyai trombositosis sedang dan
leukositosis.
Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya
berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat eosinofilia.
Laju endap darah dapat meningkat maupun normal.1,2,3
Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun.
Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit.
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal, karena pada HSP ditenggarai
adanya keterlibatan ginjal dalam proses perjalanannya. Pemeriksaan ini dilakukan
tiap 3 hari. Bermanifestasi oleh sel darah merah, sel darah putih, kristal atau
albumin dalam urin. Semenjak gagal ginjal dan end-stage renal disease merupakan
sequele jangka panjang yang paling serius dari penyakit ini, awal dan ulangan
urinalisis sangat penting untuk monitoring yang diperlukan untuk memantau
perkembangan penyakit dan resolusinya. Proteinuria dan hematuria mikroskopik
merupakan abnormalitas paling sering dalam urinalisa ulangan. Sejak keterlibatan
ginjal dapat diikuti dengan penampakkan purpura lebih dari 3 bulan, melakukan
urinalisa ulangan setiap bulan untuk beberapa bulan setelah penampakkan
mengandung IgA.1,3
Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan
kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi,
demikian pula pada feses dapat ditemukan darah.1,2,3 Pemeriksaan ANA dan RF
biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun.3

16
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.1,5
Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding
pembuluh darah.1 Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas
usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui
pemeriksaan barium.1,3 Terkadang pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi
intususepsi tersebut.3

Pengobatan
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah
suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik.1,2,5
Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti
ibuprofen.1,2,5 Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10 mg/kgBB/6 jam.2
Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri
perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat
harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu
petekiae dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan
operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang
dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah
perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini.1 Dosis yang dapat digunakan
adalah metilprednisolon 250 – 750 mg/hari IV selama 3 – 7 hari dikombinasi
dengan siklofosfamid 100 – 200 mg/hari untuk fase akut HSP yang berat.
Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang
sehari dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hari selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya
siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.1,3
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari secara
oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam
keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada
SSP, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan
sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah
perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.1

17
Komplikasi
Komplikasi utama dari HSP adalah keterlibatan ginjal, termasuk sindrom
nefrotik, dan perforasi usus. Komplikasi tidak sering dari edema scrotal adalah torsi
testicular, dimana sangat nyeri dan harus ditangani dengan baik.

Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi
dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan
sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal
yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2
tahun pasca sakit.1,2,3,7
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada
saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian,
walaupun hal ini jarang terjadi.1
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah
onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII,
hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens
pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.1

18
Kesimpulan
Henoch-Schönlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak
diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding
pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan
perdarahan dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun Imunoglobulin A
memungkinkan proses ini berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme
kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
HSP berhubungan dengan infeksi kuman Streptokokus grup A.
Terapi yang diberikan adalah Methylprednisolone, Prednisone, dan golongan
Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID). Pengobatan simptomatik,
termasuk diet dan kontrol nyeri dengan asetaminofen, disediakan untuk masalah
sendiri yang terbatas dari arthritis, edema, demam dan malaise. Menjauhi aktivitas
kompetitif dan menjaga ekstremitas bawah pada ketergantungan persisten dapat
menurunkan edema lokal.
Prognosis penyakit ini baik, karena dapat sembuh sempurna, kecuali yang
menimbulkan komplikasi, misal pada ginjal, prognosis tergantung komplikasi yang
terjadi.

19
Daftar Pustaka
1. Yuly, A. Purpura Henoch-Schönlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran Edisi
194 Volume 139 Nomor 6. 2012. Available at http://www.kalbe.co.id diakses
tanggal 13 januari 2019
2. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP,
Munazir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi
ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
3. Bossart P. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 14 July 2014
4. Harada T et al. Superior mesenteric artery syndrome : Risk factor for duodenal
involvement in Henoch-Schoenlein purpura. Pediatrics International 2011:
53,630-633.
5. Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 13
januari 2019
6. Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke 5.
Bandung : SMF Ilmu Kesehatan Anak FK univ Padjajaran, 2014.
7. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education,
2009. Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal
13 januari 2019
8. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein Purpura: A Review. American
FamilyPhysician, 2010.Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.htl
Diakses tanggal 14 July 2014
9. Lissaeur Tom,Clayden Graham.Ilustrated Textbook of pediatrics, third edition,
British Library Cataloguing Publication, 2008.
10. Kliegman Robert, Behrman, Arvin, Nelson Textbook of Pediatrics, 17th
edition, Pennyslvania, WB Saunders Company, 2010

20

Anda mungkin juga menyukai