Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit saluran napas merupakan salah satu penyebab angka morbiditas


dan mortalitas tinggi di dunia. Salah satunya yaitu penyakit saluran napas bawah
akut pada parenkim paru yang disebut pneumonia. Pneumonia merupakan
peradangan paru yang disebabkan karena proses infeksi. Pneumonia dapat
dijumpai pada usia anak-anak maupun dewasa. Penyakit infeksi sendiri menjadi
salah satu penyebab terbesar angka morbiditas dan mortalitas pada anak-anak
balita karena rentannya anak-anak terhadap suatu infeksi (Dahlan, 2014).

WHO pada tahun 1999 melaporkan bahwa penyebab kematian tertinggi


akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes pada
tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai
penyebab kematian di Indonesia. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001
influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia.
Pada survei terhadap bayi dan balita, pneumonia selalu menduduki peringkat atas
untuk angka kematian di Indonesia. Menurut Riskesdan pada tahun 2007,
pneumonia merupakan penyebab kematian balita kedua setelah diare dan selalu
menempati daftar 10 penyakit terbesar pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada kasus pneumonia, 80% kasus terjadi pada lingkungan masyarakat


sehingga disebut pneumonia komunitas (PK). Sedangkan sebagian terjadi di
Rumah Sakit akibat infeksi nosocomial sehingga disebut pneumonia nosocomial
(PN). Kejadian Pneumonia nosocomial sering terjadi pada ruang ICU
dibandingkan ruangan umum (Dahlan, 2014). Pneumonia juga dapat digolongkan
berdasarkan tempat predileksinya, yaitu pneumonia lobaris, pneumonia intertisial
(bronkiolitis) dan bronkopneumonia. Pneumonialobaris merupakan pneumonia
yang terjadi pada satu lobus atau segmen, sebagian besar merupakan pneumonia
bacterial, kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Bakteri yang sering menjadi

1
penyebab adalah Steptococcus pneumonia (PDPI, 2003). Pada penelitian Wu dkk
(2010), ditemukan peningkatan tahunan signifikan terhadap rata-rata insiden
pneumonia lobaris pada anak-anak yaitu 44,9 episode per 100.000 anak. 64% dari
anak-anak dengan pneumokokus/lobar pneumonia di bawah 5 tahun. Anak-anak
usia 4 sampai 5 tahun memiliki insiden tertinggi pneumokokus/lobar pneumonia.
Insiden tertinggi pada saat setiap musim semi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru,


distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit),
walaupun sebagian kecil juga dapat terjadi karena non-infeksi (PDPI, 2003).

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu


bakteri, virus, jamur dan protozoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70%
penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteria. Pneumonia komuniti yang diderita
oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia nosokomial banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan sputum penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif (PDPI, 2003).

Berdasarkan lokasi anatominya pneumonia dapat dibagi menjadi tiga bentuk


yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia
intertisial (bronkiolitis). Pneumonia lobaris merupakan pneumonia yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli tetapi terbatas pada sebagian lobus paru. Pneumonia
lobularis (bronkopneumonia) yaitu pneumonia yang mengenai bronkus dan
parenkim paru disekitarnya. Bronkiolitis merupakan radang pada bronkiolus paru,
tetapi biasanya terjadi pada anak yang berusia <2 tahun (Djojodibroto, 2009).

Pneumonia lobaris sebagian besar terjadi akibat infeksi bakterial. Bakteri


yang tersering menyebabkan pneumonia lobaris ialah Streptococcus pneumonia.
mikroorganisme lain yang juga dapat menyebabkan pneumonia lobaris yaitu

3
Klebsiella pneumonia, Legionella pneumophila, Haemophilus influenza,
Mycobacterium tuberculosis (Paks et al., 2005).

Pada dasarnya saluran napas bawah merupakan daerah steril dan bebas
mikroorganisme. Proses patogenesis pneumonia berkaitan dengan tiga faktor yaitu
host (imunitas), mikroorganisme penyebab, dan lingkungan yang mendukung.
Cara transmisi mikroorganisme mencapai permukaan yaitu melalui inokulasi
langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol, dan
kolonisasi dipermukaan mukosa. Proses patogenesis terjadinya pneumonia yaitu
kuman dan sekret bronkus masuk ke alveoli, kemudian terjadi reaksi radang
disertai infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit kemudian terjadilah proses
fagositosis hingga terbentuknya antibody dari sistem imun. Dari proses tersebut
terbentuklah empat zona patologis dari pneumonia, yaitu:

a. Stadium I (4-12 jam pertama) disebut stadium kongesti dan dilatasi


pembuluh darah, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan.

b. Stadium II (48 jam berikutnya) disebut hepatisasi merah, terjadi


sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan
oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3-8 hari berikutnya) disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi
sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat
ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,

4
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya) disebut juga stadium resolusi, yang


terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.

Penegakan diagnosis pneumonia didasarkan pada gambaran klinis dan


pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis bisa dilihat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada pneumonia akan didapatkan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, malaise, sesak napas dan nyeri
dada, terutama tipe pleuritik jika pada pneumonia lobaris. Temuan pemeriksaan
fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian
yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi. Pemeriksaan penunjang pneumonia dilihat dari
radiologis dan laboratorium. Untuk pemeriksaan radiologi dapat dilakukan foto
rontgen thoraks dengan proyeksi PA dan lateral, kecuali pada anak-anak dan
pasien kurang kooperatif bisa dilakukan proyeksi AP. Foto rontgen thoraks
merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram" (PDPI, 2003). Pada pneumonia lobaris digambarkan sebagai
opasitas homogen pada lobar yang terinfeksi dan didapatkan konsolidasi
segmental (Paks et al., 2005). Pada pemeriksaan labolatorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-

5
25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia
dan hikarbia (PDPI, 2003).

6
BAB III

STATUS PASIEN

UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI


ISLAM STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
INDONESIA Untuk Dokter Muda
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Ninda Ariesta Tanda Tangan
NIM 13711110
Tanggal Ujian
Rumah Sakit RSUD Wonosari
Gelombang Periode 20 November-9 Desember 2017

1. Identitas Pasien

Nama : An. SS

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 18 bulan

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Tanggal Masuk : 29 November 2017

Nomor CM : 486770

2. Anamnesis

Dilakukan aloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 5 November


2017 pukul 13.30 WIB di Bangsal Dahlia RSUD Wonosari.

3. Keluhan Utama

Demam sejak 6 hari SMRS.

7
4. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Wonosari rujukan dari puskesmas panggang II


dengan observasi febris hari ke VII (29 November 2017). Pasien mengalami
demam tinggi dan mendadak. Namun sempat turun setelah diberikan pamol
dan antibiotic dari puskesmas. Kemudian sehari kemudian suhu tubuh naik
kembali. Keluhan disertai batuk berdahak dan pilek. Pasien juga mengalami
BAB cair sebanyak 5x dan muntah sehari SMRS. Pasien juga rewel, gelisah,
tidak mau makan tetapi masih mau menyusu. Pasien telah mendapat pamol,
antibiotic, zink, antiemetic, dan suplemen makanan dari puskesmas.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu pasien mengaku jika pasien pernah mengalami keluhan batuk


sebelumnya saat usia 15 bulan. Ibu pasien mengatakan bahwa saat itu pasien
didiagnosis radang paru-paru.

5. Anamesis Sistem

Kepala : pusing (-), penurunan kesadaran (-)

Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar (-), kesemutan (-)

Respirasi : batuk berdahak (+), pilek (+), sesak (-), hemoptisis (-)

Gastrointestinal : nyeri perut (+), mual (-), muntah (+), hematemesis (-),
BAB cair 5 kali berbusa, ampas (+), lendir (-), darah (-)

Urogenital : BAK normal

Muskuloskeletal: lemas (-), pegal-pegal (-)

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Diketahui kakak kandung pasien sedang menjalani pengobatan TB.


Pasien mempunyai riwayat asma dari ibu kandungnya. Serta riwayat hipertensi
dari bapak kandungnya.

8
7. Riwayat Kehamilan

Tidak terdapat masalah serius selama masa kehamilan.

8. Riwayat Persalinan

Pasien melahirkan secara normal. Berat badan bayi saat lahir adalah 2700
gr dan panjang badan adalah 49 cm. Usia kehamilan saat melahirkan adalah 39
minggu.

9. Riwayat Imunisasi

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien melakukan imunisasi secara rutin


sesuai jadwal.

10. Riwayat Nutrisi dan Riwayat Alergi

Pasien mendapatkan ASI selama 17 bulan dengan ASI eksklusif selama 6


bulan. Makanan pendamping ASI telah diberikan sejak usia 6 bulan.

Riwayat alergi pada pasien belum diketahui.

11. Riwayat tumbuh kembang

Normal sesuai tumbuh kembang anak seusianya. Pasien mulai berdiri usia
11 bulan dan lancar berjalan usia 15 bulan. Pasien berbicara saat 16 bulan.

12. Kebiasaan dan Lingkungan

Kebiasaan makan dan minum pasien baik, pasien suka minum susu.
Namun akhir-akhir ini nafsu makan pasien berkurang. Ayah pasien adalah
seorang perokok yang biasanya dapat mengahbiskan 1 bungkus rokok dalam
sehari dan biasanya merokok di dalam maupun di luar rumah.

13. Resume Anamnesis

- Demam sejak 6 hari SMRS.

- Batuk berdahak dan pilek

9
- Muntah saat batuk

- BAB cair 5 kali

- Penurunan nafsu makan

- Kakak pasien dalam pengobatan TB

- Riwayat keluarga asma

- Ayah pasien adalah seorang perokok aktif

14 .Pemeriksaan Tanda Vital

Dilakukan pada tanggal: 29 November 2017

Frekuensi nadi : 112 x/menit

Respirasi : 68 x/menit

Suhu : 37,9 oC

15. Pemeriksaan Fisik Diagnostik

a. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak rewel
Kesadaran umum : Compos Mentis, E4V5M6
Tinggi badan : 78 cm
Berat badan : 8,4 kg
IMT : 13,80 kg/m2
Status Gizi : Kurus
b. Pemeriksaan Kepala : Normoshepal
Rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), sianosis (-)
Telinga hidung mulut DBN
c. Pemeriksaan Leher

10
Bentuk kesan normal, pembesaran kelenjar getah bening (-), bruit (-), JVP
normal
d. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi: bentuk dinding dada simetris, gerak nafas simetris
Palpasi : vokal fremitus simetris kanan dan kiri, krepitasi (-)
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Batas jantung atas: SIC II linea sternalis kiri
Pinggang : SIC III linea parasternalis kiri
Kanan : SIC IV linea sternalis kanan
Kiri : SIC V linea midclavicula kiri
Auskultasi : ronki (+/+), murmur (-)
e. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, supel
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri abdomen (+)

f. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas : edem (-/-), CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : edem (-/-), CRT < 2 detik

11. Resume Pemeriksaan Fisik

Vital sign takipneudan demam, mata konjungtiva anemis (-), leher kesan
normal, jantung kesan normal, pada auskultasi thoraks terdengar ronki pada
kedua lapang paru, abdomen nyeri abdomen (+), ekstremitas kesan normal.

12. Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan

a. Pemeriksaan darah meliputi :

11
Hemoglobin : 10,9 (14-18 %)
A. eritrosit : 4,03 (4,4 – 5,5 jt u/l)
A.Leukosit : 4.700 (4.700-10.300/ mmk)
Hemogram : eos 1/ bas 1/ stab1/ seg 33/ limp 62/ mon 2
HMT : 30 (lk 44%; pr 37%)
Trombosit : 123.000 (150.000-450.000)
Widal : negatif

b. Rontgen Thorax AP dan lateral, didapatkan hasil:

Interpretasi foto thorax sebagai berikut:

Pada foto thorax terdapat identitas pasien (nama, usia, no. RM), tanggal
foto, marker “R”, proyeksi AP dan lateral, asimetris kanan kiri, inspirasi
cukup, densitas cukup, kondisi layak dibaca.

12
- Tidak ada soft tissue swelling
- Sistema tulang intak
- Pleural space tidak melebar
- Trakhea ditengah
- Tampak opasitas di lubus superior pulmo Dekstra et Sinistra terutama
sinistra, membulat, batas tegas
- CTR < 0,5, konfigurasi jantung normal
- Kedua sinus costofrenicus lancip
- Kedua diafragma licin, tidak mendatar
- Selisih diafragma kanan dan kiri tidak lebih dari 2 corpus vertebrae

Kesan:

- Susp pneumonia lobus superior bilateral terutama sinistra


- Jantung normal

14. Diagnosis Kerja

Pneumonia

13
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari gambaran klinis dan penunjang pasien mengarah ke diagnosis


pneumonia. Dari anamnesis yang dilakukan terhadap ibu pasien, keluhan yang
mengarah ke pneumonia yaitu demam tinggi dan mendadak sebelumnya, disertai
batuk dan pilek dengan lendir putih, penurunan nafsu makan, rewel. Selain itu
terdapat juga keluhan muntah dan BAB cair pada pasien. Saat pertama masuk
rumah sakit suhu didapatkan 37,90C, serta respirasi 68 kali/menit. Pada
pemeriksaan thoraks didapatkan suara ronki kedua lapang paru. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan abdomen. Gambaran klinis pneumonia meliputi
gejala infeksi umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Selain itu juga
disertai gejala gangguan respiratori seperti batuk, dispneu, retraksi dinding dada,
takipnue, napas cuping hidung, merintih dan sianosis (Tanto, 2014).

Pada pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan foto thoraks tampak


gambaran Tampak opasitas di lubus superior pulmo Dekstra et Sinistra terutama
sinistra, membulat, batas tegas yang merupakan tanda pneumonia lobaris. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin sedikit menurun yaitu 10,9
gr%, eritrosit menurun sedikit dengan 4,03 juta. Leukosit normal 4,700 namun
pada hemogram terdapat peningkatan limposit dan penurunan neutrophil segmen.
Trombosit sedikit menurun dengan 123.000. tes widal didapatkan negatif,
sehingga infeksi tifoid bisa disingkirkan.

Pada pedoman diagnosis pneumonia memang dapat ditegakkan apabila


memenuhi beberapa kriteria. Keriteria tersebut yaitu diagnosis pasti pneumonia
komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat
progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

 Batuk-batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak / purulen

14
 Suhu tubuh > 38ºC (aksila) / riwayat demam
 Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
 Leukosit > 10.000 atau < 4500

Pada pasien memenuhi kriteria klinis riwayat demam, batuk berdahak, dan
pemeriksaan fisik ditemukan suara ronki pada kedua lapang paru. Sehingga
diagnosis pneumonia dapat tegak.

15
FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

__________________________________________________________________

Nama Dokter Muda : Ninda Ariesta NIM: 13711132

Stase : Ilmu Radiologi

Identitas Pasien

Nama / Inisial : An. SS No RM : 486770

Umur : 18 bulan Jenis kelamin : perempuan

Diagnosis/ kasus : pneumonia lobus superior bilateral

Pengambilan kasus pada minggu ke: III

Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-
Islaman sifatnya wajib)

a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain

Form uraian

1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/


kasus yang diambil ).

Pasien datang diantar ke IGD RSUD Wonosari pada tanggal 29


November 2017 membawa rujukan dari puskesmas panggang II dengan

16
observasi febris hari ke VII. Pasien mengalami demam tinggi dan
mendadak. Namun demam naik turun. Keluhan disertai batuk berdahak
dan pilek. Pasien juga mengalami BAB cair sebanyak 5x dan muntah
sehari SMRS. Pasien juga rewel, gelisah, tidak mau makan tetapi masih
mau menyusu. Pasien telah mendapat pamol, antibiotic, zink, antiemetic,
dan suplemen makanan dari puskesmas. Pasien pernah mengalami keluhan
batuk sebelumnya saat usia 15 bulan. Kakak kandung pasien sedang
menjalani pengobatan TB. Pasien mempunyai riwayat asma dari ibu
kandungnya. Serta riwayat hipertensi dari bapak kandungnya. Kebiasaan
makan dan minum pasien baik, pasien suka minum susu. Namun akhir-
akhir ini nafsu makan pasien berkurang. Ayah pasien adalah seorang
perokok yang biasanya dapat mengahbiskan 1 bungkus rokok dalam sehari
dan biasanya merokok di dalam maupun di luar rumah.

2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus


Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang
sering terjadi, terutama pada anak-anak. Pneumonia juga jika tidak
ditangani dengan tepat akan beresiko mengalami prognosis buruk. Pasien
merupakan seorang anak yang baru berusia 1,5 tahun sehingga rentan
mengalami infeksi. Lingkungan pasien juga kurang mendukung. Diketahui
kakak pasien mengalami batuk lama dan sedang dalam masa pengobatan
TB. Ayah kandung pasien memiliki kebiasaan merokok. Dengan
lingkungan seperti itu dapat mempengaruhi daya tahan tubuh pasien dan
mempermudah proses infeksi.

3. Refleksi dari aspek etika/moral beserta penjelasan evidence/referensi


yang sesuai

Pneumoni merupakan infeksi paru-paru yang angka kejadiannya


masih tergolong tinggi, terutama pada anak-anak. Sebagian besar
pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, akan tetapi beberapa
penyebab bisa berasal dari non infeksi, seperti aspirasi baik berupa benda

17
asing maupun asap rokok. Faktor resiko terjadinya pneumonia dibagi
menjadi tiga, yaitu faktor host, faktor agent dan faktor lingkungan. Pada
pasien ini faktor host yang mempengaruhi dari pasien ini adalah usia
pasien yang masih 1,5 tahun sehingga rentan infeksi, dan pasien memiliki
gizi kurang yang dapat mempengaruhi daya tahan tubuh pasien.
Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien ini yaitu
lingkungan rumahnya, dimana terdapat anggota keluarga yaitu kakak
pasien yang menderita batuk lama dan menjalankan pengobatan TB,
infeksi TB sangat mudah menular dari satu individu ke individu sehingga
disarankan untuk penggunaan APD bagi penderita dan mengkondisikan
lingkungan rumah bersih dan ventilasi udara baik. Kedua lingkungan yang
dapat menjadi faktor terjadinya infeksi adalah ayah kandung pasien
memiliki kebiasaan merokok, baik di luar maupun di dalam rumah. Asap
rokok mengandung banyak sekali zat berbahaya yang jika dihirup akan
mengganggu kesehatan, apalagi jika dihirup anak kecil berusia 1,5 tahun.
Zat-zat dari asap rokok akan terhirup akan menghasilkan keadaan stress
oksidatif dan mengiritasi saluran napas. Epitel saluran napas akan rusak
dan mengganggu kondisi fisiologis dari lingkungan saluran napas,
sehingga akan mudah terkena infeksi juga. Oleh karena itu rokok dapat
menjadi faktor resiko penyakit saluran napas, salah satunya pneumonia.
Sebaiknya anggota rumah dapat menjaga tingkah laku. Karena merokok
bukan hanya berdampak pada diri sendiri, melainkan orang lain apalagi
anak-anak. Bahkan asap rokok yang dihirup tidak secara langsung lebih
berbahaya. Sehingga keluarga pasien perlu mengkondisikan diri masing-
masing.

4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai

Kebiasaan ayah pasien merokok di lingkungan rumah jelas


merugikan diri dan orang disekitarnya, apalagi salah satunya anak sendiri.
Kebiasaan tidak baik yang tanpa sadar dilakukan ayah pasien tersebut

18
menyebabkan gangguan pernapasan yang dialami oleh anaknya. Dalam
Surat Al Baqarah: 195 Allah SWT berfirman

‫الت َّ ْهلُ َك ِة إِلَى ِبأ َ ْيدِي ُك ْم ت ُ ْلقُوا َو َل‬


“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“.
(QS. Al Baqarah: 195).

Jika dilihat dari apa yang dialami pasien, pasien telah demam sejak
seminggu sebelum masuk rumah sakit dan telah mendapat terapi dari
puskesmas Panggang II, akan tetapi kondisi masih belum membaik. Dalam
hal ini pasien dan keluarga diharapkan bersabar dalam menghadapi
cobaan. Pasien diharapkan tetap bersemangat menghadapi sakit dan
bersabar atas apa yang dialaminya. Pasien tidak perlu berputus asa karena
dokter masih mangusahakan untuk pemberian terapi yang maksimal. Hal
tersebut haruslah diseimbangi dengan usaha pasien dengan cara berusaha.
Allah telah menyatakan:

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya


bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.” (Q.S. Ar-Rad ayat 11).

19
Sesungguhnya usaha disertai kesabaran akan membuahkan hasil.
Terbukti setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit kondisi pasien
akhirnya membaik dan dapat berobat jalan.

Umpan balik dari pembimbing

…………………………….,……

TTD Dokter Pembimbing TTD Dokter Muda

----------------------------------- --------------------------------

20
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Z. 2014. Pneumonia. dalam Setiati, S., et al. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratoty Medicine). Jakarta: EGC.

Paks, M. 2005. Lobar Pneumonia. dalam Radiopaedia.


https://radiopaedia.org/articles/lobar-pneumonia. (diakses pada 12
Desember 2017).

Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman


Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta : PDPI.

Tanto, C et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

21

Anda mungkin juga menyukai