Anda di halaman 1dari 57

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS MODEL SAVI TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN


MATEMATIS SISWA PADA MATERI BALOK KELAS VIII
SMP NEGERI 22 SINGKAWANG

Proposal Penelitian ini Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metode Penelitian Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:
MONICA SARI FITRIANI
RIKA DANIELLA
SAVIRA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) SINGKAWANG
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya proposal yang berjudul “EFEKTIFITAS MODEL SAVI
TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA
PADA MATERI BALOK KELAS VIII SMP NEGERI 22
SINGKAWANG” dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Tiada daya
dan upaya yang dapat penulis lakukan melainkan dengan pertolongan
Allah SWT melalui berbagai pihak yang telah banyak memberikan
bantuan dan motivasi yang sangat berarti bagi diri penulis sendiri. Untuk
itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Andi Mursidi, M.Si selaku ketua STKIP Singkawang.
2. Nindy Citroresmi. P, S.Pd,.M.Pd selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika STKIP Singkawang.
3. Mariyam, S.Pd,.M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah Metode
Penelitian.
4. Kepada orang tua serta keluarga yang selalu memberikan doa dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
5. Serta teman-teman yang telah memberikan semangat dan bantuan
dalam penyusunan proposal ini.
Penulis sangat membutuhkan saran dan kritik yang membangun
untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Semoga Allah SWT menilai ibadah atas apa yang penulis kerjakan dan
senantiasa membimbing kita kejalan yang diridhoi-Nya. Aamiin.

Singkawang, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
A. Judul Proposal ............................................................................. 1
B. Latar Belakang ............................................................................ 1
C. Masalah Penelitian ...................................................................... 4
1. Identifikasi Masalah ............................................................... 4
2. Pembatasan Masalah.............................................................. 4
3. Rumusan Masalah .................................................................. 4
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 6
2. Manfaat Praktis .......................................................................6
F. Definisi Operasional .................................................................... 7
1. Kemampuan Penalaran ......................................................... 7
2. Model Pembelajaran SAVI .................................................... 8
3. Ketuntasan Belajar ................................................................. 8
4. Aktivitas Belajar Siswa .......................................................... 8
5. Materi Balok ........................................................................... 8
6. Efektivitas Model SAVI ........................................................ 9
G. Kajian Teori ................................................................................. 9
1. Model Pembelajaran SAVI .................................................... 9
2. Teori Belajar Pendukung Model SAVI ................................ 12
3. Kemampuan Penalaran Matematis ...................................... 13
4. Teori Pendukung Kemampuan Penalaran Matematis ....... 15
5. Aktivitas Belajar Siswa ......................................................... 15
6. Teori Pendukung Aktivitas Belajar ...................................... 18
7. Model Pembelajaran Langsung ............................................ 19

iii
8. Ketuntasan Belajar ................................................................. 21
9. Efektivitas Pembelajaran Matematika ................................. 21
10. Materi Balok ........................................................................... 22
H. Kajuan Penelitian yang Relevan ................................................ 28
I. Kerangka Berpikir ...................................................................... 30
J. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 32
K. Metode Penelitian ........................................................................ 32
1. Jenis Penelitian ....................................................................... 33
2. Desain Penelitian .................................................................... 33
L. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 34
1. Tempat Penelitian .................................................................. 34
2. Waktu Penelitian .................................................................... 34
M. Populasi dan Sampel ................................................................... 34
1. Populasi ................................................................................... 34
2. Sampel ..................................................................................... 34
N. Variabel Penelitian ...................................................................... 35
1. Variabel Bebas ........................................................................ 35
2. Variabel Terikat ..................................................................... 35
O. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .............................. 35
1. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 36
2. Instrumen Pengumpulan Data .............................................. 36
P. Teknik Analisis Data ................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 51

iv
A. Judul
“EFEKTIVITAS MODEL RECIPROCAL TEACHING TERHADAP
KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI
POLA BILANGAN KELAS VIII MTs USHULUDDIN
SINGKAWANG”

B. Latar Belakang
Banyak ahli yang berusaha mendefinisikan matematika.
Matematika sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai
masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa
komponen meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan
dalil/teorema. Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar,
dikarenakan matematika memuat cara pembuktian yang sahih atau valid,
serta sifat penalaran matematika yang sistematis.
Didalam pembelajaran matematika, sangatlah diperlukan
penalaran untuk menyelesaikan masalah baik masalah sederhana maupun
masalah kompleks yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari,
contohnya dalam pengambilan keputusan. Kemampuan pengambilan
keputusan ini sesuai dengan pendapat (Shadiq, 2004:4) bahwa penalaran
merupakan proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta atau
evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada tercapainya suatu
kesimpulan atau memuat suatu pernyataan baru berdasarkan pada
beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar.
Pentingnya kemampuan penalaran matematis dalam proses
pembelajaran matematika juga ditegaskan dalam tujuan pembelajaran
matematika menurut Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran
matematika. Berdasarkan tujuan tersebut, dinyatakan bahwa satu diantara
tujuan pembelajaran adalah menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam memuat generalisasi,
menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

1
Demikian pula tujuan pembelajaran matmatika menurut National Council
Of Teacher Of Mathematics (NCTM) yang menetapkan standar-standar
kemampuan matematik meliputi pemecahan masalah, penalaran,
pembuktian, keterkaitan, komunikasi dan representasi (Ainun, 2015:56).
Dari pendapat dan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan penalaran matematis merupakan kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika, karena pola pikir yang
dikembangkan dalam matematika sangat dibutuhkan dan melibatkan
kemampuan daya menalar yang baik sehingga dengan kemampuan
penalaran matematis tersebut diharapkan dapat tercapai melalui proses
pembelajaran matematika yang dirancang dengan baik. Pembelajaran
yang baik yaitu pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa selama
proses pembelajaran sehingga dalam belajar siswa dapat
mengembangkan dan menghubungkan ide-idenya secara maksimal agar
penalaran matematis siswa dapat bekerja dengan baik.
Namun kenyataannya masih banyak siswa yang tidak mampu
bernalar dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Utami (2014) di SMAN 4 Painan kelas XI IPA diketahui
bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah sehingga
banyak yang belum dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Salah satu materi yang membutuhkan penalaran yang cukup
tinggi sehingga dirasakan sulit bagi siswa yaitu materi Pola Bilangan.
Pada materi pola bilangan ini diperlukan kemampuan penalaran yang
cukup tinggi dan banyak menggunakan simbol sehingga pemahaman
siswa dalam mempelajarinya terpisah-pisah karena antara konsep satu
dengan lainnya tidak saling terkait. Untuk mengaitkan atau
menghubungkan antara konsep satu dengan yang lainnya maka
dibutuhkan analogi matematika. Menurut Kariadinata (2012:3) satu
diantara upaya menumbuhkan bernalar dan panggilan memori adalah
dengan memberikan suatu bentuk pembelajaran yang lebih menekankan
pada analogi matematika. Sastrosudirjo mengungkapkan bahwa analogi

2
adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan
benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian
mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-
ide lain. Sedangkan menurut Soekadijo (1997:139) analogi adalah
berbicara tentang dua hal yang berbeda dan dua hal yang berbeda itu
dibandingkan satu dengan yang lain. Dalam analogi yang dicari adalah
keserupaan itu. Dengan demikian analogi dapat dimanfaatkan sebagai
penjelas atau sebagai dasar penalaran.
Rendahnya kemampuan penalaran yang dialami oleh siswa dapat
terjadi karena beberapa faktor salah satunya yaitu kurangnya melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran atau pembelajaran hanya berfokus pada
guru saja sehingga aktivitas siswa saat belajar matematika menjadi
kurang. Hal ini didapat dari pendapat Riyanto (2011:114) menyebutkan
salah satu penyebab kurangnya kemampuan penalaran dan prestasi
matematika siswa adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran atau tidak
terjadi diskusi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
Maka dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang tepat agar
siswa dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematikanya pada
saat belajar matematika. Pembelajaran yang aktif memungkinkan untuk
siswa dapat meningkatkan daya penalarannya sehingga dibutuhkanlah
model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas siswa. Salah
Model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa yaitu
model Reciprocal Teaching. Pembelajaran Reciprocal Teaching adalah
model pembelajaran berupa kegiatan mengajar materi kepada teman.
Model pembelajaran ini siswa berperan sebagai “guru” untuk
menyampaikan materi kepada teman-temannya. Sementara itu, guru lebih
berperan sebagai model yang menjadi fasilitator dan pembimbing yang
melakukan scaffolding. Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan
oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang tahu atau belum
tahu. Pendapat lainnya juga yaitu (Meire, 2005: 91) yang menyatakan

3
belajar berdasarkan aktifitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika
belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat
seluruh tubuh atau fikiran terlibat dalam proses pembelajaran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model Reciprocal Teaching
dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, hal ini akan
membuat penalaran siswa meningkat karena model pembelajarannya
sudah tidak terfokus hanya pada guru saja akan tetapi melibatkan siswa
secara aktif di dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Reciprocal Teaching ini
berpusat pada siswa, dimana siswa diharapkan mampu melibatkan alat
inderanya dalam suatu pembelajaran. Model ini juga menekankan pada
aktivitas belajar siswa yakni, siswa lebih efektif dan percaya diri dalam
proses belajar mengajar.

C. Masalah penelitian
1. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan
penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Ketuntasan belajar MTs Ushuluddin Singkawang belum mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70.
b. Masih rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa.
c. Aktivitas belajar siswa masih tergolong rendah.
2. Pembatasan masalah
Mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki
penulis, maka penelitian ini akan difokuskan pada efektivitas model
Reciprocal Teaching terhadap kemampuan penalaran matematis siswa
pada materi Pola Bilangan, khususnya dalam Materi Pola Bilangan
dalam penelitian ini adalah menentukan pola barisan bilangan segitiga,
menentukan pola barisan bilangan segitiga pascal, dan menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan pola barisan segitiga dan pola segitiga

4
pascal. Serta mengetahui perkembangan aktivitas siswa dalam materi
pola bilangan menggunakan model Reciprocal Teaching .
3. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut ”Apakah model pembelajaran
Reciprocal Teaching terhadap kemampuan penalaran matematis siswa
pada materi pola bilngan efektif ?“. Adapun sub masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa pada materi pola
bilngan mencapai ketuntasan (KKM = 70) secara individual
maupun klasikal di MTs Ushuluddin Singkawang ?
b. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa
antara kelas yang menggunakan model Reciprocal Teaching dan
kelas yang menggunakan pembelajaran langsung di kelas VIII MTs
Ushuluddin Singkawang ?
c. Bagaimana aktivitas belajar siswa ketika diterapkan pembelajaran
dengan menggunakan model Reciprocal Teaching pada materi Pola
Bilngan di kelas VIII MTs Ushuluddin Singkawang ?

D. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian menyangkut arah yang akan ditempuh dan hasil
yang akan dicapai dalam suatu penelitian. Berdasarkan latar belakang
dan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan utama dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa pada
materi pola bilngan mencapai ketuntasan (KKM = 70) baik secara
individual maupun klasikal di MTs Ushuluddin Singkawang.
2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa
antara kelas yang menggunakan model Reciprocal Teaching dan kelas
yang menggunakan pembelajaran langsung di kelas VIII MTs
Ushuluddin Singkawang.

5
3. Untuk menguji aktivitas siswa ketika diterapkan pembelajaran
menggunakan model Reciprocal Teaching terhadap kemampuan
penalaran matematis pada materi Pola Bilngan kelas VIII MTs
Ushuluddin Singkawang.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat teoritis dan
praktis bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penerapan model
pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap kemampuan penalaran
matematis materi Pola Bilngan siswa kelas VIII MTs Ushuluddin
Singkawang pada khususnya.
1 Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah bertujuan untuk
mengembangkan wawasan keilmuan yang sesuai dengan disiplin ilmu
pendidikan matematika berkaitan dengan efektivitas model
pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap kemampuan penalaran
matematis pada materi Pola Bilngan siswa kelas VIII MTs Ushuluddin
Singkawang.
2 Manfaat praktis
a. Bagi guru
a) Terperolehnya inovasi model pembelajaran matematika dan oleh
guru yang menitik beratkan pada efektivitas model pembelajaran
Reciprocal Teaching.
b) Menambah wawasan bagi guru bidang studi matematika
sehingga dalam proses pembelajaran nantinya betul-betul
memperhatikan metode dan model pembelajaran, dengan
demikian kemampuan penalaran matematis peserta didik pada
bidang studi matematika dapat tercapai dengan baik.
c) Dengan adanya penelitian ini maka terjalin kerjasama atau
kolaborasi antara guru mata pelajaran matematika MTs
Ushuluddin Singkawang.

6
d) Dapat memberikan sumbangsih dan pengabdi guru dalam turut
serta mencerdaskan kehidupan anak bangsa melalui profesi yang
ditekuninya.
b. Bagi peneliti
a) Menambah wawasan bagi peneliti tentang faktor yang
mempengaruhi kemampuan penalaran matematis peserta didik
dalam bidang studi matematika.
b) Menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti tentang tata
cara dan proses penelitian dalam pendidikan.
c. Bagi sekolah
Diperoleh panduan inovasi model pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran Reciprocal Teaching yang selanjutnya
diharapkan dipakai dikelas-kelas lainnya, baik di MTs Ushuluddin
Singkawang maupun sekolah yang lainnya.

F. Definisi Operasional
Dalam pembahasan proposal ini agar dapat terfokus pada
permasalahan yang akan dibahas, sekaligus menghindari persepsi lain
mengenai istilah-istilah yang ada, maka perlu adanya penjelasan
mengenai definisi istilah-istilah dan batasannya. Adapun definisi dan
batasan istilah yang berkitan dengan judul dalam penelitian proposal ini
adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan Penalaran
Kemampuan Penalaran yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kegiatan atau suatu proses untuk menarik kesimpulan
berdasarkan beberapa pernyataan yang kebenarannya yang telah
dibuktikan sebelumnya dengan cara dengan mengaitkan fakta-fakta
yang ada. Dalam penelitian ini dibatasi 3 indikator kemampuan
penalaran matematis yaitu :
a. Kemampuan mengajukan dugaan.
b. Kemampuan melakukan manipulasi matematika.

7
c. Kemampuan menarik kesimpulan dan menyusun bukti.
2. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching
Reciprocal Teaching merupakan model pembelajaran model
pembelajaran berupa kegiatan mengajar materi kepada teman. Model
pembelajaran ini siswa berperan sebagai “guru” untuk menyampaikan
materi kepada teman-temannya. Sementara itu, guru lebih berperan
sebagai model yang menjadi fasilitator dan pembimbing yang
melakukan scaffolding. Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan
oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang tahu atau belum
tahu. Langkah-langkah pembelajaran Reciprocal Teaching adalah
sebagai berikut:
a. Mengelompokan siswa dan diskusi kelompok.
b. Membuat pertanyaan (Question Generating).
c. Menyajikan hasil kerja kelompok.
d. Mengklarifikasi permasalahan (Clarifying).
e. Memberikan soal latihan yang memuat soal pengembangan
(Predicting).
f. Menyimpulkan materi yang dipelajari (Summarizing).
3. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar secara individual didapat dari Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) untuk pembelajaran tematik ditetapkan
oleh sekolah yaitu siswa dinyatakan tuntas jika telah mendapatkan
nilai sekurang-kurangnya 70 dan dibawah 70 dinyatakan belum tuntas.
Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal yaitu mengukur tingkat
keberhasilan ketuntasan belajar siswa menyeluruh. Ketuntasan belajar
klasikal dinyatakan berhasil apabila persentase siswa yang tuntas
belajar atau mendapatkan nilai ≥ 70 jumlahnya lebih besar atau sama
dengan 75% dari jumlah siswa seluruhnya.
4. Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar siswa yang dimaksud adalah aktivitas siswa
selama mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model

8
Reciprocal Teaching yaitu dengan menggunakan gerakan fisik,
mendengarkan, melihat dan menggunakan kemampuan intelektual.
5. Materi Pola Bilangan
Materi pola bilangan dalam penelitian ini adalah menentukan
menentukan pola barisan bilangan segitiga, menentukan pola barisan
bilangan segitiga pascal, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pola barisan segitiga dan segitiga pascal.
6. Efektivitas Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Penalaran
Matematis.
Model Reciprocal Teaching terhadap kemampuan penalaran
matematis siswa dikatakan efektif apabila:
a. Kemampuan penalaran matematis siswa pada materi pola bilangan
mencapai ketuntasan (KKM = 70) secara individual maupun
klasikal di MTs Ushuluddin Singkawang.
b. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa antara
kelas yang menggunakan model Reciprocal Teaching dan kelas
yang menggunakan pembelajaran langsung di kelas VIII MTs
Ushuluddin Singkawang.
c. Aktivitas belajar siswa tergolong aktif ketika diterapkan
pembelajaran dengan menggunakan model Reciprocal Teaching
pada materi Pola bilangan di kelas VIII MTs Ushuluddin
Singkawang.

9
G. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran SAVI
Meier (dalam Rusman, 2012: 373) menyajikan sistem lengkap
untuk melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar yang
merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan model
SAVI, yaitu Somatis Auditori Visual dan Intelektual. Menurut
Ngalimun (2012: 166) pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang
menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra
yang dimiliki siswa. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa model SAVI adalah model pembelajaran yang melibatkan serta
memanfaatkan semua alat indera dan emosi siswa selama proses
pembelajaran.
Meier (2002 : 88) juga menyebutkan bahwa guru harus paham
prinsip-prinsip SAVI sehingga mampu menjalankan model
pembelajarandengan tepat. Prinsip tersebut adalah:
a. Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
b. Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
c. Kerjasama membantu proses pembelajaran
d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan
e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan
umpan balik.
f. Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
g. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Komponen-komponen model pembelajaran SAVI menurut Meier
(2002) ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel G.1
Efektivitas Model SAVI

Komponen Deskripsi
Somatic Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengoptimalkan unsur somatik dalam proses belajar

10
matematika, yaitu :
a. Gerak tangan membuat gambar bangun ruang seperti
menggambar balok
b. Gerak tangan melengkapi tabel matematika
c. Menggerakkan berbagai komponen tubuh tertentu
secara benar yang mendukung proses pembelajaran
d. Gerak tangan dalam memperagakan cara membuat
gambar seperti menggambar diagonal sisi pada balok
di depan kelas
Auditory Beberapa kegiatan auditori dalam pembelajaran
matematika antara lain :
a. Membicarakan dan mengkomunikasikan materi
pelajaran matematika dan upaya bagaimana
menerapkannya
b. Memperagakan suatu gambar seperti membuat gambar
balok dan menjelaskan gambar tersebut kepada siswa
lainnya
c. Mendengarkan materi yang disampaikan dan
merangkum apa yang didengarnya
Visualization Beberapa proses belajar visual yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran matematika antara lain :
a. Mengamati gambar misalnya gambar balok beserta
unsur-unsurnya, kemudian memaknainya melalui
penyelesaian pada lembar kerja siswa
b. Memvisualisasikan hasil pengamatan ke dalam
gambar atau tabel matematik
Intellectually Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah :
a. Menyelesaikan masalah misalnya menyelesaikan
masalah atau soal-soal matematika yang ada pada
lembar kerja siswa

11
b. Menganalisis pengalaman atau suatu kasus yang
berkaitan dengan pelajaran matematika
c. Menciptakan makna pribadi misalkan menarik
kesimpulan dari hasil belajar matematika

Dari prinsip-prinsip dan komponen-komponen model


SAVI, maka dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran
SAVI memanfaatkan alat indera yang dimiliki oleh siswa untuk
membantu proses pembelajaran karena dengan menggabungkan
seluruh indera maka siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran
sehingga siswa akan berkreasi dengan materi pembelajaran bukan
hanya mengkonsumsi. Hal seperti ini akan dapat meningkatkan
kecerdasan secara terpadu melalui penggabungan gerak fisik dan
aktivitas siswa(Shoimin, 2014:182). Tidak hanya itu, ingatan siswa
terhadap materi tersebut akan lebih kuat karena siswa membangun
pengetahuannya sendiri dengan cara bekerjasama dengan siswa lain
untuk memahami materi tersebut serta melibatkan gerakan seperti
gerak fisik anggota badan tertentu, berbicara, mendengarkan,
melihat, mengamati dan menggunakan kemampuan intelektualnya
untuk berfikir, mengambarkan, menghubungkan dan membuat
kesimpulan. Dengan bekerjasamanya siswa maka akan mambuat
suasana kelas menjadi menyenangkan sehingga dapat
meningkatkan kreatifitas dan kemampuan psikomotor siswa
(Shoimin, 2014:182).
2. Teori Belajar Pendukung Model SAVI
a. Teori pembelajaran quantum learning.
De Porter (Miratus, 2013), dalam bukunya Quantum
Learning, mengemukakan tiga modalitas belajar yang dimiliki
seseorang. Ketiga modalitas tersebut adalah modalitas visual,
modalitas auditoral dan modalitas kinistetik (somatis). Belajar
visual adalah belajar melalui apa yang mereka lihat, belajar

12
auditorial adalah belajar melalui apa yang mereka dengar dan
belajar kinestetik adalah belajar lewat gerak dan sentuhan
(Shoimin, 2014: 177). Hal tersebut sesuai dengan apa yang ada
pada komponen-komponen model SAVI dan kegiatan yang
dilakukan merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa alat
indera siswa dalam proses pembelajaran sehingga ingatan siswa
mengenai apa yang dipelajarainya akan lebih kuat.
b. Teori Belajar Gagne
Menurut Gagne (dalam Slameto 2010: 14) segala sesuatu
yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori yang
disebut “The domains of learning” yaitu keterampilan motoris,
informasi verbal, kemampuan intelektual, strategi kognitif dan
sikap. Somatis berkaitan erat dengan keterampilan motoris, karena
somatis berarti belajar dengan melibatkan aktivitas tubuh dan
berkaitan dengan gerakan badan (Sri, 2014:14).

3. Kemampuan Penalaran Matematis


Kemampuan penalaran matematis menurut Sadiq (2012: 45)
penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses, atau aktivitas
berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan
baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Sedangkan menurut Wulandari (2011: 14) kemampuan penalaran
matematis adalah kemampuan siswa untuk merumuskan kesimpulan
atau pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dapat
disimpulkan bahwa penalaran matematis adalah kemampuan siswa
dalam suatu kegiatan atau proses berfikir untuk membuat kesimpulan,
penarikkan kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang
kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya.

13
Menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Peraturan
Dirjen Dikdasmen (2014) kemampuan penalaran memiliki beberapa
indikator diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar
dan diagram.
b. Mengajukan dugaan.
c. Melakukan manipulasi matematika.
d. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alas an atau
bukti terhadap beberapa solusi.
e. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
f. Memeriksa kesahihan suatu argument.
g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
Adapun indikator penalaran matematis menurut Sumarmo
(2006: 87) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut :
a. Menarik kesimpulan logis
b. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan
hubungan.
c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi
matematis.
e. Menyusun dan mengkaji konjektur.
f. Merumuskan lawan mengikuti aturan inferensi, memeriksa
validitas argumen.
g. Menyusun argumen yang valid.
h. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan
induksi matematis.
Sedangkan indikator kemampuan penalaran matematis
menurut Sa’adah (2010: 13) sebagai berikut.
a. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika melalui lisan,
tulisan, gambar, sketsa atau diagram.

14
b. Kemampuan menyajikan dugaan.
c. Kemampuan menentukan pola.
d. Kemampuan melakukan manipulasi matematika.
e. Kemampuan memberikan alasan terhadap beberapa solusi.
f. Kemampuan memeriksa kefasihan suatu argumen.
g. Kemampuan menarik kesimpulan atau melakukan generalisasi.
Dari pendapat yang telah disebutkan mengenai indikator-
indikator penalaran matematis, maka ada beberapa indikator yang
harus dicapai oleh siswa, yaitu: (a)mengajukan dugaan; (b) melakukan
manipulasi matematika; (c) menarik kesimpulan, menyusun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran dari pernyataan; (d)
menarik kesimpulan dari pernyataan; (e) memeriksa kesahihan suatu
argumen; (f) menemukan pola atau sifat dari gelaja matematis untuk
membuat generalisasi (Yulia, 2012: 14). Sehingga dalam kemampuan
pelanaran matematis siswa, siswa akan belajar bagaimana cara
menarik kesimpulan dari beberapa pernyataan yang kebenarannya
telah dibuktikan sebelumnya dengan cara mengaitkan fakta-fakta yang
ada.
Kemampuan penalaran matematis yang dimaksudkan dalam
penilitian ini adalah menyelesaikan permasalahan-permasalahan
matematika secara logis, memilah apa yang penting dan tidak penting
dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan
atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian. Indikator
kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini yaitu: (a)
kemampuan menyajikan pernyataan matematika melalui lisan,
gambar, dan sketsa; (b) kemampuan mengajukan dugaan; (c)
kemampuan melakukan manipulasi matematika; (d) Kemampuan
menarik kesimpulan dan menyusun bukti.
4. Teori Pendukung Kemampuan Penalaran Matematis
Teori belajar Gestalt menyatakan bahwa belajar terjadi jika
diperoleh insight (pemahaman). Pemahaman akan tibul secara tiba-

15
tiba jika individu telah melihat hubungan antara unsur-unsur dalam
suatu masalah. Dengan kata lain pemahaman adalah semacam
reorganisasi pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba, seperti ketika
seseorang menemukan ide baru atau menemukan pemecahan masalah
(Sumiati, 2011: 46). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa
belajar akan terjadi jika siswa paham tentang apa yang diajarkan
sehingga akan membuat siswa tersebut dapat menemukan cara
penyelesaiannya. Untuk itu, teori Gestalt dapat mendukung
kemampuan penalaran matematis karena dapat menyelesaikan
masalah siswa yang harus menggunakan penalarannya agar dapat
menemukan solusi dari permasalahan yang ada.
5. Aktivitas Belajar Siswa
Aktifitas belajar adalah kegiatan yang akan dilakukan secara
individu, memiliki perencanaan belajar, strategi, media, tahapan dan
tujuan tertentu, berhubungan dengan waktu dan tempat serta aturan
yang disepakati (Kasmadi, 2013:42). Pada proses pembelajaran,
keaktifan siswa merupakan hal yang sangat penting dan perlu
diperhatikan oleh guru sehingga proses pembelajaran yang ditempuh
benar-benar memperoleh hasil yang optimal. Dengan bekerja siswa
memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan serta
perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. Menurut Sardiman (2010:
96) menyatakan bahwa dalam belajar segala pengetahuan harus
diperoleh dengan pengalaman sendiri, baik secara rohani maupun
teknisi. Kegiatan proses belajar sangat diperlukan adanya aktivitas,
karena tanpa adanya aktivitas di dalam proses pembelajaran tidak akan
berlangsung dengan baik.
Jika kegiatan belajar bagi siswa diorientasikan pada
keterlibatan intelektual, emosional, fisik dan mental maka terjadilah
aktivitas belajar yang baik sehingga berpengaruh pada hasil belajar
siswa. Adapun ciri-ciri keaktifan dalam pembelajaran tercermin dari

16
kegiatan proses pembelajaran baik yang dilakukan guru maupun siswa
(Sumiati dan Asra, 2011: 85) sebagai berikut.
a. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat
perencanaan, proses pembelajaran dan evaluasi.
b. Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan tolak ukur
keberhasilan belajar.
c. Adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam berbagai
kegiatan, seperti mengalami, menganalisis, berbuat dan
pembentukan sikap dalam proses belajar.
d. Adanya keanekaragaman kegiatan, baik bersifat jasmaniah maupun
kegiatan mental dalam proses belajar.
e. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan
situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses pembelajaran.
f. Adanya upaya guru dalam memberikan kemudahan belajar
mengkoordinasikan kegiatan siswa.
g. Rendahnya dominasi guru dalam proses pembelajaran.
h. Adanya keanekaragaman penggunaan metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru.
i. Adanya keanekaragaman penggunaan media pembelajaran dan alat
pembelajaran.
Peduk (2013: 83) menggolongkan aktivitas belajar siswa
sebagai berikut :
a. Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar,
demonstrasi, percobaan.
b. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview,
diskusi dan sebagainya.
c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan,
diskusi, music, pidato.
d. Writing activities, seperti menulis laporan, tes, angket, menyalin.

17
e. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta,
diagram, pola.
f. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat kontruksi,
model.
g. Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan
soal, menganalisis.
h. Emosional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan,
gembira, berani, tenang, gugup.
Indikator keaktifan belajar siswa menurut Paul B. diedrich
(Wahdah, 2012 :77) dapat dilihat dalam beberapa hal sebagai berikut.
a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajar.
b. Terlibat dalam pemecahan masalah.
c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak
memahami persoalan.
d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah.
e. Melaksanakan diskusi sesuai petunjuk.
f. Melatih diri dalam memecahkan soal.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan
siswa bukan berarti guru tidak melakukan aktifitas, tetapi guru juga
selalu memberikan petunjuk tantang apa yang harus dilakukan siswa,
mengarahkan, menguasai dan mengadakan evaluasi. Dengan
demikian, dalam suatu proses pembelajaran yang aktif, guru hanya
sebatas membantu sehingga dapat melatih siswa untuk memecahkan
masalah secara mandiri dan selama proses pembelajaran siswa juga
akan aktif berbuat atau bertindak. Dengan kata lain, bahwa dalam
belajar sangat diperlukannya aktifitas siswa selama mengikuti
pembelajaran.
Sehingga dapat disimpulkan aktivitas belajar dalam penelitian
ini adalah aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan model SAVI. Adapun indikator aktivitas siswa

18
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gerakan fisik,
mendengarkan, melihat dan menggunakan kemampuan intelektual.
6. Teori Pendukung Aktivitas Belajar
Teori belajar kognitif (dalam Sumiati, 2011: 87) menyebutkan
belajar merupakan suatu proses terpadu yang berlangsung di dalam
diri seseorang dalam upaya memperoleh pemahaman dan struktur
kognitif baru, atau untuk mengubah pemahaman dan struktur kognitif
lama. Agar belajar dapat mencapai sasaran yang diperolehnya
pemahaman dan struktur kognitif baru atau berubahnya pemahaman
dan struktur kognitif lama yang dimiliki seseorang, maka proses
belajar sepatutnya dilakukan secara aktif, melalui berbagai kegiatab
seperti mengalami, melakukan, mencari dan menemukan, keaktifan
belajar sebagai diperolehnya hasil belajar tersebut. Sehingga teori
belajar kognitif dapat mendukung aktivitas belajar siswa karena dalam
teori belajar kognitif proses pembelajaran harus berlangsung aktif agar
diperoleh hasil belajar yang baik. Proses pembelajaran yang dapat
membuat siswa menjadi lebih aktif akan menciptakan suasana belajar
yang lebih menarik dan efektif sehingga siswa akan termotivasi untuk
belajar (Shoimin, 2014: 182).
7. Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung menurut Trianto (2011: 29)
adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah
demi selangkah. Menurut Sofiyah (2010: 20) model pembelajaran
langsung adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru secara
langsung dalam mengajarkan keterampilan dasar dan
didemonstrasikan langsung kepada siswa dengan tahapan yang
terstruktur. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang

19
dirancang serta dilaksanakan oleh guru secara langsung kepada siswa
dalam mengajarkan keterampilan dasar dan mendemonstrasikannya
secara bertahap-tahap atau selangkah demi selangkah yang sudah
terstruktur dengan baik. Maka model pembelajaran langsung menurut
Suprijono (2011: 46) dikenal juga dengan sebutan active teaching,
dimana dalam model pembelajaran langsung guru menjadi pusat
pembelajaran karena gaya mengajar pada model ini yaitu guru terlibat
aktif dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa dan
mengajarkan langsung kepada seluruh siswa.
Model pembelajaran langsung menurut Sofiyah (2010: 20)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa
termasuk prosedur penilaian hasil belajar.
b. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
c. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan
agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan
berhasil.
Adapun tahapan-tahapan model pembelajaran langsung
menurut Shoimin (2014: 64) ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Tabel G.2
Model Pembelajaran Langsung

Tahapan Kegiatan
Orientasi Guru memberikan kerangka pelajaran dan
orientasi terhadap materi pelajaran. Salah
satunya adalah dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memberikan penjelasan
atau arahan mengenai kegiatan yang akan
dilakukan
Presentasi Guru menyajikan materi pelajaran, baik
berupa konsep ataupun keterampilan. Satu

20
diantaranya meliputu penyajian materi dalam
langkah-langkah
Latihan Guru merencanakan dan memberikan
Terbimbing bimbingan kepada siswa untuk melakukan
latihan-latihan
Pengecekkan Guru melakukan pengecekkan apakah siswa
Pemahaman dan telah berhasil melakukan tugas dengan baik
Umpan Balik atau tidak serta memberikan umpan balik
Latihan Mandiri Guru melakukan latihan secara mandiri

Dari ciri-ciri dan tahapan-tahapan model pembelajaran


langsung dapat diketahui bahwa seluruh kegiatan belajar berpusat
kepada guru sehingga semuanya sudah diatur oleh guru. Tidak hanya
itu, model pembelajaran langsung jua menekankan siswa pada
pemberian tugas secara individu. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Jihad dan Haris (2008: 27) yang mengemukakan bahwa salah satu
karakteristik model pembelajaran langsung yaitu hanya berorientasi
pada tugas-tugas yang diberikan kepada siswa secara individu bukan
kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran
yang secara keseluruhan diatur oleh guru dan diajarkan langsung oleh
guru kepada siswa sehingga guru menjadi pusat dalam model
pembelajaran ini. Oleh karena itu, model pembelajaran langsung
menenkankan siswa untuk mengerjakan tugas secara individu bukan
kelompok.
8. Ketuntasan Belajar
Salah satu orientasi penilaian kelas adalah ketuntasan belajar
(Irma, 2008:9). Ketuntasan belajar merupakan pencapaian hasil belajar
yang ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi
yang memadai dan dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat

21
penguasaan kompetensi lebih lanjut, (Depdiknas, 2014:16).
Ketuntasan dalam penelitian ini ada 2 yaitu ketuntasan belajar
individual dan ketuntasan belajar klasikal. Ketuntasan belajar secara
individual didapat dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk
pembelajaran tematik ditetapkan oleh sekolah yaitu siswa dinyatakan
tuntas jika telah mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 70 dan di
bawah 70 dinyatakan belum tuntas. Sedangkan ketuntasan belajar
secara klasikal yaitu mengukur tingkat keberhasilan ketuntasan belajar
siswa menyeluruh. Ketuntasan belajar klasikal dinyatakan berhasil
apabila persentase siswa yang tuntas belajar atau mendapatkan nilai ≥
70 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 75% dari jumlah siswa
seluruhnya.
9. Efektifitas Pembelajaran Matematika
Menurut Kurnia (2012:44), efektifitas adalah tingkatan
keberhasilan yang dicapai dari penerapan suatu model pembelajaran,
dalam hal ini diukur dari hasil belajar siswa. Sedangkan menurut
Sudjana (dalam Riyanto, 2010: 23) efektifitas adalah tindakan
keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat
membawa pada hasil belajar secara maksimal. Dari dua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu taraf atau
tingkatan yang menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian
kompetensi tujuan pada bidang studi, apabila hasil belajar meningkat
maka model pembelajaran tersebut dapat dikatakan efektif, sebaliknya
jika hasil belajar siswa menurun atau tidak ada peningkatan maka
model pembelajaran tersebut tidak efektif.
Suatu pengajaran dikatakan efektif jika proses tersebut dapat
membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Pembelajaran dikatakan
efektif apabila proses belajar mengajar berjalan dengan baik yang
sesuai dengan tujuan belajar dan hasil belajar (Bangun, 2016:33).
Efektifitas model pembelajaran merupakan suatu ukuran yang

22
berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses
pembelajaran. Kriteria efektivitas dalam penelitian ini mengacu pada :
a) Ketuntasan belajar dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-
kurangnya 75% dari jumlah siswa yang telah memperoleh nilai 70.
b) Model SAVI dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa
apabila menunjukkan perbedaan yang signifikan pada penalarannya
setelah pembelajaran.
c) Model SAVI dikatakan efektif jika dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa.
10. Materi Balok
Balok merupakan salah satu materi pokok pembelajaran
matematika pada Kurikulum 13. Adapun pokok bahasan yang diambil
dalam penelitian ini adalah luas permukaan dan volume balok.
Kompetensi Dasar (KD) 3.9 membedakan dan menentukan luas
permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma
dan limas) yang dipelajari di kelas VIII semester genap
Balok adalah bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang
persegi panjang dimana tiap pasang persegi panjang mempunyai
bentuk dan ukuran yang sama dan persegipanjang yang sehadap
adalah kongruen. Tiga pasang persegi panjang inilah disebut sisi-sisi
balok. Berikut adalah gambar balok ABCD.EFGH

Balok memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

23
a. Sisi/Bidang
Sisi balok adalah bidang yang membatasi suatu balok.
Balok ABCD.EFGH memiliki 6 buah sisi berbentuk persegi
panjang yaitu sisi bawah = ABCD, sisi atas = EFGH, sisi depan =
ABFE, sisi belakang = DCGH, sisi samping kanan = ADHE , dan
sisi samping kiri = BCGF.
Keenam sisi balok diatas saling berpasangan sehingga
membentuk 3 pasang sisi yang saling berhadapan yang sama
bentuk dan besarnya yaitu ABFE berpasangan dengan DCGH,
ABCD dengan EFGH, dan BCGF dengan ADHE.
b. Rusuk
Garis potong sisi-sisi pada blok dinamakan rusuk. Balok
ABCD.EFGH memiliki 12 rusuk yaitu AB, BC, CD, DA, EF, FG,
GH, HE, AE, BF, CG, dan HD.
c. Titik Sudut
Titik temu antara tiga buah rusuk pada balok disebut titik
sudut balok. Balok ABCD.EFGH memiliki 8 titik sudut, yaitu A,
B, C, D, E, F, G, dan H.
d. Diagonal sisi/bidang
Garis yang menghubungkan dua titik sudut yang
berhadapan pada sisi balok disebut diagonal sisi/bidang. Terdapat
12 buah diagonal sisi pada balok ABCD.EFGH yaitu AC, BD, EG,
HF, AF, BE, CH, DG, AH, DE, BG, CF.
e. Diagonal Ruang
Ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang saling
berhadapan di dalam balok disebut diagonal ruang. Terdapat 4 buah
diagonal ruang pada balok ABCD.EFGH yaitu AG, BH, CE,dan
AF. Keempat diagonal ruang ini saling berpotongan ditengah-
tengah.
f. Bidang Diagonal

24
Bidang yang dibentuk oleh dua buah diagonal bidang yang
sejajar dan dua buah rusuk balok yang saling sejajar disebut bidang
diagonal. Terdapat 6 buah bidang diagonal pada balok
ABCD.EFGH yaitu ACGE, BDHF, ABGH, CDEF, ADGF, BCHE.

Sifat-sifat Balok
Balok memiliki sifat-sifat sebagai berikut
a. Setiap sisi balok berbentuk persegi panjang.
b. Setiap rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran sama panjang.
c. Setiap diagonal bidang pada sisi yang berhadapan memiliki ukuran
sama panjang.
d. Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran sama panjang.
e. Setiap bidang diagonal pada balok memiliki bentuk persegi
panjang.

Jaring-Jaring Balok
Untuk menemukan rangkaian jaring-jaring balok dilakukan
dengan cara memotong rusuk-rusuk balok. Jaring-jaring balok
terbentuk dari rangkaian enam persegi panjang. Rangkaian jaring-
jaring balok terdiri dari tiga pasang persegi panjang yang memiliki
bentuk dan ukuran yang sama dengan pasangannya. Bentuknya ada
berbagai macam. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua rangakaian
persegi panjang bisa membentuk balok. Beberapa contoh jaring-jaring
balok seperti gambar berikut:

25
Rumus Balok
a. Volume Balok
Untuk mencari volume sebuah balok digunakan rumus V=
Luas alas x tinggi. Misalkan untuk menghitung volume balok
ABCD.EFGH, dimana Luas alas balok = p x l.
Sehingga diperoleh
Volum balok = Luas alas balok x tinggi
=pxlxt
Jadi, volume balok dapat dinyatakan sebagai berikut.
V. Balok = p x l x t
Contoh:
Terdapat balok yang memiliki alas dengan panjang 15 cm, lebar 6
cm dan tinggi 8 cm. dari pernyataan tersebut, maka tentukanlah:
a) sketsa gambar balok di atas!
b) Berat balok tersebut!
c) Jika panjang pada alas tersebut bertambah 5 cm dan tinngginya
juga bertambah 5 cm, berapakah volume balok sekarang?
d) Buatlah kesimpulan dari jawaban anda!

Penyelesaian:
a) indikator: Menyajikan pernyataan matematika secara tertulis,
gambar, diagram

L
u
a = 8 cm
s

P
= 6 cm
e
= 15 cm
b) I

26
ndikator: Mengajukan dugaan (conjecturs)
V Balok = p x l x t
V Balok = 15 x 6 x 8
V Balok = 720 cm3
c) Indikator: Melakukan Manipulasi Matematika
Jika panjang pada alas bertambah 5 cm dan tingginya juga
bertambah 5 cm, maka
Panjang (p) = 20 cm
Tinggi (t) = 13 cm
V. Balok = p x l x t
V. Balok = 20 x 6 x 13
V. Balok = 1.560cm3
d) Indikator: Menarik kesimpulan
Jadi jika sisi panjang, lebar dan tinggi balok bertambah, maka
volume balok akan bertambah juga.
b. Luas Permukaan Balok
Untuk mengetahui luas permukaan digunakan rumus, misalnya
balok ABCD.EFGH.
Luas Permukaan balok ABCD.EFGH = 2 Luas ABCD + 2 Luas
ABFE + 2 Luas ADHE
= 2 pl + 2 pt + 2 lt
Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut.
Luas permukaan balok = 2(pl + lt + pt)
Contoh:
Alas sebuah balok ABCD.EFGH berbentuk persegi yang memiliki
diagonal 13 cm dan lebar 5 cm, jika tinggi balok 10 cm. Maka
tentukanlah:
a) Sketsa gambar balok dari soal tersebut!
b) Panjang sisi AB dan luas ABCD
c) Luas permukaan balok jika tanpa tutup

27
d) Kesimpulan dari jawaban anda
Penyelesaian:
a) Indikator: Menyajikan pernyataan matematika secara tertulis,
gambar, diagram

=10 cm

13 cm
=5 cm

b) Indikator: Mengajukan dugaan (conjecturs)


Panjang sisi AB

AB = √AC2 − BC2

AB = √132 − 52
AB = √169 − 25
AB = √144
AB = 12
Luas ABCD = AB x BC
Luas ABCD = 12 x 5
Luas ABCD = 60cm2
c) Indikator: Melakukan manipulasi matematika
Luas permukaan balok jika tanpa tutup
L = Luas ABCD + Luas ABFE + Luas CDHG + Luas ADHE +
Luas BCFG
L = 60 + p x t + p x t + l x t +l x t
L = 60 + 2 (p x t) + 2 (l x t)
L = 60 + 2 (12 x 10) + 2 (5 x 10)
L = 60 + 2 (120) + 2 (50)
L = 60 + 240 + 100

28
L = 400 cm2
d) Indikator: Menarik kesimpulan
Jadi untuk menghitung luas permukaan balok tanpa tutup hanya
perlu menghitung luas alas, luas sisi depan dan belakang serta
luas samping kiri dan kanan.

H. Kajian Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian orang lain
yang relevan dijadikan acuan penelitian kita dalam mencoba melakukan
pengulangan, merevisi, memodifikasi, dan sebagainya.
a. Hasil penelitian Rosalin (2008) menyatakan pembelajaran SAVI
adalah “Pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa”. Agar kegiatan
belajar menjadi lebih bermakna maka harus melalui kegiatan
mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi,
mengemukakan pendapat, menanggapi dan berpikir karena belajar
dibutuhkan konsentrasi yang tinggi sehingga mampu menalar,
menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, memecahkan
masalah dan menerapkannya.
b. Hasil penelitian Jusep Saputra (2012) yang berjudul “Pengaruh model
pembelajaran Somatik, Auditiori, Visual, dan Intelektual (SAVI) yang
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis” menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis
siswa SMP yang memperoleh pembelajaran SAVI lebih baik dari pada
yang memperoleh kemampuan konvensional. Siswa bersikap positif
terhadap penggunaan model pembelajaran SAVI dalam pembelajaran
matematika.
c. Hasil penelitian Taufik (2008) mengatakan bahwa terdapat 3 jenis
gaya belajar untuk memproses informasi yaitu gaya belajar visual,
auditory, kinesthetic. Siswa dapat berkembang dengan lebih baik jika
pengajaran sesuai dengan gaya belajar. Dari hasil penelitian ini

29
menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan SAVI setelah dilakukan
6 open class terjadi peningkatan pada seluruh aspek motivasi belajar
siswa.
d. Hasil penelitian Septi (2011) melalui penelitiannya tentang motivasi
siswa SMP Sultan Agung Purworejo melalui pendekatan SAVI dan
pendekatan konvensional menyimpulkan bahwa dalam meningkatkan
prestasi belajar dengan memotivasi siswa sehingga prestasi belajar
meningkat dibanding dengan pembelajaran konvensional.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran SAVI dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa
dalam aktivitas pembelajaran. Dimana pembelajaran SAVI merupakan
pembelajaran yang menggunakan semua alat indra yang dapat juga
meningkatkan penalaran matematis siswa. Dengan pembelajaran SAVI
siswa dapat berkembang dengan lebih baik jika proses pembelajaran
dilakukan dengan gaya belajar yang baik pula.

I. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal, banyak siswa yang belum mengerti tentang
materi balok. Hal tersebut bisa terjadi karena guru kurang inovatif dalam
pembelajaran matematika sehingga siswa merasa sulit dalam memahami
materi dan proses pembelajaran juga berlangsung secara pasif. Hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang tidak
mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Oleh karena itu perlu
adanya inovasi pembelajaran salah satunya mengenai model. Model
pembelajaran yang diterapkan juga harus sesuai dengan materi yang akan
diajarkan, mudah digunakan, dapat menciptakan multi arah, proses
pembelajaran tidak menonton sehingga lebih efektif dan dapat
memotivasi siswa. Model pembelajaran alternatif yang dapat mendukung
hal tersebut diantaranya adalah model Somatic, Auditory, Visualization,
dan Intellectually (SAVI).

30
Model pembelajaran SAVI pada proses pembelajaran yang
diterapkannya dapat mencapai hasil yang lebih apabila peserta didik
terdorong untuk melakukannya. Proses pembelajaran dengan memberika
penguatan, motivasi, diaplikasikan dengan kehidupan sehari-hari serta
memberikan penilaian mendorong peserta didik untuk lebih giat belajar.
Dengan demikan peserta didik tidak beranggapan lagi bahwa
pembelajaran matematika sukar dan menakutkan, namun pada akhirnya
apa yang mereka pikirkan dalam belajar matematika untuk meningkatkan
prestasi belajar peserta didik, termasuk meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas belajar untuk dapat tercapai oleh peserta didik.
Pada tahap model pembelajaran SAVI terdapat komponen yang
dapat memuat model pembelajaran ini lebih efektif yang dapat
meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan Gambar K.1 berikut.

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 22 Singkawang

Kemampuan Hasil belajar Aktivitas


penalaran siswa belum siswa kurang
siswa rendah mencapai
KKM

Penerapan Pendekatan Somatic, Auditory,


Visualization, Intellectually (SAVI)
Langkah-langkah pendekatan SAVI
31
1. Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
2. Tahap Penyampaian (Kegiatan Inti)
3. Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti)
Kemampuan penalaran siswa
meningkat, hasil belajar siswa
mencapai KKM, dan aktivitas siswa
baik.

Gambar I.1 Skema Kerangka Berpikir

Keterangan :

= Proses = Kondisi Awal Sbjek

= Subjek Penelitian = Perlakuan

= Kondisi Akhir Subjek

J. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2014:99), hipotesis diartikan sebagai jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Sedangkan secara
statistic hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan
populasi yang akan diujikebenarannya berdasarkan data yang diperoleh
dari sampel penelitian. Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Ketentuan hasil belajar siswa tercapai (mencapai KKM = 70) baik
secara individual maupun klasikal pada materi balok dengan

32
diterapkannya model pembelajaran SAVI di kelas VIII SMP Negeri 22
Singkawang.
b. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
antara siswa yang diberikan model pembelajaran SAVI dengan siswa
yang diberikan pembelajaran langsung pada materi balok di kelas VIII
SMP Negeri 22 Singkawang.
c. Aktifitas belajar siswa tergolong tinggi setelah diterapkannyamodel
pembelajaran SAVI pada materi balok di kelas VIII SMP Negeri 22
Singkawang.

K. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:3) metode penelitian diartikan sebagai
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Adapun tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan
penelitian adalah menentukan jenis dan desain penelitian, tempat
penelitian, populasi dan sampel, variable penelitian, prosedur penelitian,
teknik dan instrumen pengumpulan data dan teknis analisis data. Adapun
jenis dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut.
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian
kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Metode eksperimen
adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiyono, 2010:72). Pemilihan metode eksperimen
dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model
SAVI terhadap kemampuan penalaran matematis siswa pada materi
Balok kelas VIII SMP Negeri 22 Singkawang. Adapun alasan peneliti
menggunakan metode eksperimen adalah untuk mengetahui
kemampuan penalaran matematis antara kelas yang menggunakan

33
model SAVI dan kelas yang menggunakan model pembelajaran
langsung di kelas VIII SMP Negeri 22 Singkawang.
2. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti penulis menggunakan penelitian
Quasy-Eksperiment dengan bentuk Non Equivalent Control Group
Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok yang
diberi perlakuan (eksperimen) dan kelompok yang tidak diberi
perlakuan (kontrol). Bentuk desain penelitian ini disajikan pada Tabel
G.3
Tabel G.3
Rancangan Penelitian

Kelas Pre-Test Perlakuan Post-Test


Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 Y O4
Keterangan :
O1 = Test awal untuk kelas eksperimen
O2 = Test setelah diberi perlakuan pada kelas eksperimen
O3 = Test awal untuk kelas kontrol
O4 = Test setelah diberi perlakuan pada kelas kontrol
X = Perlakuan dengan model SAVI
Y = Perlakuan dengan pembelajaran langsung

L. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 22
Singkawang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP
Negeri 22 Singkawang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan disemester genap pada tahun
ajaran 2017/2018.

34
M. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2013: 80) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan definsi
tersebut, maka yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VIII semester 2 SMP Negeri 22 Singkawang
Tahun ajaran 2017/2018 yang terdiri dari 2 kelas.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2009: 81) sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.Untuk
menghemat waktu dan mempermudah penelitian maka teknik
Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
Probability Sampling yaitu Kluster Random Sampling. Probability
Sampling adalah suatu sampling dimana pemilihan objek atau elemen
dari populasi yang akan dijadikan sampel didasarkan atas nilai
probabilitas. Kluster Random Sampling yaitu pengambilan anggota
sampel dari populasi yang dilakukan secara acak. Bila suatu kelompok
telah terpilih maka semua anggota dalam kelompok tersebut
dimasukan kedalam sampel (Maolani dan Cahyana, 2015 : 56).
Sampel pada penelitian ini adalah dua kelas yang diambil
dari populasi VIII di SMP Negeri 22 Singkawang, kedua kelas
tersebut akan dilakukan uji normalitas dan homogenitas untuk
mengetahui kedua kelas tersebut adalah homogen. Peneliti juga
mengambil satu kelas sebagai kelas ujicoba lembar tes untuk
instrument penelitian yang diambil secara acak setelah kelas diuji
dengan normalitas dan homogenitas.

N. Variabel Penelitian

35
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006:118). Jenis variable penelitian
ini adalah :
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel
lainnya atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat (Sugiyono,
2010:39). Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model
pembelajaran SAVI dan model pembelajaran langsung.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel
lainnya (Sugiyono, 2010:39). Dalam penelitian ini variabel terikatnya
adalah kemampuan penalaran matematis, ketuntasan hasil belajar dan
aktivitas siswa pada materi Balok kelas VIII SMP Negeri 22
Singkawang.

O. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Salah satu kegiatan penelitian adalah pengumpulan data. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan dengan teknik tertentu dan menggunakan
alat tertentu yang sering disebut instrumen penelitian. Data yang
diperoleh dari proses tersebut kemudian dihimpun, ditata, dianalisis
untuk menjadi informasi yang dapat menjelaskan suatu fenomena atau
keterkaitan antara fenomena. Adapun teknik dan alat penggumpulan data
dalam penelitian ini, diantaranya yaitu:
1. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Teknik pengukuran
Teknik pegukuran adalah cara pengumpulan data yang
bersifat kuantitatif untuk mengetahui tingkat atau derajat tertentu
dibandingkan dengan norma tertentu pula sebagai ukur yang
relevan (Riyanto, 2010:103). Pengukuran yang dimaksud dalam

36
penelitian ini adalah dengan memberikan tes kemampuan penalaran
matematis pada materi balok. Adapun tes yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk soal uraian yang terdiri dari 2 soal.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang
menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian (Riyanto,
2010:96). Observasi digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran
menggunakan model SAVI dalam penelitian ini untuk mengetahui
aktivitas siswa selama proses pembelajaran pengamatan dilakukan
oleh salah satu guru matematika SMP Negeri 22 singkawang dan
dua mahasiswa STKIP Singkawang.
2. Instrumen pengumpulan data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah
dan hasilnya baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
(Sugiyono, 2010:102). Instrumen penelitian pada penelitian ini adalah
sebagai berikut.

a. Tes kemampuan penalaran matematis


Tes merupakan alat ukur yang banyak digunakan dalam
dunia pendidikan. Tes yang dilakukan berupa soal uraian sub
pokok bahasan balok sebagai alat untuk mengukur kemampuan
penalaran matematis siswa terhadap materi yang dipelajari.
Menurut (Hamzah, 2014:141) tes uraian adalah tes yang
jawabannya diberikan dalam bentuk menuliskan pendapat
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Tes kemampuan penalaran
diberikan melalui pretest dan postest kepada siswa pada materi
balok. Adapun pada soal yang diberikan mengandung indikator
kemampuan penalaran matematis yaitu: (a) Kemampuan
menyajikan pernyataan matematika melalui lisan, gambar, dan

37
sketsa; (b) Kemampuan mengajukan dugaan; (c) Kemampuan
melakukan manipulasi matematika; (d) Kemampuan menarik
kesimpulan dan menyusun bukti.
Langkah-langkah penyusunan soal tes kemampuan
penalaran matematis yaitu sebagai berikut.
a) Membuat kisi-kisi soal
Menurut Jihad dan Haris (2008: 72) kisi-kisi soal adalah
format atau matrik yang membuat tentang spesifikasi soal-soal
yang akan dibuat. Dengan kisi-kisi akan dikembangkan soal-
soal yang sesuai dengan tujuan tes serta memudahkan bagi
perakit dalam menyusun tes. Adapun indikator penalaran
matematis yang diambil dalam penelitian ini yaitu: (a)
Kemampuan menyajikan pernyataan matematika melalui lisan,
gambar, dan sketsa diterapkan; (b) Kemampuan mengajukan
dugaan; (c) Kemampuan melakukan manipulasi matematika; (d)
Kemampuan menarik kesimpulan dan menyusun bukti
b) Penulisan butir soal
Penulisan disetiap butir soal tes kemampuan penalaran
matematis dibentuk dalam soal cerita yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari agar memudahkan siswa untuk
memahami materi balok dan meningkatkan kemampuan
penalaran matematis.
c) Penyusunan butir soal
d) Membuat kunci jawaban dan penskoran
Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes
tersebut harus dinilai validitas, realibilitas, tingkat kesukaran
dan daya pembeda. Pengukuran validitas, realibilitas, tingkat
kesukaran dan daya pembeda tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Validitas instrumen
Validitas adalah derajat yang menunjukkan sejauh
mana ketepatan dan kehematan suatu alat ukur tes atau nontes

38
dalam melakukan fungsi ukurannya benar-benar mengukur
apa yang hendak diukur (Jihad, 2012:89). Pada penelitian ini
validitas yang digunakan adalah validitas isi dan konstruk.
Menurut Siregar (2013:76) validitas isi berkaitan dengan
kemampuan suatu instrument mengukur isi (konsep) yang
harus diukur.
Pada penelitian ini yang divalidasi adalah validasi
rencana pelaksanaan pembelajaran 1 dan 2, validasi soal
pretest dan posttest dan lembar pengamatan aktivitas belajar
siswa. Pada penelitian yang dilakukan ini diperlukan satu
orang guru bidang studi matematika dan rekan mahasiswa
pendidikan matematika STKIP sebagai validator. Adapun
kriteria validitas isi disajikan pada Tabel O.1 sebagai berikut.
Tabel O.1
Kriteria Validitas Isi

Interval Kriteria
4,3≤ 𝑥̅ ≤5,0 Sangat valid
3,5≤ 𝑥̅ ≤4,2 Valid
2,7≤ 𝑥̅ ≤3,4 Cukup valid
1,9≤ 𝑥̅ ≤2,6 Kurang Valid
1,0≤ 𝑥̅ ≤1,8 Sangat kurang Valid
(Arikunto, 2012:89)

Setelah instrumen dilakukan valid, maka langkah


selanjutnya proses pengujian yang dilakukan dengan validitas
konstruk. Untuk menghitung validitas konstruk dilakukan
dengan menggunakan rumus Product Moment sebagai
berikut.
𝑁(ΣXY) − (ΣX)(ΣY)
𝑟𝑥𝑦 =
√N(ΣX 2 ) − (ΣX)2 )(N(ΣY 2 ) − (ΣY)2
Keterangan :

39
𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara instrument X dan instrument Y
N = Banyaknya subjek yang dikenai tes (instrument)
X = Skor untuk butir ke-i (dari subjek yang diujicoba)
Y = Skor total (dari subjek yang diujicoba)
Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai 𝑟𝑥𝑦 =tersebut
dibagi kedalam kategori-kategori sebagai berikut :

Tabel O.2
Interpretasi Koefisien Validitas

Nilai Kriteria
𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,00 Tidak Valid
0,00 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,20 Validitas sangat rendah
0,20 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,40 Validitas rendah (kurang)
0,40 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,60 Validitas sedang (cukup)
0,60 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,80 Validitas tinggi (baik)
0,80 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)
(Sukasno, 2006)
Menurut Nurgana (dalam Jakni, 2016:165) pada
kriteria 0,20< 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,40 soal bias diperbaiki atau diganti,
maka pada penelitian ini validitas dari butir soal yang akan
digunakan berada pada kriteria sedang, tinggi dan sangat
tinggi (0,60 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,00).
b. Reliabilitas
Suatu alat evaluasi dikatakan reliable jika hasil
evaluasi tersebut tetap jika digunakan untuk subjek yang
sama, meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu
yang berbeda dan tempat yang berbeda pula. Istilah relative
tetap maksudnya adalah tidak tepat sama, tetapi mengalami
perubahan yang tidak berarti (tidak signifikan) dan dapat
diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini dapat disebab kan

40
oleh adanya unsure pengalaman dari peserta ataupun kondisi
lainnya (Sukasno, 2006:58). Untuk uji reliabilitas peneliti
menggunakan rumus teknik belah dua formula flanagen
sebagai berikut :
𝑠21 +𝑠22
𝑟11 = 2(1 − )
𝑠𝑡2

Rumus varians :
Σ𝑋 2 (ΣX2 )
𝑠2 = –
𝑁 𝑁2

Keterangan :
𝑠12 = Varians data belahan pertama
𝑠22 = varians data belahan kedua
𝑠𝑡2 = varians data skor total
X = skor data belahan
Koefisien reliabilitas dinyatakan dengan 𝑟11. yang lebih rinci
mengenai 𝑟11

Tersebut dibagi kedala kategori-kategori sebagai berikut:

Tabel O.3
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Nilai Kriteria
𝑟11 ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah
0,20 < 𝑟11 ≤ 0,40 Reliabilitas sangat rendah
0,40 < 𝑟11 ≤ 0,60 Reliabilitas sedang
0,60 < 𝑟11 ≤ 0,80 Reliabilitas tinggi
0,80 < 𝑟11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
(Sukasno, 2006)

Soal dikatakan baik jika kriteria reliabilitas tinggi dan


sangat tinggi, karena menurut Siregar (2013:57) menyatakan

41
bahwa kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliable
bila koefisien reliabilitas 𝑟11 > 0,60.
c. Tingkat Kesukaran
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan
bilangan yang disebut Indeks Kesukaran (Sukasno, 2006: 78).
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak
terlalu mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal
bentuk uraian digunakan rumus berikut ini :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑜𝑎𝑙
Mean = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑘𝑢𝑡𝑖 𝑡𝑒𝑠
𝑀𝑒𝑎𝑛
Tingkat kesukaran = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛

Adapun klasifikasi tingkat kesukaran soal pada tabel 3.6


sebagai berikut
Tabel O.4
Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

Nilai Kriteria
0,00< IK ≤ 0,30 Soal tergolong sukar
0,31 < IK ≤ 0,70 Soal tergolong sedang
0,71 < IK ≤ 1,00 Soal tergolong mudah
(Sukasno, 2006)

Menurut Lestari dan Yudhanegara (2015:224) indeks


kesukaran butir soal dikatakan baik apabila dalam soal
tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Maka
dalam penelitian ini indeks kesukaran dari butir soal yang
akan digunakan berada pada kriteria sedang dan sukar.
d. Daya pembeda butir soal
Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan sesuatu butir soal tersebut untuk
membedakan antara siswa yang kemampuan tinggi dan siswa
yang berkemampuan rendah (Sukasno, 2006: 75). Untuk

42
mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan
menggunakan rumus berikut ini.

𝑀𝑒𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑠 – 𝑀𝑒𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ


DP = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑜𝑎𝑙

Adapun klasifikasi daya pembeda soal pada tabel Q.4 sebagai


berikut.

Tabel O.5
Kriteria Koefisien Daya Pembeda

Nilai Kriteria
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,20 < IK ≤ 0,40 Cukup
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
(Sukasno, 2006)

Pada kriteria 0,00 < DP ≤ 0,20 soal bias diperbaiki


atau diganti (Yanto, 2014:60). Soal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah soal yang memenuhi kriteria daya
pembeda cukup, baik dan sangat baik.

e. Lembar Pengamatan Aktivitas


Lembar pengamatan aktivitas siswa digunakan untuk
melihat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam
menilai aktivitas siswa maka peneliti berkolaborasi dengan
satu guru dan dua rekan mahasiswa sebagai pengamat. Guru
serta dua rekan mahasiswa tersebut mengamati aktivitas
siswa dari awal kegiatan pembelajaran sampai guru menutup
pembelajaran. Dalam pembelajaran secara keseluruhan siswa
dikatakn aktif apabila persentase siswa aktif lebih besar dari
persentase siswa pasif.

43
P. Teknik Analisis Data
Setelah data penelitian terkumpul dari hasil pengumpulan data
melalui tes dan lembar observasi kemudian diolah sesuai langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Untuk menjawab sub rumusan masalah 1 yaitu apakah kemampuan
penalaran matematis siswa mencapai ketuntasan (KKM=70) secara
individual maupun klasikal dengan metode SAVI, maka akan
dilakukan pengujian untuk menentukan ketuntasan belajar individual
dan klasikal.
a. Menguji normalitas menggunakan Chi Kuadrat pada data posttest
sebagai berikut.
Ho= data berdistribusi normal
Ha= data tidak berdistribusi normal
Pengujian hipotesis:
(𝑂𝑖 −𝐸𝑖 )2
𝑋2 = ∑ (Subana, 2000: 124)
𝐸𝑖

Keterangan:
𝑋 2 = Chi Kuadrat
𝑂𝑖 = hasil penelitian
𝐸𝑖 = hasil penelitian yang diharapkan
Adapun kriteria pengujian taraf signifikan 5% atau 0,05 adalah
sebagai berikut.
1) Jika 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya data berdistribusi normal
2) Jika 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya data tidak berdistribusi normal
b. Ketuntasan individual
Untuk menentukan ketentusan individual maka akan
digunakan rumus uji-t satu sampel. Sebelum digunakan uji
hipotesis dengan uji-t satu sampel, data harus berdistribusi normal

44
dan homogen. Hipotesis untuk menentukan ketuntasan belajar
individual yaitu:
Ho = 𝜋 <70 (rata-rata siswa belum mencapai KKM)
Ha = 𝜋 ≥70 (rata-rata siswa mencapai KKM)
Apabila data berdistribusi normal dan homogen, maka
pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu melalui uji-t
satu sampel dengan taraf signifikan 5% atau 0,05 dengan rumus
berikut.
𝑥̅ − 𝜇0
𝑡 = 𝑠
√𝑛

Keterangan:
𝑥̅ = rata-rata
𝜇0 = KKM
s = simpangan baku
n = banyak sampel
Kriteria:
Ho ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan dk = (n-1) dan taraf
signifikan 5% atau 0,05.
c. Ketuntasan klasikal
Untuk menentukan ketuntasan klasikal maka akan
menggunkan rumus uji proporsi. Sebelum digunakan uji hipotesis
dengan uji proporsi, data harus berdistribusi normal dan homogeny.
Hipotesis untuk menentukan ketuntasan klasikal yaitu:
Ho = 𝜋 ≤75% (proporsi siswa mencapai nilai KKM ≥70 belum
mencapai 75%)
Ha = 𝜋 ≥75% (proporsi siswa mencapai nilai KKM ≥70 belum
mencapai 75%)
Apabila data yang diperoleh normal dan homogen, maka
pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu melalui
proporsi dengan taraf 5% dengan rumus berikut.

45
𝑥
− 𝜇0
𝑛
𝑍=
𝜇0 (1−𝜇0 )

𝑛

Keterangan:
x = banyaknya peserta didik yang harus tuntas secara individual
𝜇0 = nilai yang dihipotesiskan
n = banyak sampel
Kriteria uji proporsi:
Ho ditolak dan Ha diterima jika 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2. Untuk menjawab sub masalah 2 yaitu mengetahui perbedaan
kemampuan penalaran matematis siswa antara kelas yang
menggunakan model SAVI dan kelas yang menggunakan
pembelajaran langsung menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut.
a. Langkah pertama menghitung rata-rata (𝑥̅ ) dan standar deviasi
(SD)
a) Untuk menghitung rata-rata hasil pretest dan posttest dengan
rumus
∑𝑛𝑛=𝑖 𝑥𝑖
𝑥̅ =
𝑛
b) Menentukan standar deviasi (SD)

∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑆𝐷 = √
𝑛

Keterangan:
SD = standar deviasi
𝑥̅ = nilai rata-rata
𝑥𝑖 = titik tengah
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑛 = jumlah sampel
c) Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi
Rumus banyak kelas (K) = 1 + 3,3 log n

46
𝑅
Rumus panjang kelas (P) = 𝐾

Keterangan:
P = Panjang kelas
R = Rentangan
K = Banyak kelas
b. Langkah kedua menguji normalitas data dengan menggunakan
rumus Chi Kuadrat, yaitu:

2
(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 )2
𝑥 =∑
𝐸𝑖
Keretangan:
𝑥 2 = Chi Kuadrat
𝑂𝑖 = Hasil penelitian
𝐸𝑖 = Hasil penelitian yang diharapkan
Dengan kriteria pengujian dengan taraf signifikan 5% sebagai
berikut.
a) Nilai 𝑥 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka kedua kelompok sampel
berdistribusi normal.
b) Nilai 𝑥 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑥 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka kedua kelompok sampel tidak
berdistribusi normal.
Sugiyono, 2015:126)
c. Langkah kegita uji homogenitas
Hipotesis yang diajukan yaitu:
Ho : 𝜎1 ≠ 𝜎2
Ha : 𝜎1 = 𝜎2
Keterangan:
Ho : 𝜎1 ≠ 𝜎2 yaitu varian tidak homogen
Ha : 𝜎1 = 𝜎2 yaitu varian homogeny

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

47
Kriteria pengujian:
Jika harga 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka kedua kelompok mempunyai
varian yang sama (homogen)
(Sugiyono, 2015: 140)
d. Langkah keempat jika data normal dan varian homogeny, maka
dapat dilanjutkan dengan perhitungan uji-t independent. Data yang
digunakan untuk menghitung uji-t adalah hasil posttest siswa.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
1) Hipotesis
Ho = Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis
siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Ha = Tidak terdapat perbedaan kemampuan penalaran
matematis siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
2) Mencari nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
(𝑛1 −𝑛2 )𝑠1 2 +(𝑛1 −𝑛2 )𝑠2 2 1 1
√ (𝑛 + 𝑛 )
𝑛1 −𝑛2 −2 1 2

Keterangan:
𝑛1 = jumlah siswa kelas elsperimen
𝑛2 = jumlah siswa kelas control
𝑠1 2 = varian kelas eksperimen
𝑠2 2 = varian baku kelas eksperimen
𝑥̅1 = rata-rata skor kelas eksperimen
𝑥̅2 = rata-rata skor kelas control
3) Mencari nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 lalu membandingka nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 .
4) Kriteria pengajuan hipotesis:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , Ho diterima dan Ha ditolak berarti terdapat
perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang signifikan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

48
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , Ho ditolak dan Ha diterima tidak terdapat
perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang signifikan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
(Sugiyono, 2015: 13)
g. Namun jika salah satu data tidak berdistribusi normal maka
langkah selanjutnya adalah menggunakan statistic non parametric,
dalam hal ini menggunakan Uji U Mann-Whitney. Langkah-
langkah Uji U Mann-Whitneysebagai berikut.
a) Menentukan besar sampel yaitun1 dan n2
b) Membuat daftar rank
c) Menghitung harga U dari masing-masing sampel dengan rumus
sebagai berikut.
- Sampel pertama dengan 𝑛1 pengamatan
𝑛1 (𝑛1 + 1)
𝑈1 = 𝑛1 𝑛2 + − 𝑅1
2
- Sampel kedua dengan 𝑛2 pengamatan
𝑛2 (𝑛2 + 1)
𝑈2 = 𝑛1 𝑛2 + − 𝑅2
2
Keterangan:
𝑈1 = jumlah peringkat I
𝑈2 = jumlah peringkat II
𝑛1 = jumlah sampel I
𝑛2 = jumlah sampel II
𝑅1 = jumlah rangking pada sampel𝑛1
𝑅2 = jumlah rangking pada sampel 𝑛2
- Pilih nilai U terkecil dari nilai 𝑈1 dan 𝑈2 sebagai nilai U
d) Menentukan 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan rumus sebagai berikut.
𝑛1 𝑛2
𝑈− 2
𝑍=
√𝑛1 𝑛2 (𝑛1 + 𝑛2 + 1)
3. Untuk menjawab sub masalah ketiga, bagaimana aktivitas belajar
siswa ketika diterapkan pembelajaran dengan menggunakan model

49
SAVI pada materi balok meningkat menggunakan langkah-langkah
sebagai beriku.
a. Menghitung persentase setiap indicator aktivitas pembelajaran yang
dilakukan dengan rumus
𝑥𝑖
𝑃 = × 100%
𝑁
Keterangan:
P = persentase frekuensi siswa untuk setiap kegiatan
𝑥𝑖 = jumlah siswa dalam kategori I yang sedanf dicari
persentasenya
N = jumlah frekuensi atau banyaknya individu
b. Menghitung persentase total setiap tahap dari indicator-indikator
yang ada, dengan rumus sebagai berikut.

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛


𝑥𝑡 =
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖

c. Menghitung rata-raa persentase dari tiga pengamat, dengan rumus:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛


𝑥𝑡 =
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖
d. Menentukan kriteria hasil persentase total setiap kategori aktivitas
pembelajaran pada Tabel P.2 sebagai berikut.

Tabel P.2
Kriteria Aktivitas Siswa

Jumlah Persentase Kategori


80% < 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ≤ 100% Sangat Baik
60% < 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ≤ 80% Baik
40% < 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ≤ 60% Cukup Baik

50
20% < 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ≤ 40% Kurang Baik
𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ≤ 20% Sangat Tidak Baik

Aktivitas siswa dalam penelitian ini baik, jika jumlah persentase >
60% atau kriteria aktivitas siswa berada pada kategori baik dan
sangat baik.

51
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Ali. 2014. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT.


Rajagrafindo Persada.
Jihad dan Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo.
Kasmadi, dkk. 2013. Panduan Modern Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Jurnal Universitas Terbuka.
Maolani, R.A dan Ucu C. 2015. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Meire, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif
dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung:
Mizan Media Utama.
Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif
dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan.
Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.
Riyanto, Yatim. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.
Sa’adah, WN. 2010. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 3 Banguntapan Dalam Pembelajaran
Matematika Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Siregar, Syofian.. 2014. Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sadiq. 2012. Pengaruh Kemampuan Penalaran Matematika Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Cirebon: Universitas
Tarbiah Cirebon.
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Sofiyah. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Langsung (Direct
Intruction) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi. Jakarta:

52
Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukasno. 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Lubuk Linggau.
STIKP PGRI.
Sumarmo. 2006. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika
Dengan Kemampuan Penalaran Logic Siwa dan Beberapa Unsur
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Universitas IKIP Bandung.
Sumiati dan Asra. 2011. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana
Prima.
Peduk. 2013. Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Berkarakter Cerdas
Dengan Pendekatan Sains Teknologi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006.
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar. Jakarta: BNSP.
Wahdah. 2012. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Menggunakan Media
Kartu Bilangan Pada Pembelajaran Matematika. Pontianak:
Universitas Tanjungpura.
Wulandari. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Melalui Pendekatan Problem Posing Di Kelas VIII A SMP Negeri 2
Yogyakarta. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.

53

Anda mungkin juga menyukai