Anda di halaman 1dari 7

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH

Teknologi Pengolahan Sampah Organik (Kotoran Hewan)


Secara Anaerobik Digestion

ANITA PRATIWI 03211850010001

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN


Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2019
1. Pendahuluan
Produksi sampah di suatu daerah cenderung meningkat dengan pertumbuhan ekonominya
(Santos dkk,2018). Dilihat dari komposisi sampah, maka sebagian besar sampah kota di
Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah organik.
Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa mencapai 70 % (volume) dari total
sampah, dan sekitar 28 % adalah sampah non-hayati yang menjadi obyek aktivitas pemulung
yang cukup potensial. Tingginya persentasi sampah organik, menjadi permasalahan , yang
menarik adalah sampah organik yang terdiri dari sampah makanan, kotoran hewan, sampah
pertanian, ada banyak sekali energi terbarukan yang masih belum dimanfaatkan (Zhang et al.,
2016).
Telah banyak penelitian yang mengatakan bahwa Anaerobik Digestion (AD) adalah salah
satu teknologi pengolahan sampah yang menkonversi sampah organik menjadi energi terbarukan
(Mao et al., 2015). AD adalah proses biokimia yang menggunakan bahan organik dengan bantuan
mikroorganisme tanpa adanya oksigen dan akan menghasilkan produksi biogas yang kaya akan
gas metana (Lim et al., 2018). Campuran gas metana ini memiliki nilai kalor tinggi 17-25 MJ /
m3, yang dapat dibakar untuk melepaskan energi panas atau dikonversi menjadi listrik
menggunakan mesin pembakaran. Kurang dari 25% dari daya yang dihasilkan dapat digunakan
untuk menjalankan Anaerobik Digestion dan sisanya dapat dijual ke jaringan lokal . Efisiensi
produksi gas metan yang tinggi dan dapat terkonversi menjadi energy panas memungkinkan
proses ini layak secara komersial untuk lebih dikembangkan dan diuji.
2. Tujuan
Biogas berasal bahan biogenik dan merupakan jenis biodiesel, serta merupakan gas yang
berasal dari bakteri hasil fermentasi bahan organik dalam kondisi anaerob (tanpa adanya
oksigen). Bahan yang dapat dijadikan biogas yakni sampah organik misalnya sampah makanan,
kotoran hewan, sampah pertanian dan sampah perkotaan lainnya. Anaerobic Digestion adalah
teknologi sederhana yang banyak digunakan untuk memproses sampah organik yang dapat
terbiodegradasi untuk dijadikan sebagai produksi biogas. Biogas yang diproduksi oleh teknologi
Anaerobic Digestion dapat secara ekonomis diproduksi baik itu pabrik skala kecil maupun besar
selain itu dapat disesuaikan untuk memasok kebutuhan gas pedesaan dan perkotaan serta
memenuhi permintaan energi dalam skala regional dan nasional.
3. Proses Biokimia Anaerobik Digestion
Anaerobik Digestion adalah proses biokima yang kompleks terjadi dalam empat tahap dalam
pembentukan biogas yakni hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis (Raja, 2017
 Hydrolisis
Pada tahap ini biomassa yang biasanya terdiri dari karbohidrat, serta molekul rantai
panjang yang lebih kompleks, dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana dan lebih
pendek seperti monosakarida, peptide, asam amino dan asam lemak. Tahap ini
merupakan tahap awal yang penting dalam fermentasi anaerob.
 Acidogenesis
Acidogenesis adalah langkah selanjutnya dari Anaerobik Digestion di mana
mikroorganisme asidogenik kembali memecah biomassa dan produk organik setelah
hidrolisis. Asam utama yang dihasilkan adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat
dan lainnya.
 Acetogenesis
Secara umum, acetogenesis adalah pembuatan asetat, turunan dari asam asetat, dari
karbon dan sumber energi oleh asetogen. Mikroorganisme ini mengkatalisasi banyak
produk yang dibuat dalam asidogenesis menjadi asam asetat, CO2 dan H2.
 Methanogenesis
Bakteri penghasil metana juga dikenal sebagai Methanogen yang dihasilkan dari tahap
sebelumnya. Metanogenesis merupakan tahap akhir dari Anaerobik Digestion di mana
metanogen menghasilkan metan dari produk akhir asetogenesis serta dari beberapa
produk antara proses hidrolisis dan asidogenesis.
4. Parameter Peningkatan Produksi Biogas
a) Suhu
Suhu memiliki efek besar pada proses produksi biogas. Ada berbagai rentang suhu di
mana fermentasi anaerob dapat terjadi :
a. Psikofilik (<30oC), b. Mesofilik (30 - 40o C), c. Termofilik (50 - 60o C)
Namun, anaerob paling aktif dalam kisaran suhu mesofilik dan termofilik.
b) pH
PH rendah menghambat pertumbuhan bakteri metanogenik dan pembentukan gas. pH
rendah dapat dihilangkan dengan pengenceran atau dengan penambahan kapur. Bakteri
metanogenik sangat sensitif terhadap pH dan tidak berkembang di bawah pH 6,5.
c) Carbon-Nitrogen ratio
Rasio Karbon / Nitrogen (C / N) yang ideal untuk proses anaerob adalah 20:1 dan 30: 1.
d) Organic loading rate (OLR)
OLR adalah jumlah bahan baku yang dioperasikan per unit volume kapasitas
digestion per hari. Sebagian besar AD kota beroperasi pada OLR 1,2-12,0 kg padatan
volatil/m3/hari (Guo dkk., 2014; Li dkk., 2015a) atau 2,2-33,7 kg-COD / m3 / d (Qiao
et.al., 2013).
e) Hydraulic retention time (HRT)
HRT, biasanya dinyatakan dalam jam atau hari, adalah waktu yang diperlukan
untuk degradasi bahan organik (Mao et al., 2015). Secara umum, HRT 15-30 hari
diperlukan untuk operasi AD (Mao et al., 2015). HRT yang terlalu tinggi menghasilkan
penggunaan bahan baku yang tidak mencukupi sementara HRT yang terlalu rendah
menyebabkan penghambatan bakteri dan bahkan kegagalan proses (Kigozo,et.all,.2014).
5. Pre-treatment pada Substrat
Langkah ini merupakan semua proses yang dialami bahan baku sebelum digunakan dalam
Anaerob Digestion. Proses ini dimulai dari yang fisik seperti penyortiran dan pengurangan ukuran
partikel hingga proses kimia seperti pengolahan alkali dan penambahan
logam(Kigozo,et.all,.2014).
1. Seeding
Metode ini bertujuan untuk memperkenalkan inokulum ke dalam sistem. Dalam
Prosesnya melibatkan bakteri pembentuk asam dan metanogenik.
2. Ukuran partikel
Ukuran partikel substrat secara langsung mempengaruhi proses karena memiliki indikasi
langsung pada area permukaan yang tersedia untuk menghidrolisis enzim terutama dengan
serat tanaman.
3. Pengolahan alkali
Pengobatan bahan baku biodigestion dengan larutan alkali bertujuan untuk meningkatkan
produksi biogas dan mengurangi produksi selulosa terutama ketika menggunakan bahan
tanaman.
4. Thermal/thermochemical pre-treatment
Pra-heating substrat sebelum proses AD bertujuan meningkatkan produksi metana serta
pengurangan zat padat yang mudah menguap.
6. Penambahan logam tertentu pada bahan pakan untuk meningkatkan produksi biogas.
6. Keuntungan dan kerugian Anaerobik Digestion
 Keuntungan
1. Teknologi lebih murah dan sederhana , dibandingkan lainnya, dan ideal untuk skala kecil
2. Merupakan Energi terbarukan yang memproduksi metana sebagai bahan bakar.
3. Kontrol Polusi yaitu membatasi pelepasan metana.
4. Tidak memerlukan lahan yang luas dan biaya operasi rendah
5. Pengolahan gabungan , limbah hewan, manusia, dan organik yang diolah dalam digestion
yang sama secara bersamaan
 Kekurangan
1. Pada skala industri besar tidak terlalu menarik secara ekonomi
2. Substrat harus mengandung jumlah tinggi bahan organik untuk produksi biogas
3. Penghapusan patogen yang tidak lengkap, mungkin memerlukan perawatan lebih lanjut
4. Produksi gas terbatas di bawah 15 ° C (Raja,2017)
7. Hasil Penelitian tentang Produksi Biogas dari Kotoran Hewan
Pengolahan kotoran hewan menjadi biogas bukanlah hal yang baru untuk diketahui, berbagai
penelitian telah membuktikan bahwa pengolahan kotoran hewan dengan proses biogas
merupakan salah satu alternatif yang sangat menguntungkan, seperti salah satu penelitian yang
membahas tentang produksi biogas di daerah Teleorman, Rumania yang dilakukan oleh Laura
(2016) dengan menggunakan kotoran hewan. Pengolahan ini dilakukan dalam skala kecil yakni
dengan kapasitas 60 liter selama periode 20 hari. Untuk menilai kesesuaian dan profitabilitas
bahan baku kotoran hewan untuk produksi biogas, parameter berikut dipantau: pH, TSS, protein
larut, gula pereduksi, kelembaban dan abu. Kelembaban kotoran babi adalah 84,46% dan untuk
kotoran sapi 77,76%. Dalam penelitian kotoran hewan yang digunakan yakni kotoran hewan
babi dan sapi yang telah dikumpulkan terlebih dahulu. Proses pembentukan biogas ini dilakukan
dengan Anaerob Digestion, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa produksi biogas
dapat diperoleh melalui Anaerob Digestion. Menurut beberapa penelitian tentang biogas dengan
menggunakan kotoran hewan secara umum sama untuk metode yang dilakukan selama proses
pembentukan biogas termasuk penelitian ini.
Dalam proses Anaerob Digestion tentunya diharapkan dapat bekerja semaksimal mungkin,
oleh karena itu berbagai upaya dilakukan yakni memenuhi syarat yang sesuai untuk
menghasilkan hasil yang optimal. Penelitian ini dilakukan dengan Waktu retensi dalam digestion
adalah 20 hari dan operasi suhu disimpan dalam keadaan mesofilik 35 ± 1,5 ºC, suhu yang paling
efektif untuk AD dalam keadaan suhu mesofilik dan termofilik serta suhu optimal yakni 35 ºC,
seperti yang telah dilakukan pada penelitian ini. Stabilitas proses pencernaan anaerob sangat
dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang digunakan dalam bioreaktor karena terdapat
berbagai jenis bahan baku yang dapat digunakan dalam proses Anaerob . Faktor terpenting yang
mempengaruhi komposisi biogas adalah karakteristik substrat, karena perbedaan karakteristik
substrat akan mempengaruhi biogas yang dihasilkan. Sampel dari substrat yang diuji
dikumpulkan dan dianalisis untuk pH, total padatan terlarut (TSS), abu, kandungan protein larut
dan kadar gula. Parameter tersebut merupakan beberapa parameter yang digunakan sebagai
parameter yang harus diperhatikan dalam memilih substrat untuk Anaerobik Digestion, selain itu
parameter-parameter tersebut juga merupakan faktor yang mempengaruhi produksi biogas. Hal
ini banyak disebutkan dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Anaerobik Digestion.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dalam proses AD terdapat beberapa tahap dan pH yang
digunakan harus sesuai. Dalam penelitian ini PH optimal untuk metanogenesis adalah sekitar 7,0,
sementara itu antara 5,5 dan 6,5 untuk hidrolisis dan asidogenesis, seperti yang dilaporkan dalam
berbagai penelitian . Nilai pH adalah faktor penting yang mempengaruhi efisiensi produksi
metana dan telah dibuktikan bahwa rentang pH optimal untuk hasil biogas maksimal dalam AD
adalah 6.5-7.5. Nilai pH awal untuk substrat yang diuji di atas 6,0. Setelah 5 hari, nilai pH sedikit
meningkat dan kemudian distabilkan dan mencapai nilai di atas 7,0 untuk kedua media yang
diuji. Berdasarkan data ini, dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini untuk nilai pH telah
sesuai yakni dengan pH optimal berdasarkan beberapa penelitian terdahulu. Tingkat maksimum
biogas yang diperoleh setelah 20 hari proses anaerobik kotoran babi adalah sekitar 2,5 m3 ·
batch -1 dibandingkan dengan yang berasal dari substrat kotoran sapi sekitar 2 m 3 · batch -
1 . Berdasarkan hasil dari gambar produksi biogas untuk kotoran sapi dan kotoran babi terjadi
perbedaan, hal ini dikarenakan bahan dari substrat yang diuji memiliki perbedaan karakteristik.
Selain itu dalam produksi biogas pada penelitian ini dikatakan terjadi keterlambatan di awal
proses, kemungkinan besar hal ini salah satu faktor biogas yang dihasilkan pun tidak sesuai.
Keterlambatan atau penundaan proses biogas yg terjadi di awal produksi itu dikarenakan pada
penelitian ini tidak adanya inokulum pada digestion .
Dalam beberapa penelitian dikatakan sebelum melakukan proses biogas terdapat tahap atau
lagkah yang seharusnya dilakukan biasa juga disebut substrat pre-traetment. Langkah ini telah
dijelaskan sebelumnya merupakan semua proses yang dialami bahan baku sebelum digunakan
dalam Anaerob Digestion. Proses ini dimulai dari yang fisik seperti penyortiran dan pengurangan
ukuran partikel hingga proses kimia seperti pengolahan alkali dan penambahan logam. Pre-
treatment bahan baku dapat menghasilkan tingkat produksi biogas yang lebih tinggi. Oleh karena
itu pada penelitian ini terjadi penundaan atau keterlambatan serta jumlah produksi biogas tidak
sesuai dikarenakan tidak dilakukannya langkah atau tahap ini pada bahan baku. Dalam penelitian
ini tidak dilakukan metode seeding pada tahap substrat pre-traetment yang memiliki tujuan
memperkenalkan inokulum ke dalam sistem atau dengan kata lain melakukan penambahan
mikroorganisme pada proses produksi dengan tujuan mempercepat proses produksi dan
menghindari adanya keterlambatan atau penundaan sehingga membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk melakukan proses. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya disarankan untuk
dilakukannya semua tahap atau langkah sebelum melakukan proses produksi biogas pada batch
AD, dimulai dari mengetahui karakteristik bahan baku, penyesuaian parameter-parameter yang
bertujuan dalam peningkatan biogas, melakukan tahap substrat pre-traetment,dan tahap lainnya,
sehingga proses dan produksi biogas dapat lebih efektif dan sesuai tanpa adanya hambatan
khususnya pada saat proses berlangsung.
Daftar Pustaka
Iftikhar A Raja, Shabir Wazir, 2017, Biogas Production: The Fundamental Processes,
Institute of Information Technology, Pakistan
Ivan FS Santos,dkk, 2018, Biogas Production From Solid Waste Landfill Federal University of
Itajubá(UNIFEI-MG),Itajubá,Brazil
Laura Toma, Gheorghe Voicu, Mariana Ferdes, Mirela Dinca, 2016, Animal Manure As
Substrate For Biogas Production, University Politehnica of Bucharest, Romania
Le Zhang, Kai-Chee Loh, Jingxin Zhang, 2018, Enhanced biogas production from anaerobic
digestion of solid organic wastes: Current status and prospects.
Lim, J.W., Ge, T., Tong, Y.W., 2018. Monitoring of microbial communities in anaerobic
digestion sludge for biogas optimisation. Waste Manag. 71, 334-341
Mao, C., Feng, Y., Wang, X., Ren, G., 2015. Review on research achievements of biogas
from anaerobic digestion. Renew. Sust. Energ. Rev. 45, 540-555.
N. J. Themelis and P. A. Ulloa, Methane generation in landfills, Renewable Energy, 32, 2007,
1243-1257.
R. Kigozi, A. Aboyade and E. Muzenda, 2014, Biogas Production Using the Organic Fraction of
Municipal Solid Waste as Feedstock, South Africa
V. K. Vijay, R. Chandra, P. M. V. Subbarao and S. S. Kapdi, "Biogas Purification and Bottling
into CNG Cylinders: Producing Bio-CNG from Biomass for Rural Automotive
Applications," The 2nd Joint Intern tion onference on “ ust in ble Energy and Environment
EE 006 ”, 2006.
W. Choorit and P. Wisarnwan, "Effect of temperature on the anaerobic digestion of palm oil mill
effluent," Electronic Journal of Biotechnology, pp. 376-385, 2007.

Anda mungkin juga menyukai