Anda di halaman 1dari 25

TUGAS K3L

“Penerapan K3L pada Industri Susu”

Kelompok III
Disusun oleh :
Rinji Effendy
03031381823089
Jefrey Husadha
03031381823095
Leon Yan Tanu
03031381823101

Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sriwijaya
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME. Karena berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Penerapan K3L pada Industri Susu”
ini. Makalah ini dibuat dan disusun sebagai bagian dari tugas untuk mata kuliah Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Lingkungan.
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari kata
sempurna, karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Terlepas
dari kekurangan yang ada, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 14 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR
......................................................................................................................................................
i
DAFTAR
ISI
......................................................................................................................................................
ii
BAB I.
PENDAHULUAN
......................................................................................................................................................
1
A. Latar
Belakang
.................................................................................................................................................
1
B. Tujuan
.................................................................................................................................................
3
BAB II.
ISI
......................................................................................................................................................
4
A. Definisi K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja)
.................................................................................................................................................
4
1. Keselamatan
Kerja
..........................................................................................................................................
4

iii
2. Kesehatan
Kerja
..........................................................................................................................................
4
3. Kecelakaan
Kerja
..........................................................................................................................................
5
B. Penerapan K3 di pabrik susu
bubuk
.................................................................................................................................................
6
1. Faktor Bahaya dan Potensi
Bahaya
..........................................................................................................................................
6
2. Pelayanan
kesehatan
..........................................................................................................................................
10
3. Pemeriksaan
Kesehatan
..........................................................................................................................................
11
4. Gizi
Kerja
..........................................................................................................................................
12
5. Penerapan
Ergonomi
..........................................................................................................................................
12

iv
6. Sanitasi
..........................................................................................................................................
12
7. Sistem Keselamatan
Kerja
..........................................................................................................................................
15
8. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
..........................................................................................................................................
16
9. P2K3
..........................................................................................................................................
16
10. Emergency
planning
..........................................................................................................................................
16
C. Contoh Kasus Kecelakaan yang Pernah Terjadi Pada Industri
Susu
.................................................................................................................................................
17
BAB III.
PENUTUP
......................................................................................................................................................
18
Kesimpulan
.................................................................................................................................................
18
Saran
.................................................................................................................................................
18
DAFTAR
PUSTAKA
v
......................................................................................................................................................
19

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan
keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang
dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari.
Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan
pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah. Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi perindustrian di
Indonesia juga berkembang dengan pesat. Sehingga dalam hal ini banyak
membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas baik dari segi jasmani maupun
rohani. Selain itu peran manajemen di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
semakin diperlukan. Hal ini disebabkan oleh semakin berkembangnya pengetahuan
serta kesadaran para pelaku industri bahwa di setiap tempat kerja terdapat banyak
faktor maupun potensi bahaya yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak
dikelola dengan maksimal.
Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan
bahan dan peralatan yang semakin komplek dan rumit. Namun demikian hal tersebut
sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya manusianya. Keterbatasan manusia
yang sering menjadi faktor penentu terjadinya musibah, seperti kebakaran,
kecelakaan, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja. Kondisi
tersebut ternyata telah banyak menimbulkan kerugian jiwa dan material. Untuk
mencegah dan mengendalikan kerugian yang lebih besar maka diperlukan langkah
dan tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari tahap perencanaan.
Peningkatan kemajuan perindustrian dan kemandirian perekonomian
memerlukan perubahan-perubahan yang umumnya menimbulkan beberapa
permasalahan. Apabila permasalahan itu tidak ditanggulangi secara cermat dapat
membawa berbagai akibat buruk bahkan fatal. Oleh karena itu, semua kemajuan ini

1
memerlukan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih tinggi. Keselamatan
kerja bersasaran untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian akibat kecelakaan
kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Kecelakaan selain menjadi sebab dan hambatan-hambatan langsung juga merupakan
kerugian-kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja,
terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja
dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja baik langsung ataupun
tidak langsung, sehingga bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan
kehilangan yang sangat besar.
Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap keselamatan kerja diatur melalui
peraturan perundang-undangan guna meningkatkan kesadaran bagi pihak
perusahaan dan karyawan, peraturan tersebut diantaranya adalah UU No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja yang diantaranya mencakup syarat-syarat
keselamatan kerja yang bertujuan untuk:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas nasional.
2. Melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja atas hak keselamatannya.
3. Sumber produksi yang dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu pilar penting ekonomi
makro, karena K3 tidak bisa dipisahkan dari proses produksi barang dan jasa. Hanya
perusahaan yang aman dan sehat yang bisa meningkatkan efisiensi dan daya saing,
tenaga kerja mampu mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang
timbul akibat proses produksi. Sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat,
nyaman, aman dan produktif.
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dipisahkan dari proses produksi
barang dan jasa, karena K3 merupakan salah satu pilar penting ekonomi makro.
Selain itu sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk melaksanakan secara berkala
pelaksanaan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) guna
mencapai keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan bagi tenaga kerja dan
masyarakat sekitar.
Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja,
diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat

2
kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.
Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada
faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Ketentuan mengenai K3 berlaku untuk seluruh dunia kerja, baik yang bekerja di
perusahan konstruksi, perusahaan minyak, perusahaan kayu, maupun perusahaan
minuman. Makalah ini akan membahas penerapkan K3 di perusahaan makanan
khususnya pada pabrik susu bubuk.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan bagaimana
penerapan K3 pada industry susu.

3
BAB II
ISI

A. Definisi K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)


1. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta tata cara melakukan pekerjaan.
Tujuan keselamatan kerja adalah :
a) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
b) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
c) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sasaran keselamatan kerja adalah semua tempat kerja baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara yang menyangkut proses
produksi dan distribusi baik barang maupun jasa.
Asas pokok keselamatan kerja dicetuskan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dengan ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk mengatur
dan memelihara ruangan, alat perkakas di mana ia menyuruh pekerja melakukan
pekerjaan, demikian pula mengenai petunjuk-petunjuk, sehingga pekerja
terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan, dan harta bendanya
mengingat sifat pekerjaan yang selayaknya diperlukan. Sanksi terhadap tidak
dipenuhinya kewajiban tesebut, ialah pengusaha wajib mengganti kerugian yang
menimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali pengusaha dapat
membuktikan bahwa tidak terpenuhinya kewajiban tersebut disebabkan oleh
keadaan yang memaksa atau kerugian yang dimaksud sebagian besar disebabkan
karena kesalahan pekerja sendiri.
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah perlindungan bagi pekerja terhadap
pemerasan/eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha. Larangan memperkerjakan
anak dibawah umur, pembatasan melakukan pekerjaan bagi orang muda dan
wanita, pengaturan mengenai waktu kerja, waktu isirahat, cuti haid, bersalin dan

4
keguguran kandungan bagi wanita, dimaksudkan untuk menjaga kesehatan,
keselamatan dan serta moral kerja dari pekerja sesuai dengan harkat dan
martabatnya serta layak bagi kemanusiaan.
3. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan
kerja pada suatu perusahaan, hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan
dapat dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu pelaksanaan pekerjaan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak
terduga karena kejadian tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan apalagi
perencanaan, tidak diharapkan karena kejadian tersebut disertai kerugian
material ataupun penderitaan dari yang teringan sampai yang terberat.
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang
dapat mendatangkan kecelakaan kerja. Bahaya tersebut disebut bahaya
potensial jika bahaya tersebut belum mendatangkan kecelakaan, jika kecelakaan
telah terjadi maka bahaya tersebut adalah bahaya nyata.
Definisi tentang K3 adalah yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety
and Health Committee, yaitu :
"Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the
highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation; the
prevention among workers of departures from health caused by their working
conditions; the protection of workers in their employment from risk resulting
from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an
occupational environmentadapted to his physiological and psychological
equipment and to summarize theadaptation of work to man and each man to his
job".
Bila dicermati definisi K3 di atas maka definisi tersebut dapat dipilah-pilah
dalam beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa K3 adalah :
1. Promosi dan memelihara deraja tertinggi semua pekerja baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
2. Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan mereka.

5
3. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari
faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan.
4. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan
tugasnya.
Dari pengertian di atas dapat diambil suatu tujuan dari K3 yaitu untuk
menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat yang tinggi
dan terbebas dari faktor-faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan.

B. Penerapan K3 di pabrik susu bubuk


1. Faktor Bahaya dan Potensi Bahaya
Faktor Bahaya
a) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat
mengganggu kondisi fungsi pendengaran. NAB intensitas kebisingan adalah
kurang dari 85 dBA, dimana bekerja selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu,
hal ini telah diatur dalam Permenaker No. 51/MEN/1999, maka perlu
adanya pengendalian dalam rangka melindungi tenaga kerja dari faktor
kebisingan.
Kebisingan internal yang tinggi di Pabrik susu bubuk biasanya terjadi
di ruang drier TFD 500, ruang evaporator dan kompresor, oleh karena itu
dibuat ruangan khusus untuk mesin-mesin dan mesin-mesin tersebut diberi
adsorben untuk menyerap kebisingan. Selain itu para pekerja diharuskan
menggunakan ear plug dan untuk kebisingan yang tinggi pekerja
menggunakan ear muff.
b) Penerangan
Untuk penerangan disesuaikan dengan PMP No. 07 tahun 1964 tentang
syarat kesehatan, kebersihan, penerangan dalam tempat kerja yang
tercantum dalam pasal 12,13 yaitu:
1) Penambahan penerangan buatan apabila penerangan alami tidak
mencukupi atau tidak dapat dipergunakan.

6
2) Adanya alat penerangan darurat yang sumber tenaganya terpisah dari
instalasi umum.
c) Iklim Kerja
Nilai ambang batas iklim kerja, indeks suhu basah dan bola (ISBB) yang
diperlukan :
Tabel Nilai Ambang Batas, Iklim Kerja, Indeks Suhu Basah dan Bola.

Untuk melindungi tenaga kerja maka pihak perusahaan dapat


mengadakan pengendalian antara lain pemasangan blower untuk
mengurangi tingginya paparan panas yang diterima tenaga kerja,
memperlengkapi control room dengan AC, diadakan rotasi kerja antar
tenaga kerja, penyediaan air minum utuk mencegah dehidrasi serta
penyediaan APD seperti baju tahan panas bagi tenaga kerja yang bekerja
pada area bertekanan tinggi.
d) Getaran Mekanis
Mesin-mesin menimbulkan getaran mekanis pada lantai atau tempat
berpijak tenaga kerja, bagian mesin yang kontak pada tangan juga dinding
bangunan. Nilai Ambang Batas getaran mekanis pada lantai / tempat
berpijak tenaga kerja berdasarkan ISO 2631 dengan standar :
1) 0.01 – 0.1 m/dt2 : mengganggu kenyamanan kerja
2) 0.1- 1 m/dt2 : mempercepat timbulnya kelelahan kerja
3) 1 – 10 m/dt2 : mengganggu kesehatan tenaga kerja
Untuk mengurangi getaran mekanis ini maka usaha yang telah
dilakukan adalah memberikan bantalan peredam pada bagian bawah mesin.
Selain itu juga diadakan pengaturan shift kerja, terutama di bagian proses
produksi.

7
e) Gas dan Partikel
Gas dan partikel dihasilkan dari proses produksi susu yang
dimungkinkan dapat terhirup oleh pekerja. Meskipun tidak begitu
mengganggu pekerja, namun para pekerja tetap harus memakai masker pada
saat bekerja khususnya untuk kegiatan proses.
Potensi Bahaya
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan
Internasional tahun 1962 adalah sebagai berikut:
a) Terjatuh.
b) Tertimpa benda jatuh.
c) Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.
d) Terjepit oleh benda.
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi
i) Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak
cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi
tersebut.
Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan,
bahwa kecelakaan akaibat kerja jarang sekali disebabkan oleh satu hal,
melainkan oleh beberapa faktor). Klasifikasi kecelakaan akibat kerja yang
masuk dalam jenis potensi bahaya di Pabrik Susu adalah:
a) Terjepit
Dalam proses produksi biasanya yang menimbulkan potensi bahaya
terjepit pada bagian pemindahan barang dari tempat produksi ke gudang
atau ditempat-tempat produksi. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal
tersebut maka setiap tenaga kerja yang bekerja dibagian tersebut diharuskan
menggunakan sarung tangan dan kalau dimungkinkan dipasang poster-
poster tanda bahaya terjepit dan lainnya ditempel ditempat yang strategis.
Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 1 Tahun 1970 pasal 14 ayat 3.
b) Tertabrak

8
Potensi bahaya ini dapat terjadi dibagian gudang dan proses produksi
karena untuk pengangkutan barang menggunakan forklift. Sehingga setiap
tenaga kerja yang berlalu lalang di tempat pengangkutan barang harus
berhati-hati. Sebaiknya di setiap tempat yang sering dilewati oleh forklift di
Pabrik diberi garis sepanjang jalan khusus untuk jalan forklift.
c) Kejatuhan Benda
Untuk kejatuhan benda dapat terjadi pada gudang yang merupakan
tempat penyimpanan barang hasil produksi karena di tempat peletakan
barang disusun ke atas sebanyak tiga rak. Kejatuhan benda bisa terjadi pada
saat menaikkan ataupun menurunkan barang yang ada. Hal ini kemungkinan
dapat disebabkan karena kelebihan beban atau peletakan beban yang tidak
tepat. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut maka setiap tenaga
kerja yang bekerja dibagian tersebut diharuskan menggunakan safety helm,
hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 1 Tahun 1970 pasal 14 ayat 3.
d) Bahan Berbahaya
Mengenai bahan berbahaya sudah ditangani dengan baik terbukti
dengan penyediaan tempat penyimpanan bahan berbahaya serta bahan
beracun. Sehingga untuk setiap tenaga kerja tidak bisa bebas masuk, yang
bisa masuk ke ruangan tersebut hanya karyawan yang ahli dalam bidang
tersebut dan sudah mendapat surat rekomendasi dari pimpinan.
Untuk masuk ke ruangan tersebut harus menggunakan APD yang
berupa pakaian/wearpaak, sarung tangan, masker dan lain-lain yang dapat
membantu memperkecil terjadinya kontaminasi dengan kulit dan
membahayakan jiwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 1 Tahun 1970
pasal 14 ayat 3.
e) Limbah
Limbah cair berasal dari proses produksi dan pencucian peralatan
maupun pakaian. Limbah tersebut diolah di bagian Unit Pengolahan Limbah
Cair kemudian dibuang. Limbah padat berasal dari kertas tissue, pengemas
bahan baku dan bahan jadi, ranting dan daun-daunan diangkut oleh Dinas
Kebersihan Kota. Limbah gas berasal dari boiler dan diesel yang dilewatkan
ke cerobong asap dan limbah gas yang berasal dari pengolahan limbah yang

9
merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan yang merupakan gas
metan jika jumlah telah cukup akan dibakar secara flare off (dibakar dengan
sendirinya).
2. Pelayanan kesehatan
a) Poliklinik
Suatu klinik perusahaan atau pabrik cendrung akan berbentuk semacam
poliklinik, dimana hal-hal yang bersifat darurat, serta penyakit-penyakit
mendadak yang diderita oleh karyawan perusahaan dapat mendapat
pelayanan dengan cepat.
Tenaga yang dibutuhkan adalah dokter, perawat, tenaga administrasi,
petugas pembersih dan sopir. Dokter perusahaan dapat dating pada waktu-
waktu yang telah ditentukan, sebaiknya setiap hari dan tidak boleh
berkurang dari tiga kali dalam seminggu. Sedang perawat harus selalu ada
di klinik pada saat-saat shif (setiap saat ada orang yang sedang bekerja).
b) Peralatan PPPK
Poliklinik memerlukan semua sarana seperti yang terdapat pada suatu
klinik pabrik sederhana (dalam hal ruang dan perabot). Setiap poliklinik itu
selalu harus mempersiapkan perangkat kegawatan (emergency kit) yang
diperlukan untuk kegawatan mendadak).
Kotak PPPK berisi obat-obatan. Seperti obat sakit kepala, sakit perut,
betadine, pembalut, reumashon dan lain-lain. Mengenai petugas PPPK
harus diaktifkan untuk mengantisipasi jika terdapat tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan ringan. Dan para petugas PPPK harus diberi latihan
mengenai PPPK.
3. Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan para pekerja sering mengungkapkan adanya bahaya
kesehatan di tempat kerja sehingga memerlukan evaluasi dan perawatan
lingkungan lebih lanjut. Pemeriksaan kesehatan telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku yaitu pemeriksaan sebelum kerja, pemeriksaan
berkala, pemeriksaan khusus.
1) Pemeriksaan sebelum kerja

10
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bertujuan untuk mengetahui
kondisi kesehatan calon karyawan. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan : HB5 Ag, Widal, Thorax PA, darah rutin yang dilakukan
oleh dokter perusahaan dan perawat setempat.
Dari hasil pemeriksaan sebelum kerja ini dapat digunakan sebagai
dasar seseorang diterima atau tidak, sekaligus dibagian mana calon
karyawan ditempatkan. Setelah dinyatakan lulus dari pemerikasaan
maka calon karyawan siap untuk melakukan training kerja. Di sini calon
karyawan mendapat penjelasan mengenai faktor-faktor bahaya dan
potensi bahaya yang dapat terjadi sewaktuwaktu. Dan ditunjukkan
tentang APD dan cara penggunaannya.
2) Pemeriksaan berkala
Untuk memantau dan mengetahui kondisi tenaga kerja yang telah
bekerja diadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Jika selama
pemeriksaan ditemukan kelainan maka dapat segera dilakukan tindakan
yang tepat. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter perusahaan setiap enam
bulan sekali. Unsur-unsur yang diperiksa juga sama dengan
pemeriksaan sebelum kerja. Untuk karyawan yang bekerja dengan
resiko tinggi maka dilakukan pemeriksaan lebih sering dengan waktu 2
minggu sekali.
3) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus hanya dilakukan dalam kondisi tertentu bila
ada pemeriksaan berkala terdapat kelainan yang serius maka akan
dilakukan pemeriksaan khusus yang lebih intensif dan dilakukan terapi
secepatnya.

11
4. Gizi Kerja
Gizi kerja adalah pemberian gizi yang diterapkan pada masyarakat pekerja
dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, efisiensi dan produktifitas
kerja yang setinggi-tingginya. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari
pemenuhan gizi kerja adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan
ketahanan tubuh serta menyeimbangkan kebutuhan gizi dan kalori terhadap
tuntutan tugas pekerja.
5. Penerapan Ergonomi
Ergonomi dapat mengurangi beban kerja. Dengan evaluasi psikologi,
fisiologi atau cara-cara tidak langsung, beban kerja dapat diukur dan dianjurkan
modernisasi yang sesuai diantara kapasitas kerja dengan beban kerja dan beban
tanbahan.
Tujuan utamanya adalah untuk menjamin kesehatan kerja, tetapi dengan itu
produktifitas juga ditingkatkan. Dalam evaluasi kapasitas dan isi kerja, perhatian
terutama diberikan pada kegiatan fisik, yaitu intensitas, tempo, jam kerja dan
waktu istirahat, pengaruh kegiatan lingkungan (kelembaban, suhu, udara,
kebisisngan, penerangan, warna, debu dan lain-lain), data biologis (modifikasi
makan dan minum, pemulihan sesudah tidur dan istirahat, perubahan kapasitas
kerja oleh karena usia).
6. Sanitasi
a) Kebersihan Lingkungan Kerja
Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964 tentang syarat-syarat
kesehatan, kebersihan dan penerangan di tempat kerja pasal 3 ditulis bahwa
setiap perusahaan harus memajukan kebersihan antara lain dengan
membuang sampah dan lainnya yang tidak terpakai harus terkumpul pada
suatu tempat yang rapi dan tertutup.
b) Toilet
Dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964 tentang
syaratsyarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja
pasal 6 disebutkan bahwa setiap perusahaan harus menyediakan kakus
untuk tenaga kerjanya dan kakus tersebut harus terpisah antara lelaki dan
perempuan, sehingga tidak memungkinkan terjadi gangguan kesusilaan.

12
Kakus tersebut tidak boleh berhubungan langsung dengan tempat kerja dan
letaknya harus dinyatakan dengan jelas dan harus selalu dibersihkan oleh
pegawai-pegawai tertentu serta mendapat penerangan yang cukup dan
pertukaran udara yang baik.
7. Sistem Keselamatan Kerja
a) Penyediaan APD
Dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja alat pelindung diri
merupakan alternatif yang terakhir. Namun APD ini sangat berperan dalam
meminimumkan kecelakaan akibat kerja maupun penyakit akibat kerja.
Oleh karena itu perusahaan wajib menyediakan APD.
Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua APD yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli K3. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 1
Tahun 1970 pasal 14 ayat 3. Sedangkan dalam Permenaker No. Per
05/Men/1996, lampiran II kriteria 6.1.7 dan 6.1.8 menerangkan bahwa APD
yang disediakan harus digunakan dan dipelihara secara benar serta harus
sesuai dengan standar.
b) Pengaman Mesin
Tujuan dari dilakukannya pengaman mesin ini adalah untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman. Mesin dan alat mekanik terutama
diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan pengaman mesin.
Agar pengaman mesin berfungsi optimal maka harus memenihi syaratsyarat
sebagai berikut:
1) Memberikan perlindungan yang positif.
2) Pagar pengaman hurus mencegah masuknya tenaga kerja atau bagian
tubuh.
3) Pengaman tidak boleh menyebabkan ketidaknyamanan dan gangguan
bagi tenaga kerja selain itu juga pada proses produksi.
4) Pengaman harus bekerja secara otomatis dan sesuai dengan mesin.

13
5) Pengaman harus awet atau tahan terhadap efek pemakaian mesin dan
api serta korosi.
c) Penanggulangan Bahaya Kebakaran
Kebakaran adalah salah satu bentuk dari keadaan darurat dalam
perusahaan. Meski mungkin potensi bahaya kebakaran relatif kecil, namun
yang paling berpotensi terjadinya kecelakaan adalah ruang boiler dan diesel.
Karena menggunakan bahan bakar berupa solar juga minyak pelumas.
Untuk menanggulangi terjadinya bahaya kebakaran di pabrik, dapat
dilakukan upaya sebagai berikut:
1) Sistem Isyarat Bahaya Kebakaran
Sistem isyarat ini berfungsi untuk mengetahui timbulnya api pada
tempat kerja. Sistem isyarat ini berupa detektor kebakaran (fire
detector). Penyebar luasan dilakukan dengan alarm kebakaran atau
sirene.
Alat dan sistem tanda bahaya keadaan kebakaran darurat harus
diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala. Hal ini sesuai dengan
Permenaker No. Per. 05/MEN/1996 menerangakan instalasi alarm
kebakaran automatik.
2) Sistem Pemadaman
Sistem pemadaman adalah salah satu upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran. Sistem pemadam kebakaran adalah
sebagai berikut:
 Penyediaan APAR
Pemasangan APAR disesuaikan dengan potensi bahaya kebakaran.
APAR di pasang di setiap unit departemen dengan ketentuan yaitu
terpasang tetap di tempat dan dapat di gerakan atau di bawa. Dalam
Permenaker no. Per 05/MEN/1980 tentang syarat-syarat
pemasangan dan pemeliharaan APAR menjelaskan bahwa jarak
antar APAR 15 m dan jarak dari lantai 1.5 m.
 Penyediaan Hydrant
Hydran ini berfungsi untuk menanggulangi kebakaran yang besar
karena mampu memancarkan air yang cukup jauh. Hydran ini

14
setiap 6 bulan sekali dicek dan diuji mengenai tekanannya oleh
pihak yang berkompeten.
Banyaknya hidran yang dipasang disesuaikan dengan potensi
terjadinya kebakaran. Kesesuaian, penempatan dan kemudahan
untuk mendapatkan alat keadaan darurat dinilai oleh petugas yang
berkompeten (Permenaker No. Per 05/MEN/1996).
 Penyediaan Sprinkler
Sprinkler merupakan alat yang bekerja secara otomatis
memancarkan air apabila suhu ruangan telah mencapai suhu
tertentu. Sprinkler ini hanya dipasang pada bagian yang
mempunyai resiko kebakaran cukup tinggi seperti ruang diesel dan
ruang boiler. Pemeliharaan dan pengecekan dilakukan secara
berkala yaitu tiap 6 bulan sekali oleh pihak yang berkompeten.
 Regu Pemadam Kebakaran
Regu pemadam kebakaran merupakan tim penyelamat yang utama
saat terjadi kebakaran. Tim pemadam kebakaran ini telah
mengikuti latihan dan training damkar. Tim pemadam kebakaran
juga merupakan anggota Tim Kesiapsiagaan Tanggap darurat
(TKTD). Dalam Permenaker No. 05/MEN/1996, menerangkan
bahwa petugas penanganan keadaan darurat diberikan pelatihan
khusus.
8. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari
sistem manajemen sacara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan sumber daya
yang dibutuhkan sebagai penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
(Permenaker No. Per 05/MEN/1996 pasal 1 ayat 1) Sedangkan dalam pasal
3 ayat 1 Permenaker No. Per 05/MEN/1996 menerangkan bahwa setiap
perusahaan yang menerangkan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan
tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya

15
yang ditimbulkan oleh karakteristik proses (bahan produksi) yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Menejemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
9. P2K3
P2K3 merupakan suatu badan yang dibentuk disuatu perusahaan untuk
membantu pelaksanaan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan
kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja.
Keanggotaan P2K3 terdiri dari ketua yaitu pengurus atau pimpinan puncak
sedang sekertaris adalah ahli K3. (Permenaker No. Per 05/MEN/1996, lampiran
II)
Dalam lampiran II Permenaker No. Per 05/MEN/1996 juga menerangkan
tentang tugas tim P2K3 yaitu:
a) Menitikberatkan kegiatan pada pengembangan, kebijakan dan prosedur
untuk mengendalikan resiko.
b) Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya disebar luaskan di
tempat kerja.
c) Melaporkan kegiatannya secara teratur sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
Sedang dalam Undang-undang No. 01 tahun 1970 pasal 10 ayat 1
menerangkan bahwa Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk P2K3 guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha, pengurus dan tenaga kerja.
10. Emergency planning
Keadaan darurat adalah kondisi dimana ada insiden kecelakaan, kegiatan
atau terlepasnya material diluar kontrol yang menimbulkan dampak merugikan
terhadap manusia, peralatan, instalasi dan lingkungan. Selain itu prosedur untuk
menangani keadaan darurat telah disarikan dan bentuk dokumen berupa SOP
yang disebarluaskan pada tiap unit departemen.

16
C. Contoh Kasus Kecelakaan yang Pernah Terjadi Pada Industri Susu
1. Karyawan Pabrik Susu Tewas Dalam Kecelakaan Kerja
Seorang karyawan di salah satu pabrik pengolahan susu yang terletak di
Kawasan Industri Sentul Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tewas dalam kecelakaan kerja karena tercebur ke tangki susu. Korban
merupakan petugas operator mixing susu di perusahaan tersebut. Berdasarkan
informasi di lapangan korban terjatuh ke dalam tangki berisi susu. Suhu susu di
tangki itu sekitar 45 derajat celcius. Diduga korban terjatuh karena terpeleset
saat naik ke tangki pengolahan susu.
2. Gudang Koperasi Susu di Bogor Ludes Terbakar
Diduga kebakaran berasal dari puntung rokok salah seorang pekerja
yang sedang melakukan bongkar muat. Petugas Pemadam Kebakaran
berupaya memadamkan api dengan menurunkan tiga unit mobil pemadam
kebakaran dari Kota Bogor dibantu empat unit mobil pemadam kebakaran
dari Kabupaten Bogor.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan k3 pada pabrik susu bubuk meliputi beberapa hal penting diantaranya:
mengendalikan potensi dan faktor bahaya, menyediakan pelayanan dan pemeriksaan
kesehatan, memperhatikan gizi kerja para tenaga kerja, penerapan ergonomi, sanitasi
yang baik, system keselamatan kerja, system manajemen k3, P2K3, dan emergency
planning.

B. Saran
1. Perlu adanya pelatihan, penyuluhan dan kampanye K3 demi meningkatkan
kesadaran tenaga kerja tentang K3.
2. Meningkatkan kesadaran tenaga kerja dalam pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD).
3. Diharapkan perusahaan memberikan sanksi kepada setiap tenaga kerja yang
kurang memperhatikan keselamatan diri dalam melakukan pekerjaan misalnya
dalam kedisiplinan dan kesadaran pemakaian alat pelindung diri (APD).
4. Sebaiknya dibentuk petugas khusus yang menangani masalah P3K agar
pengecekan kotak P3K lebih terkontrol.

18
DAFTAR PUSTAKA

Depnaker, 1964. Undang–undang No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan,


kebersihan, penerangan dalam tempat kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja RI.

Depnaker, 1970. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan
kerja. Jakarta. Departemen Tenaga Kerja RI.

Depnaker, 1996. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Sistem Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Departemen Tenaga Kerja RI.

Depnaker, 1999. Kepmenaker No. Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika Ditempat Kerja. Jakarta. Departemen Tenaga Kerja RI.

Rika. 2013. Implementasi K3. [online]


http://rikaprabawati.blogspot.com/2013/08/implementasi-k3_8051.html [diakses
pada 2 November 2014]

Budiono. 2014. Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Perusahaan Minuman.


[online]. http://budiono48.wordpress.com/2014/01/09/penerapan-kesehatan-dan-
keselamatan-kerja-di-perusahaan-minuman/ [diakses pada 2 November 2014]

Anonym. 2014. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. [online].


http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan_dan_keselamatan_kerja. [diakses pada 2
November 2014]

Syawir. 2012. Industri Kimia. [online]. http://syawir-


uimkeperawatan.blogspot.com/2012/01/k3-industri-kimia.html [diakses pada 2
November 2014]

19

Anda mungkin juga menyukai