Anggota Kelompok :
1. Nurhayati (162210101025)
2. Amrina Rosyada F (162210101026)
3. Yani Putri Romayanti (162210101027)
4. Sofyan Dimas N (162210101029)
Fakultas Farmasi
Universitas Jember
2019
LATAR BELAKANG
Sejarah Traditional Chinese Medicines (TCM) atau Obat Tradisional Cina telah ada sejak
lebih dari empat ribu tahun yang lalu pada zaman Kaisar Yan atau Shennong. Menurut ulasan
baru-baru ini, terdapat 11.146 spesies tanaman yang mewakili 2.309 genus dan 383 famili
digunakan dalam TCM. Selain itu, 1.581 spesies hewan dan 80 mineral dan zat mulai dari batu
mulia hingga fosil mineral digunakan dalam mempersiapkan TCM. Organisasi Kesehatan Dunia
melaporkan bahwa penjualan obat-obatan tradisional herbal di China mencapai $ 14 miliar pada
2005 dan mungkin mendekati $ 20 miliar pada 2010. Selain itu, minat terhadap TCM terus
meningkat di AS dan di Eropa. Keberhasilan yang dicapai oleh China dalam mempromosikan
TCM telah mendorong para ilmuwan di seluruh dunia untuk menerapkan metode penelitian
berbasis eksperimen modern untuk mengisolasi senyawa aktif dari TCM. TCM memiliki
beberapa kekurangan diantaranya komposisinya yang multikomponen dan multispesies, selain
itu terkait standarisasi dan kontrol kualitas dan banyaknya peredaran produk botani palsu secara
umum dan TCM pada khususnya. Namun demikian, kesadaran bahwa obat-obatan multi-
komponen dapat memiliki keunggulan dibandingkan obat-obatan satu komponen memiliki dasar
ilmiah. Permintaan konsumen telah menciptakan kebutuhan untuk mengembangkan alat yang
efektif untuk mengidentifikasi dan secara fungsional mengkarakterisasi komponen aktif secara
farmakologis dari campuran kompleks yang berasal dari berbagai spesies tanaman dan hewan
yang biasa digunakan dalam resep TCM. Tiga Tanaman yang sedang dikembangkan diantaranya
adalah Sweet Wormwood (Artemisia annua), sumber artemisinin, yang merupakan obat anti-
malaria senyawa tunggal yang saat ini lebih disukai dan banyak digunakan dalam terapi
kombinasi yang telah disetujui oleh US FDA; Thunder god vine (Tripterygium wilfordii) yang
sedang dikembangkan sebagai obat botani untuk rheumatoid arthritis; dan teh hijau (Camellia
sinensis) yang digunakan sebagai minuman fungsional dan komponen suplemen makanan.
STUDI KASUS II: THUNDER GOD VINE (TRIPTERYGIUM WILFORDII HOOK. F.)
Riwayat Obat dan Botani
T. wilfordii (Celastraceae) merupakan semak belukar yang memiliki sejarah penggunaan
dalam TCM. Akarnya dapat digunakan untuk meringankan stasis dan memberikan kehangatan.
Ilmuwan yang bekerja di Pusat Medis Universitas Texas Barat Daya dan Institut Kesehatan
Nasional AS (NIH) melakukan penelitian antiinflamasi yang dibuat dari ekstrak akar debarked
dari T. wilfordii. Studi yang dilakukan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pemberian oral
ekstrak T. wilfordii aman dan sangat efektif untuk pasien rheumatoid arthritis juga efektif dalam
memperlambat kerusakan sendi radiografi.
Efek Antiinflamasi dan Imunosupresif
Triptolide dan tripdiolide dari ekstrak T. wilfordii merupakan senyawa paling aktif secara
farmakologis yang ada di dalam ekstrak yaitu sebagai anti-inflamasi / imunomodulasi. Dalam
kisaran konsentrasi nmol, triptolide efektif menghambat produksi sitokin seperti interleukin (IL)
1, 2, 6 dan 8, interferongamma (IFN-g), dan tumor necrosis factor-a (TNF-a); enzim
proinflamasi, seperti siklooksigenase-2 (COX-2), inducible nitric oxide synthase (iNOS) dan
metalloproteinases (MMPs); faktor transkripsi, seperti, faktor nuklir (NF) -, AP-1, NFAT dan
OCT-1, dan proliferasi Sel T dan B. Literatur ilmiah China menyatakan bahwa T. wilfordii dapat
memberikan keuntungan untuk rematik radang sendi, lupus erythematosus sistemik dan
psoriasis. Namun beberapa uji klinis yang dilaporkan menggunakan kontrol dan standar kualitas
lain yang diterima di Barat.
Penelitian mengenai ekspresi gen pro-inflamasi pada makrofag dengan lipopolisakarida
menunjukkan bahwa triptolida menyebabkan penghambatan >50% dari 117 gen. Triptolide
menghambat aktivitas transkripsi NF-B pada sel karsinoma tiroid anaplastik manusia melalui
pemblokiran asosiasi subunit p65 dengan protein pengikat CREB (CBP) / p300.
Efek Anti-Kanker
Baru-baru ini beberapa pengujian triptolida telah masuk dalam uji klinis kanker di AS,
pengujian tersebut diusulkan bahwa triptolida dapat menahan pertumbuhan sel melalui induksi
pelepasan Ca2+ oleh mekanisme yang tergantung pada PC2.
Efek Spermatosidal
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa triptolide tidak mempengaruhi level
hormonal dalam karakteristik sitologis dan morfologis testis hewan, namun dapat mengurangi
kandungan dan mobilitas sperma epididimis. Senyawa lain juga terbukti dapat menghambat Ca2
+ tipe-T arus dalam sel spermatogenik tikus yang mungkin juga dapat memberikan efek
spermatosidal tanaman. Efek spermatosidal untuk TCM i menjadi salah satu yang paling umum,
evaluasi yang perlu dilakukan adalah evaluasi toksikologi reproduksinya.
Daun teh hijau ( Camellia sinensis) dibandingkan dengan daun teh yang lain memiliki
kandungan katekin tertinggi setelah fermentasi, karena pemrosesan teh hijau mendukung retensi
fitikimia ini. Bahkan saat ini teh hijau yang merupakan salah satu TCM yang selama berabad
abad digunakan di timur kini mulai meningkat di dunia bagian barat serta dilakukan sejumlah
penelitian untuk meneliti sifat oat yang terkandung didalamnya.
Botani
Teh hijau merupakan tanaman asli asia selatan dan tenggara, tapi dapat dibudidayakan di
seluruh dunia yang beriklim tropis dan subtropis. teh hijau memiliki akar tunggang yang
kuat, memiliki bunga berwarna putih kuning dengan diameter 2,5 - 4 cm, serta memiliki 7
hingga 8 kelopak.
Konstituen fitikimia bioaktif : Epigallocatechin-3-Gallate (EGCG)
Dalam teh hijau mengandung banyak sekali golongan flavonoid polifenolik kelas katekin,
delapan jenis utama katekin termasuk katekin, epicatechin, catechin gallate, epicatechin
gallate (ECG), gallo-catechin, gallocatechin gallate, (-) - epigallocatechin-3-gallate (EGCG),
dan epigallocatechin, dari sekian banyak katekin yang terdapat pada teh hijau, yang paling
aktif menimbulkan efek farmakologis adalah EGCG
Penggunaan obat
Manfaat kesehatan dari katekin teh hijau, khususnya konstituen polifenolik utama dalam
teh hijau, EGCG, secara luas didokumentasikan dalam pengobatan tradisional, dalam studi
epidemiologi, melalui skrining in vitro dan in vivo serta uji klinis. Dedaunan dan ekstrak teh
telah digunakan dalam pengobatan Tiongkok tradisional dan sistem tradisional lainnya untuk
mengobati asma (berfungsi sebagai bronkodilator), angina pektoris, penyakit pembuluh
darah perifer, dan penyakit arteri koroner.
Mode Aksinya
Rentang luas efek biologis teh hijau (antikanker, anti-obesitas, anti-diabetes,
kardioprotektif, dll) menunjukkan mekanisme aksi spektrum luas. Sifat antioksidannya
baik menguatkan keefektifan terhadap banyak penyakit manusia yang melibatkan spesies
oksigen reaktif seperti kanker, neurodegenerasi, dan CVD. Konstituen teh hijau
mempengaruhi target seluler dan molekuler dalam jalur transduksi sinyal, namun, tidak
jelas apakah efek ini merupakan peristiwa hilir dari modulasi keseimbangan pro-oksidan /
antioksidan, atau lebih tepatnya tindakan langsung katekin pada target molekuler.
Mengingat banyaknya kemanjuran teh hijau, sudah banyak sekali uji yang dilakukan. Salah
satu tes yang paling kuat, dapat direproduksi untuk bioefficacy ekstrak teh hijau
menggunakan RT-PCR untuk ekspresi gen anti-inflamasi melalui induksi gen pro-
inflamasi dalam makrofag yang distimulasi.