i. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus
Susanto (2007) menjelaskan bahwa ikan arwana super red Scleropages
formosus dikenalkan pertama kali oleh Muller & Schlegel pada 1945 dengan
nama ilmiah Osteoglossum formosum. Namun, pada 1913 Weber dan De Beaufort
memasukannya ke dalam genus Scleropages. Klasifikasi ikan arwana super red
uufut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum + Chordata
Subfitum —_: Vertebrata
Clas 'isces
Ordo: : Osteoglossiformes
Family : Osteoglossidae
Genug :Seleropages
Species : Scleropages formosus
Ikan arwana juga memiki nama atau julukan lain, seperti ikan naga (dragon fish),
barraffundi, saratoga, pla tapad, Kelesa, siluk, kayangan, peyang, tangkelese,
aruwana atau arowana.
Secara morfologi ikan arwana super red (Lampiran 7) mirip dengan
beberapa ikan arwana lain, Khususnya ikan arwana asia seperti Malaysian
Crossback Arowana, Green atowana, Red Tailed Golden Arowana dan Yellow
Tailed Arowana, Namun ikan arwana super red memiliki wama yang sangat khas
yakni warna merah penuh yang akan tampak pada sirip ikan muda, pada bibir dan
juga sungut. Lalu wama merah selanjutnya sudah akan muncul di berbagai
bagiatl tubuh lainnya, khususnya operkulum (tutup insang) dan pinggiran sisik,
sebirigga ikan dewasa secara keseluruhan yang menunjukkan kesan merah (Wyne,
2008).
‘Yangesa (2007) menjelaskan bahwa bentuk mulut ikan arwana mengarah
ke alas dan mempunyai sepasang sungut pada bibir bawah. Mulutnya lebar dan
rahanignya kokob. Gigi berjumlah 15-17. Panjang ikan arwana dewasa antara 30-
80 cm.Tkan arwana hidup di sungai dengan dasar berbatu, danau, rawa dan
perairan umum yang berarus sedang atau lambat. Ikan arwana super red adalah
spesies endemik hanya ada di Kalimantan Barat, yakni di Kapuas Hulu (Sungai
‘Tawang, Sungai Puyam, Sungai Seriang) serta di Danau Aji, Danau Saih, Danau
Maid dan Danau Siluk. Ikan ini hidup di perairan sedikit asam (pH 4-6). Ikan
‘erwana dewasa dikenal hidup menyendiri dan agresif. Ikan arwana aktif berenang
di permukaan air pada malam hari untuk meneari mangsa, sedangkan pada siang
hari cenderung di dasar perairan (Yangesa, 2007).
Makanan ikan arwana dapat berupa serangga, ikan kecil, golongan udang
(crustacean) dan tanaman air. Secara umum, ikan arwana dapat menjadi indukan
sefelah 2-3 tahun pada betina dan 4-5 tahun pada jantan dengan panjang lebih dari
50 im (Wyne, 2008). Pada fase perkembangbiakan, ikan arwana mempunyai
kebiasaan menjaga anaknya dalam mulut (mouth breeder). Fekunditas ikan ini
berkisar 20-60 butir telur. Pengeraman tetur dan mengasuh anak di dalam mulut
berlangsung 1-2 bulan. Larva ikan arvana mempunyai kuning telur yang akan
diserap sebagai makanan dalam waktu 1 bulan sampai ukuran 6-7 cm (Yangesa,
2007).
2.2 ‘Kuslitas Air bagi Ikan Arwana
Di alam, ikan arwana hidup di perairan sedikit asam (pH 4-6). Ikan arwana
yang dipelihara dalam akuarium dapat hidup di air netral (pH 7) dengan subu air
stabil 29-30°C. Di air yang basa dengan pH 7.5-9 pertumbuhan bakteri akan
meningkat dan bisa menganggu kesehatan ikan arwana. Pada pemeliharaan ikan
arwana dalam akuarium, air cenderung basa karena timbunan sisa makanan yang
mefigandung kalsium (tulang binatang atau kulit udang) di dasar akuarium dan
Karena air yang digunakan berasal dari sumber tanah atau gunung kapur
(Sarwono, 1988).
Perubahan lingkungan perairan yang tidak sesuai dengan habitat asli ikan
arwana dapat menjadi stressor yang dapat berpengaruh bagi keschatan, Selain itu,
perubahan faktor lingkungan dapat mempengaruhi perubahan faktor Iain, seperti
jumiah mikroorganisme yang kemudian dapat menjadi patogen bagi ikan (Irianto,
2005).2.3 Patogenitas
Menurut Salyers dan Whitt (1994) dalam Nur (2004) patogenitas atau
virulensi adalah kemampuan suatu mikroorganisme untuk menycbabkan infeksi.
Faktor virulensi merupakan produk atau strategi suatu bakteri yang berkontribusi
dalam virulensinya. Faktor virulensi dikelompokkan menjadi dua kategori yakni
(1) memacu invasi dan kolonisasi bakteri dan (2) menyebabkan kerusakan
jaringan inang. Beberapa bakteri patogen memproduksi enzim hidrolitik, seperti
bialurodinase dan protease yang mendegradasi komponen matriks seluler
sehingga merusak struktur jaringan inang. Bakteri yang mampu menyebabkan
penyakit pada ikan (patogen) hampir selalu terdapat pada bagian tubuh baik
eksiemal maupun intemal. Sniezko dan Axelrod (1971) dalam Nur (2004)
mesambabkan patogen menghasilkan toksin dan enzim yang dapat merusak
Javifigan tubuh ikan seperti pada insang, hati, usus, ginjal dan daging.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat terlihat pada bagian Iuar
(ckstemal) berupa erosi pada kulit. Selain itu, kerusakan jaringan juga dapat
disebabkan infeksi jamur. Pada ikan yang dipelihara dalam akuarium biasa
diséiang oleh jamur dari genus Saprolegnia dan Achyla, Jamur biasanya hanya
akan menyerang jaringan Ivar tubuh ikan yang rusak sebagai akibat Iuka atau
penyakit lain. Selain karena luka, kehadiran jamur dapat pula disebabkan atau
dipica oleh kondisi air akuarium yang buruk, baik secara fisik maupun
kimia. Ada jamur yang diketahui juga menyerang bagian dalam jaringan tubuh
ikan. Icththyophonus, misalnya diketahui sebagai jamur sistemik yang menyerang
ikan. Jeththyophonus dapat menginfeksi bagian organ tubuh ikan dan
menimbulkan gupalan (nodul) yang mirip seperti terjadi pada kasus TBC ikan.
2.42 Histopatologi
Histologi merupakan ilmu yang mempelajari susunan sel, jaringan atau
organ yang menyusun suatu makhluk hidup. Perubahan pada histologi hewan
sebenamya dapat menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang sedang atau
telah dialami oleh suatu makhluk hidup. Sedangkan Anonim (2000) menjelaskan
bahwa Histologi adalah bidang biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan
secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis.