Skripsi
Disusun oleh
Ikawati
109013000031
Ikawati, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “ Analisis Penggunaan
Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi
Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan penggunaan kosakata
pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi kelas VII
semeser genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini di lakukan di MTs
Negeri Parung pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2013.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen
dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan cara memberikan siswa tugas
untuk membuat karangan sebanyak satu halaman. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis data yakni, karangan dianalisis dengan memperhatikan tiap-tiap
kata. Kata yang menunjukkan adanya kesalahan penggunaan kosakata digaris
bawahi dan dicatat, selanjutnya kata-kata tersebut dikategorikan ke dalam jenis
kesalahan penggunaan kosakata.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian siswa yang dijadikan objek
penelitian melakukan kesalahan penggunaan kosakata dalam menulis
karangannya. Berdasarkan perhitungan dari tabel jumlah kesalahan penggunaan
kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dilihat bahwa karangan dari siswa
Putri Dewi paling banyak terdapat penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu
sebanyak dua puluh enam kali atau 14,15%. Siswa tersebut bersuku Sunda, tetapi
bahasa sehari-hari dan bahasa keduanya adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data
siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar guru hendaknya dalam
proses pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain
itu, seorang guru juga hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat guru
mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat
menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menyenangkan bagi siswa,
dapat memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, serta dapat
melakukan pendekatan kepada siswa agar terlihat keakraban.
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam,
karena dengan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan
Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang
Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Tahun Pelajaran 2012/2013” ini
dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi
Muhamad Saw yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.
1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat
memotivasi penulis.
2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing
mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi
hingga selesai;
3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan sampai selesainya penulisan skripsi ini;
4. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih telah
memberikan bimbingan kepada penulis dari awal sampai dengan akhir
perkuliahan;
5. Hj. Eti Munyati, S.Ag., selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri
Parung yang telah membimbing penulis selama penelitian skripsi
berlangsung;
iii
6. Seluruh siswa MTs Negeri Parung, khususnya kelas VII, terima kasih atas
partisipasinya selama penelitian skripsi berlangsung;
7. Orang tuaku, yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi
selama proses penyelesaian skripsi ;
8. Teman-teman seperjuanganku di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Ety Fitriyah, Ulfiana Permata, Wawah Marwatul Hasanah, dan
Nurfadillah, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian
skripsi ini; dan
9. Temanku mahasiswa seperjuangan PPKT selama di MTs Negeri Parung:
Yayah Fauziah, Ernawati, Yayan Afriani, Selli Mauludani, Aulia Nursyifa,
Hammam Nasrudin, Aa Saprudin, Ajami Solichin, dan Solehudin.
Penulis
Ikawati
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACK ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................. 87
B. Saran ..................................................................................................... 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
vi
DAFTAR TABEL
vii
Tabel 4.12 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
viii
Tabel 4.24 Jumlah Kesalahan Penggunaan Kosakata
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
yang akan dibuat. Kegiatan menulis menuntut siswa untuk dapat melahirkan
segala yang dirasakan, dikehendaki, dan dipikirkan penulis untuk dikemukakan
kepada orang lain. Selain itu, menulis merupakan proses keterampilan yang
bersifat kompleks karena kegiatan ini melibatkan seluruh tatanan bahasa, baik
tatanan fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, paragraf maupun wacana.
Dengan menguasai seluruh tatanan bahasa itu maka diharapkan akan diperoleh
hubungan yang logis antara penguasaan kebahasaan dan kemampuan mengarang.
Dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah,
mengarang merupakan salah satu materi yang diberikan dalam pelajaran menulis,
khususnya tentang menulis karangan. Banyak orang menganggap bahwa menulis
itu mudah dan tidak perlu dipelajari. Namun pada kenyataannya menulis itu tidak
mudah dan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menulis, terutama menulis
karangan.
Di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Bogor sebagian besar
masyarakatnya ber-B1 bahasa Sunda dan ber-B2 bahasa Indonesia. Namun, lain
halnya di daerah Parung. Karena letaknya yang berbatasan dengan Kota Depok,
masyarakatnya pun banyak yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa
sehari-hari. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Betawi secara
bergantian meskipun lawan bicara mereka tidak mengerti atau tidak berlatar
belakang bahasa Betawi. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam
kaitannya dengan kesalahan berbahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia yang
mungkin dilakukan oleh siswa yang berlatarbelakang bahasa Betawi dalam
berkomunikasi sehari-hari.
Penulis berasumsi bahwa siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi
akan banyak melakukan kesalahan berbahasa ketika ia membuat karangan dalam
bahasa Indonesia. Kesalahan itu dapat terjadi pada kategori linguistik seperti
ejaan, kosakata, morfologi, dan sintaksis.
B. Identifikasi Masalah
1. Dwibahasawan menggunakan B-1 dan B-2 secara bergantian dalam
percakapan sehari-hari.
2. Kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan siswa karena faktor
penggunaan dua bahasa secara bergantian.
3. Kesalahan dalam menulis karangan siswa terpengaruh oleh kesalahan
berbicaranya.
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terarah dan tidak melebar, maka penulis
membatasi masalah penelitian yaitu pengklasifikasian tipe kesalahan dilakukan
berdasarkan kategori linguistik. Kategori linguistik yang diamati hanya kategori
kosakata.
Dalam hal ini penulis akan membicarakan masalah kesalahan penggunaan
kosakata hanya pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs
Negeri Parung yang berlatar belakang bahasa Betawi semester genap tahun
pelajaran 2012/2013.
D. Perumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak
terjadi kerancuan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan di
angkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: “Bagaimana kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi yang
dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun
pelajaran 2012/2013 sebagai dwibahasawan?”.
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis adalah manfaat yang berhubungan dengan
pengembangan ilmu. Dengan adanya penelitian ini, manfaat bagi peneliti di
antaranya dapat meningkatkan kualitas ilmu pendidikan bahasa Indonesia
dan mampu mengaplikasikannya. Selain itu, peneliti dapat memahami
berbagai problematika yang terjadi dalam penggunaan kosakata pada
karangan narasi siswa dan dapat menemukan solusi yang berkaitan dengan
kesalahan penggunaan kosakata, serta dapat memberikan rekomendasi atas
hasil temuan yang kiranya dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah.
b. Manfaat Praktis
1) Siswa, diharapkan mendapat pengetahuan tentang kesalahan
menggunakan bahasa (kosakata) akibat pengaruh bahasa Betawi serta
dapat memperbaiki kesalahannya dalam menggunakan bahasa
(kosakata).
2) Guru, mampu membantu mengatasi kesalahan berbahasa siswa yang
ditimbulkan oleh pengaruh bahasa Betawi.
3) Peneliti, dapat menambah wawasan dalam penggunaan bahasa yang
baik dan benar, dan memperoleh gambaran tentang kesalahan berbahasa
yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam
berbahasa Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori
1. Pengertian Menulis
Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima
dari proses menyimak dan membaca. Jadi semakin banyak seseorang menyimak
atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk
diekspresikan secara tertulis.
Menurut Wallace dalam Hindun menulis merupakan sebuah proses kreatif
menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberi
tahu, meyakinkan, menghibur. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa
adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan
pikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media
tulisan. Hasil dari proses kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan
atau karangan.1
Tarigan mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak
secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif.2 Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis
adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan
gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar
mudah dipahami. 3
Definisi di atas mengungkapkan bahwa menulis yang baik adalah menulis
yang bisa dipahami oleh orang lain. Menulis merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidaklah
terlalu berlebihan bila kita mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan
1
Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah
Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), hlm.203
2
Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa Bandung, 2008), hlm. 3
3
Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.4
7
8
suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Keterampilan
menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan
praktik yang banyak dan teratur.
2. Pengertian Karangan
Untuk memulai mengembangkan diri agar dapat mengarang suatu tulisan
apapun, seorang penulis perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian
karangan. Sebelum merumuskan pengertian karangan, perlu diketahui terlebih
dahulu makna kata mengarang. Mengarang berarti „menyusun‟ atau „merangkai‟.
Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis.
Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang
berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai
benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan
timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat,
kemudian jadilah dengan apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang
merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi
penyusun atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai
bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian sebutan
penulis untuk orang yang menulis karangan.4
Mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa,
kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk
memperoleh hasil akhir berupa (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga
dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga).5
Karangan berarti merupakan hasil dari proses mengarang, baik dalam
menyusun ataupun merangkai. Sesuai pembahasan mengarang di sini dapat
diartikan menyusun atau merangkai kata-kata hingga menjadi suatu kalimat,
paragraf, bahkan menjadi sebuah cerita. Wibowo menyebutkan bahwa karang-
mengarang adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam
tulisan, karena disampaikan secara resmi atau teratur, berarti karang-mengarang
4
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.233
5
Ibid, hlm.234
9
memiliki mekanisme yang mau tak mau, mesti kita pahami secara sungguh-
sungguh.6 Karang - mengarang di sini merupakan proses penyampaian ide pikiran
dari pengarang. Proses penyampaian ide tersebut dilakukan dalam bentuk tulisan
secara teratur hingga menjadi sebuah karangan. Karangan itulah yang dapat
mewakili ide pikiran dan perasaan dari pengarang.
Menurut Lado dalam Wibowo, mengarang adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang
dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang
grafik tersebut asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.7 Selain
karangan dapat menerangkan ide pikiran pengarang, karangan juga dapat
menggambarkan suatu hal yang ingin disampaikan pengarang, baik itu berupa
gambar, grafik, dll, sehingga karangan juga dapat mewakili pengarang dalam hal
apapun.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa karangan adalah seluruh rangkaian perbuatan seseorang dalam
mengolah gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan melalui bahasa tulis
kepada pembaca untuk dipahami.
Jenis-jenis Karangan
Bentuk penyampaian pikiran dan perasaan kepada orang lain dengan
melalui dua bentuk komunikasi yaitu secara lisan dan tulisan. Mengarang adalah
pengungkapan pikiran dan perasaan melalui tulisan. Karangan dapat dibedakan
melalui berbagai sudut pandang. Tentang jenis karangan berdasarkan isinya,
karangan dapat digolongkan atas karangan bahasan, karangan lukisan, dan
karangan drama.
Berdasarkan penyajian dan tujuan penyampaiannya karangan dapat
digolongkan atas lima jenis, yaitu:
a) Karangan Deskripsi (lukisan)
6
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa Pengorganisasian Karangan pragmatik dalam
Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003),hlm.56
7
Ibid, hlm.56
10
8
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.244
9
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2006), hlm.4.6
10
Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.60
11
Op cit. hlm.95
11
12
Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.3
13
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa,,
(Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2008), hlm.246
14
Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah, 1986), hlm.174
15
Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.67
16
Op cit, hlm.250
12
pendirian dirinya. Bisa juga untuk membujuk pembaca agar pendapat penulis
dapat diterima.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan
argumentasi adalah karangan yang isinya terdiri dari alasan-alasan untuk
membuktikan dan meyakinkan tentang sesuatu hal agar pembaca berbuat atau
mengambil suatu sikap, sehingga nantinya pembaca sependapat dengan
pengarang.
e) Karangan Persuasi (membujuk)
Menurut Suparno dan Yunus karangan persuasi adalah karangan yang
berisi paparan berdaya -bujuk, berdaya –ajuk, ataupun berdaya himbau yang
dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti
himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis.17 Dengan
kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat
bahasa.
Senada dengan pendapat di atas, Finoza juga mengemukakan bahwa
karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya,
yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomnikasikan yang mungkin berupa
fakta, suatu pendidrian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan
seseorang.18
Karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan
sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam cara-cara untuk mengambil
keputusan. Orang yang menerima persuasi harus yakin bahwa keputusan yang
diambilnya merupakan keputusan yang benar dan bijaksana yang dilakukan
tanpa paksaan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karangan persuasi
bertujuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain serta para pembaca
agar melakukan sesuatu hal yang dikehendaki oleh orang yang melakukan
persuasi.
17
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2006), hlm.5.47
18
Op cit, hlm.253
13
3. Karangan Narasi
1) Pengertian Karangan Narasi
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan
sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu peristiwa yang terjadi.
Pengertian tersebut menegaskan bahwa narasi berusaha untuk menjawab apa yang
terjadi. Narasi merupakan bentuk karya tulis yang umum dijumpai. Menarasikan
berarti menceritakan atau mengisahkan.
Menurut Keraf, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang
terjadi.19 Jadi, narasi berusaha menjawab pertanyaan “apa yang terjadi?”.
Pertanyaan tersebut digambarkan secara lengkap dengan urutan peristiwa
berdasarkan waktu dan tempat. Sedangkan menurut Nurudin narasi adalah
bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak
tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang
berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu.20
Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun, narasi
juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pengamatan, dan
wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun
berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi selalu ada
tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa yang diceritakan.
Dengan kata lain, narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,
mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah
peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung urut dalam suatu kesatuan
waktu.
21
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2006), hlm.4.31
15
22
Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.5
16
b. Narasi Sugestif
Narasi ini berkaitan dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam
suatu kejadian. Seluruh rangkaian peristiwanya berlangsung dalam suatu kesatuan
waktu. Tujuannya bukan utuk memperluas pengetahuan pembaca tetapi usaha
memberi makna atas kejadian yang disampaikan. Maka, narasi sugestif bertujuan
untuk menimbulkan daya khayal atau mampu menyampaikan makna kepada
pembaca melalui daya khayalnya. Pembaca diharapkan mampu menarik suatu
makna baru di luar apa yang diungkapkan secara ekplisist (sesuatu yang tersurat
mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak), sementara itu makna
baru adalah sesuatu yang tersirat. Semua objek dipaparkanm sebagai suatu
rangkaian gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke
waktu. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca,
karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu. Contoh tulisan narasi sugestif adalah
novel dan cerpen.
17
4. Pengertian Kedwibahasaan
Dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat
bahasa, ada masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada
masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih.
Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan
pun turut berkembang. Pengertian kedwibahasaan sebagai salah satu gejala
kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan adalah istilah yang
pengertiannya bersifat nisbi (relatif). Kenisbian tersebut terjadi karena batas
seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbitrer.
Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama
baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh
pembicara asli.23 Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat
Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang.
Hal itu merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan
kita yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika.
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia di
sebut juga kedwibahasaan. Dalam sosiolinguistik, secara umum bilingualisme
diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam
pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.24
Senada dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, Ohoiwutun
mengemukakan bahwa penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau
suatu masyarakat dinamai bilingualisme atau kedwibahasaan.25 Kedwibahasaan
adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau lebih dalam suatu masyarakat
26
bahasa. According to Dornyei bilingualism that defines the term as the ability
23
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Diponegoro,
1984), hlm.26
24
Abdul Chaer, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 84
25
Paul Ohoiwutun, Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan
Kebudayaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1997), hlm.66
26
Abdul Syukur Ibrahim dan Suparno, Sosiolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007),
hlm.3.9
18
Dalam kegiatan berbahasa yang terdiri dari empat kegiatan berbahasa yaitu
menyimak, membaca, menulis, dan berbicara tidak lepas dari kesalahan-
kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan tentu berhubungan dengan masalah-
masalah kebahasaan pula. Di dalam kegiatan berbahasa, khususnya menulis,
kesalahan-kesalahan mengenai penggunaan kosakata, tanda baca, ejaan, dan
pilihan kata banyak dilakukan oleh penulis.
27
Zoltan Dornyei, The Psychology of Second Language Acquisition, (New York: Oxford ,
2009), hlm.15
28
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa,
1988), hlm.142
19
29
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa
Bandung, 1988),hlm. 170
30
Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009), hlm.2.5
31
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, (Flores: Nusa Indah, 1989), hlm.108
20
32
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa
Bandung, 1988),hlm.143
21
33
Pusat Pembinaan dan Pengembangna Bahasa, KBBI, (DP & K: Balai Pustaka, 2008),
hlm.736.
34
Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm.15
35
Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Melton Putra, 1992),
hlm.86
22
samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak tepat yanag
masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah bahasa kata yang
dipilihnya tidak termasuk kata yang baku.
Dalam kaitan inilah, pemilihan kata itu dilakukan dengan cermat, agar
kalimat yang disusun dapat dicerna dan dipahami pembaca atau pendengar. Pada
umumnya bangsa Indonesia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
berbahasa daerah. Oleh karena itu, janganlah heran apabila bahasa daerah sebagai
bahasa pertama besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.
Bahasa daerah itu telah memperkaya bahasa Indonesia, bahkan telah
menyerap ke dalam berbagai unsur kebahasaan, seperti: fonologi, morfologi,
sintaksis, serta kosakata yang tidak sedikit jumlahnya.
Kontak bahasa Indonesia dengan bahasa derah tentu tidak terhindar dari
kesalahan. Tidak semua kosakata bahasa daerah dapat secara langsung digunakan
dalam bahasa Indonesia.
Sering tidak disadari bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan bukanlah
bahasa Indonesia yang murni, melainkan bahasa Indonesia yang sudah
dipengaruhi oleh bahasa daerah. Pengaruh itu bermacam-macam, ada pengaruh
makna kata, pengaruh bentukan kata, dan ada pula pengaruh struktur kalimat.
Kesalahan kosakata termasuk ke dalam kesalahan leksikon, yaitu kesalahan
memakai kata yang tidak atau kurang tepat.36
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kesalahan kosakata dapat dikelompokkan atas: pengaruh kata, pengaruh struktur
kata, pengaruh struktur frase dan pengaruh struktur klausa dan kalimat, serta
kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.
c. Evaluasi Kesalahan Kosakata
Evaluasi pendidikan dan pengajaran dilakukan untuk mengumpulkan
informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal
itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi dilakukan
secara langsung pada objek penelitian melalui karangan narasi siswa.
36
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa
Bandung, 1988),hlm.198
23
2) Angket
Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa
secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan
kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai
dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan
data.
Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran.
Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan
sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan
jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan.
Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.
7. Bahasa Betawi
Pembicaraan mengenai bahasa Betawi, sama halnya seperti pembicaraan
mengenai bahasa Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Indonesia lahir dari
bahasa Melayu. Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia sama halnya dengan
membicarakan bahasa Melayu. Muhadjir mengungkapkan bahwa bahasa
37
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5
24
38
Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2000), hlm.102
39
Ibid , hlm.56
25
2. Ciri Morfologis
Ciri yang menonjol dalam bidang pembentukan kata adalah:
(1) Awalan kata kerja prenasal
26
Frasa kata kerja dengan maen tampaknya juga khas Betawi seperti
terdapat dalam maen pukul, maen ambil, maen tubruk, yang berarti „melakukan
pekerjaan secara sembarangan, semaunya sendiri‟.
Model pembentukan kata itu juga terdapat dengan awalan kejè atau
kerja (pinggiran) seperti terdapat dalam kejè ketawa, „membuat orang tertawa‟
kejè mare „menyebabkan marah.
3. Ciri Sintaksis
Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya
berbagai kata partikel kalimat seperti si(h), kek, dong, deh, dan sebagainya.
a. Lu udè nggak kenal langgar sih
„Kau tidak lagi mengenal musalla‟
b. Tapinyè bilang dulu amè si Miun dong yè
„Tetapi bicarakan dulu dengan si Miun, ya‟
c. Nyai kek perawan sini kek
„(Tidak peduli), apakah Nyai atau gadis dari sini‟
d. Belon pulang kok delmannyè ada di blakang
„Dia belum pulang, mengapa delmannya sudah ada di belakang‟
Adapun perbedaan penelitian Lieza Yanti dengan skripsi ini yaitu terletak
pada masalah yang diteliti. Masalah yang diteliti oleh Lieza yanti adalah
interferensi bahasa Betawi bukan hanya pada kosakata saja, tetapi juga pada
proses morfologis seperti imbuhan dan kata ulang. Sedangkan masalah yang
penulis teliti hanya kesalahan pada penggunaan kosakata.
Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Dialek Cirebon Terhadap Bahasa Indonesia
dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V Semester Ganjil di SD Negeri 1 Babakan
Ciwaringin Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis
dalam karangan narasi siswa terdapat penyimpangan pada pembentukan prefiks
nasal /N/ menjadi /m-, ñ-, n-, ŋ-/, pembentukan prefiks /kǝ-/ dalam bahasa Jawa
Cirebon menyatakan makna ketidaksengajaan berpadanan dengan prefiks /tǝr-/
dan /bǝr/, pembentukan morfem zero dalam hal ini tidak munculnya prefiks /bǝr-/,
/mǝN-/, dan /tǝr-/, konfiks /mǝ-kan/, dan tidak terdapat afiks karena dalam bahasa
Jawa tidak memiliki afiks tersebut, pembentukan sufiks /-akǝn/ dalam bahasa
Indonesia berpadanan dengan sufiks /-kan/ yang menyatakan‟melakukan untuk
orang lain‟ dan memasukan kata bahasa Jawa Cirebon ke dalam Bahasa
Indonesia. Bentuk interferensi sintaksis dalam penggunaan bahasa Indonesia
dalam karangan narasi yaitu pola penggunaan klitika /-ña/, pola pembentukan
frasa, dan pola pembentukan klausa (pengulangan subjek ganda).
Adapun perbedaan penelitian Lili Sholihah dengan skripsi ini yaitu pada
masalah yang diteliti. Lili Sholihah meneliti tentang interferensi morfologi dan
sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon dalam karangan narasi, sedangkan masalah
yang penulis teliti yaitu kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi
siswa yang berlatar belakan bahasa Betawi.
40
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
hlm. 80.
30
31
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.41 Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Dalam penelitian ini, penulis memilih satu kelas yang diambil secara acak
dari sembilan kelas. Kelas VII-1 menjadi kelas terpilih sebagai kelas sampel
dengan jumlah 30 siswa. Peserta dengan jumlah tersebut adalah benar-benar dapat
mewakili seluruh peserta didik. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan
pertimbangan, yaitu bahasa yang digunakan siswa kelas VII-1 dalam percakapan
sehari-hari di sekolah adalah bahasa Betawi.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan
analisis data yang dipergunakan, guna menjawab persoalan yang dihadapi.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian
deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan.
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi
hanya meggambarkan “apa adanya” tentang satu variabel, gejala atau keadaan.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mangenai status suatu gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan.42
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
hlm. 81
42
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktik, (Rineka Cipta:
Jakarta, 2006), hlm.309
32
43
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5
33
Tabel 3.1
Tabel Analisis Kesalahan Kosakata
Nama Siswa (judul karangan)
44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm. 136.
34
menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang berbeda, serta
menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama. Dalam
rangka pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus didasarkan pada
apa yang menjadi tujuan penelitian.45
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) model Miles dan
Hubermen, yang meliputi tiga langkah, antara lain: (1) reduksi data, (2)
display/penyajian data, (3) mengambil kesimpulan kemudian diverifikasi. Berikut
penjelasannya.
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan menajamkan untuk mengorganisasikan
data. Pada tahap ini peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatan-
catatan lapangan, lalu ditafsirkan masing-masing data yang relevan dengan
fokus masalah yang diteliti. Pada tahap ini peneliti mulai
mempertimbangkan apakah data yang dihasilkan dari penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian.
2. Display/penyajian data
Pada langkah ini peneliti menyusun data secara teratur dan
terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan, dianalisis
secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan
analisis dapat dilakukan sebagai berikut: (1) membaca karangan narasi
siswa, (2) mencatat kata-kata yang bukan bahasa Indonesia, (3)
menganalisis kata-kata yang merupakan bahasa Betawi dan menganalisis
siswa yang paling banyak melakukan kesalahan penggunaan kosakata.
45
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.253
35
3. Mengambil kesimpulan/verifikasi
Pada langkah ini peneliti sudah memasuki tahap membuat
simpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan
ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi selama
penelitian berlangsung. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan
dilakukan secara terus menerus mulai dari awal, saat penelitian
berlangsung, sampai akhir.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Sebelum meminta siswa untuk membuat karangan narasi, mereka
terlebih dahulu diingatkan tentang pengertian karangan narasi. Setelah itu siswa
diminta untuk membuat sebuah karangan narasi sebanyak satu halaman yang
masing-masing siswa berbeda-beda jumlah paragrafnya. Ada siswa yang
membuat sebanyak tiga paragraf, ada juga yang membuat dua paragraf, bahkan
ada juga siswa yang membuat satu paragraf dalam satu halaman. Hasil karangan
tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dianalisis untuk mengetahui ada atau
tidaknya kesalahan penggunaan kosakata yang dibuat oleh siswa yang berlatar
belakang bahasa Betawi.
Cara mengetahui siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi adalah
dengan melihat angket, yakni asal suku siswa, suku yang paling dominan di
tempat tinggal siswa, dan bahasa yang digunakan siswa dalam kehidupan sehari-
hari. Jika siswa berasal dari suku Betawi, dan bahasa yang digunakan juga bahasa
Betawi, bahasa sehari-hari dan bahasa pertamanya juga bahasa Betawi, maka
siswa tersebut berlatar belakang bahasa Betawi.
Berdasarkan hasil penelitian, banyak siswa yang belum mengerti dan
paham tentang karangan narasi. Banyak dari siswa yang membuat karangan narasi
seperti halnya menulis buku harian. Selain itu banyak karangan siswa yang tidak
memiliki rangkaian peristiwa seperti halnya konflik di dalam cerita.
Pada bagian deskripsi data ini, penulis akan menguraikan tentang frekuensi
kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi masing-masing siswa pada
tiap-tiap kalimat. Setelah diketahui frekuensi kesalahannya, data-data tersebut
kemuadian dianalisis. Hasil analisis disajikan dalam bentuk wacana deskripsi.
Untuk lebih jelas mengenai data hasil karangan siswa dimaksud, dapat diuraikan
satu persatu di bawah ini:
36
37
Tabel 4.1
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Pengalaman di MTs Negeri Parung” Siswa Bella Safitri
tetapi dia gak ngejawab hanya senyum saja tetapi buatku itu sudah cukup daripada
gak senyum juga gak ngejawab”.
Penggunaan kata „gak‟ dan „ngejawab‟ pada kalimat tersebut tidak tepat.
Kata „gak‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi yang sama artinya dengan
„tidak‟ di dalam bahasa Indonesia. Kata „ngejawab‟ adalah bahasa Betawi yang
masuk ke dalam susunan kalimat bahasa Indonesia. Bentuk kata dasar „ngejawab‟
adalah „jawab‟. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „menjawab‟. Dengan
demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Saya panggil namanya dan tersenyum kepadanya, tetapi dia tidak
menjawab hanya tersenyum. Bagi saya itu sudah cukup dari pada tidak senyum
dan juga tidak menjawab”.
Tabel 4.2
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Dini Hulia
Penggunaan kata „banget‟ pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata
„banget‟ bukan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Kata yang seharusnya
digunakan yaitu „sangat‟. Dengan demikian, kalimat yang benar sebagai berikut.
“Ia membawa anaknya yang masih kecil dan sangat lucu, namanya Amel.
Pukul 20.00 saya tidak bisa tidur dan akhirnya sekitar pukul 22.00 saya baru bisa
tidur”.
Tabel 4.3
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Taman Bunga Nusantara” Siswa Syifa Dwi
“Tidak hanya itu saja, saya dan teman-teman ingin ke Taman Bunga,
tetapi karena Taman Bunganya jauh, saya masuk terlebih dahulu ke rumah
Jepang.”
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-6
Kalimat ke-6 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
sepuluh kali. pada pemilihan kata baku dan struktur kata. Kutipan yang terdapat
pada kalimat ke-6 “Kayanya sih dia sekeluarga terus ngomongnya pake bahasa
Arab lagi kan aku sama temen-temen gak ngerti apa yang mereka lagi omongin.”
Penggunaan kata „kayanya‟, „ sih‟, „terus‟, „ngomongnya‟, „pake‟,
„kan‟, „temen-temen‟, „gak‟, „ngerti‟, dan „omongin‟ pada kalimat tersebut tidak
tepat. Kata „kayanya‟, „terus‟, „ngomongnya‟, „temen-temen‟, gak‟, „ngerti‟ dan
„omongin‟ merupakan kata-kata di dalam bahasa Betawi. Seharusnya kata-kata
tersebut diganti menjadi „sepertinya‟, „lalu‟, bicaranya‟, „teman-teman‟, „tidak‟,
„mengerti‟, dan „bicarakan‟. Kata „sih‟ dan „kan‟ merupakan kata partikel di
dalam bahasa Betawi, sehingga tidak perlu ditulis ke dalam kalimat bahasa
Indonesia. Kata ‟pake‟ juga merupakan bahasa Betawi. Bahasa Betawi tidak
mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Kata-kata yang dalam bahasa
Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è
dan o. Kata „pake‟ dalam bahasa Indonesia yaitu „pakai‟. Dengan demikian,
kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Sepertinya dia sekeluarga. Bicaranya menggunakan bahasa Arab,
saya dan teman-teman tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.”
4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-7
Kalimat ke-7 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-7 “Setelah lama mereka pada
ngobrol-ngobrol, aku sama temen-temen diusir sama mereka dari rumah Jepang
itu.”
Penggunaan kata „ngobrol-ngobrol‟, dan „temen-temen‟ pada kalimat
di atas tidak tepat. Kata „ngobrol‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi dengan
ciri nasal yang mengawali bentuk kata kerja dasar „obrol‟. Kata „temen-temen‟
merupakan kata bahasa Indonesia yang terpengaruh tata ucap dalam bahasa
43
Betawi yang menggunakan è di setiap akhir kata. Kata yang tepat digunakan
pada kalimat tersebut yaitu „mengobrol‟, „dan‟, teman-teman‟. Dengan
demikian, kalimat yang benar adalah sebagai berikut.
“setelah lama mereka mengobrol, saya dan teman-teman diusir oleh
mereka dari rumah Jepang itu.”
5. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8
Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 ” Yaudah setelah itu aku jalan
ke taman bunga disana aku foto-foto dan disana juga aku ketemu orang arab itu.”
Penggunaan kata „ketemu‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang
seharusnya digunakan pada kalimat tersebut „bertemu‟. Dengan demikian,
kalimat yang tepat sebagai berikut.
“Setelah itu saya jalan ke Taman Bunga. Di sana saya berfoto-foto
dan di sana juga saya bertemu dengan orang Arab itu.”
Tabel 4.4
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Nonton Pertandingan Sepak Bola Persikabo Vs Persikad “
Siswa Syah Reza
Tabel 4.5
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Latihan Paskibra” Siswa Nurul Aini
15 Pas itu ada kakak kelas Pas Saat Saat itu ada kakak
yang baru datang, pas Kasih tau Beri tahu kelas yang datang, saat
mereka kita kasih tau Terus Lalu mereka kita beri tahu
kalau teman kita kakinya Deh kalau teman kita
habis dilindas motor, kakinya habis dilindas
mereka berdua langsung motor, mereka berdua
panik terus kita semua langsung panik lalu kita
jadi ikutan panik deh. semua jadi ikut panik.
(kalimat ke-4)
16 Teman saya terusnya Terusnya Kemudian Teman saya kemudian
dibawa pulang sama dibawa pulang oleh
satpam sekolah. (kalimat satpam sekolah.
ke-6)
17 Pas pelatih kita datang Pas Saat Saat pelatih kita
kita diajari formasi untuk Ribet Sulit datang, kita diajari
lomba nanti, formasinya Loh formasi untuk lomba
agak ribet tapi keren loh. Tapi nanti. Formasinya agak
(kalimat ke- 9) sulit tetapi keren.
46
Tabel 4.6
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Pengalaman yang Berbeda” Siswa Hanny Hapita
Tabel 4.7
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Pengalaman Liburan” Siswa Wafha Fauziyah
saya akan pergi berenang ke Jungle, terus saya langsung pulang dan siap-siap
untuk berangkat..”
Penggunaan „terus‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata tersebut
seharusnya menggunakan kata „lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat
dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Saya dipanggil oleh ibu. Saya akan pergi berenang ke Jungle, lalu saya
langsung pulang dan bersiap-siap untuk berangkat.”
Tabel 4.8
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa
Lailatul Qadariyah
Tabel 4.9
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Kenangan
Teman-teman Sewaktu SD” Siswa Citra Jendagia
Tabel 4.10
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa
Nurruba Rahayu (Kenangan di Waktu SD)
Tabel 4.11
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Tentang Teman Sebangku ku yang Baik tetapi Selalu Buat Usil”
Siswa Alfira Faila
Tabel 4.12
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Pengalaman Kenaikan Kelas” Siswa Julian Ramayanti
Kata „kemaren‟ pada kalimat di atas tidak tepat . kata tersebut bukan
merupakan kata baku dalam bahasa Indonesia karena terpengaruh oleh tata ucap
dalam bahasa Betawi yaitu setiap akhir kata diucapkan dengan è. Kata
„kemaren‟ seharusnya ditulis „kemarin‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat
dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Saat jalan-jalan kenaikan kelas tahun kemarin, saya pergi ke Taman
Matahari.”
Tabel 4.13
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Menang Bermain Sepak Bola “ Siswa Peri Irawan
Tabel 4.14
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Jalan-
jalan ke Pantai Acara Perpisahan Kelas” Siswa Mega Citra
Tabel 4.15
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Alvira Damayanti
Penggunaan kata „aja‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang
seharusnya digunakan yaitu „saja‟. Kata „tapi‟ merupakan bahasa Betawi yang
sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata
penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kata „tapi‟ pada kalimat di
atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Dengan demikian, kalimat di atas
dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Untung saja ada warung dan musala, meskipun musalanya dari gubuk.”
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5
Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Sambil nungguin knek supir
membeli bensin aku makan mie bareng sama kakak, dan aku shalat juga di situ”
Penggunaan kata „nungguin‟, ‟bareng‟, dan „sama‟ pada kalimat tersebut
tidak tepat. Kata „nungguin‟ mengunakan akhiran–in yang merupakan akhiran
dalam bahasa Betawi. Bahasa Indonesia tidak mengenal adanya akhiran –in.
Kata „nungguin‟ sejajar dengan kata „menunggu‟ dalam bahasa Indonesia. Kata
„bareng‟ seharusnya diganti menjadi „bersama‟. Dengan demikian, kalimat di
atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Sambil menunggu kernet supir membeli bensin, saya makan mie bersama
dengan kakak dan saya shalat juga di sana.”
4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-11
Kalimat ke-11 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-11 “Karena jalannya lukak-likuk aku
sampai puyeng”
Penggunaan kata „lukak-likuk‟ dan ‟puyeng‟ pada kalimat tersebut tidak
tepat. Kata-kata tersebut seharusnya diganti menjadi „berliku-liku‟ dan „pusing‟.
Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Karena jalannya yang berliku-liku, saya jadi pusing.
62
Tabel 4.16
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Shipa Pauziah
Tabel 4.17
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Nurkamala
“tetapi saat di perjalanan ada yang mabuk. Alhamdulillah saya tidak ikut
mabuk.”
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-9
Kalimat ke-9 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan
kata baku dan struktur kata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-9 “Kita pun
pulang ke rumah masing-masing sampai sekarang aku tidak ketemu teman-teman
lagi karena sudah perpisahan di sekolah.”
Penggunaan kata „ketemu‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata
„ketemu‟, adalah bahasa Betawi yang masuk ke dalam susunan kalimat bahasa
Indonesia. Bentuk kata dasar dari kata tersebut adalah „temu‟. Seharusnya
bahasa Indonesianya adalah „bertemu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat
dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sampai sekarang saya sudah
tidak bertemu lagi dengan teman-teman, karena sudah perpisahan di sekolah.”
Tabel 4.18
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Kerja Kelompok Bersama Teman “ Siswa Nisfi Fadilah
Tabel 4.19
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan
Narasi Siswa Putri Dewi
Tabel 4.20
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
“Maaf untuk Ummi “Siswa Ida Laela
kali. Kesalahan terletak pada kalimat lima, delapan, sepuluh, tiga belas, dan
empat belas.
1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5
Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Ummi: “sini dulu sebentar, beliin
umi gula ke warung 2kg.”
Penggunaan kata „beliin‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „beliin‟
menggunakan akhiran -in. Akhiran –in merupakan akhiran dalam bahasa Betawi
yang di dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan akhiran –i dan –kan.
Kata „beliin‟ adalah kata bahasa Betawi yang dalam bahasa Indonesianya
„belikan‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat
berikut.
“Ummi: “sini dulu sebentar, belikan umi gula ke warung 2 kg.”
2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8
Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tiga
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 “Aku gak dengerin umi, terus
umi marah-marah.”
Penggunaan kata „gak‟, „dengerin‟, dan „terus‟ pada kalimat di atas tidak
tepat. Kata „gak‟ seharusnya diganti menjadi „tidak‟. Kata „dengerin‟ merupakan
kata bahasa Betawi dengan akhiran –in. Akhiran –in merupakan akhiran dalam
bahasa Betawi yang di dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan akhiran –i
dan –kan. Kata „dengerin‟ dalam bahasa Indonesia adalah „mendengarkan‟.
Kata „terus‟ seharusnya diganti dengan „lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas
dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Saya tidak mendengarkan umi, lalu umi marah-marah.”
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-10
Kalimat ke-10 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak empat
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-10 “Aku dinasehatin sama nenek,
kata nenek “neng Fa‟ud gak boleh ngebantah, bantuin umi.”
Penggunaan kata „dinasehatin‟, „gak‟, ngebantah‟, dan „bantuin‟ pada
kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata tersebut adalah kata dalam bahasa Betawi.
73
Tabel 4.21
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Windi Anggraini
Tabel 4.22
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Dinda Humairah
Tabel 4.23
Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
Siswa Amelia Agustin
Penggunaan kata „ga‟ dan „nyangka‟ pada kalimat di atas tidak tepat.
Penggunaan kata yang tepat adalah „tidak‟ dan „menyangka‟ . Dengan demikian,
kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
Penggunaan kata „ga‟ dan „tau‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata
„ga‟ dalam bahasa Indonesianya yaitu „tidak‟. Kata „tau‟ merupakan unsur
bahasa Betawi yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Kata „tau‟ pada kalimat
di atas, seharusnya diganti dengan „tahu‟. Dengan demikian, kalimat di atas
dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Saya juga tidak tahu kenapa hati ini terus berkata begitu.”
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-13
Kalimat ke-13 ditemukan kesalahan penggunaan sebanyak satu kali.
Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-13 “Saat itu saya bingung harus
gimana.”
Penggunaan kata „gimana‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang
seharusnya digunakan yaitu „bagaimana‟. Dengan demikian, kalimat di atas
dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
“Saat itu saya bingung harus bagaimana.”
TABEL 4.24
JUMLAH KESALAHAN PENGGUNAN KOSAKATA
PADA KARANGAN NARASI SISWA
Sih -
Terus Lalu
Ngomongnya Bicaranya
Pake Pakai
Kan -
Temene-temen Teman-teman
Gak Tidak
Ngerti Mengerti
Omongin Bicarakan
Ngobrol-ngobrol Mengobrol
Temen-temen Teman-teman
Ketemu Bertemu
4 Syah Reza Pengen Ingin 7 3,86
Liat Lihat
Cepet-cepet Cepat-cepat
Banget Sangat
Buat Untuk
Liat Lihat
Temen-temen Teman-teman
5 Nurul Aini Pas Saat 11 6,07
Terus Lalu
Pas Saat
Kasih tau Beri tahu
Terus Lalu
Deh -
Terusnya Kemudian
Pas Saat
Ribet Repot
Loh -
Tapi Tetapi
6 Hanny Hapita Bareng Bersama 11 6,07
Ketemu Bertemu
Menegor Menegur
Tapi Tetapi
Dulu Dahulu
Tapi Tetapi
Mah -
Udah Sudah
Pendiem Pendiam
Pinter Pintar
Deh -
7 Wafha Terus Lalu 1 0,55
Fauziah
8 Lailatul Dulu Dahulu 13 7,18
Terus Lalu
81
Bantuin Bantu
Udah Sudah
Ngelahirin Melahirkan
Ngerawat Merawat
Sampe Sampai
Inget Ingat
Ngelawan Melawan
Emang Memang
Terus Lalu
Terus Lalu
Gak Tidak
Tau Tahu
Enggak Tidak
Ngiris Mengiris
Deketin Mendekati
Tapi Tetapi
21 Windi Banget Sangat 12 6,62
Nyari-nyari Mencari-cari
Anggraini
Tapi Tetapi
Pas Saat
pake Pakai
Malah Justru
Trus Lalu
Nungguin Menunggu
Tapi Tetapi
Tau Tahu
Nginep Menginap
Temen Teman
22 Dinda Abis Sehabis 3 1,65
Abis Sehabis
Humairah
Sepedah Sepeda
23 Amelia Ga Tidak 5 2,76
Nyangka Menyangka
Agustin
Ga Tidak
Tau Tahu
Gimana Bagaimana
TABEL 4.25
PERSENTASE JUMLAH KESALAHAN PENGGUNAN
KOSAKATA PADA KARANGAN NARASI SISWA
B. Interpretasi data
Berdasarkan deskripsi data di atas, diperoleh tiga puluh karangan narasi
siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun pelajaran 2012/2013.
Dari tiga puluh karangan tersebut didapatkan dua puluh tiga karangan yang
termasuk dalam karangan narasi dan penggunaan kosakatanya tidak tepat
(kesalahan kosakata). Setelah menyelesaikan analisis pada tabel kesalahan
penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa, penulis membuat rincian
jumlah penggunaan kosakata bahasa Betawi pada karangan narasi siswa yang
85
P=
Keterangan:
P = Persentase
Dari data pada tabel tabel jumlah kesalahan penggunaan kosakata pada
karangan narasi siswa, dapat dikatakan bahwa pemahaman siswa dalam berbahasa
Indonesia masih terbatas, terutama pada penggunaan kosakata. Siswa sulit
membedakan antara bahasa Betawi dan bahasa Indonesia, maka dari itu banyak
sekali penggunaan bahasa Betawi dalam karangan narasi siswa.
87
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesalahan penggunaan kosakata
pada karangan narasi siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun
pelajaran 2012/2013, maka dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:
Dari tiga puluh karangan yang dianalisis, tedapat dua puluh tiga karangan
yang penggunaan kosakatanya tidak tepat (kesalahan kosakata). Karangan yang
diteliti paling banyak menggunakan kosakata berbahasa Betawi yaitu karangan
siswa Putri Dewi terdapat dua puluh enam kali atau 14,15% misalnya, kata
„banget‟, „ngeluh‟, „resep‟, „bosen‟, „ngeliat‟, „kerasa‟, dan „sampe‟. Siswa
tersebut bersuku asli Sunda, tetapi bahasa sehari-hari yang digunakan adalah
bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa yang diperoleh, latar belakang bahasa
siswa tersebut adalah bahasa Betawi.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis ingin mengungkapkan saran-saran
sebagai berikut:
1) Guru bahasa dan sastra Indonesia, hendaknya dalam proses pembelajaran
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2) Sebagai seorang guru hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat
guru mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga
harus dapat menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang
menyenangkan bagi siswa, dapat memotivasi siswa untuk mengikuti
pembelajaran dengan baik, serta dapat melakukan pendekatan kepada siswa
agar terlihat keakraban.
87
88
DAFTAR PUSTAKA