TATA LAKSANANA PELAYANAN Kefarmasian Baru
TATA LAKSANANA PELAYANAN Kefarmasian Baru
1.1 Pemilihan
Dalam proses pelayanan, dengan tujuan efektivitas dan efisiensi,
Instalasi Farmasi tidak menyediakan semua jenis obat atau alkes yang
beredar di Indonesia, tetapi menentukan obat dan alkes tertentu yang
dapat digunakan dalam Rumah Sakit, dalam periode tertentu. Dalam
pelayanan obat, proses tersebut merupakan proses pemilihan obat
dalam penyusunan Formularium Rumah Sakit. Kriteria pemilihan
kebutuhan obat dalam formularium meliputi:
- Perbandingan obat generik : original : mee too = 1 : 1 : 1
- Memiliki rasio manfaat – resiko ( benefit risk ratio ) yang paling
menguntungkan pasien
- Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailibilitas
- Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
- Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
- Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
- Memiliki rasio manfaat – resiko ( benefit risk ratio ) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
- Obat lain yang yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan,
dengan harga yang terjangkau
Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit berdasarkan
dari data pemakaian oleh user, standar ISO, daftar harga alat kesehatan,
serta spesifikasi mutu yang ditetapkan oleh rumah sakit.
Selain kriteria untuk memilih obat untuk masuk formularium, ditentukan pula
kriteria untuk penghapusan obat dari formularium, antara lain sebagai
berikut :
- Obat - obat yang jarang digunakan (slow moving) akan dievaluasi
- Obat - obat yang tidak digunakan (death stock) dalam waktu 3 bulan
maka akan diingatkan pada dokter-dokter terkait yang akan
menggunakan obat tersebut. Apabila pada bulan berikutnya tetap tidak
digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari formularium.
- Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah / BPOM atau
dari pabrikan.
B. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
1. pembelian
2. produksi/pembuatan sediaan farmasi,
3. sumbangan/droping/hibah.
Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga
yang efektif, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu,
proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
1. Pembelian
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif merupakan suatu metode penting
untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada
dua atau lebih pemasok, pelaksana pembelian harus mendasarkan pada kriteria
berikut: mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu
pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang
yang dikembalikan, dan pengemasan.
Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan :
2. Produksi
Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria
perbekalan farmasi yang diproduksi:
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika
h. Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru
Dalam proses produksi sediaan farmasi, Persyaratan teknis Produk yang harus
dipenuhi, antara lain :
1. Ruangan khusus untuk pembuatan
2. Peralatan: peracikan, pengemasan
3. SDM: petugas terlatih
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh instalasi farmasi harus akurat dalam
identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada
pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan farmasi yang diproduksi
atau produksi sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Semua
tenaga teknis harus harus di bawah pengawasan dan terlatih. Kegiatan
pengemasan dan penandaan harus mempunyai kendali yang cukup untuk
mencegah kekeliruan dalam pencampuran produk/kemasan/etiket. Apoteker
disarankan untuk membuat sediaan farmasi dengan potensi dan kemasan yang
dibutuhkan untuk terapi optimal, tetapi tidak tersedia dipasaran. Dalam hal ini,
harus diperhatikan persyaratan stabilitas, kecocokan rasa, kemasan, dan
pemberian etiket dari berbagai produk yang dibuat.
D. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan adalah :
a. Memelihara mutu sediaan farmasi
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga ketersediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan pengaturan tata ruang gudang
dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang bangunan gudang
adalah sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut:
∼ Gudang menggunakan sistem satu lantai, tidak menggunakan sekat-sekat
karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan
posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
∼ Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi, ruang
gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L.
Selain adanya sistem penyimpanan yang baik, dibuat pula system pengawasan
obat, dengan tujuan agar sediaan farmasi terlindung dari kehilangan dan
pencurian, yaitu dengan cara :
1. Memasang CCTV di area penyimpanan dan distribusi obat dan alat kesehatan
2. Membuat peringatan tertulis “Selain Petugas Farmasi yang berkepentingan,
dilarang masuk ke area pelayanan obat”
3. Melakukan proses komputerisasi stok
E. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat
jenis dan jumlah. Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh instalasi
farmasi dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun
metode yang dimaksud antara lain:
1. Resep Perorangan
Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Dalam
sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang
tertulis pada resep.
Keuntungan resep perorangan, yaitu:
Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan
keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung.
Memberikan kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat,
dan pasien.
Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.
Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.
Kelemahan / kerugian sistem resep perorangan, yaitu:
Memerlukan waktu yang lebih lama
Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih rinci sebagai
berikut:
1. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh
IFRS.
3. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.
4. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
5. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non professional
yang lebih efisien.
6. Mengurangi risiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi.
7. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien
menerima dosis unit
8. Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi
bertambah baik.
9. Apoteker dapat datang ke unit perawatan / ruang pasien, untuk
melakukan konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan
masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan
pasien yang lebih baik.
10. Peningkatan dan pengendalian dan pemantauan penggunaan
perbekalan farmasi menyeluruh.
11. Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi.
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah meningkatnya kebutuhan
tenaga farmasi dan meningkatnya biaya operasional.
F. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan /kekosongan obat di
unit-unit pelayanan.
Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok
ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan.
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima.
Dalam proses pemusnahan obat, prosedur yang dipilih adalah demgan cara
ditimbun di dalam tanah. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
penimbunan obat adalah jarak lokasi dengan sumber air tanah, untuk mengurangi
resiko adanya kontaminasi air tanah. Sebelum ditimbun di dalam tanah obat
dikeluarkan dari kemasan primernya agar lebih cepat terurai di dalam tanah.
Sedangkan proses pemusnahan perbekalan kesehatan, prosedur yang dipilih
adalah dengan insenerasi, yakni memasukkan perbekalan kesehatan ke dalam
pembakaran bersuhu tinggi (800°C).
2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan. Tujuan pelaporan adalah :
Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
Tersedianya informasi yang akurat
Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan
I. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan untuk mengamati dan menilai
keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan cara pelayanan kefarmasian yang baik
di suatu pelayanan kefarmasian. Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, dapat diukur dengan indikator kepuasan dan
keselamatan pasien / pelanggan, dimensi waktu (time delivery), Standar Prosedur
Operasional serta keberhasilan pengendalian perbekalan kesehatan dan sediaan
farmasi.
A. Yang berhak menulis resep adalah dokter yang bertugas dan mempunyai
surat izin praktik (SIP), STR, dan Rincian Kewenangan Klinik di RSUD
Cileungsi
B. Yang berhak menulis resep narkotika dan psikotropika adalah dokter yang
memiliki nomer SIP di RSUD Cileungsi
C. Dokter penulis resep harus melakukan penyelarasan obat sebelum menulis
resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang
sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi
duplikasi atau terhentinya suatu terapi obat
D. Dokter penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya
kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi alergi
E. Jenis obat yang diberikan untuk satu diagnosis penyakit paling banyak adalah
6 (enam) jenis obat, untuk pasien yang lebih dari satu diagnosis penyakit
maka jenis obat disesuaikan dengan kebutuhan pasien
F. Terapi obat dituliskan dalam Rekam Medik (RM) hanya ketika obat pertama
kali diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat
lanjutan pada RM dituliskan “terapi lanjutan” dan pada formulir pemberian obat
tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya
G. Resep ditulis secara manual pada blangko lembar resep dengan kop RSUD
Cileungsi
H. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan
yang lazim sehingga tidak disalah artikan
I. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk ke dalam daftar Look Alike
Sound Alike (LASA) yang diterbitkan oleh instalasi farmasi, untuk menghindari
kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehaan lain.
J. Penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus agar sah harus dibubuhi
tanda tangan dokter (bukan paraf)
K. Tanda tangan dan paraf dokter dalam penulisan resep sesuai dengan
spesimen tanda tangan dan paraf
L. Lembar resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi,
meliputi :
a. Identitas penulis resep / nama dokter.
b. Tempat dan tanggal penulisan resep (pada pojok kanan atas resep).
c. Identitas pasien : nama pasien, nomor medical record, umur, alamat,
berat badan jika diperlukan, khususnya untuk pasien anak-anak.
d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan item resep atau item obat.
e. Nama obat (generik atau paten bila diperlukan), satuan dosis/kekuatan,
rute atau bentuk sediaan, jumlah obat, signa obat dituliskan dengan jelas.
f. Penulisan k/p, atau prn harus disertai dengan indikasi
penggunaan atau kapan diperlukannya, misalnya : prn sakit kepala atau
prn mual.
g. Bila ada permintaan obat yang tulisannya mirip dengan obat lain (lihat
daftar obat NORUM), beri tanda garis bawah atau huruf kapital.
h. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep dibagian akhir penulisan resep
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
i. Tanda seru atau paraf dokter untuk resep obat yang mengandung obat
dengan jumlah dosis yang melebihi dosis maksimum.
FARMASI KLINIK
Farmasi Klinik adalah pelayanan farmasi dimana tenaga kefarmasian berinteraksi
langsung dengan pasien yang menggunakan obat untuk tercapainya tujuan terapi
dan terjaminnya keamanan penggunaan obat berdasarkan penerapan ilmu,
teknologi dan fungsi dalam perawatan penderita dengan memperhatikan
preferensi pasien.
Kegiatan :
a) Pencatatan informasi spesifik pasien
b) Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya, daftar
penggunaan obat dan rekam medik, data pemeriksaan laboratorium serta
informasi hasil pemeriksaan fisik
c) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan :
a) Nama pasien, alamat, usia, jenis kelamin, pekerjaan, berat badan, tinggi badan,
keyakinan, tanggapan, harapan dan keluhan
b) Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat, data hasil pemeriksaan
laboratorium, dan data hasil pemeriksaan fisik pasien,
c) Informasi reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
d) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa)
B. Skrining Resep
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan, ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error) dengan melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur
operasional dan melakukan dokumentasi aktivitas. Proses skrining resep
dilaksanakan oleh apoteker yang telah melalui proses uji kompetensi, sebagai
bagian dari kewenangan klinis apoteker.
Tujuan : Untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah
terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.
Kegiatan : Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmaseutik dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
- Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien
- Tanggal resep
Kegiatan:
a) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk
kebutuhan perorangan.
b) Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi
c) Melakukan pemeriksaan terhadap hasitkerla yang telah dilakukan
C. Penyerahan
Penyerahan meliputi kegiatan pengecekan kesesuaian nomor resep, nama
pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai, bentuk sediaan
farmasi yang akan diserahkan kepada pasien atau keluarga dengan nomor resep,
nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai, bentuk
sediaan farmasi yang tertulis di lembar resep atau kondisi gangguan pasien dan
pemberian konsultasi, informasi dan edukasi (KlE) obat kepada pasien.
Kegiatan :
a) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Questions
1. Apakah yang disampaikan dokter tentang obat Anda?;
2. Apakah dokter menjelaskan tentang cara pemakaian obat Anda?;
3. Apakah dokter menjelaskan tentang hasil yang diharapkan setelah Anda
menerima terapi obat tersebut?
c) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat.
e) Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien.
f) Dokumentasi
E. Pemantauan
1. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan
pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko ROTD
Kegiatan :
Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi
obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan Pemantauan Terapi Obat :
a) Pengumpulan data pasien
b) Identifikasi masalah terkait obat
c) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d) Pemantauan
e) Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan :
a) Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan
terpercaya
b) Kerahasiaan informasi
c) Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
F. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan Reaksi Obat Tidak Diharapkan
(ROTD)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap
respons tubuh yang tidak dikehendaki terhadap obat yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi.
ASHP mendefinisikan efek samping (side effect) sebagai reaksi yang dapat
diperkirakan frekuensinya dan suatu efek yang intensitas maupun kejadiannya
terkait dengan besarnya dosis yang digunakan mengakibatkan sedikit atau tidak
ada perubahan terapi pada pasien (misalnya, efek mengantuk atau mulut kering
pada penggunaan antihistamin; efek mual pada penggunaan obat kanker). ASHP
mendefinisikan reaksi obat yang tidak diharapkan (ROTD) (ADR, adverse drug
reactions) sebagai respons yang tidak dapat diperkirakan, yang tidak dikehendaki,
atau respons yang berlebihan akibat penggunaan obat sehingga muncul reaksi
alergi atau reaksi idiosinkrasi.
Tujuan :
a) Menemukan ESO atau ROTD sedini mungkin terutama yang berat
b) Menentukan frekuensi dan insidensi ESO atau ROTD yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan.
c) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian hebatnya ESO atau ROTD
d) Meminimalkan risiko kejadian ESO atau ROTD.
e) Mencegah terulangnya kejadian ESO atau ROTD.
Tujuan :
a) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat.
b) Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu.
c) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat,
d) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat,
G. Ronde (Visite)
Ronde/Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat, memantau kemungkinan munculnya efek samping obat
dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional,
dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien, serta profesional kesehatan
lainnya untuk memastikan bahwa pengobatan berlangsung sesuai dengan
perencanaan terapi dan menjamin keselamatan pasien. Visite juga dapat
dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas permintaan pasien
yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home
Pharmaceutical Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari
rekam medis atau sumber lain.