5(I), 100-118.
33
DAFTAR PUSTAKA
32
BAB III
SIMPULAN
diketahui. Ini tidak dianggap sebagai bentuk gangguan jiwa atau psikopatologi, meski
bisa terjadi dalam konteks gangguan jiwa lainnya. Motivasi untuk malingering
kombinasi dari hal-hal berikut ini: Masalah medikolegal (misalnya seorang pengacara
merujuk pasien, seorang pasien mencari kompensasi karena cedera), Perbedaan yang
ditandai antara gejala yang dikeluhkan dan temuan objektif. Kurangnya kerjasama
selama evaluasi dan dalam mematuhi perlakuan yang ditentukan, Adanya gangguan
Menurut Statt 1981 dan DSM IV (APA, 1994) digolongkan kedalam gangguan
neurologis semu, karena tanpa adanya gangguan medis tertentu penderita mengalami
kelumpuhan pada salah satu fungsi motoric (anggota tubuh) atau fungsi sensoris (alat-
31
30
Gambaran Keluhan, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Orang malingering
biasanya keluhannya berlebihan dan tidak sesuai dengan yang biasanya dikeluhkan
pasien pada umumnya. Mereka juga sering kali menyatakan ketidaksetujuan jika
dianggap keluhannya tersebut tidak sesuai anatomis fisiologis yang dipahami dalam
dunia kedokteran. Jika diberikan obat pun terkadang orang yang malingering
1. Sikap pasien terhadap dokter pemeriksaan seringkali tidak jelas atau mengelak.
3. Isi pikir ditandai dengan sibuk merujuk terus menerus atau "keasyikan" dengan
subjek yang diinstruksikan untuk melakukan dengan sengaja pada tes kognitif seolah-
olah mereka menderita cedera otak akibat gangguan memori, menunjukkan aktivasi
yang lebih besar pada korteks prefrontal superior dan medial saat berpura-pura cedera
dibandingkan dengan kinerja optimal. Pola spasial mengisyaratkan bahwa otak yang
melakukan malingering harus berusaha lebih keras untuk mengingat jawaban yang
benar dan untuk menekannya. Ini tentunya harus dikonfirmasi oleh dokter saraf dan
29
gangguan Factitious. Sehingga hal ini pun dapat menimbulkan kesulitan bagi tenaga
mengungkapkan bukti berkelit karena sulit bagi orang yang berkomplot terkait
malingering untuk menjaga konsistensi dengan klaim palsu atau berlebihan untuk
waktu yang lama. Orang yang sedang berpura-pura biasanya tidak memiliki
pengetahuan tentang bagaimana harus bersikap dalam menjaga kelainan pura-pura itu
Misalnya pada orang yang melakukan kelainan psikotik, dia sering membesar-
besarkan halusinasi dan delusi tapi tidak bisa meniru gangguan proses pemikiran
formal. Mereka biasanya tidak dapat berpura-pura meniru afek tumpul khas pasien
psikotik dan ganguan berpikir konkret. Mereka sering menganggap bahwa amnesia dan
28
2. Observasi pada waktu dan kondisi tertentu
mengkonfirmasi jika ada malingering. Observasi dapat dilakukan setiap saat baik
Pengamatan dapat dilakukan selama 24 jam dalam sehari, karena subyek malingering
biasanya tidak dapat melakukan kebohongan tentang gejala penyakitnya dalam waktu
lama.
Pada malingering yang berkaitan dengan aspek neurologi dibahas bahwa sering
Menurut Statt 1981 dan DSM IV (APA, 1994) digolongkan kedalam gangguan
neurologis semu, karena tanpa adanya gangguan medis tertentu penderita mengalami
kelumpuhan pada salah satu fungsi motoric (anggota tubuh) atau fungsi sensoris (alat-
melihat (buta) padahal tidak ditemukan adanya gangguan medis pada matanya. Atau
secara tiba-tiba penderita mengalami kelumpuhan pada anggota tubuhnya pada hal ia
Factitious atau malingering, kelumpuhan tanpa alasan medis adakalanya disuga bentuk
27
atau fase konfrontasi. Proses selanjutnya adalah dengan memberikan pertanyaan yang
jawabannya ya atau tidak dan pertanyaan ini terus diberikan walaupun ada perlawanan
dari subyek. Keputusan subyek untuk menerima kondisinya dan berusaha untuk
menjadi lebih baik lagi sebagai tahapan selajutnya. Selama wawancara yang menjadi
titik penting adalah menjaga aliansi dengan subyek walaupun mengetahui subyek
sedang berbohong pada saat itu. Pemeriksa perlu mengumpulkan data adanya riwayat
pemakaian zat pada remaja, gangguan psikiatri atau gangguan kepribadian yang
B. Observasi
Subyek yang berbohong biasanya bicara dengan nada yang agak tinggi, kadang
membuat gramatikal yang tidak tepat, dan selama wawancara sering terhenti
perhatian dari subyek sehingga bisa sebagai penentu. Gerakan yang biasa ditampilkan
dapat berupa menggaruk, menggosok bagian tubuh tertentu, ataupun menarik bagian
tubuh dan juga dapat menggunakan alat peraga seperti pena. Gerakan tersebut dalam
26
2.1.10 Penilaian Malingering
A. Mengumpulkan data
biasanya berlangsung lama, detail, dan melelahkan. Sangat sulit bagi subyek yang
(Adetunji, et al., 2005). Subyek juga dapat ditanyakan tentang penyakit yang lain untuk
melihat tanggapan mereka. Lima langkah wawancara yang dapat diterapkan pada
pertanyaan yang bersifat terbuka dan tidak memberikan beberapa petunjuk yang
kedua yaitu mengikuti, hal ini dimaksudkan pemeriksa mengecek subyek untuk
yang disampaikan, dan adanya rincian dan sikap yang berlebihan. Pemeriksa mencatat
pernyataan subyek yang tidak konsisten dan memberikan sebuah pertanyaan yang
kontradiksi namun tidak dengan ancaman, hal ini dilakukan pada tahap menghadapi
25
2.1.9 Menegakkan Diagnosis
subyektif dengan temuan secara obyektif dari gejala, subyek tersebut tidak
kooperatif atau tidak patuh dalam terapi, dan adanya gangguan kepribadian
untuk menambahkan elemen yang aneh atau tidak masuk akal kedalam cerita d.
Kadang tidak mengetahui faktor apa saja yang dapat memperberat atau
24
fisiologis mempengaruhi proses perkembangan emosi. Kognisi juga berperan
tergantung pada emosi yang dialami saat itu (Durand & Barlow, 2006).
bagan tersebut dijelaskan bahwa emosi akan membentuk suatu perilaku sebagai
mempengaruhi sistem organ yang ada. Kemampuan belajar subyek terhadap suatu
situasi yang dialaminya juga berpengaruh dalam hal penilaian terhadap emosi yang
dengan tepat dan tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Tumpang tindih
antara emosi, perilaku dan fisiologi memunculkan sebuah irisan yaitu ekspresi dari
emosi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ekspresi emosi merupakan bentuk
komunikasi kepada orang lain yang melibatkan faktor fisiologis serta kognitif
yaitu faktor pematangan dan faktor belajar. Hurlock (2000) menyebutkan bahwa
“pematangan dan belajar berjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi
perkembangan emosi sehingga pada akhirnya akan sulit untuk menentukan dampak
relatifnya”.
23
yang ada dan harus dilakukan. Subyek melihat situasi yang dihadapi subyek
malingering dan tidak ada cara lain yang lebih efektif lagi untuk mencapai
tujuan mereka, itulah hal yang penting dalam teori ini. Model adaptasional
B. Motivasi Malingering
sulit atau hukuman misalnya menghindari nyeri dan yang kedua adalah menerima
penghinaan. Contoh lainnya adalah untuk mendapatkan tempat yang aman dan
nyaman untuk tinggal dan bermain. Hal yang mendasari motivasi seseorang
tergantung kepada lingkungan dan situasi sekitar individu tersebut (Duffy, 2011).
C. Perkembangan Emosi
secara fisiologis terdapat pada salah satu bagian dari sistem limbik, yaitu otak kecil
di atas tulang belakang, di bawah tulang tengkorak. Sistem tersebut memilik tiga
22
menghilang jika batasan yang ada dihilangkan sehingga malingering
banyak yang menggugurkan teori ini (Singh, et al., 2007). Teori ini dipakai
dalam waktu singkat namun dengan adanya teori ini dapat mengetahui
sebagai penipu dan hal tersebut akan menganggu penilaian yang dilakukan
jika memakai patokan teori ini. Teori ini banyak mendapat kritikan namun
teori ini masih dipakai pada beberapa bidang. Teori ini bukan teori yang
perilaku mereka sebagai gila atau buruk. Teori ini menilai perilaku seorang
21
sehingga menyebabkan dia tidak dapat bekerja saat ini sehingga mendaptkan
memaparkan tiga model teori yang berkembang dari tahun ke tahun untuk dapat
model teori tersebut adalah model patogenik, model kriminologik, dan model
a. Model patogenik Model ini yang paling popular saat psikoanalitik sangat
dimasukkan ke dalam gangguan jiwa. Keyakinan utama dari teori ini adalah
berusaha mengontrol penurunan yang terjadi pada dirinya dan secara sadar
menciptakan suatu gejala baru yang lain. Teori ini mengatakan karena
mengontrol gejala palsu yang dibuat sehingga gejala tersebut menjadi benar
terjadi. Penelitian yang mendukung teori ini secara empiris sangat sedikit.
20
pada berbagai umur, umur termuda dari penelitian adalah 9 tahun (Adetunji, et
al.,2005). Penelitian lain mengatakan rata-rata umur yang berpura-pura sakit sekitar
13,9 tahun dengan rentang umur dari 8-18 tahun (Soendoro, T. 2008).
secara total atau menipu seutuhnya gangguan mental yang sebenarnya tidak mereka
alami.
lebihkan gejala nyata mereka alami. Sebagai contoh adalah seorang gelandangan
untuk melakukan bunuh diri agar dia dimasukkan ke rumah sakit untuk mendaptkan
keamanan dan tempat yang nyaman untuk tinggal. Contoh lainnya adalah pecandu
Mereka memalsukan gejala depresi atau psikotik agar mereka mendapatkan terapi
sekarang yang sebenarnya mereka mengetahui tidak ada hubungan antara gejala
tersebut dengan kondisi mereka saat ini disebut dengan imputasi palsu. Sebagai
contohnya adalah seorang yang memiliki riwayat depresi mayor yang sudah lama,
19
1. Hubungan dokter-pasien terganggu dan tidak ada intervensi positif lebih lanjut
yang memungkinkan, pasien akan lebih berjaga-jaga dan bukti penipuan dapat
perawatan pasien dirumah sakit atau observasi rawat jalan selanjutnya dapat
mengungkapkan ketidakstabilan gejala, yang terus ada hanya jika pasien sadar
terapi jangka panjang. Evaluasi yang teliti sering mengungkapkan masalah yang
kemudian dapat dihilangkan sebagai respon pada terapi, tanpa pasien kehilangan
muka.
lebih banyak malingering terjadi pada situasi tertentu seperti ruang lingkup militer,
penjara, tempat kerja, atau berkaitan dengan kriminalitas (Adetunji, et al., 2005).
sekitar 20% sebagai suspek malingering (Conroy & Kwartner, 2006). Anggota
malingering terjadi pada trauma kepala ringan, sekitar 30% pada kasus kecacatan, dan
sekitar 29% pada trauma lainnya (Shaver & Bullet, 2005). Malingering dapat terjadi
18
Keluhan sering disajikan secara dramatic, kabur, atau berlebihan, atau
merupakan bagian dari suatu riwayat medic yang telah banyak dapat pertimbangan
fisik. Penderita seperti ini sering mendapat perawatan dari banyak dokter, kadang-
upaya ancaman bunuh diri, tingkah laku antisocial, keukaran dalam pekerjaan,
hubungan interpersonal dan perkawinan. Perjalanan : gangguan ini bersifat kronis dan
sering berfluktuasi dan jarang bisa sembuh secara spontan (Adetunji, 2005).
Kriteria Diagnostik :
1. Terdapat riwayat penyakit dengan keluhan gejala fisik selama beberapa tahun yang
2. Paling sedikit terdapat 14 gejala pada wanita dan 12 pada pria, termasuk cedera
fisik.
2.1.5 Terapi
menyeluruh dan objektif, serta dokter tidak boleh menunjukkan kecurigaannya. Jika
dokter menjadi marah (suatu respon yang lazim terhadap pelaku malingering),
17
D. Fugue Psikogenik
merupakan factor predisposisi. Fugue Psikogenik secara khas timbul sesudah stressor
psikososial yang berat, seperti perceraian, penolakan pribadi, konflik militer, atau
Biasanya fugue itu berlangsung pendek/beberapa jam atau hari dan mencakup
beberapa bulan yang mencakup suatu perjalanan yang kompleks terkadang sehingga
ribuan kilometer bahkan keluar negeri. Pada akhirnya dapat pulih secara cepat dan
Kriteria Diagnostik :
1. Suatu perjalanan mendadak yang tidak diduga, jauh dari rumah atau tempat kejanya
E. Gangguan Somatoform
tahun, untuk hal mana telah mencari pertolongan medis akan tetapi tidak disebabkan
16
Individu-individu tersebut biasanya menyajikan riwayat penyakitnya dengan
sangat dramatis, tetapi sangat kabur dan tidak konsisten apabila ditanyakan secara lebih
cermat. Terkadang ada dusta patologik yang tidak dapat dikontrolnya dan sangat
menarik bagi pendengar tentang segala hal ikhwal yang berkaitan dengan riwayat
dan tatacara rutin rumah sakit. Sekali mereka dirawat dirumah sakit, mereka dapat
menimbulkan keributan dibangsal dan menuntut perhatian dan bersikap tidak patuh
mereka menyangkal dengan tegas, atau segera menghilang atau kabur ke tempat lain.
Pada pelaku hal seperti ini biasanya mempunyai riwayat kesehatan yang unik dan
Kriteria diagnostik :
2. Tujuan individu itu nampaknya hanyalah untuk mendapatkan peran “pasien” dan
hal itu tidak dapat dijelaskan dari segi situasi lingkungannya (sebagaimana halnya
15
1. Seluruhnya dibuat-buat (total fabrication), misalnya keluhan nyeri perut hebat,
meskipu jelas mengetahui bahwa dirinya pernah mengalami reaksi anafilaktik atau
salah satu kombinasi, atau variasi dari tiga hal tersebut diatas.
Gambaran utama: penyajian gejala fisik buatan oleh individu secara sedemikian
perawatan berulang-ulang dirumah sakit. Seluruh kehidupan orang itu dapat berupa
nyeri hebat didaerah perut kanan bawah disertai mual dan muntah, pusing dan
penglihatan jadi gelap, batuk darah hebat, kemerahan atau abses diseluruh permukaan
kulit, demam yang tak dapat ditentukan sebabnya, perdarahan sekunder akibat makan
antikoagulan, dan sindrom yang mirip “lupus”. Semua system organ dapat menjadi
sasarannya, dan gejala yang disajikan pasien hanya terbatas pada taraf pemahaman,
2006).
14
seperti gangguan konversi, perbedaan gejala tidak sering diperoleh melalui sugesti atau
sebagian berdasarkan dari kemampuan pasien untuk meniru penyakit sedemikian rupa,
Kriteria diagnostik :
individu).
2. Gejala yang dihasilkan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lain manapun
gangguan mental).
3. ujuan individu rupa-rupanya adalah agar dapat dianggap sebagai “pasien” dan hal
itu tidak dapat dijelaskan atas dasar hubungannya dengan keadaan lingkungan
Gambaran utama : terdapat penyajian gejala fisik yang tidak sejati atau tidak
13
Beda antara berpura-pura dengan gangguan konversi sereta gangguan
volunteer dan khususnya pada berpura-pura tedapat tujuan yang jelas. Pada gangguan
berpura-pura penyajian gejalanya tidak berdasarkan konflik emosi dan juga tidak
merupakan suatu “symbol” dari konflik emosional yang mendasarinya (Bosch, A. F.,
2003).
pada Gangguan Berpura-pura tidak terjadi pengurangan gejala dengan cara sugesti,
buatan (factitious disorders). Perbedaan yang signifikan bisa ditemukan pada tujuan
melakukan hal tersebut. Pada gangguan berpura-pura terdapat tujuan yang jelas untuk
pembentukan yang disengaja serta dengan keuntungan eksternal yang jelas terkait
12
bukan psikologi individualnya. Contoh tujuan yang jelas tersebut ialah menghindarkan
diri dari wajib militer, tugas yang tidak disukai, mendapat ganti rugi, mengelak dari
tuntutan hukum, atau agar mendapat obat atau zat-zat tertentu. Berpura-pura mungkin
dapat pula merupakan suatu perilaku yang adaptif pada beberapa situasi tertentu, missal
berpura-pura sakit ketika berada di dalam ruang tahanan musuh dalam situasi
apabila terdapat salah satu hal dibawah ini : (Duffy, S., 2011).
2. Terdapat perbedaan (diskrepansi) yang besar antara penderitaan atau hendaya yang
pemeriksaan klinis, dalam hal apakah wujud dari gejalanya itu tercapai suatu tujuan
yang jelas. Individu dengan Gangguan Buatan tidak mempunyai tujuan yang jelas atas
apa yang dilakukannya, hal itu hanya dapat ditela’ah dari sisi psikologi (Duffy, S.,
2011).
11
luka-luka sebenarnya atau penjelasan yang dapat dipercaya mengenai cacat yang
penyakit. Perubahan yang demikian itu bisa mengambil bentuk mutilasi diri (untuk
5. Pura-pura sakit oportunis – mengeksploitasi kejadian yang terjadi secara alami atau
6. Penemuan gejala – keluhan secara bohong dan secara sadar gejala-gejala yang tidak
terkait dengan penyakit atau luka saat ini atau yang sudah ada sebelumnya.
2.1.3 Diagnosa
Gambaran utama. Pembantukan dan penyajian gejala fisik atau psikologik yang
palsu atau dilebih-lebihkan. Gejala-gejala itu disajikan agar tercapai suatu tujuan yang
sangat jelas, yang dapat dikenal apabila diperhatikan keadaan lingkungan individu, dan
10
gejala yang berlebih-lebihan yang dicakup, dan (3) derajat perusakan aktual (jika ada).
Dalam menjaga dengan konsep rangkaian kesatuan, definisi berikut ini telah diusulkan:
1. Pura-pura sakit asli – berpura-pura sakit atau cacat ketika penyakit atau cacat
ada.
3. Tuduhan palsu – menganggap asal gejala aktual sebagai penyebab yang dimaklumi
Sebagai tambahan terhadap berbagai derajat pura-pura sakit, beberapa bentuk pura-
1. Simulasi – berpura-pura gejala yang tidak ada, atau melebih-lebihkan secara sadar,
Disimulasi juka dikenal sebagai berpura-pura sehat, pura-pura sakit negatif dan
dilaksanakan secara hati-hati oleh individu, dengan hasil yang diharapkan baik
9
Agaknya, makeup defensif seseorang dengan penyakit somatoform diyakini lebih
toleran dari huru-hara nyata dalam bentuk yang dapat diobservasi dan ekstrapsikis
dibanding gangguan emosional yang tidak dapat diobservasi (Maramis F.Willy, 2009).
Meningat berbagai skema nosologis yang digunakan secara historis dan secara
internasional setuju atas sentralitas penipuan kemauan pada malingering, ada lebih
banyak kontroversi mengenai apakah malingering dianggap penyakit mental juga. Dari
beberapa kepentingan, karena dalam kebanyakan proses pengadilan sipil, jika bukan
malingering sebagai satu kondisi yang tidak dapat diatributkan pada penyakit mental
(kode V), dengan dmeikian, jika malingering terjadi berhubungan dengan penyakit
dikotomi (satu kondisi yang ada maupun juga tidak ada) tetapi sebagai yang jatuh
sepanjang satu rangkaian kesatuan dalam dimensi (1) derajat kesengajaan, (2) derajat
8
diagnosis Gangguan Buatan. Diagnosis ditegakkan sesuai definisi yang mencakup
psikopatologi, paling sering gangguan kepribadian yang berat (Shri, R., 2010).
sedangkan factitious disorder tidak. Pada yang belakangan, satu matriks intrapsikis
perlu memanifestasikan diri mereka sendiri sebagai keinginan yang sangat menarik
penyakit yang disengaja. Masalah dalam diferensiasi diagnostik sangat jelas. Seseorang
bisa bermalingering untuk mencapai upah nyata (seperti bayaran untuk cacat atau sup
ayam) yang dihubungkan dengan peran penderita tetapi mungkin masih bisa menikmati
perawatan dan asuhan yang diberikan dengan peran demikian. Seseorang dengan
factitious disorder kemungkinan sangat resisten untuk mengembalikan ini lebih secara
finansial dan aspek-aspek yang memuaskan menjadi orang sakit, sementara masih
bertaut dan memerlukan kepuasan yang lebih emosinal yang orang dengan penyakit ini
untuk tanpa disadari ditransformasikan menjadi manifestasi fisik dari beberapa jenis.
Tidak ada hasil eksternal atau lingkungan eksternal atau upah yang dicari secara sadar.
7
itu tidak dapat dikenal.hal ini mencakup faktor-faktor seperti pengaturan waktu
taraf dan daya nilaidan aktivitas intelektual tertentu sehingga hal ini member kesan
adanya suatu pengendalian volunteer. Di pihak lain perbuatan itu mengandung kualitas
kompulsif, dalam arti bahwa orang itu tidak dapat menghindarkan diri dari perilaku
tertentu, meskipun hal itu membahayakan dirinya.jadi disatu pihak kondisi itu
dianggap “volunteer” dalam arti bahwa hal itu disengaja dan bertujuan, tetapi tidak
lakunya berada dibawah pengendalian volunteer untuk suatu tujuan yang tidak
keadaan berpura-pura (kode V.65.20) termasuk bukan kondisi gangguan jiwa, “pasien”
juga mengendalikan secara volunteer gejala-gejalanya, tetapi disini jelas ada tujuannya,
yang dapat dikenal dari situasi lingkungannya, dan bukan dari kondisi psikologiknya.
Contoh, seseorang mengaku menderita penyakit fisik, agar dapat menghindarkan diri
dari saksi, menghadap pengadilan, atau wajib militer, hal itu dapat diklasifikasikan
Gangguan buatan tidak tampak tujuan yang jelas, selain dari mengambil peran
sebagai orang sakit (pasien). Sebagai contoh, misalnya seorang pasien yang akan
dipindahkan ke rumah sakit lain dengan fasilitas yang lebih meyenangkan bagi dirinya,
6
2. Ketidaksesuaian yang ditandai antara stress atau cacat yang diklaim seseorang dan
temuan obyektif.
3. Kurangnya kerjasama selama evalusi diagnostik dan dalam mentaati cara hidup
sedangkan pada Factitious disorder dorongan eksternal tidak ada. Bukti dari intrapsikis
dibedakan dari Penyakit Konversi dan Penyakit Somatoform lainnya oleh produksi
gejalanya yang disengaja dan oleh dorongan eksternal yang dihubungkan dengannya.
seringkali tidak diperoleh melalui sugesti atau hypnosis (Conroy. M. A., 2006).
wajar, atau tidak alamiah. Jadi Gangguan Buatan secara khas ditandai oleh gejala fisik
atau psikologik yang dibuat (dihasilkan) secara artificial oleh individu, dan berada
merupakan hal yang subjektif, dan hanya dapat didimpulkan oleh seorang pengamat
berdasarkan dari kemampuan pasien untuk meniru sedemikian rupa, sehingga tiruan
5
temuan secara obyektif dari gejala, subyek tersebut tidak kooperatif atau tidak patuh
bahwa karakteristik dasar dari malingering adalah kepalsuan yang disengaja, dengan
Clinical Attention dalam buku Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, 2010 ada suatu kondisi seperti gangguan
jiwa yang sebenarnya bukanlah merupakan gangguan jiwa ( Kaplan and Sadock, 2010).
Sifat penting malingering adalah produksi kepalsuan yang disengaja atau gejala
fisik atau fisiologis yang berlebih-lebihan secara menyolok, yang dimotivasi oleh
adaptif – sebagai contoh, bermalingering saat menjadi tawanan musuh selama masa
Malingering harus dicurigai secara kuat jika tiap kombinasi berikut ini terlihat :
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malingering
sesuatu dan perilaku tersebut merupakan bagian terintegrasi dari perilaku manusia
sisi dan malingering di sisi lainnya sedangkan gangguan somatoform dan gangguan
lebihkan gejala fisik atau psikologis yang dilakukan karena ada keuntungan eksternal
dikatagorikan sebagai diagnosis gangguan jiwa tapi lebih fokus perhatian klinis.
Menilai kemauan subyek dan keuntungan eksternal yang menjadi motivasi melakukan
2006). DSM-5 mengatakan malingering sebagai fokus perhatian klinis, ada beberapa
hal yang dapat menyatakan subyek tersebut suspek malingering yaitu: subyek akan
antara masalah atau gangguan yang disampaikan subyek secara subyektif dengan
3
Malingering menurut DSM-5, sebagai fokus perhatian klinis,
dari gejala, subyek tidak kooperatif atau tidak patuh dalam terapi, dan
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat Secara akademis, dapat menjadi literatur tambahan bagi studi
2
BAB I
PENDAHULUAN
dan bersifat penipuan atau melebihkan tentang suatu penyakit yang pada
kondisi dimana orang ingin menghindari tanggung jawab baik hukum atau
2005).
sebagian, dan imputasi palsu. Malingering terjadi karena dua motivasi yaitu
yang berhubungan dengan hukum dan diperkirakan lebih tinggi lagi pada
kasus atau kondisi lainnya yang jarang diamati dan diteliti selama ini.
1
4
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PRESENTASI
Nim : 1514058103
Hari/Tanggal :
Jam : WITA
Sanglah
Yang menyetujui,
Mengetahui,
ii
Denpasar, November 2018
Dengan hormat,
Berkenaan dengan acara ilmiah residen, berikut ini saya sampaikan permakluman
sebagai berikut:
Hari/tanggal :
Jam :
UNUD/RSUP Sanglah
Pembimbing : dr. AA Sri Wahyuni, SpKJ dan dr. Ni Putu Witari, SpS
Mohon kehadiran para senior yang saya hormati, atas perhatiannya saya
ucapkan terimakasih.
i
TINJAUAN PUSTAKA
KEBOHONGAN (MALINGERING)
PADA ASPEK NEUROLOGI
Oleh:
dr. Rabiatul Udawiyah
Pembimbing:
dr. AA Sri Wahyuni, SpKJ
dr. Ni Putu Witari, SpS
DIVISI NEUROPSIKIATRI
PPDS-1 ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR
2018