Rerangka Konseptual Pembentukan Mindset
Rerangka Konseptual Pembentukan Mindset
Pada hakikatnya tugas manajer adalah mengelola human asset, bukan financial asset.
Dengan kata lain tugas manajer adalah mengelola sumber daya manusia dalam memanfaatkan
sumber daya lain untuk mewujudkan tujuan organisasi. Oleh karena tindakan manusia sangat
ditentukan oleh sikapnya terhadap sesuatu yang ditentukan oleh pembentukan peta mental
(mindset) yang dimiliki orang tersebut dan pembentukan peta mental sangat penting untuk
mengelola sumber daya manusia.
Pendekatan yang digunakan human resource leverage approach dalam pembuatan rerangka
konseptual untuk pembentuakan mindset. Pendekatan ini menggunakan paradigm personel yang
mencerminkan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan seabagai dasar untuk mendesain
sistem pengendalian manajemen. Pendesainan ini denagn membangun paradigm personel yang
mencerminkan kondisi lingkunagan yang dimasuki oleh organisasi.
KONSEP MINDSET
Sikap mental mapan ( fixed mental attitude ) yamg dibentuk melalui pendidikan, pengalaman, dan
prasangka. Mindset merupakan peta mental yang dipakai sebagai dasar untuk bersikap dan
bertindak.
Mindset terdiri dari tiga komponen pokok antara lain :
1. Paradigma adalah cara yang digunakan oleh seseorang didalam memandang sesuatu.
2. Keyakinan dasar adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang terhadap sesuatu.
3. Nilai dasar adalah sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh seseorang, sehingga
berdasarkan tersebut nilai-niali tersebut seseorang dibatasi.
Contoh model bilding blocks yang diguankan untuk membangun rerangka bangun kultur
organisai.
Menurut model ini kultur organisasi mempunyai tiga tingakatan antara lain :
1. Tingkat pertama adalah paradigm yang merupakan cara pandang yang digunakan
organisasi terhadap sesuatu.
2. Tingakat kedua adalah keyakinan dasar dan nilai dasar yang bersama-sama dengan
paradigm membentuk mindset organisasi.
3. Tingkat ketiga adalah Perilaku diadalam organisasi yang dirancang
melaluisistem manajemen.
Apa yang terjadi jika mindset personel tidak sesuai dengan mindset yang digunakan untuk
mendesain system manajemen.
Apa yang terjadi jika mindset personel tidak sesuai dengan mindset organisasi ada tiga
kemungkinan atara lain :
1. Personel melaksanakan tindakan setengah hati, bahkan tanpa hati
2. Personel memerlukan pengawasan dari orang alin untuk memastikan bahwa tindakan
dilaksanakan berdasarkan mindset semestinya
3. Personel dapat melakukan sabotase karena ketidaksesuaian antara mindsetnya
dengan mindset semestinya yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.
Jika personel tidak yakin bahwa kelangsungan hidup oraganisasi ditentukan oleh customer, didalam
melayani customer ia akan memperalkukan customer orang yang membutuhkan produk atau jasa,
bukan perusahaan yangyang membutuhkan customer. Oleh karena itu manajemen puncak harus
mengkomunikasikan customer value, keyakinan dasar, dan nilai organisasi yang berkaitan
dengan paradigm tersebut.
Pengkomunikasian mindset kepada seluruh personel akan berhasil melaui proses internalisa,
paradigma, keyakinan dasar, niali dasar yang dirumuskan oleh organisasi tertanam didalam
seluruh personel organisasi tersebut.
Contoh ketidaksesuaian anatara mindset personel dangan mindset organisasi antara lain,
personel fungsi pembelian memilki keyakinan bahwa pemasok adalah pedagang yang
membutuhkan order dari perusahaan dan diyakini pula oleh personel tersebut bahwa umumnya
pemasok mengikat bisnis denagan perusahaan untuk mencari laba sebesar-besarnya, tanpa
menghiraukan kualitas.
Perubahan yang dilakukan manajemen puncak untuk megubah paradigma mengenai
pemasok sebagai berikut :
1. Pemasok adalah mitra bisnis yang menetukan kualitas dan penyerahan waktu masuakn
untuk menyediakan produkyang mengahasilkan value bagi pelanggan.
2. Berdasarkan paradigma tersebut, manajemen puncak mengkomunikasikan keyakianan
dasar bahwa “ perusahaan mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan customer”,
dan “pemasok adalah tujuan fungsi pembeliaan”.
RERANGKA KONSEPTUAL PERUMUSAN MINDSET
Langkah pembentukan mindset ada dua antara lain :
1. Perumusan mindset mempunyai empat langkah antara lain :
a. Trenwaching adalah mengamati perubahan yang akan terjadi dimasa deapan , memacu
perubahan adalah globalisasi, tehnologi informasi, strategic quality management dan
revolusi manajemen.
b. Envisioning adalah kemempuan kita untuk menggambarkan dampak perubahan dalam
lingkungan bisnis yang dakibatkan pemacu perubahan yang telah diamati
trendwaching.
c. perumusan paradigma adalah menetatapkan suatu paradigm yang berguna bagi
oraganisasi melalui pembentukan mindset yang sama antara personel dan organisasi
agar tujuan organisasi dapat dicapai.
d. perumusan mindset adalah pembentukan mindset yang dikomunikasikan pada seluruh
personel didalam suatu organisasi , terdiri dari tiga komponen antara lain, paradigm,
keyakinan dasar, dan nilai dasar.
2. Pengkomunikasian mindset ada dua cara antara lain :
a. melalui perilaku pribadi (personal behavior) dengan membentuk paradigma, keyakinan
dasar, dan nilai dasar organisasi yang dikomunikasikan kepada seluruh karyawan
melalui penataran sistematik . cara ini ditempuh dengan menanamkan konsep
paradigma, keyakianan dan nilai organisasi. Dan penghayatan paradigm , keyakinan,
dan nilai dasar organisasi kedalam perilaku keseharian mereka melalui actions speak
louder than words.
b. melalui perilaku organisasional (operasional behavior) dengan menerapkan bahwa
seluruh karyawan terlibat dalam pengoperasian sistem dan prosedur, peraturan dan
keputusan dan berjangka waktu panjang selama sistem, prosedur, peraturan dan
keputusan yang berlaku.
CUSTOMER VALUE MINDSET
Customer :
Adalah siapa saja yang menggunakan hasil pekerjaan seseorang atau suatu tim. Customer terbagi
menjadi 2 yaitu :
1. Internal : customer yang masuk ke dalam rantai customer. artinya dimana barang yang
dihasilkan di proses awal di transfer ke proses berikutnya. proses awal bertindak sebagai
pemasok dan proses berikutnya bertindak sebagai customer
2. Eksternal : customer akhir, dimana produk dan jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan
pasar
Customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh customer dari produk dan
jasa yang dikonsumsinya dengan pengorbanan yang dilakukan oleh customer untuk memperoleh
manfaat tersebut. Manfaat yang diperoleh dan pengorbanan yang dilakukan oleh customer
ditentukan oleh kualitas hubungan yang dibangun antara produsen dengan pemasok, produsen
dengan mitra bisnisnya dan produsen dengan customernya.
Paradigma customer value strategy
Pada dasarnya produk merupakan satu ikat jasa yang disediakan untuk memuasakan
kebutuhan customer. atribut yang melekat pada produk tidak hanya berasal dari tahap pemakaian
atau use namun berasal dari keseluruhan tahap pemakaian produk, maka jasa yang dihasilkan oleh
suatu produk dimulai sejak saat customer berusaha mencari produk sampai engan saat customer
menghentikan pemakaian produk.
Perusahaan harus mampu menyediakan more value added bagi customer disetiap tahap
proses pemanfaatan secara menyeluruh produk dan jasa.
1. Bisnis merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan customer
1. integritas.
2. kerendahan hati.
3. penyusunan program
1. KONSEP DASAR
Kita sekarang berada dalam jaman smart technology, suatu masa yang di dalamnya
teknologi informasi yang memberikan keleluasaan luar biasa bagi knowledge workers untuk
berkreasi. Kreativitas knowledge workers di dalam menerapkan pengetahuan mereka ke dalam
penciptaan produk dan jasa baru dipacu sangat pesat oleh smart technology. Berbagai macam
transakasi bisnis, kemitraan bisnis, bahkan bisnis baru dapat diciptakan secara brilian melalui
pemnafaatan smart technology. Kondisi demikian mengakibatkan terjadinya perubahan atas
perubahan itu sendiri. Perubahan terjadi sekarang menjadi bersifat konstatn, pesat, radikal, dan
pervasif.
Lingkungan bisnis yang memiliki karakteristik perubahan seperti itu menuntut organisasi
untuk fleksibel dalam beradapatasi dengan perubahan agar organisasi tersebut berkemampuan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Di samping itu, organisasi juga dituntut untuk
mampu menciptakan perubahan yang diperlukan agar mampu berkembang di dalam lingkungan
bisnis yang turbulen.
Di masa lalu, improvement hanya terjadi melalui pengembangan produk dan jasa baru dan
sebagai reaksi terhadap masalah yang telah jelas. Para manajer memandang improvement terbatas
pada terobosan peningkatan kualitas. Paradigma improvement berkelanjutan memandang
improvement dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Everyday in any way there is a better way,
begitulah kata-kata bijak yang mendasari paradigma improvement berkelanjutan. Fokus perhatian
manajemen bergeser ke sistem yang lebih luas, tidak kenal akhir, bersifat proaktif terhadap
kesempatan, baik yang telah terlihat maupun yang masih potensial dan mencakup improvement
besar maupun kecil.
Di masa lalu, manajer tidak dapat menerima kesalahan. Mereka memandang kesalahan
sebagai kegagalan pribadi personel pada umumya mereka menanggapai kesalahan yang terjadi
dengan hukuman untuk menanamkan ketakutan bagi personel yang dipandang bersalah. Sebagai
akibatnya, personel jadi takut terhadap kesalahan, sehingga mereka takut pula untuk melakukan
eksperimen. Kesalahan diatasi oleh personel dengan menutupi kesalahan dari perhatian dari boss,
sehingga personel tidak dapat belajar dari kesalahan yang pernah mereka lakukan. Paradigma
improvement berkelanjutan mengubah 180 derajat pandangan terhadap kesalahan. Kesalahan
memang tidak diinginkan terjadi, namun manajer memandang kesalahan sebagai suatu
kesempatan untuk belajar. Personel diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen, karena pada
dasarnya improvement berkelanjutan hanya akan terjadi bila personel tidak takut untuk
mengemukakan ide baru dan mencoba ide tersebut dalam suatu eksperimen. Setiap eksperimen
selalu mengandung kemungkinan gagal, namun perlu juga disadari, setiap eksperimen selalu
mengandung pula kesempatan untuk improvement. Tanpa eksperimen ide baru, organisasi akan
berada dalam status quo. Kesalahan akan diakui secara terbuka oleh personel, karena manajer
tidak membebankan kesalahan sebagai kegagalan pribadi, namun sebagai bagian dari usaha tidak
kenal lelah dalam melakukan improvement terhadap proses dan sistem yang digunakan untuk
menghasilkan value bagi customer.
Di dalam manajemen tradisional, manajer dipandang berperan sebagai orang pada posisi
untuk mempertahankan status quo dan mengendalikan bawahannya agar mematuhi aturan-aturan
yang telah ditetapkan. Paradigma improvement berkelanjutan mengubah pandangan terhadap
peran manajer tersebut. Peran manajer adalah menantang status quo untuk tujuan improvement
yang bersifat strategik, dan pada saat yang bersamaan, mereka secara konsisten melaksanakan
sistem yang ada untuk memenuhi tuntutan sekarang.
Di dalam lingkungan bisnis yang turbulen, personel perusahaan dituntut untuk senantiasa
melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang digunakan untuk
menghasilkan value bagi customer. Di samping itu, personel perusahaan perlu memiliki keyakinan
yang kuat bahwa kelangsungan hidup organisasi perusahaan sangat tergantung pada kemampuan
organisasi tersebut untuk berubah. Untuk mewujudkan improvement terhadap sistem dan proses,
personel organisasi perusahaan perlu memiliki nilai-nilai dasar yang membimbing mereka di dalam
mengambil keputusan.
Keyakinan Dasar untuk Meujudkan Paradigma Improvement Berkelanjutan
Karena lingkungan bisnis dalam kompetisi global telah mengalami perubahan dramatis,
yang ditandai dengan persaingan yang semakin tajam dan perubahan yang semakin pesat, radikla,
berkelanjutan, dan pervasif, maka perlu diperlukan paradigma improvement berkelanjutan untuk
menghadapinya. Paradigma improvement berkelanjutan perlu diwujudkan ke dalam keyakinan
dasar yang kuat yang harus ditanamkan kepada seluruh personel perusahaan bahwa : (1) harus
mengetahui fakta, (2) alasan dan belajar, (3) selalu ada cara yang lebih baik, (4) harus selalu
berusaha untuk sempurna ; orang tidak akan pernah mencapai kesempurnaan tersebut. Building
blocks kultur organisasi yang dibangun atas dasar paradigma improvement berkelanjutan
dilukiskan pada gambar 9.
Personel harus mengumpulkan fakta-fakta tersebut untuk memahami suara proses dan
sistem yang digunakan untuk menghasilkan customer value. Dalam proses pengumpulan dan
penganalisisan fakta tentang proses dan sistem, pada dasarnya personel mempelajari tiga hal yang
berbeda : (1) fakta tentang apa yang menurut pikiran mereka terjadi, (2) fakta tentang apa yang
mereka terjadi, (3) fakta tentang apa yang akan terjadi.
Fakta yang dikumpulkan tentang proses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan
customer value kemudian digunakan sebagai pengetahuan dari personel untuk bekerja lebih baik –
yaitu belajar dari fakta untuk melakukan improvement. Fakta yang dikumpulkan dari proses dan
sistem digunakan untuk mencari dasar alasan mengapa suatu penyimpangan terjadi (apakah
karena bersifat kebetulan atau karena ada penyebabyang perlu mendapatkan perhatian yang lebih
serius). Dengan cara ini, personel dapat belajar untuk memahami maslah ke penyebab terjadinya,
dan berdasarkan fakta, mereka mealkukan improvement terhadap proses dan sistem. Belajar
merupakan rasa haus untuk mengetahui lebih banyak, yang jika digabungkan dengan pengumpulan
fakta dan penggunaan fakta untuk memecahkan masalah yang terjadi akan merupakan landasan
yang kuat untuk melakukan improvement terhadap proses dan sistem.
Selalu Ada Cara Yang Lebih
Ide “ selalu ada yang lebih baik” merupakan suatu komitmen tidak sekadar mejadi terbaik, namun
lebih dari itu, untuk menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk mencapai yang lebih baik. Dalam
paradigma improvement berkelanjutan, terkandung keyakinan dasar bahwa tujuan personel
adlahuntuk mencapai tingkat kinerja yang selalu lebih baik. Dalam perusahaan bisnis, tujuan
improvement adalah ‘lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah”.
Harus Selalu Berusaha Untuk Sempurna ; Orang Tidak Akan Pernah Mencapai
Kesempurnaan Tersebut.
Komitmen terhadap kualitas dapat diibaratkan sebagai :’Suatu perlombaan tanpa garis
akhir”. Kebutuhan dan keinginan customers senantiasa berubah dan berkembang. Kompetisi selalu
mengubah batas-batas customer value. Dengan demikian, personel senantiasa harua melakukan
improvement berkelanjutan terhadapo proses dan sistem untuk menjadikan sempurna produk dan
jasa yang dihasilkan, meskipun kesempurnaan tersebut tidak akan dicapai.
Kejujuran
Kerendahan Hati
Diperlukan kerendahan hati dalam belajar, karena dalam belajar orang harus mengakui
bahwa ia tidak tahu dan ia perlu belajar lebih banyak. Dalam belajar orang dapat menjadikan siapa
saja gurunya, baik dari personel yang baru masuk kerja sampai yang sudah pensiun, dari personel
bawahan sampai kawan sekerja, dari personel kantor sampai personel pabrik. Diperlukan
kerendahan hati untuk menjadikan siapa saja guru kita dalam melakukan improvement
berkelanjutan. Bahkan pesaingpun perlu dihormati, karena kalau perusahaan dapat mencapai suatu
improvement, pesaingpun dapat mencapainya. Diperlukan kerendahan hati untuk mengakui
keunggulan pesaing.
Kerja Keras
Continuous improvement memerlukan penghargaan tinggi terhadap kerja keras yang tidak
kenal lelah. Improvement berkelanjutan memerlukan semangat untuk bereksperimen, dan
eksperimen selalu mengandung kemungkinan gagal. Penghargaan tertinggi terhadap kerja keras
dapat mencegah terjadinya keputusasaan karena kegagalan.
Kesabaran
Kesabaran adalah kemampuan seseorang untuk menerima kelainan yang terjadi dalam diri
orang tersebut untuk jangka waktu panjang. Di dalam paradigma improvement berkelanjutan,
orang di dorong untuk melakukan eksperimen dalam improvement terhadap proses dan sistem.
Setiap eksperimen mengandung kemungkinan gagal. Personel harus memiliki kemampuan untuk
menerima kegagalan, karena kemampuan ini yang mengantarkan mereka menuju keberhasilan
eksperimen menghasilkan improvement. Kesabaran adalah kemampuan seseorang di dalam
menerima kegagalan dalam jangka panjang.
Keberanian
Organisasi masa yang akan datang akan secara ekstensif memanfaatkan smart technology di
dalam menghasilkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan customer. Smart technology
memerlukan knowledge workers untuk menjadikan teknologi tersebut produktif. konowledge
workers memerlukan organisasi untuk dapat menjadikan knowledge yang dikuasainya produktif
dalam menghasilkan produk dan jasa. Oleh karena itu, konwledge workers memerlukan organisasi
yang memerlukan organisasi yang dapat berfungsi untuk membuat knowledge produktif.
Organisasi yang memenuhi kebutuhan knowledge workers tersebut adalah organisasi yang
berfungsi sebagai detabilizer – senantiasa mampu melakukan creative destruction – untuk
meningkatkan kualitas proses dan sistem yang digunakan dalam menghasilkan produk dan jasa.
Organisasi perusahaan harus didesain untuk menghadapi perubahan yang konstan, radikla, pesat,
dan pervasif. Organisasi harus dikelola untuk menghasilkan inovasi. Dan inovasi merupakan
penghancuran secra kreatif apa yang telah dibangun, mapan, biasa, dan nyaman – apakah hal itu
berupa produk, proses, jasa, hubungan manusia dan hubungan sosial, ketrampilan, atau organisasi
itu sendiri.
Organisasi yang mampu memenuhi tuntutan knowledge workers tersebut adalah yang
memiliki karakteristik berikut ini :
1. Didesain dengan struktur yang fleksibel untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis.
Struktur datar (flat) dan virtual organization merupakan struktur yang fit dengan lingkungan
bisnis yang turbulen.
2. Dipimpim oleh leader yang memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengelola
perubahan.
Peran Manajer
Continuous improvement mindset mengubah peran manajer yang semula sebagai boss yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan status quo dan mengendalikan bawahannya, menjadi
bertanggung jawab untuk menantang status quo dan menjadi coach bagi personel lain untuk
menjadikan knowledge yang dikuasai oleh personel produktif. oleh karena itu smart technology
yang digunakanoleh knowledge workers tidak menentukan apa yang dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya kepada knowledge workers, maka pekerja ini menikmati kesempatan berkreasi
luar biasa mudahnya. Pekerjaan yang bersifat kreatif tidak dapat diawasi sebagaimana pekerjaan-
pekerjaan yan secara berwujud dapat diamaati, seperti pengoperasianmesin-mesin mekanik.
Pekerjaan kreatif hanya dapat diawasi melalui perumusan visi organisasi dan melalui penanaman
values ke dalam didri personel.
De-Jobbed Organization
Continuous improvement mindset menuntut knowledge workers bekerja berdasarkan
kreativitasnya. Perusahaan akan berpindah dari perubahan yang satu ke perubahan yang lain,
mengikuti trend perubahan lingkungan bisnis yang turbulen. Dalam kondisi seperti ini, tidak
mungkin perusahaan menyusun deskripsi pekerjaan untuk personelnya. Di samping itu, pekerjaan
kreatif tidak dapat dibuatkan jod description. Oleh karena itu, organisasi masa yang akan datang
akan berubah menjadi de-jobbed organization – suatu organisasi yang pekerjaannya tidak
dibuatkan deskripsi pekerjaan di dalam menghasilkan produk dan jasa.
Teamwork
Organisasi harus dikelola berdasarkan kerja tim untuk menghadapi perubahan. Perusahaan
perlu membentuk dua macam tim : tim masa depan dan tim masa kini. Tim masa depan
bertanggung jawab untuk menghasilkan inovasi, sedangkan tim inovasi bertanggung jawab untuk
mengelola inovasi yang dihasilkan oleh tim masa depan. Teamwork akan menjadi bentuk organisasi
pekerjaan yang cocok untuk menghadapi improvement berkelanjutan.
Cross-Functional Approach
Oleh karena kebutuhan customer senantiasa mengalami perubahan, cross function team
dengan cepat dapat memberikan respon terhadap perubahan tersebut, karena anggota tim tidak
lagi terikat pada organisasi fungsionalnya, namun berorientasi kepada pemuasan kebutuhan
customer.
a. peningkatan kualitas
b. peningkatan keandalan
c. peningkatan kecepatan
d. peningkatan efisiensi biaya.
Perusahaan tidak akan mencapai penurunan biaya dalam jangka panjang jika tidak
dilandasi dan dimulai dari peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas akan mengakibatkan
perusahaan dapat diandalkan oleh customers. Peningkatan kualitas dan keandalan akan
meningkatkan kecepatan penyediaan produk dan jasa bagi customers. Efisiensi biaya dicapai
berdasarkan peningkatan kualitas, keandalan, dan kecepatan.
Opportunity Mindset
Problem Solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan
memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan
yang tepat dan cermat. Problem solving juga dapat diartikan sebagai suatu pendekatan dengan cara
problem identification untuk ke tahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh
masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk mendapatkan
solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Pendapat lain problem solving adalah suatu
pendekatan dimana langkah-langkah berikutnya sampai penyelesaian akhir lebih bersifat
kuantitatif yang umum sedangkan langkah-langkah berikutnya sampai dengan pengelesain akhir
lebih bersifat kuantitatif dan spesifik.
Ini berarti oreantasi pembelajaran problem solving merupakan infestigasi dan penemuan
yang pada dasarnya pemecahan nasalah. Apabila solvingng yang diharapkan tidak berjalan
sebagaimana yang diinginkan berarti telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap
enginer harus mulai kembali berfikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman
menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi. Berpikir memecahkan masalah dan
menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu
dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak
masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya,
menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan
sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak
penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep;
keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif.
Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving. Selanjutnya problem
solving merupakan taraf yang harus dipecahkan dengan cara memahami sejumlah pengetahuan
dan ketrampilan kerja dan merupakan hasil yang dicapai individu setelah individu yang
bersangkutan mengalami suatu proses belajar problem solving yang diajarkan suatu pengetahua
tertentu.
Jadi, yang dimaksud dengan problem solving dalam penelitian ini adalah hasil suatu masalah yang
melahirkan banyak jawaban yang dihasilkan dari penelitian yang menghasilkan kesimpulan secara
realistik dalam problem solving model matematika.
Kondisi yang diharapkan adalah kondisi yang sudah dikenal (known condition)
Yakni kondisi yang terbuka di masa depan yang belum pernah dialami seseorang atau
organisasi yang berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya dan yang mengandug
ketidakpastian. Sistem pengendalian manajemen juga menyediakan berbagai sistem untuk
melaksanakan proses perencanaan dan implementasi rencana. Melalaui sistem pengendalian
manajemen, keseluruhan kegiatan utama untuk menjadikan perusahaan sebagai institusi pencipta
kekayaan dapat dilaksanakan secara terstruktur, terkoordinasi, terjadwal dan terpadu sehingga
menjanjikan tercapainya tujuan perusahaan-perusahaan bertambahnya kekayaan dalam jumlah
yang memadai. Sistem pengendalian manajemen pada dasarnya suatu sistem yang digunakan oleh
manajemen untuk membangun masa depan organisasi. untuk membangun masa depan organisasi,
perlu ditentukan lebih dahulu dalam bisnis apa organisasi akan berusaha.
Beda Karakteristik Orang yang Memiliki Problem Solving Mindset dengan karakteristik
orang yang memiliki Opportunity Mindset.
Pemicu Tindakan. Untuk orang yang memiliki problem solving mindset kondisi masa lalu akan
digunakan sebagai bahan acuan dalam menilai kelayakan kondisi yang akan dihadapi di masa yang
akan datang. Berbeda hal nya dengan orang yang memiliki opportunity mindset yang pada
dasarnya adalah orang yang memiliki keberanian untuk menjalajahi daerah yang belum pernah
dikenalnya sebelumnya. Sehingga, dia memiliki semangat untuk mengidentifikasi adanya peluang
masa depan yang belum pernah ditemukan.
Dasar untuk membentuk masa depan. Bagi orang yang memiliki problem solving mindset,
kondisi masa depan merupakan hasil proyeksi kondisi tertentu masa lalu ke masa depan. Apa yang
telah dikenalnya di masa lalu diproyeksikan ke masa yang akan datang. Namun, bagi seorang yang
mempunyai sifat opportunity mindset kondisi masa depan hanya dapat diciptakan berdasarkan
prakiraan perubahan yang akan terjadi di masa depan.
Respon terhadap Pemicu. Orang yang memiliki sifat problem solving hanya akan bertindak jika
terjadi penyimpangan keadaan yang dihadapi sekarang dari kondisi normal. Dan kondisi normal
adalah kondisi yang telah dikenal sebelumnya. Dengan demikian selama tidak terjadi kesenjangan
antara kondisi yang dihadapi sekarang dengan kondisi normal, orang yang memiliki problem
solving tidak akan melakukan tindakan apapun. Tetapi sangat berlawanan dengan orang yang
memiliki sifat opportunity mindset yang akan selalu bersikap proaktif terhadap perubahan. Jika ia
melihat adanya suatu perubahan di masa depan dan menyongsongnya sejak sekarang, sebelum
perubahan sendiri itu datang. Ia memiliki sifat yang tidak puas dengan apa yang ada sekarang,
sehingga dia akan bersikap kreatif untuk mengubah ketidakpuasan tersebut menjadi penciptaan
perubahan untuk menjadikan hasil yang diproduksi organisasinya sesuai dengan tuntutan
perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi di masa depan.
Sikap terhadap Risiko. Oleh karena orang yang memiliki problem solving hanya bereaksi jika
terdapat penyimpangan terhadap apa yang sebenarnya dipandang normal, maka orang ini akan
cenderung memiliki sifat yang menghindari risiko. Setiap usaha untuk mengajak orang ini
memasuki lingkungan yang belum dikenal sebelumnya, maka akan cenderung ditolak. Bagi orang
ini, ketidakpastian harus cenderung ditolak atau dihindari. Di lain pihak, orang yang memiliki
opportunity mindset beranggapan bahwa ketidakpastian yang terkandung dalam setiap peluang
yang dilihatnya merupakan tantangan, dan berarti ia berani menanggung risiko untuk melakukan
eksplorasi ke daerah yang belum pernah dikenalnya.
Sikap terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena orang yang memiliki problem solving
menjadikan kondisi yang telah dikenal sebelumnya sebagai acuan, maka pada dasarnya orang yang
bermindset ini akan cenderung mempertahankan aturan yang berlaku. Di lain pihak, orang yang
memiliki opportunity mindset memandang bahwa setiap apa yang ada sekarang menjadi tua. Apa
yang ada sekarang adalah hasil keputusan yang telah terjadi di masa lalu. Oleh karena itu,
opportunity mindset selalu berusaha mendobrak aturan yang teleh menjadi normal karena normal
berarti produk masa lalu dan segera tidak lagi tepat dengan kondisi masa depan.
Rencana strategik yang dihasilkan oleh tim penyusun rencana strategik dengan pola pikir problem
solving mindset tersebut akan memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Rencana strategik akan berisi proyeksi ke depan berbagai cara yang dipandang normal di
masa lalu.
2. Rencana strategik akan berisi peluang bisnis di masa lalu, bukan berbagai peluang bisnis
yang terbuka di masa depan.
3. Berbagai alternatif rangkaian tindakan yang dipilih dalam proses penyusun rencana
strategik adalah alternatif tindakan yang berisiko kecil. Dan dalam bisnis, risiko lebih kecil
berarti hasil ekonomi yang kecil pula.
Rencana strategik yang dihasilkan oleh tim penyusun rencana strategik dengan pola pikir
opportunity mindset tersebut akan memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Rencana strategik berisi prakiraan prospek bisnis yang akan terjadi di masa depan, yang
sejalan dengan perubahan lingkungan bisnis yang diperkirakan akan terjadi di masa depan.
2. Rencana strategik berisi berbagai rangkaian tindakan yang dilakukan untuk menyongsong
peluang bisnis masa depan.
3. Rencana strategik berisi rangkaian tindakan berisiko yang diperhitungkan dengan baik
sehingga atas keberanian menganggung risiko tersebut, perusahaan akan memperoleh
pengembalian yang memadai.
Bagaimana membangun Opportunity Mindset dalam diri tim penyusun secara strategik ?
Untuk membangun opportunity mindset dalam diri tim penyusun rencana strategik,
langkah-langkah berikut ini dapat ditempuh :
1. Memahami building blocks untuk membangun opportunity mindset.
2. Mengubah mindset anggota tim ke opportunity mindset.
3. Menanamkan courage dan risk taking melalui pelatihan
4. Melatih kemampuan tim untuk trendwatching
5. Melatih kemampuan anggota tim untuk envisioning.
CROSS-FUNCTIONAL MINDSET
Dunia dan lingkungan bisnis telah mengalami perubahan yang pesat dan radikal. Individualisme
telah melemah dan mulai digantikan dengan kerja tim. Spesialisasi telah tidak sesuai lagi dengan
tuntunan lingkungan kerja dan mulai digantikan dengan generalisasi gaya baru. Garis organisasi
yang kaku menjadi tidak lagi efektif dan mulai digantikan dengan kerjasama yang berubah-ubah.
Kekuasaan telah hilang pengaruhnya dan digantikan oleh pemberdayaan. Organisasi hirarkis telah
kehilangan daya keandalannya dan telah digantikan dengan organisasi jaringan, organisasi yang
berkemampuan untuk merespon dengan cepat perubahan lingkungan bisnis, organisasi informal,
dan organisasi horizontal.
Perubahan lingkungan bisnis tersebut menuntut pendekatan baru didalam membagun organisasi.
Cross-functional approach merupakan pendekatan baru untuk membangun struktur cross-
functional organization (organisasi lintas fungsional) yang memungkinkan tim lintas fungsional
(cross-functional team) memenuhi tuntutan lingkungan bisnis global. Untuk menjadikan personel
efektif dalam bekerja di tim lintas fungsional, personel perlu memiliki mindset yang cocok dengan
pendekatan lintas fungsional. Cross-functional mindset adalah sikap mental yang cocok bagi pekerja
yang bekerja dalam cross-functional organization. Di samping itu, Cross-functional mindset
merupakan mindset yang cocok dalam mewujudkan sistem pengendalian manajemen untuk
menghadapi lingkungan bisnis global.
Perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan pada umumnya merupakan penyebab
utama manajemen perlu ditinjau kembali pendekatan yang digunakan untuk mengorganisasi
sumber daya manusia. Ada dua faktor yang menyebabkan dibutuhkan cross-functional team, yaitu:
Manajemen memerlukan pendekatan baru dalam pengorganisasian sumber daya manusia agar
mampu memfokuskan perhatian seluruh personel organisasi dalam menghasilkan value bagi
customers. Melalui Cross-functional approach, organisasi diorientasikan ke sistem yang digunakan
untuk menghasilkan value bagi customer. Orientasi seperti ini menyebabkan perusahaan radikal
dalam cara manajemen mengorganisasi sumber daya manusia. Sumber daya manusia diorganisasi
ke dalam cross-functional team. Tim ini bekerja melalui sistem untuk pemuasan kebutuhan
customer.
Organisasi dapat dipandang dari dua sudut pandang: (1) sebagai kumpulan berbagai fungsi yang
terpisah, atau (2) sebagai suatu sistem. Pandangan sistem menggambarkan organisasi sebagai
suatu sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungannya melalui arus kerja yang terdiri dari
masukan, konversi, dan keluaran.
Sistem versus proses. Sistem terdiri dari kebijakan, motivator, teknologi, proses, dan operasi. Dari
definisi tersebut kebijakan, motivator, teknologi, proses, dan operasi merupakan lima komponen
sistem. Manajer cenderung mengaburkan perbedaan antara sistem dengan proses dan seringkali
menggunakan kedua istilah tersebut, seolah dapat saling menggantikan. Sistem sebenarnya
berbeda dengan proses. Pertama, sistem lebih luas dibandingkan proses. Suatu sistem terdiri dari
beragam proses, seperti yang terdapat dalam pemasaran, produksi, teknik, dan keuangan.
Didamping itu, arus kerja tidak hanya secara sederhana berupa arus berurutan, dari satu proses
atau operasi ke proses atau operasi yang lain.
Proses versus operasi. Operasi adalah pekerjaan yang dilaksanakan oleh manusia dan mesin atas
bahan atau informasi. Proses adalah arus produk, bahan, atau informasi dari seorang karyawan
atau tempat kerja satu ke karyawan atau tempat kerja lain. Untuk melakukan improvementterhadap
proses, manajemen tidak boleh hanya meningkatkan operasi pengolahan, atau operasi inspeksi,
atau operasi transport. Oleh karena masing-masing operasi dalam proses terkait satu dengan
lainnya, perbaikan di satu proses akan berpengaruh terhadap kinerja operasi yang lain dalam
proses tersebut.
TIM
Definisi tim. Tim adalah kumpulan orang yang, berdasarkan keahlian masing-masing yang bersifat
saling melengkapi, bekerja sama untuk mewujudkan tujuan tertentu bersama.
Tujuan tim. Tim dibentuk untuk mewujudkan tujuan tertentu. Ada tim yang dibentuk untuk
pengembangan produk, pengembangan sistem, improvement terhadap kualitas, penyelesaian
masalah, attau perekayasaan kembali sistem yang digunakan untuk melayani customer.
Masa kerja tim. Masa kerja tim dapat dibagi menjadi dua: sementara dan permanen. Tim yang
memiliki masa kerja permanen adalah tim yang dibangun sebagai bagian permanen struktur
organisasi perusahaan. Tim sementara adalah tim yang dibentuk untuk mewujudkan tujuan-tujuan
jangka pendek dan akan segera dibubarkan begitu tujuan tim telah tercapi.
Keanggotaan tim. Keanggotaan tim dapat bersifat fungsional atau lintas fungsional. Tim fungsional
beranggotakan orang-orang dengan keahlian sama, baik yang diperoleh dari pendidikan maupun
dari pengalaman. Tim lintas fungsional beranggotakan orang-orang dari berbagai fungsi dengan
berbagai keahhlian.
Definisi. Tim lintas fungsional adalah sekelompok perssonel yang berasal dari berbagai fungsi atau
disiplin dalam organisasi, berusaha bersama-sama mewujudkan tujuan tim.
Keanggotaan tim lintas fungsional. Tim lintas fungsional beranggotakan berbagai personel yang
memiliki keahlian tertentu di bidangnya. Dengan demikian tim lintas fungsional seringkali disebut
dengan tim multi disiplin. Dalam bidang pendidikan dikenal dengan nama tim interdisiplin.
Pemimpin tim lintas fungsional. Tim lintas fungsional dipimpin oleh seorang manajer yang
seringkali disebut dengan case manager, yang memegang kepemilikan sistem dan
bertanggungjawab untuk: (1) mencapai tujuan sistem, pemuasan kebutuhan customer, (2)
melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem tersebut.
Pendekatan Lintas Fungsional (Cross-functional approach) dalam Membangun Struktur
Organisasi
Tim lintas fungsional hanya akan efektif di dalam menjalankan organisasi lintas fungsional jika
mereka memiliki mindset yang cocok dengan organissai tersebut. Proses untuk menghasilkan
produk dan jasa menembus batas-batas antar fungsi. Dengan demikian manajemen atas aktivitas
pembuatan produk dan jasa penyediaan jasa hanya akan berhasil jika batas-batas antarfungsi
ditiadakan, baik secra fisik maupun secara mental.
Terdapat empat keyakinan dasar yang perlu ditanamkan dalam diri setiap personel tentang cross
functional approach :
1. Produk berkualitas hanya dapat dihasilkan secara konsisten melalui kerja sama lintas
fungsional
2. Kerjasama lintas fungsional menghasilkan sinergi
3. Cross functional approach membentuk learning organization
4. Kerjasama lintas fungsional memfokuskan sumber daya organissai ke kepuasan customer.
1. Kerjasama : Cross functional approach hanya akan terwujud jika anggota organisasi
menjunjung tinggi nilai kerjasama karena kompleksnya kebutuhan customer, usaha
individual dan fungsional tidak akan mampu memenuhi kebutuhan customer
2. Mental berlimpahan : adalah kemampuan jiwa seseoarng dalam menerima keberhasilan,
kelebihan, keberuntungan, penghargaan yang diperoleh orang lain
3. Kerendahan Hati : Kerendahan hati menjadikan orang mampu menerima kehadiran orang
lain dalam bekerja dan mampu membangun kerjasama dengan orang lain dalam mencapai
tujuan bersama.
Cross Functional Mindset diwujudkan kedalam dua komponen system pengendalian manajemen,
yaitu:
Cross functional mindset diwujudkan dalam struktur system pengendalian manajemen berikut ini:
Customer dilayani melalui tiga system utama: system order getting, system order filling, dan system
layanan purna jual.
Sistem Penghargaan Tim Lintas Fungsional : Cross functional mindset diwujudkan ke dalam
struktur pengendalian manajemen berupa system penghargaan yang cocok dengan organisasi
lintas fungsional. Untuk menanamkan perilaku tim kerja ke dalam diri personel, system
penghargaan personel didasrkan pada criteria kinerja yang mencakup :
1. Perumusan strategi
2. Perencanaan strategic
3. Penyusunan program
4. Penyusunan anggaran
5. Implementasi
6. Pengendalian