Anda di halaman 1dari 16

Kegawatdaruratan Pada Kulit

PENDAHULUAN

Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada
setiap saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak,
kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat
berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah
sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi
cacat serta meringankan penderitaan dari penderita

Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik dari penolong dan
sarana yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.
Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Diantaranya
akan menghubungi petugas kesehatan atau dokter terdekat. Tidak jarang bahwa anggota
Hansip, polisi dan pemadam kebakaran terlibat dalam hal ini. Pertolongan ini harus diberikan
secara tepat sebab penanganan yang salah justeru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh.
Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat
daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar
tidak menimbulkan kecacatan sampai kematian.

MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT

Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan
segera dan tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Luka Bakar
2. Toxic Epidermal Nekrolisis
3. Erythema Multiforme
4. Erythroderma
5. Angioedema
6. Steven Johnson Syndrome
7. Erythema Nodosum Leprosum
8..Pemfigus Vulgaris

1. Nekrolisis Epidermal Toxik


Definisi
Alan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang
menyerupai luka bakar pada kulit.18,19 Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit
yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.
Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa
menyebabkan penyakit ini. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat
dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua
kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada
badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.18

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya bahwa
fenomena immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan akumulasi
metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap
individu. Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan
apoptosis sel epidermis.18

Gejala klinik
Pasien mungkin menampakkan gejala-gejala prodromal 2-3 hari seperti malaise, rash,
demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, headache, anorexia, serta mual dan muntah,
dengan atau tanpa diare. Gejala dan tanda prodromal lainnya yang dapat berkembang seperti
konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%). Pada fase akut (8-12 hari) terjadi
demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan terlibatnya membran mukosa.
Komplikasi berupa stomatitis san mukositis, nyeri pada saat menelan sehingga pasien
beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Konjungtiva biasanya terlibat 1-3
hari sebelum munculnya lesi kulit. Erosi mukosa pipi, hidung, faring, dan trakeobronkial
dapat terjadi. Erosi juga dapat terjadi pada esofagus, perineum, vagina, uretra serta mukosa
usus.19
Tanda vital pasien dapat didapatkan hiperpireksia, hipotensi sekunder sampai hipovolemia
dan takikardi. Pada pameriksaan kulit didapatkan:
• Lesi kulit dimulai dengan nyeri/rasa terbakar, panas, eritematous, macula morbiliform
secara simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke seluruh badan.
• Nikolsky sign positif
• Krusta hemoragik pada bibir
• Konjungtivitis umumnya ditemukan sebelum terjadi pengelupasan epidermis.
• Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan merupakan kegagalan nafas akut
dan membutuhkan intubasi.

Gambaran Histopatologi
Secara histologi, terdapat penebalan nekrosis epidermis dengan tanda inflamasi dermis atau
epidermis. Bisa terdapat pelepasan dan pengelupasan epidermis. Nekrosis sel satelit dapat
terlihat, sampai nekrosis eosinofil secara luas.19

Pemeriksaan dan Tes


Tes-tes laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi simptomatik atau
suportif. Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat dilakukan untuk
mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial yang menyebabkan pneumonia.18

Terapi
Perawatan kegawatdaruratan: unit gawatdarurat harus mencegah kehilangan cairan dan
elektrolit dan mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan dan elektrolit secara agresif,
mengatasi nyeri, dan perawatan kulit dengan teliti merupakan tindakan yang sangat penting.
Pasien dengan lesi kulit yang luas memerlukan kamar isolasi dan lingkungan yang steril.
• Daerah erosi pada kulit harus di lindungi dengan pakaian pelindung nonadherent seperti
petroleum gauze
• Distress pernapasan bisa mengakibatkan pengelupasan dan edema dan membutuhkan
intubasi endotrakeal dan ventilasi.18

Cairan dan elektrolit harus dimonitor. Menjaga keseimbangan cairan dan basa titrat dengan
tekanan vena sentral dan output urine. Sekitar 3-4 L dibutuhkan pada pasien dengan 50 %
area kulit terlibat. Nutirsi secara parentral atau secara enteral via selang nasogastrik biasanya
dibutuhkan. Nutrisi enteral secara awal dan kontinu mengurangi risiko stress ulcers,
mengurangi translokasi bakteri dan infeksi enterogenik.19

2. Sindrom Stevens-Johnson

Definisi
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr.
Johnson, sindrom Stevens-Johnson,biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk
yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama
selaput mukosa. Juga ada efek samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis
epidermis toksik ( toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga bentuk yang lebih ringan,
disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang sindrom ini dikenal sebagai eritema
multiforme mayor.

Patofisiologi
SSJ adalah hipersensitifitas yang disebabkan oleh pembentukan sirkulasi kompleks imun
yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus, dan keganasan. Pada lebih dari setengah
kasus, tidak didapatkan adanya penyebab yang spesifik.20
Gejala klinik
Secara tipikal, penyakit ini dimulai dengan infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik.
Hal ini merupakan bagian dari gejala prodromal yang berlangsung selama 1-14 hari yaitu
demam, radang tenggorokan, sakit kepala, dan malaise. Muntah dan diare kadang merupakan
gejala prodromal. Lesi mukokutaneus berkembang secara tiba-tiba. Lesinya bersifat
nonpruritus. Riwayat demam bisa terjadi akibat terkena infeksi, namun demam telah
dilaporkan terjadi pada lebih 85% kasus. Keterlibatan membrane mukosa oral bisa membuat
pasien mengalami kesulitan dalam makan dan minum. Pasien yang mempunyai keterlibatan
dalam genitourinary bisa mengeluhkan disuria. Gejala tipikal tersebut diatas diikuti dengan
batuk produktif dengan sputum purulen tebal, sakit kepala, mialgia dan artralgia. Rash
dimulai dengan macula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bulla, plak urtikaria, atau
eritema yang konfluen.20
Penyebab SJS berupa:
• Obat-obatan dan keganasan merupakan etiologi pada dewasa dan orang tua.
• Pada kasus anak proses infeksi merupakan penyebab yang etrsering dibandingkan
keganasan atau reaksi obat.
• Obat-obatan seperti sulfa, fenitoin, atau penisilin telah diketahui sebagai penyebab pada dua
pertiga pasien dengan SSJ.
• Lebih setengah pasien dengan SSJ melaporkan infeksi saluran napas bagian atas
• Keempat kategori etiologi adalah (1)infeksi, (2)obat-obatab, (3)keganasan, dan
(4)idiopatik.20

Pemeriksaan laboratorium:
• Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dalam penegakan
diagnosis.
• CBC (complete blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis
nonspesifik. Peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebakan karena infeksi bakteri.
• Kultur darah, urin, dan luka merupakan indikasi bila dicurigai penyebab infeksi.20
Tes lainnya:
• Biopsi kulit merupakan pemeriksaan diagnostik tapi bukan merupakan prosedur unit
gawatdarurat.
• Biopsi kulit memperlihatkan bulla subepidermal
• Adanya nekrosis sel epidermis
• Infiltrasi limfosit pada daerah perivaskular.20
Penatalaksanaan:
• Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tand kehilangan cairan
berat dan mesti diterapi sebagai pasien SJS sama dengan pasien luka bakar.
• Perawatan gawatdarurat:
• Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.
• Luka kulit diobati sebagai luka bakar.
• Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas
hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.
• Penatalaksanaan SJS bersifat simtomatik dan suportif. Mengobati lesi pada mulut dangan
mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri. daerah yang mengalami
pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution
• Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi. Obat
penyebab harus dihentikan.
• Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.

3. Erythema Multiforme

Definisi
Eryhtema multiforme merupakan suatu penyakit akut dan merupakan penyakit kulit yang
self-limiting dan merupakan erupsi kulit yang meradang. Bercak kemerahan terbentuk dari
bintik-bintik merah di kulit, yang kadang-kadang tampak keunguan atau berisi cairan di
tengahnya. Ia juga biasanya mengenai daerah mulut, mata dan permukaan-permukaan lain
yang lembab. Dinamakan erythema multiforme karena munculnya variasi bentuk multiforme
dengan derajat tinggi dalam presentasi klinisnya. Variasi ini menyebabkan erythema
multiforme ini dibagi menjadi dua kelompok yang saling tumpang tindih yaitu eritema
multiforme minor dan eritema multiforme mayor atau lebih dikenali dengan Stevens-
Johnson’s syndrome.2

Epidemiologi
Eritema multiforme secara predominan diteliti pada dewasa muda dan sangat jarang pada
anak-anak. Biasanya lebih mengenai pada pria tanpa mempedulikan ras dan warna
kulit.2Peneliti lain menganggap eritema multiforme ini merupakan penyakit yang biasa pada
ahli kulit. Dari penelitian mereka mendapatkan separuh dari kasus mengenai golongan muda
(di bawah 20 tahun). Jarang didapatkan mengenai anak-anak di bawah 3 tahun dan mereka
yang berusia di atas 50 tahun. Laki-laki biasanya lebih banyak mengenai eritema multiforme
berbanding wanita tanpa ada predileksi ras. Sepertiga dari eritema multiforme kambuh
sementara musim biasanya mempengaruhi.2,4

Patofisiologi dan Penyebab


Patofisiologi penyakit ini belum terlalu dimengerti tetapi muncul pendapat yang mengatakan
penyakit ini melibatkan reaksi hipersensitivitas yang memicu berbagai stimulus, biasanya
bakteri, virus atau produk-produk kimia.
Penelitian prospektif internasional yang terbaru menunjukkan penyebab mayor dari eritema
multiforme ini adalah virus herpes. 4 Virus herpes yang paling sering menyerang adalah virus
HSV I dan II. Tercatat serangan herpes labialis pada penyakit ini diperkirakan sebesar 50%.
Herpes labialis biasanya menyerang pada lesi kutan (cutaneous lesion), muncul secara
simultan dan juga muncul setelah lesi target erythema multiforme muncul. Herpes labialis
menyerang lesi target pada erythema multiforme dalam waktu 3-14 hari. Dilaporkan
kebanyakan kasus pada anak-anak dan dewasa muda disebabkan oleh virus HSV tipe I, tetapi
ada juga yang mengatakan golongan ini masih bisa terkena erytheme multiforme akibat
serangan virus HSV tipe II. Selain virys herpes (HSV), erythema multiforme bisa disebabkan
oleh orf, Histoplasma capsulatum, dan virus Epstein-Barr.2

Gambaran Klinis
1. Gambaran histopatologik
Gambaran histopatologik berupa infiltrate limfosit dermal-epidermal junction dan sekitar
pembuluh darah dermal, dermal edema, nekrosis keratinosit epidermal, dan pembentukan
bulla subepidermal. Penelitian histology dan immunokimia mendapati pada erytheme
multiforme mempunyai densitas tinggi pada infiltrate sel yang kaya dengan limfosit-T. 4

2. Kriteria diagnostik
Kriteria diagnostik untuk erythema multiforme ialah adanya lesi target pada kulit yang
diameternya kurang dari 3 cm, mengenai kurang dari 20% permukaan tubuh, dengan
penglibatan minimal dari membrane mukosa yang biasanya bisa dilihat lewat biopsi. Lesi
kutaneus secara tipikal adalah simetrik, dan melibatkan ekstremitas, yang biasanya
predileksinya pada tangan bagian dorsal dan ekstensor.4
Dari penelitian, hamper kesemua lesi muncul dalam waktu 24 jam dan muncul sempurna
setelah 72 jam. Di dapatkan juga gatal dan rasa terbakar yang muncul diantara lesi-lesi. Lesi
primer biasanya berbentuk bundar, papul kemerahan yang biasanya menetap dikulit selama 7
hari atau lebih. Beberapa papul-papul kemerahan ini biasanya berubah menjadi lesi target.
Lesi target berupa perubahan warna zona konsentrik, dengan tengahnya yang agak kehitaman
atau zona keunguan dengan zona kemerahan di bagian luarnya. Lesi target selalunya
membentuk vesikel atau krusta di zona tengah selepas beberapa hari. Beberapa lesi
mempunyai tiga zona yang berbeda warna dengan pinggir kemerahan, putih di tengah dan
hitam di bagian yang paling dalam. Kadangkala, ia membentuk lesi iris karena terdapat
gambaran seperti pelangi (rainbow-like appearance).2

4. Erythroderma

Definisi
Erythroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk menjelaskan penyakit yang
sama dalam literatur. Terma sebelumnya menjelaskan eryhtroderma sebagai dilatasi yang
menyebar dari penbuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan
erythroderma secara substantial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi
waktu transitsel epidermal melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda. 1
Istilah ”red man syndrome” biasanya digunakan pada dermatitis exfoliatif yang idiopatik
yang mana tidak ditemukan penyebab primer walaupun telah menjalani beberapa serial
pemeriksaan dan tes. Erythroderma idiopatik ini ditandai dengan keratoderma palmoplantar,
limfadenopati dermatopati dan peningkatan kadar serum immunoglobulin E (IgE). Istilah
I’homme rouge merujuk kepada dermatitis exfoliatif yang merupakan limfoma sel-T
sekunder.3
Epidemiologi
Pada orang dewasa, penyakit kulit dini, beberapa keganasan atau malignancy dan allergi
obat-obatan bisa menyebabkan erythroderma, namun pada variabel, beberapa pasien
mengalami erythroderma tanpa penyebab yang jelas (Abrahams et al, 1963; Nicolis dan
Helwig, 1973; Sehgal dan Srivastava, 1986; Thestrup-Padersen et al, 1988). Kecuali apabila
kondisi ini menyangkut atau disebabkan oleh dermatitis atopik, dermatitis seborrhoeic, atau
ichtyosis herediter, erythroderma biasanya muncul selepas usia 40 tahun. Laki-laki dikatakan
berpotensi untuk terkena erythroderma dua kali lipat berbanding wanita.1

Etiologi
Erythroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab, yang paling sering lanjutan dari tahap
dini suatu gangguan kulit. Eryhtroderma juga bisa disebabkan oleh suatu efek samping dari
reaksi obat-obatan. Walaubagaimanapun, sebanyak 30% dari semua kasus erythroderma yang
dilaporkan, tidak ada panyebab yang jelas ditemukan. Iniuyang dinamakan erythroderma
idiopatik.
Penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu gangguan kulit
yang menyebabkan erythroderma ialah:
• Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatiti kontak (allergi atau iritan) dan dermatitis
stasis (gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec.
• Psoriasis
• Pityriasis rubra pilaris
• Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa.
• Limfoma sel-T kutaneus (Sezary Syndrome)
Erythroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik seperti:
• Kaganasan interna seperti karsinoma rektum, paru-paru, tuba fallopi, kolon.
• Keganasan hematologi seperti limfoma dan leukaemia.
• Penyakit Graft vs Host
• Infeksi HIV.7

Patofisiologi
Peningkatan perfusi darah kulit mundul pada erythroderma yang menyebabkan disregulasi
temperatur (menyebabkan kehilangan pabas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung.
Kadar metabolik basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.3
Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas
efektif di stratum korneum. Ini akn menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang
berlebihan. Normalnya kehilangan caira dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua
pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari
perspirasi basal. Kekurangan barier pada erythroderma ini menyebabkan peningkatan
kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses
pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.1
Hilangnya sisik eksfoliatif yang bisa mencapai 20-30g/hr memicu kepada timbul keadaan
hipoalbuminemia yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliative. Hipoalbuminemia muncul
akibat menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya paling
sering ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel. Respon imun mungkin bisa
berubah, seiring adanya peningkatan gamma-globulins, peningkatan serum IgE pada
beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV.3
Gambaran Klinis
1. Gambaran histologis
a) Penyakit kutaneus tahap awal (pre-existing cutaneuous disease)
Psoriasis mempunyai spongiosis minimal dengan infiltrate neutrofil dan limfosit pada dermal,
tetapi bukan eosinofil atau sel plasma. Mikroabses Munro di epidermis, menyebabkan
parakeratosis, penipisan epidermis suprapapillary dan edema dari papillae dermal disertai
dilatasi kapiler papilari.
b) Penyakit sistemik
Allergi obat-obatan bisa memaparkan eosinofil diantara infiltrate eosinofil. Mikosis
fungoides / Sezary syndrome bisa membentuk gambaran infiltrat seperti monotonous band
(monotonous band-like infiltrate), terdiri dari sel mononuclear –cerebriform yang besar,
sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis papillary,
epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses Pautrier tanpa epidermis (Sentis et al,
1986)*
c) Idiopatik
Specimen histologik tidak spesifik, walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukkan
bukti dari mikosis fungiodes.
2. Gambaran klinik
Erythroderma biasanya muncul pada mereka yang berusia diatas 40 tahun. Biasanya lebih
banyak mengenai laki-laki berbanding wanita. Ia bisa berlaki sangat cepat. Gejala dan
simtom erythroderma termasuklah:7
• Kemerahan kulit ganeral (erythema) dam pembengkakan yang meliputi 90% atau lebih dari
seluruh permukaan kulit.
• ‘Serous ooze’, hasil dari pakaian yang melekat di kulit dan bau yang tidak menyenangkan.
• Penyisikan 2-6 hari selepas onset erythema, seperti empingan yang besar.
• Berbagai derajat kegatalan yang kadang-kala tidak bisa di toleransi.
• Penebalan sisik pada kepala dengan berbagai derajat keguguran rambut termasuk kebotakan
total.
• Penebalan telapak tangan dan kaki (keratoderma)
• Pembengkakan kelopak mata bisa menyebabkan ectropion ( permukaan dalam kelopak mata
bawah terpapar keluar)
• Kuku menjadi pecah dan menebal bahkan sampai tercabut.
• Erythroderma yang lama bisa menyebabkan perubahan pigmen (bercak coklat dan / atau
putih pada kulit)
• Infeksi sekunder bisa menyebabkan munculnya pustul dan krusta
• Pembesaran kelenjar limfe (lifadenopati)
• Kontrol temperatur yang abnormal yang mengakibatkan demam dan menggigil atau
hipotermia
• Meningkatkan denyut jantung sebagai akibat dari gagal jantung yang tidak ditangani atau
kasus-kasus berat yang biasanya terjadi pada orang tua.
• Kadar elektrolit yang abnormal serta dehidrasi akibat kehilangan cairan lewat kulit.
• Kadar serum albumin yang rendah akibat kehilangan protein dan peningkatan kadar
metabolik.

5. Angioedema

Definisi
Angioedema dan urtikaria memberikan manifestasi yang berbeda dengan proses patologi
yang sama.Kedua-dua kondisi menunjukkan terdapat kebocoran cairan dan edema pada hasil
postcap.Walaubagaimanapun,angioedema melibatkan pembuluh darah pada superficial
dermis di lapisan kulit.Hasil ini menunjukkan gambaran klinis yang berbeda.Respon diatas
diperantarai oleh histamine,serotonin dan kinin(contohnya;bradikinin) yang menyebabkan
dilatasi arteriol dimana junction diantara sel endotel longgar dari kapilari dan
arteriol.10Angioedema muncul sebagai gambaran klinis dari mekanisme imunologi dan
inflamasi atau bisa juga idiopatik.Angioedema bisa muncul selepas terjadi reaksi IgE- atau
IgE reseptor dengan disertai abnormality sistem komplemen dan sistem efektor plasma
setelah degranulasi mast sel dan berhubung dengan aktivasi asam arakidonat seluler pada
metabolic pathways .11Angioedema adalah penyakit biasa dimana tergantung kepada faktor
usia,bangsa,sex,pekerjaan dan lokasi geografi serta musim,angioedema bisa mungkin menjadi
proses akut jika kurang dari 6 minggu.Angioedema dengan urtikaria atau tidak
diklasifikasikan kepada alergik,hereditary atau idiopatik.11

Gambaran Klinik
 Edema pada muka,extremitas,mungkin sedikit nyeri tanpa pruritus,bisa terjadi beberapa
hari.Melibatkan juga bibir,dagu,area periorbital,lidah dan laring.11
Angioedema bisa juga pada system organ vital contohnya traktus respiratorius.12
 Pembengkakan superficial dermis dengan wheals yang ditandai dengan warna pink dan
pruritus dimana area angioderma sering pucat dan nyeri.13

Penatalaksanaan
a) Penjagaan prehospital
Menjaga jalan nafas
Intubasi nasofaringeal
Steroids epeniferin subcutaneous
b) Emergency department care
Menjaga jalan nafas
Intubasi nasofaringeal
Steroids epeniferin subcutaneous
Angioedema kronik merespon baik pada steroids dan H2 blockers.
subcutaneous,antihistamin dan steroid.Angioedema herediter lebih melawan kepada
penggunaan epineferin
Stanozolol,anabolic steroid,danazol,inhibitor gonadotropin.
 Asam aminocaproic untuk seimbangkan pregantian C11NH untuk mengelakkan
serangan.Fresh frozen plasma mungkin bisa digunakan untuk sementara.

c) Konsultasi
Ahli imunologi bisa bertemu dengan penderita yang tidak diketahui history angioedemanya.
Pada penderita dengan tipe heriditer follow up dengan ahli imunologis sangat penting.

6. Eritema nodosum leprosum

Definisi
Eritema nodosum merupakan penyakit akut, noduler, erursi eritematoua yang biasanya
terbatas pada bagian extensor kaki. EN jarang kronik dan rekuren tapi bisa saja terjadi. EN
dianggap sebagai reaksi hipersensitivitas dan bisa terjadi oleh karena beberapa penyakit
sistemik atau karena terapi obat, atau mungkin saja idiopatik. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan dengan pria dengan rasio 4:1. EN bisa terjadi pada anak-anak dan pada pasien
dengan usia lebih dari 70 tahun, tapi lebih sering terjadi pada dewasa muda yaitu pada usia
18-34 tahun.22

Patofisiologi
EN mungkin merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap berbagai jenis
antigen, complex imun dalam sirkulasi belum ditemukan pada jenis idiopatik atau kasus-
kasus biasa tapi mungkin ditemukan pada pasien dengan penyakit inflamasi saluran cerna. 22

Gejala klinik
Fase erupsi EN dimulai dengan flulike symptoms dengan demam dan nyeri seluruh badan.
Artralgia bisa terjadi dan mendahului erupsi atau muncul selama fase erupsi. Lasi yang
timbul oleh karena infeksi akibat EN banyak yang sembuh dalam 7 minggu, tapi bentuk aktif
mungkin bisa sampai 18 minggu. Namun, pada 30 % EN yang idiopatik bisa bertahan sampai
lebih dari 6 bulan. Demam dengan penemuan kelainan kulit seperti tiba-tiba sakit dengan
demam yang diikuti dengan nyeri rash selama 1-2 hari. 22
Pada penemuan fisik, kelainan kulit didapatkan terbatas pada kulit dan sendi. Lesi mulai
dengan bentuk nodul merah yang nyeri tekan. Batas lesi sulit ditentukan, dan berukuran 2-6
cm. Selama minggu pertama lesi menjadi keras, tegang, dan nyeri, pada minggu kedua, lesi
menjadi fluktuan sepeti pada abses, tapi tidak bersifat supuratif atau ulseratif. Lesi ada selama
hamper 2 minggu, tapi kadang, lesi baru selanjutnya muncul selama 3-6 minggu. Sakit pada
kaki dan bengkak pada pergelangan kaki bisa berlangsung selama berminggu-minggu.
Distribusi lesi kulit: lesi muncul pada kaki bagian anterior, walapun demikian, lesi tersebut
juga bisa muncul pada tempat lain. Lesi berubah warna pada minggu kedua dari merah terang
menjadi biru pucat. Lesi akan menghilang pada 1 atau 2 minggu karena deskuamasi kulit.
Adenopati hiler bisa berkembang karena reaksi hipersensitifitas EN. Limfadenopati hiler
bilateral berhubungan dengan sarkoidosis, dengan perubahan umilateral bisa terjadi dengan
infeksi dan keganasan. Artralgia terjadi pada lebih dari 50 % pasien dan mulai selama fase
erupsi atau mendahului erupsi selama 2-4 minggu. Eritema, bengkak dan nyeri terjadi pada
sendi, kadang dengan efusi. Nyeri sendi dankaku pada pagi hari dapat terjadi. Beberapa sendi
dapat terlibat, namun pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan adalah sendi yang
paling sering terlibat.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiology
3. Tes-tes lainnya: skin test epidermal
4. Histopatologi: gembaran klasik EN yaitu penniculitis septal dengan infiltrate inflammatory
limfositik perivaskuler superfisial tipis dan dalam. 22

Penatalaksanaan

Pada banyak pasien, EN merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri dan hanya
membutuhkan terapi simptomatik dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kompres
dingin, elevasi dan tirah baring. Konsultasi dan kerjasama mungkin diperlukan antara:
• Ahli penyakit kulit dan kelamin untuk evaluasi penyebab EN
• Ahli penyakit dalam untuk evaluasi penyebab EN.22
7. Pemfigus vulgaris

Definisi
Pemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh.
Pemfigus dideskripsikan sebagai kelompok penyakit bullosa kronik, yang diberi nama oleh
Wichman pada tahun 1791.Istilah pemfigus masuk dalam kelompok penyakit melepuh
autoimun pada kulit dan membrane mukosa yang ditandai oleh adanya lepuhan intradermal
dan ditemukannya antibody immunoglobulin G (IgG) dalam sirkulasi yang melawan
permukaan sel keratinosit. Yang termasuk dalam penyakit pemfigus adalah pemfigus vulgaris
(PV), pemfigus folliaceus dan paraneoplastik pemfigus dengan kasus pemfigus vulgaris yang
terbanyak yaitu sekitar 70 %.25

Patofisiologi
PV adalah penyakit autoimun, intraepithelial, penyakit melepuh yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yang ditandai dengan didapatkannya antibodi dalam sirkulasi yang
menyerang permukaasn sel keratinosit. Pada tahun 1964, autoantibodi menyerang permukaan
keratinosit digambarkan pada pasien pemfigus. Observasi klinik dan experimental
menunjukkan autoantibody dalam sirkulasi merupakan pathogen. Predisposisi
immunogenetik tak bisa dipungkiri. Lepuhan yang terjadi pada PV berehubungan dengan
ikatan autoantibody IgG pada permukaan molekul sel keratinosit. Antibodi interseluler atau
PV ini berikatan dengan desmosom keratinosit dan dengan area bebas desmosom pada
membran sel keratinosit. Ikatan autoantibody menyebabkan kehilangan adhesi sel, disebut
akantolisis.25
PV antigen: adhesi intraseluler pada epidermis melibatkan beberapa molekul permukaan sel
keratinosit. Antibodi pemfigus mengikat molekul permukaan sel keratinosit desmoglein 1 dan
desmoglein 3. ikatan antibodi dengan desmoglein menyebabkan efek langsung terhadap
adheren desmosomal atau mungkin memacu proses seluler yang menghasilkan akantolisis.
Antibodi spesifik untuk antigen desmosomal juga didapatkan pada pasien PV, meskipun
begitu, peran antigen pada patogenesis penyakit masih belum diketahui. Antibodi: pasien
dengan penyakit aktif mempunyai autoantibodi dalam sirkulasi dan terikat pada jaringan dari
subklas IgG1 dan G4.25

Gejala klinis
PV menunjukkan lesi pada mulut pada 50-70% pasien, dan hampir semua pasien mengalami
lesi pada mukosa. Lesi mukosa mungkin merupakan tanda awal sekitar 5 bulan sebelum lesi
kulit berkembang. Pada kulit, terjadi lesi kutaneus. Lesi pada PV adalah lepuhan yang kaku,
yang bisa terdapat pada kulit normal tapi bisa ditemukan pada kulit eritematous. Kulit yang
terlibat sering terasa nyeri tapi jarang gatal.25
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa merupakan tempat yang pertama kali terserang.
Pasien dengan lesi mukosa mungkin didaptkan oleh dokter gigi, dokter bedah oral, atau ahli
ginekologi. Pada membran mukosa didapatkan
• Bulla yang intak jarang pada mulut. Biasanya ditemukan berbentuk tidak teratur, erosi pada
ginggiva, buccal, atau palatin yang nyeri dan lambat membaik.
• Membrane mukosa yang paling sering adalah cavum oral yang terlibat pada hampir semua
pasien PV dan kadang merupakan satu-satunya area yang terlibat. Erosi mungkin bisa terlihat
di suatu daerah cavum oral. Erosi mungkin menyebar sampai ke laring yang menyebakan
serak. Pasien sering tidak bisa makan atau minum secara adekuat karena erosi.
• Permukaan mukosa lainnya dapat terlibat termasuk konjungtiva, esofagus, labia, vagina,
serviks, penis, uretra, dan anus.25
Gambar 8 (A)Pemfigus vulgaris pada cavum oral. (B) Pemfigus vulgaris pada kulit

Pada kulit: lesi primer PV adalah lepuhan flaccid yang berisi cairan yang tumbuh pada kulit
normal atau pada kulit eritematous. Lepuhannya rapuh, sehingga, intak lepuhan mungkin
tipis. Cairannya keruh, atau lepuhan yang ruptur akan menghasilkan erosi yang nyeri, yang
paling banyak ditemukan di kulit. Erosi sering besar karena cenderung meluas secara perifer
dengan peragntian epitel. Pada kuku didapatkan peronikia akut, subungual hematom, dan
distrofi kuku. 25

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
• Dalam menegakkan diagnosis dilakukan: histopatologi, direct immunofluorescence (DIF),
dan indirect immunofluorecence (IDIF)
• Biopsi kulit25

Penemuan histologi: histopatologi menggambarkan lepuhan intradermal. Perubahan awal


terdiri dari edema dengan kehilangan ikatan interseluler pada lapisan basal. Lepuhan kulit
mengandung sel akantolitik. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk membedakan
PV dengan pemfigus folliaceus.25

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PV sama dengan penyakit bullosa autoimun yang lain, yaitu dengan
mengurangi formasi blister, mempercepat penyembuhan blister(lepuhan) dan erosi , dan
mnentukan dosis obat minimal dalam mengontrol proses penyakit.
Konsulatsi dan kerjasama dapat dilakukan antara:
• Ahli penyakikt mata
• Ahli THT
• Penyakit dalam subdivisi endokrinalogi25
Daftar Pustaka

1. Clark RA dan Hopkins T , The other eczemas, In: Moschella S, Hurley H (editor).
Dermatology: 3rd ed. Edinburgh: Mosby: 2003. p. 489-93

2. Weston WL, Erythema Multiforme and Steven-Johnson syndrome. In: Bolognia J.L,
Jorizzo LJ, Rapihi RP (editors). Dermatology: volume one. London. Mosby: 2003.p 313-16

3. Umar SH. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). [online] 2006 Feb 8 [cited
2007 jan 17]; available from: URL: http://www.emedicine.com/

4. Oguindele O. Erythema multiforme. [online] 2006 June 19 [cited 2007 Jan 17]; available
from: URL: http://www.emedicine.com/

5. Stewart M. Erythema Multiforme and Toxic Epidermal Necrolysis [online] 1992 Feb 20
[cited 2007 Jan 17]; availabla from: URL:http:www.BCM.org/Erythema multiforme/htm

6. American Osteopathic College of Dermatology. Erythema Multiforme. [online] [2001]


[CITED 2007 Jan 17]; Available from: URL:http:www.AOCD.org/Erythema
Multiforme/htm

7. New Zealand Dermatologycal society incorporated. Erythroderma. [online] 2006 Dec 26


[cited 2007 Jan 17]; Available from: URL:http://www.DermNet.NZ.org/

8. Kim J. Staphylococcal scalded skin syndrome. [online] 2005 Aug 10 [cited 2007 Jan 24];
Available from: URL: http://www.emedicine.com/

9. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Staphylococcal Scalded Skin


Syndrome. [online] 2006 Dec 25 [cited 2007 Jan 24]; Available from :URL:
http//www.DermNEt.NZ.org/

10. Dodds N. Angioedema. [online]2005 [cited 2007 January 20]. Available from:
http://ww.emedicine.com/emerg/topic32.htm

11. Soter. NA, Kaplan AP. Urticaria and angioedema. In: Freedberg I.M, Elisen AZ, Wolff
K, Austen K. F, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fritzpatrick’s Dermatology in general
Medicine. 6th ed. New York (NY): Mc Graw Hill; p. 1129-1138

12. Moschella SL, Hurley HJ, Urticaria and Angioedema. In: Dermatology. 3rd edition.
Philadelphia: WB. Saunders company; p 286-304

13. Gratton CHE, Black AK: Urticaria and Angioedema. In: BOlognia JL. Jorizzo JL, Rapihi
RP, Dermatology. Volume one. London: Mosby; p. 287-9
14. Levene GM, Calnan CD, A Colour atlas of dermatology. 7th ed. Wolfe Medical
Pablications LTD; 1979. p. 99-270

15. kosasih A, Wisnu IM, Daili ES, Minaldi SL; Kusta: Djuanda A, Hamzah M, Aishah S,
editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1999. p.71-86
16. Smith DS. [online] 2006 [cited 2006 July 24]. Available from:
http://www.emedicine.com/med/topic1281.htm

17. James WD, Berger TG, Elston DM. Hansen’s disease. In Andrews Diseases of THE Skin
Clinical Dermatology. 10th ed. New York: Saunders Elsevier; p. 344-52

18. Garra GP. Toxic Epidermal Necrolysis. [online] 2005 [cited 2007 January 24]; [9
screens]. Available from: http://www.emedicine.com.toxic epidermal necrolysis.htm

19. Cohen V. toxic Epidermal Necrolysis. [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [11
screens]. Available from: http://www.emedicine.com. Toxic epidermal necrolysis.htm

20. Parrillo SJ. Steven-Johnson Syndrome. [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [10
screens. Available from: http://www.emedicine.com.Steven Johnson Syndrome.htm

21. Hebel JL. Erythema nodosum. [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [11 screens].
Available from: http://www.emedicine.com/derm/topic138.htm

22. Requena L. Erythema Nodosum. [online] 2006 [cited 2002 January 24]; [11 screens],
available from:http://dermatology.cdlib.org/DOJvol8num1/reviews/enodosum/requena.html

23. Erythema and urticaria [online] 2006 [cited 2007 January 24]. Available from: http://
Principles of Pediatric Dermatology - Chapter 29 ERYTHEMAS AND URTICARIA.html

24. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Pemvigus Vulgaris. [online] 2006
[cited 2002 January 24]. Available from: http://www.dermnetnz.org/immune/pemphigus-
vulgaris.html

25. Zeina B. Pemvigus Vulgaris. . [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [11 screens].
Available from: http://www.emedicine.com/dermatology\pemv vulgaris\eMedicine -
Pemphigus Vulgaris .htm
Contoh format tugas

ASUHAN KEPERAWATAN............

A. Pengkajian

1. Biodata
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengalami, nyeri tenggorokan sulit menelan, tidak selera makan.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit menular.
3. Pengkajian
1) ABCDE
2) Pemeriksaan fisik
 Tanda-tanda vital
1) Keadaan umum : compos mentis
2) Tekanan darah :
3) Nadi :
4) Suhu :
5) Respirasi :
 Head to toe
1) Kulit dan rambut
2) Kepala
3) Mata
4) Teling
5) Hidung
6) Mulut
7) Leher

3). Pemeriksaan penunjang


a) Pemeriksaan laboratorium:
b) Pemeriksaan darah lengkap (CBC)
.
B. Analisa data (3 diagnosa)

No. Tgl/jam Data fokus Etiologi Problem


1.
2.
3.
C. Diagnose keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kulit


2) Gangguan integritas kulit .....................
3) ..........................

D. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional


1.

2.

3.

E. Implementasi keperawatan

No. Tgl/jam Diagnosa Implementasi


1.
2.
3.

F. Evaluasi

No. Tgl/jam SOAP


1. S: pasien mengatakan tidak merasa nyeri seperti terbakar.
O: Menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh.
A: masalah keperawatan teratasi.
P: hentikan intervensi.
2.
3.

Anda mungkin juga menyukai