Anda di halaman 1dari 19

Kata Pengantar

Alhamdulillah Hirabbil Alamin..


Segala puji bagi Allah SWT., Sang Maha Pencipta dan Pengatur alam semesta. Berkat
ridho dan rahmatNya, kami akhirnya mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Medis dan Konsep Dasar Keperawatan Gangguan Sistem Pernapasan: Efusi Pleura”
tepat pada batas waktu yang telah ditentukan. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing bidang mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, Bapak Fredy
Akbar, S. Kep, Ns, M. Kep yang telah mengarahkan dan membimbing demi terselesaikannya
makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
memberikan referensi dalam penyusunan makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kami alami,
yang menyebabkan masih banyaknya kesalahan dan kekurangan dalam pembahasan materi
yang ada. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran yang positif serta
membangun dari seluruh pembaca, agar makalah kami dapat mendatangkan manfaat di masa
yang akan datang.

Gorontalo, 5 Oktober 2017

Penulis

1|Efusi Pleura
Daftar Isi
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4
D. Batasan Masalah 4
BAB II: PEMBAHASAN
A. Definisi 5
B. Anatomi dan Fisiologi 5
C. Etiologi 7
D. Klasifikasi 9
E. Manifestasi Klinis 11
F. Patofisiologi 12
G. WOC 13
H. Komplikasi 13
I. Pemeriksaan Penunjang 14
J. Penatalaksanaan 14
BAB III: KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 15
B. Pemeriksaan Fisik 15
C. Diagnosa Keperawatan 16
D. Intervensi Keperawatan 16
BAB IV: PENUTUP
A. Kesimpulan 18
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19

2|Efusi Pleura
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi
normal di dalam rongga pleura diantara pleura parietalis dan visceralis dapat berupa
transudat atau cairan eksudat (Halim et al, 2007). Pada keadaan normal rongga pleura
hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,
malignitas, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark paru,
serta gagal jantung kongestif. Efusi pleura di negara-negara barat terutama disebabkan
oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, malignitas, dan pneumonia bakteri,
sementara pada negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia lazim
diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis (Halim et al, 2007; Sureka et al, 2013).
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh
dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi
pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya
menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan
pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI ( 2006 ), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka
kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi
pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang
padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana
kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.
Peran perawat disini adalah untuk menjaga agar infeksi sekunder tidak terjadi
lagi, dan masalah-masalah yang timbul pada pasien dengan efusi pleura dapat dicegah
dengan cara melakukan preventif misalnya mengurangi merokok dan mengurangi
minum–minuman beralkohol, kuratif misalnya dilakukan pengobatan ke rumah sakit
dan melakukan pemasangan WSD bila diperlukan, rehabilitatif misalnya melakukan
pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan.

II. Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan efusi pelura?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi pleura?
3. Apa sajakah etiologi dari efusi pelura?
4. Bagaimana manfestasi klinisnya?
5. Apa saja klasifikasinya?
6. Bagaimana patofisiologinya?
7. Apa sajakah komplikasi yang dapat disebabkan oleh efusi pelura?
3|Efusi Pleura
8. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
9. Apakah penatalaksanan yang dapat diberikan?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pelura efusi pelura?

III. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gagguan
sistem pernapasan (klien dengan efusi pelura).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus Asuhan Keperawatan Klien dengan Sistem Pernapasan “Efusi
Pleura” , ini disusun agar:
a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi efusi pelura.
b. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi efusi.
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi efusi pelura.
d. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi efusi pelura.
e. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis efusi pelura.
f. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi efusi pelura.
g. Mahasiswa dapat mengetahui WOC efusi pelura.
h. Mahasiswa dpat mengetahui komplikasi efusi pelura.
i. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang efusi pelura.
j. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan efusi pelura.

IV. Batasan Masalah


Makalah kami terbatas hanya untuk membahas tentang gangguan sistem
pernapasan, yaitu efusi pelura.

4|Efusi Pleura
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan
atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, 2009: 106).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak di
antara permukaan viseral dan pariental, adalah penyakit primer yang jarang terjadi
tatapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Bruner &
Suddarth, 2002).
Efusi pleura adalah berkumpulnya cairan di lapisan viseralis dan parientalis
yang bersifat patologis (Sularman , 2003).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural yang terjadi
karena proses penyakit primer dan dapat juga terjadi karena penyakit sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih yang merupakan transudat, dan berupa
pus atau darah (Baughman, 2000).
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efusi
pleural adalah suatu kondisi dimana terjadi penimpunan cairan abnormal pada ronggal
pleura.

B. Anatomi dan Fisiologi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut.


Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah.
Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura ke dalam dua lobus atas dan bawah. Permukaan
datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kaumi media sternum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang
tipis disebut pleura (Syaifudin 1997).
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
5|Efusi Pleura
kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura
merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks
dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan
jaringan elastis (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-
paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya
terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm). Diantara
celahcelah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini
terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini
(dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada
lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta
pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan
kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih
tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan
serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A.
Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor
saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem
persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan
pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari
dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium
pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut
dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada
ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis
sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu
ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20
cc (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002: 786).
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis
dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan
toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling
melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang
lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan
bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap
kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara
tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan
onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya

6|Efusi Pleura
ada

beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price dan
Lorraine M, 2005: 739)
C. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Menurut Brunner &
Suddart (2001), terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara
lain tuberkulosis, pnemonitis, abses paru, dan abses subfrenik.
2. Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi
pleura antara lain kanker paru, kanker pleura (primer dan
sekunder), kanker mediastinum, tumor ovarium, bendungan
jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal
ginjal. Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan
efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
 Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah
penyebab terbanyak timbulnya efusi pleura.
Penyebab lainnya dalah pericarditis konstriktiva dan
sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan
kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan
aliran getah bening juga akan menurun (terhalang)
sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru
paru meningkat.
 Emboli Pulmonal
7|Efusi Pleura
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang
terkena emboli pulmonal. Keadaan ini dapat disertai
infark paru ataupun tanpa infark. Emboli
menyebabkan turunnya aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun
kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna
merah). Di samping itu permeabilitas antara satu
atau kedua bagian pleura akan meningkat, sehingga
cairan efusi mudah terbentuk.
 Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan
hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana
osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan
tekana osmotik darah. Efusi yang terjadi
kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat
menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi
pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah
sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya
cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat
walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Terdapat
beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada
neoplasma, yakni:
 Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya
permeabilitas pleura terhadap air dan protein.
 Adanya massa tumor mengakibatkan
tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan
getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein.
 Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah
terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia.
c. Efusi pleura karena sebab lain
 Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu
trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada dada,
rupture esophagus karena muntah hebat atau karena
pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
 Uremia. Salah satu gejala penyakit uremia lanjut
adalah poliserositis yang terdiri dari efusi pleura,
efusi perikard dan efusi peritoneal (asites)
Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui
betul, tetapi diketahui dengan timbulnya eksudat

8|Efusi Pleura
terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura,
perikard atau peritoneum. Sebagian besar efusi
pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang
jelas seperti sesak nafas, sakit dada, atau batuk.
 Miksedema. Efusi pleura dan efusi perikard dapat
terjadi sebagai bagian miksedema. Efusi dapat
terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama.
Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein
dengan konsentrasi tinggi.
 Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai,
muka, tangan dan efusi pleura yang berulang pada
satu atau kedua paru. Pada beberapa pasien terdapat
juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
 Reaksi hipersensitif terhadap obat. Pengobatan
dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-
kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap
paru-paru dan pleura berupa radang dan dan
kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
 Efusi pleura idiopatik. Pada beberapa efusi pleura,
walaupun telah dilakukan prosedur diagnostic
secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis,
analisis cairan, biopsy pleura), kadang-kadang
masih belum bisa didapatkan diagnostik yang pasti.
Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi pleura
idiopatik (Asril Bahar, 2001).
d. Efusi pleura karena kelainan intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi
infeksi dan peradangan yang terdapat di bawah diafragma,
seperti pankreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi
akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses
limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat
juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya
cairan yang kaya dengan enzim pankreas ke rongga pleura
melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat
serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi
pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi
abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi
intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
 Sirosis Hati.
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis
hati. Kebanyakan efusi pleura timbul bersamaan
dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara
cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat
hubungan fungsional antara rongga pleura dan

9|Efusi Pleura
rongga abdomen melalui saluran getah bening atau
celah jaringan otot diafragma.
 Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan
penyakit tumor pada ovarium (jinak atau ganas)
disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis
terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul.
Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura
dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di
rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan
pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
 Dialisis peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah
dilakukannya dialisis peritoneal. Efusi terjadi pada
salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan
cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga
pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini
terbukti dengan samanya komposisi antara cairan
pleura dengan cairan dialisat.

D. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni:
1. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak
dan sering hemoragik.
2. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya
bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit.
3. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma
maligna karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi
akan berbentuk empisema akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi:
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu,
sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi
reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik.
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal.
c. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura

10 | E f u s i P l e u r a
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak).
b. Sindrom nefrotik.
c. Obstruksi vena cava superior.
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu
defek diafragma atau masuk melalui saluran getah
bening).
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui
membran kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein
transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah
karena adanya peradangan pada pleura misalnya infeksi, infark
paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam caira pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain infeksi (tuberkulosis,
pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma
bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE
(Sistemic Lupus Eritematosis) (Hadi Halim, 2001: 787-788).
3. Efusi hemoragik
Dapat disebabkan oleh keganasan dan dapat pula oleh karena
infark paru. Pada infark paru cairan pleura dapat mengandung
mesotel, dimana harus dibedakan dengan mesotelioma.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi 2:
1. Unilateral
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya.
2. Bilateral
Ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini:
 Kegagalan jantung kongestif.
 Sindroma nefrotik
 Asites.
 Infark paru.
 Tumor.
 Tuberkulosis.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi kinik yang muncul (Tierney, 2002 dan Tucker, 1998) adalah
1. Sesak nafas.
2. Nyeri dada.
3. Kesulitan bernafas.
4. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi.
5. Keletihan
11 | E f u s i P l e u r a
6. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkostal.
7. Vokal fremitus menurun.
8. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
9. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan
terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba.

F. Patofisilogi
Secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa ada
friksi. Pada gangguan tertentu, cairan dapat terkumpul dalam ruang pleural pada titik
dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis dan hamper selalu
merupakan signifikan patologis (Mukti, 2006).
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera di reabsorpsi, tiap
harinya di produksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg).
kemampuan untuk reabsorpsi dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk
dan reabsopsi tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsi menurun)
maka akan timbul efusi pleura (Mukti 2006).
Efusi pleura sering kali dibagi dalam kategori eksudat dan transudat.
Transudat adalah cairan dalam ruang intersisial yang terjadi sebagai akibat tekanan
hidrostatik intravaskuler yang meningkat, transudat kadar proteinnya rendah sekali
atau nihil sehingga berat jenisnya rendah, transudat (hasil bendungan). Eksudat adalah
cairan radang ekstravaskuler, cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan
protein dan berat jenisnya tinggi, cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih,
eksudat (hasil radang) (Mukti 2006).
Penyebaran kuman mikrobacterium tuberkolusis bias masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka
pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara
penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi
sebelumnya.

12 | E f u s i P l e u r a
G. WOC

H. Komplikasi
Komplikasi serius pada efusi pleura antara lain sebagai berikut:
1. Edema paru atau cairan di paru-paru
2. Paru-paru rusak sebagian
3. Infeksi atau perdarahan
4. Tekanan darah rendah, akibat mengeluarkan cairan terlalu cepat.
5. Syok.

13 | E f u s i P l e u r a
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukan adanya cairan
yang bias dilihat dengan adanya gambaran putih pada hasil rontgen paru.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul
dan sering digunakan dalam menuntun penusukan ajrum untuk mengambil
cairan pleura.
3. CT scan thoraks
CT scan thoraks berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan
konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus (Smeltzer, 2002).

J. Penatalaksanaan
Pada penyakit efusi pleura dapat di lakukan pengobatan dengan cara
pemasangan Water Seal Drainase (WSD) dan torasentesis.
1. Water Seal Drainase (WSD)
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
2. Torakosentesis
Torakosentesis di lakukan untuk membuang cairan. Untuk
mendapatkan spesimen guna keperluan analisis dan untuk
menghilangkan dypsneu, bila penyebab dasar malignasi, efusi
dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu,
torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, serta kadang pneumothoraks.
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk
menghilangkan ketidaknyamanan dan serta dispnea. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (contoh: gagal jantung
kongesif, pneumonia, sirosis) (Smeltzer, 2002). Pengobatan
lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic Aktivitas (Smeltzer,2002).
3. Pemberian antibiotik.
Diberikan jika terdapat infeksi.
4. Pletirodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain. diberikan
obat (tetrasikilin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis
untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali.
5. Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan
kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula

14 | E f u s i P l e u r a
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata.
Nama, umur, alamat, pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan.
a. Keluhan utama.
Nyeri dada, sesak nafas, takipneu, hipoksemia.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisia.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : pasien tampak sesak nafas.
2. Tingkat kesadaran : compos mentis.
3. TTV
TD : hipotesi.
RR : takipneu.
N : takhikardia
SB : jika ada infeksi bisa hipertermia.
4. Pemeriksaan fisik focus
 Pulmo (paru-paru).
Inspeksi : terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas
tampak penggunaan otot bantu nafas.
 Palpasi : vokal fremitus menurun.
 Perkusi : pekak (skonidulnes), redup.
 Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas
bagian yang terkena.

15 | E f u s i P l e u r a
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa dan intervensi keperawatan yang biasanya muncul pada penyakit
efusi pleura adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret.
2. Nyeri berhubungan dengan terangsangnya saraf intra thoraks
sekunder terhadap iritasi pleura.
3. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Resiko tinggi infeksi berhubunggan dengan prosedur invansif.

D. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
a. Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman).
b. Ajarkan tehnik batuk efektif.
c. Posisikan pasien semi fowler.
d. Bersihkan sekret dari mulut trakea.
e. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi yang dianjurkan oleh dokter.

2. Diagnosa 2
Nyeri berhubungan dengan terangsangnya saraf intra thoraks sekunder
terhadap iritasi pleura.
a. Kaji nyeri secara komprehensif.
b. Beri posisi yang nyaman.
c. Ajarkan teknik nonformakalogis.
d. Beri informasi mengenai nyeri.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.

3. Diagnosa 3
Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
a. Kaji makanan kesukaan pasien
b. Timbang BB pasien setiap hari
c. Selidiki anoreksia, mual mutah, catat adanya obat sebagai efek
d. Anjurkan pasien untuk makan porsi sedikit tapi sering
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet pasien.

4. Diagnosa 4
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
a. Evaluasi dan motivasi keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas.
b. Tentukan penyebab ketetihan.
c. Pantau asupan nutrisi.

16 | E f u s i P l e u r a
d. Pantau atau dokumentasi pola istirahat pasien dan lamanya waktu
tidur.

5. Diagnosa 5
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi yang dianjurkan oleh dokter.
a. Kaji tanda-tanda infeksi.
b. Monitor peningkatan suhu.
c. Ganti balut dengan kasa betadine steril setiap hari.
d. Beri obat sesuai anjuran dokter.

17 | E f u s i P l e u r a
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut.
Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah.
Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura ke dalam dua lobus atas dan bawah. Permukaan
datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kaumi media sternum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang
tipis disebut pleura (Syaifudin 1997).
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan
atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, 2009: 106).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak di
antara permukaan viseral dan pariental, adalah penyakit primer yang jarang terjadi
tatapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Bruner &
Suddarth, 2002).
Efusi pleura adalah berkumpulnya cairan di lapisan viseralis dan parientalis
yang bersifat patologis (Sularman , 2003).

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara professional kepada klien yang mengalami gangguan sistem
pernapasan khusunya klien dengan efusi pleura.
Selain itu pembaca diharapkan dapat memahami dan mengerti apa saja yang
dapat perawat lakukan saat mendapati pasien dengan keluhan tersebut.
Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan
maupun isi. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.

18 | E f u s i P l e u r a
Daftar Pustaka
1. Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press.
2. Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Jakarta: EGC.
3. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

19 | E f u s i P l e u r a

Anda mungkin juga menyukai