PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Trauma mencakup kepentingan lintas batas bangsa. Banyak negara yang sedang berkembang
sudah memiliki banyak korban trauma dari jalan raya dan industri yang mengenai kelompok
usia muda. Morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan trauma tersebut dapat dikurangi
dengan intervensi medik yang efektif sejak dini.
Kursus Primary Trauma Care ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan dasar dan
ketrampilan yang diperlukan untuk identifikasi dan menangani korban trauma yaitu : 1.
Penilaian cepat (rapid assessment) 2. Resusitasi 3. Stabilisasi bagian / fungsi tubuh yang
cedera.
Kursus ini menekankan pentingnya diagnosa dini dan intervensi cepat pada setiap situasi yang
mengancam jiwa. Materi diberikan melalui ceramah dan praktek skill station yang sesuai
dengan kebutuhan pengelolaan korban trauma. Dokter dan para tenaga kesehatan dapat
menggunakan landasan PTC ini untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
menangani pasien trauma dengan peralatan yang minim, tanpa teknologi canggih.
Kita mengenal juga adanya kursus pengelolaan trauma yang lain seperti ATLS dari American
College of Surgeons dan EMST dari Australia. Kursus-kursus tersebut ditujukan untuk tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit dengan peralatan lengkap, oksigen, komunikasi,
transport dan lain-lainnya dimana segala sesuatunya telah dirinci. Primary Trauma Care tidak
dimaksudkan untuk mengganti kursus-kursus tersebut tetapi memakai prinsip dan penekanan
pada penanganan pokok yang sejak dini harus dilakukan dengan sarana yang minimal.
B.Tujuan Pelatihan
2. Mampu untuk dengan cepat dan tepat menentukan kebutuhan medik korban trauma
3. Mampu untuk resusitasi dan stabilisasi korban trauma
4. Mampu mengorganisir tata laksana medik dasar korban trauma di rumah sakit
Sebagian besar negara didunia mengalami epidemi trauma tetapi peningkatan jumlah yang
tinggi terjadi di negara yang sedang berkembang. Penambahan jalan raya dan penggunaan
kendaraan bermotor menyebabkan laju jumlah korban dan kematian korban trauma. Banyak
fasilitas kesehatan di perifer tidak mampu menangani banyak korban sekaligus dari kecelakaan
yang melibatkan bis penumpang atau bencana lainnya. Luka bakar yang berat juga banyak
dijumpai didaerah kota maupun diluarnya.
Beberapa perbedaan besar antara negara-negara berpenghasilan tinggi dan yang rendah
mendesakkan adanya kursus Primary Trauma Care ini karena :
• Jauhnya jarak yang harus ditempuh korban untuk mencapai rumah sakit dengan fasilitasi
medik yang memadai.
• Tidak adanya tenaga kesehatan terdidik untuk menjalankan alat medik dan merawatnya.
Tindakan pencegahan trauma sebenarnya adalah sarana yang paling murah dan paling aman.
Namun hal ini tergantung pada faktor :
• Budaya
• Politik
• Pelatihan
Setiap usaha harus dilakukan oleh tim medik trauma untuk mengarah kepada pencegahan
terjadinya trauma. Walaupun hal ini berada diluar lingkup buku ini akan dibicarakan juga
masalah-masalah yang ada di lingkungan saudara dan kemungkinan untuk pencegahannya.
Pada ATLS kita mengenal tentang initial assessment (atau penilaian awal) yang mana terdiri
dari:
1. Persiapan Awal:
Tahapan untuk mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses primary survey
dan resusitasi, dan yang lebih penting lagi adalah alat proteksi diri (sarung tangan, masker,
kacamata, dll) untuk mencegah penularan penyakit yang mungkin dialami oleh penderita
trauma yang nantinya akan ditolong.
2. Triage:
Adalah pengambilan keputusan oleh tenaga kesehatan untuk menentukkan pasien mana yang
harus diprioritaskan penangannanya terlebih dahulu berdasarkan jumlah sumber daya yang
tersedia. Contoh: jumlah korban yang melebihi kemampuan sumberdaya rumah sakit, maka
korban yang diprioritaskan adalah yang memiliki kemampuan survive (hidup) lebih besar, dan
sebaliknya jika jumlah korban tidak melebihi kemampuan sumberdaya rumah sakit, maka
korban yang diprioritaskan adalah korban yang sangat terancam kehidupannya.
Merupakan penilaian cepat, untuk menemukan kondisi yang mengancam nyawa dan harus
segera ditangani pada SAAT ITU JUGA. Secara teoritis, ditulis secara berurutan (ABCDE),
namun pada kenyataannya dapat dilakukan secara simultan.
4. Resusitasi
Adalah tindakan cepat restorasi untuk penanganan kondisi yang mengancam nyawa, yang
ditemukan saat dilakukan primary survey
5. Tambahan Pada Primary Survey
Pemeriksaan penunjang "terbatas" dan pemasangan alat untuk monitor atau evaluasi pasca
resusitasi, contoh pemasangan EKG, Pulse Oxymeter, Rontgen Cervical, Thorak, Pelvis,
Kateter Urine, dan nasogastric tube (NGT).
6. Pertimbangkan Rujukan
Pada fase ini, tenaga kesehatan telah memiliki informasi yang cukup tentang keadaan pasien,
dan telah mampu untuk membuat keputusan untuk merujuk atau hanya dirawat setempat.
7. Secondary Survey
Adalah pemeriksaan lengkap yang dimulai dari anamnesis, riwayat trauma, pemeriksaanhead
to toe, dan pemeriksaan lengkap neurologis.
Pada bagian ini, pemeriksaan penunjang lengkap dapat dikerjakan, contoh Ct Scan, foto polos
kepala, foto abdomen, analisa gas darah dll. Namun, keputusan untuk pemeriksaan -
pemeriksaan ini, sebaiknya tidak sampai menyebabkan penundaan pada proses rujukan pasien.
9. Re-evaluasi
Sangat penting untuk melakukan reevaluasi pasien, karena ada dugaan late onset atau proses on
going yang berlangsung. Contoh pasien cedera kepala + epidural hematom yang mungkin pada
awal masuk RS masih sadar, kemudian menjadi tidak sadar, dll.
Adalah pengobatan beradasarkan penyebab perlukaan, contoh jika trauma tersebut disertai
fraktur maka harus dilakukan operasi ORIF atau OREF, atau pada pasien cardiac
tamponadedengan darah yang telah membeku maka dibutuhkan pericardioctomy dll.
Primary Survey, merupakan penilaian cepat oleh tenaga kesehatan terhadap keadaan yang
mengancam nyawa. Dari A sampai E.
A: Airway (jalan nafas, yang dimulai dari hidung dan mulut ke arah trachea)
- Harus mengetahui teknik dasar dan teknik lanjutan untuk menjaga patensi airway
Penyebab gangguan airway yang utama adalah obstruction / sumbatan, hal ini dapat sebabkan
baik oleh karena:
2. Adanya darah dan gigi yang patah dalam rongga mulut (akan tampak suara gurgling)
4. Fraktur pada laring, atau edema pada laring akibat luka bakar (akan tampak suara snoring)
Hal Kedua - teknik dasar dan teknik lanjutan untuk menjaga patensi airway
Teknik dasar dan teknik lanjutan untuk menjaga patensi airway dapat dilakukan dengan
bantuan alat, maupun tanpa bantuan alat.
4. Needle Crycothyroidektomy
5. Surgical Crycothyroidektomy
Penting: Pada pasien sadar dan bisa "berbicara", dapat kita anggap sementara airway-nyaclear
Orofaringeal airway
Endotrakeal intubation
Needle Crycothyroidektomy
Surgical Crycothyroidektomy
Diskusi:
1. Pasien dengan posisi kepala sniffing position / posisi bernafas, cenderung memiliki airway
yang sempit. Sehingga perlu kita lakukan manuver chin lift untuk clear airway (tapi tidak
boleh sampai hiperekstensi kepala, karena dapat memperburuk cedera cervical yang mungkin
ada) dan dapat dilanjutkan dengan pemasangan naso atau orofaringeal airway.
2. Pasien dengan darah dan gigi yang patah dalam rongga mulut, maka darahnya di suctionatau
giginya di swap finger, kemudian dilanjutkan dengan manuver chin lift dan pemasangan naso
atau orofaringealairway.
3. Pasien dengan lidah yang jatuh ke belakang, maka setelah dilakukan manuver chin lift, dapat
langsung dilanjutkan dengan pemasangan orofaringeal airway.
4. Pasien dengan fraktur pada laring, atau edema pada laring akibat luka bakar, maka penting
untuk melakukan intubasi endotrakeal lebih dini, untuk menjaga patensi airway dari ancaman
edema laring late onset.
5. Pasien dengan trauma multiple pada wajah, jika tidak memungkinkan untuk dilakukan
intubasi dini maka, lakukan needle crycothyroidektomy dan dilanjutkan dengan surgical
crycothyroidektomy
6. Pada pasien dengan GCS 8 atau kurang - cedera kepala berat (CKB), maka merupakan
indikasi untuk melakukan intubasi endotrakeal dini untuk mempertahankan airway.
Setelah bantuan airway diberikan, lakukan pemberian oksigenasi, baik melalui face mask
breathing / nonrebreathing, nasal canul, maupun simple face mask.
I.SYARAT PESERTA
II. PEMBAYARAN
Dibayarkan secara TRANSFER ke rekening Bank (Transfer tidak boleh via ATM) :
Bank Mandiri Cab. RSCM
a.n. Komisi Trauma - ATLS
No. Rek. 122 0095 000 108
Bukti pembayaran, fotocopy ijazah dan biodata bisa di fax ke 021-85918123 atau email ke
atlsjkt@yahoo.com
Jl. Pasteur No.38, Pasteur, Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat 40161
RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung.
VI. PENUTUP
Demikian permohonan proposal ini kami buat. Kami mengharapkan dukungan dan partisipasi
dari Pemerintah Daerah. Semoga dengan pelatihan ini dapat meningkatkan Mutu dan Kualitas
Tenaga kesehatan terutama dokter di RSUD Mamuju Utara Kabupaten Pasangkayu.
Atas perhatian dan partisipasi Pemerintah daerah Pasangkayu , kami ucapkan terima kasih.
PROPOSAL KEGIATAN PELATIHAN ATLS
Disahkan di :
Pasangkayu, Juli 2018
Peserta Pelatihan
Bupati Pasangkayu