Menurut The World Business Council for Sustainable Development didalam Rahman
(2009:10) menjabarkan pengertian CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan,
keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara
keseluruhan dalam rangka memperbaiki kualitas hidup. (dikutip dari laman
http://www.markijar.com/2017/12/pengertian-csr-menurut-ahli-serta.html) .
Dari penjelasan diatas, kami mengambil suatu kasus yang dilakukan oleh PT Bina
Karya Prima. Dikutip dari laman http://seputarpembaharuan.blogspot.com/2012/05/buntut-bau-
dpr-desak-pemkab-kaji-ulang.html?m=1 PT Bina Karya Prima selaku pabrik yang memproduksi
minyak goreng dianggap melakukan pelanggaran terhadap Etika Bisnis dalam Corporate Social
Responsibility karena pabrik tersebut berpotensi mengeluarkan limbah berbahaya. Selain itu,
PT BKP juga tidak memiliki perizinan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yang sah dan hanya mendompleng dengan AMDAL pendirian milik Kawasan Indsutri
Gresik (KIG).
Warga Desa Yosowilangon dan Roomo, Kecamatan Manyar, yang tinggal disekitar
wilayah pabrik mengeluhkan bau dan sejumlah keluhan lainnya yang ditimbulkan oleh
limbah yang dihasilkan oleh PT Bina Karya Prima selama proses produksi minyak goreng.
Warga menuntut kepada pemerintah setempat untuk menindaklanjuti tuntutan terkait kasus
tersebut. Warga bahkan menuntut akan melakukan demo yang lebih besar apabila tuntutan
tersebut tidak dipenuhi.
Tuntutan warga kemudian mendapat respon oleh Komisi C dan A DPRD Gresik. Komisi
C meminta kepada perusahaan agar tidak mengoperasikan pabriknya sebelum tuntutan
warga dipenuhi. Komisi C menuntut supaya pihak perusahaan tetap mendengarkan aspirasi
warga terdekat atau ring satu. Sebelum tuntutan warga tentang bau dan sejumlah tuntutan
lainya dipenuhi, tidak akan dilaksanakan uji coba. Apabila pihak pabrik benar melakukan
pelanggaran, Komisi C meminta kepada instansi terkait untuk menghentikan operasi pabrik.
Sementara, Komisi A, meminta agar ijinnya dikaji ulang. Pengkajian ulang dilakukan
perlu dilakukuan karena sebelumnya tidak ada sosialisasi kepada warga terkait pabrik. Dan
apabila pabrik terbukti melakukan pelanggaran, pabrik harus dihentikan.