Bab Ii Fix
Bab Ii Fix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan
interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya juga terdapat
unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira
1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan,
sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam
nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara
40-47. Diwaktu sehat volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu
diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
1. Kandungan yang ada di dalam darah :
a. Air : 91%
b. Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan
fibrinigen)
c. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat,
garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat
besi.
d. Bahan : 0.1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin,
Organik kolesterol, dan asam amino)
2. Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
1) Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
10
b) Granulosit
Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari :
(1) Neutrofil, atau disebut juga polimorfonuklear leukosit
banyaknya mencapai 50%-60%. Struktur neutrofil memiliki
granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya dan
banyak bintik-bintik halus / glandula. Nukleusnya memiliki 3-
5 lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis.
Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm. Berfungsi sebagai
pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga juga yang
memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri,
aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah.
(2) Eusinofil, mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. Struktur
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus
berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm. Berfungsi
merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam
detoksifikasi histamin yang di produksi sel mast dan jaringan
yang cedera saat inflamasi berlangsung.
(3) Basofil, mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit. Struktur
memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya
tidak beraturan dan akan bewarna keunguan sampai hitam
serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya 12
µm – 15 µm. Berfungsi bertanggung jawab untuk memberi
reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin
kimia yang menyebabkan peradangan.
15
B. DEFINISI
Dengue syok syndrome (DSS) merupakan salah satu bentuk klinis
demam berdarah yang paling berbahaya dan mematikan. Jika seseorang
terinfeksi oleh virus demam berdarah, maka dapat muncul berbagai bentuk
(spektrum) klinis demam berdarah, dari yang ringan sampai berat :
1. Asimptomatik : terinfeksi tetapi tidak bergejala
2. Demam dengue : demam, sakit kepala, nyeri sendi, mual, mimisan, bintik-
bintik merah pada tubuh
3. Demam berdarah dengue : demam dengue + ada Kebocoran cairan /
plasma darah (dibagi menjadi grade I-IV)
4. Dengue syok syndrome (demam berdaeah dengue derajat 3 dan 4). Ini
adalah bentuk demam berdaah yang paling berat, bahkan tidak jarang
berakhir fatal. Pada DSS umumnya terjadi perdarahan dan kebocoran
cairam dari pembuluh darah yang masif, menyebabkan kolaps sirkulasi.
Penurunan tekanan darah dan aliran darah ke seluruh tubuh, pada tahap
akhir nadi dan tekanan darah tidak teraba, akhirnya berujung pada
kegagalan multi organ dan kematian
DSS merupakan suatu kondisi yang harus ditangani dengan cepat dan
tepat karena perburukan bisa terjadi dengan sangat cepat. Biasanya terjadi
pada demam hari ke 3-6. Pasien umumnya juga harus dirawat di unit rawat
intensif (ICU /PICU /NICU).
18
C. ETIOLOGI
Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus yang
dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector ke tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah termasuk
group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus flavirus, family flaviviridae dan mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN-1,
19
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotype
yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini penularan melibatkan
tiga faktor yaitu manusia, virus dan virus perantara. Nyamuk- nyamuk
tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung,
yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun
secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya
selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari atau 13-14 hari
sebelum menjadi sakit setelah virus masuk dalam tubuh.
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.
Infeksi orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang
berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DHF dapat terjadi bila
seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi
berulang virus dengue lainnya (Mansjoer, 2011).
D. EPIDEMIOLOGI
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus,
dan family Flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus
Aedes, terutama Aedes aegypti. Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun
dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini
berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI,
2016).
Menurut data World Health Organization (WHO) (2014) penyakit
demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun
1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar keberbagai negara. Sebelum
tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DHF, namun sekarang
DHF menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DHF. Jumlah kasus di Amerika,
20
Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008
dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat
sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DHF
berat.
Perkembangan kasus DHF di tingkat global semakin meningkat,
seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus
di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60
negara tahun 2000-2009 (WHO, 2014).
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Demam
Demam biasanya terjadi dengan cara yang mendadak berlangsung
dalam waktu 2 – 7 hari kemudian kembali turun menuju suhu yg normal
atau bisa lebih rendah. Diikuti dengan berlangsung demam, beberapa gejala
klinik yang tidak spesifik dapat muncul misalnya anoreksia, adanya nyeri
punggung, nyeri tulang dan pula nyeri persediaan, nyeri kepala serta rasa
lemah juga dapat menyertainya.
2. Perdarahan
Perdarahan umumnya dapat terjadi pada hari ke 2 disaat demam &
umumnya terjadi pada kulit & dapat di dukung dengan hasil uji tocniquet
yg positif mudah terjadi adanya perdarahan pada vena, purpura dan petekia.
3. Hepatomegali
Ketika demam pertama kalinya muncul biasanya hati sudah bisa
teraba, meski pada anak yg kurang gizi hati juga sudah diraba. apabila
terjadi peningkatan dari hepatomegali & hati telah teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan adanya tejadi sebuah renjatan pada
penderita.
4. Renjatan (Syok)
Syok umumnya dapat terjadi pada hari ke 3, dimulai dengan beberapa
tanda kegagalan sirkulasi yakni kulit terasa lembab, merasa dingin pada
21
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta adanya sianosis disekitar mulut.
Apabila syok terjadi ketika masa demam maka biasanya akan menunjukan
prognosis yang amat buruk (Smeltzer and Bare, 2013)
Fase Kritis:
a. Terjadi pada hari 3-7 sakit.
b. Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas
kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya berlangsun 24-48
jam.
c. Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai penurunan
hitung trombosit.
d. Dapat terjadi syok.
22
Fase Pemulihan:
a. Terjadi setelah fase kritis.
b. Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara
perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
c. KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis membaik.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menurut Smeltzer
and Bare (2013) adalah perdarahan, kegagalan sirkulasi, hepatomegali, dan
efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan
adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)
<100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan
meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya
masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna,
hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), preload, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai
dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan
sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel
sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
24
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
H. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke alliran darah, maka
terjadilah viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian aliran darah
beredar ke seluruh tubuh maka virus tersebut dapat dengan mudah
menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ yang terserang
adalah sistem gastrointestinal, hepar, pembuluh darah dan pada reaksi
imunologi. Jika virus masuk ke dalam sistem gastrointestinal maka tidak
jarang klien mengeluh mual, muntah, dan anoreksia. Bila virus menyerang
organ hepar, maka virus dengue tersebut mengganggu sistem kerja hepar,
dimana salah satunya adalah tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun
karena hati terserang virus dengue maka hati tidak dapat memecahkan
asam lemak tersebut menjadi benda-benda keton, sehingga akan
menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran
hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen.
(Mansjoer, 2011)
Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan
peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang
mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan faktor
koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat. Dapat
terjadi kebocoran plasma yang akan menyebabkan hipoksia jaringan,
asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian. Bila virus bereaksi
dengan antibodi maka mengaktivasi sistem komplemen untuk melepaskan
25
2. Skema
Resiko perfusi
jaringan tidak
efektif
Resiko syok
(hipovolemik)
Risiko/Ketidakseimbangan Ke extravaskular
volume cairan
A B C
27
A B C
I. COLLABORATIVE MANAGEMENT
1. Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-
PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun
karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG. Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
28
4. Aktivitas
Batasi aktivitas pada pasien Dengue Hemoragic Fever (DHF) dan
anjurkan untuk tirah baring menghindari terjadinya perdarahan aktif atau
kelelahan akibat kehilangan cairan melalui aktivitas berlebih (Suciwati,
2014).
5. Pendidikan Kesehatan
Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa pada nyamuk Aedes
aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian besar masyarakat
telah mengetahui program pemberantasan nyamuk demam berdarah
melalui kegiatan 3M (menguras, mengubur, dan menutup), namun
sebagian besar tidak banyak yang melaksanakannya. Kepedulian
masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk (PSN) relatif belum
optimal. Masyarakat lebih senang jika pemberantasan nyamuk demam
berdarah dilakukan dengan cara yang langsung dapat dilihat yaitu dengan
cara pengasapan (fogging). Anjurkan pasien dan keluarga untuk
membersihkan lingkungan, ajarkan pasien dan keluarga kompres dingin
(air biasa) bila suhu meningkat di semua pelipatan. jelaskan tanda-tanda
Dengue Hemoragic Fever (DHF) lanjutan dan minta keluarga waspada.
(Putri A dkk, 2016).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah.
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Kekurang volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravascular ke ekstravaskular.
d. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan pindahnya cairan intravascular ke
ekstravaskular.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat mual dan nafsu makan yang
menurun.
f. Resiko perdarahan berhubungan penurunan faktor-faktor pembekuan
darah (trombositopenia).
g. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
3. Perencanaan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah
Kriteria hasil :
Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kualitas dan frekuensi
denyut nadi tidak melemah, tekanan darah normal ( 120/80 mmHg ).
Intervensi :
1) Kaji dan catat tanda – tanda vital (kualitas dan frekuensi denyut
nadi, tekanan darah).
2) R/ Dengan mengetahui TTV, dapat menjadi acuan untuk mengetahui
fungsi organ vital tubuh.
3) Kaji dan catat sirkulasi pada ekstermitas (suhu, kelembaban dan
warna).
35
4. Evaluasi
Evaluasi yang di nilai berdasarkan perkembangan yang terjadi pada
klien setelah dilakukan tindakan yang mengacu pada tujuan dan kriteria
hasil telah di tentukan. Evaluasi studi kasus ada dua macam :
Evaluasi Formatif merupakan hasil yang dilakukan setelah tindakan
keperawatan yang berupa respon hasil.
Evaluasi sumatif berupa SOAP, sehingga belum di ketahui dengan
masalah yang belum teratasi.
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan diagnosa medis DHF adalah :
a. Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kualitas dan frekuensi
denyut nadi tidak melemah, tekanan darah normal ( 120/80 mmHg ).
b. Suhu tubuh pasien kembali normal (36-37,50C)
c. Wajah klien tampak segar, turgor kulit baik.
d. Tidak terjadi tanda-tanda syok hipovolemik.
e. Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi, menunjukkan peningkatan
BB/BB stabil dan tidak ada penurunan BB.
f. Perdarahan tidak terjadi, peningkatan trombosit.
g. Napas pendek tidak ada , tidak ada penggunaan otot bantu , bunyi napas
tambahan tidak ada, ekspansi dada simetris.