Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN Dengue Hemoragic Fever (DHF)

DI RUANG NGGREK RSUD dr.SOEHADI PRIJONEGORO


SRAGEN

Di susun untuk memenuhi


Tugas Stase anak
Oleh:

IMBAR SESWANTO
NIM.2018131005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS SAINS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
TA.2018/2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
Dengue Hemoragic Fever (DHF)

A. Demam Dengue

1. Pengertian
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).

Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat


dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat
penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga
dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue, dan
dengue shock sindrom (DDS) (Widoyono, 2010).

Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit DHF


adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus )
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan
Aedes Aegepty ) nyamuk aedes aegepty.

2. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan oleh
artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes aegypt
(didaerah perkotaan) dan aedes albopictus (didaerah pedesaan).
(Widoyono, 2010).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,

telurnya dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-420C. Bila


kelembaban terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari.
Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100 butir
(Murwani, 2011).

2
3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi


perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.

a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari


b. Manifestasi perdarahan
1) Uji tourniquet positif
2) Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis,
perdarahan gusi, hematemesis,melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)
atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng, 2009).

4. Klasifikasi

Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2010):

a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif


b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit
atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/
hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.
d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak
teraba dan tekanan darah tak terukur).

5. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat
pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat

3
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu.
Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah
yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi
akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani, 2011).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan


baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini
mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat meimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa
virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari (Soegijanto, 2009)

Menurut Ngastiyah (2009) virus akan masuk ke dalam tubuh


melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah
viremia yang mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik
merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah


kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a
dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke
ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler
mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai

4
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena
(Noersalam 2009)

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan


dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritonium, pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma
telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lam akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan
kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani, 2011).

5
6. Patway

Resiko syok

Sumber: Prasetyono (2012)

6
7. Komplikasi

a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi


syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga
terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD
bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa
keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis,


maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak
diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila
terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak
diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K
intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80
mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan
mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit.

Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang


adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau

7
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu
dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat
diberikan asam amino rantai pendek.

b. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal,


sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui
apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat
badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok
berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai akute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin.

c. Udema paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi


sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian
cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru
oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat
terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada
kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada
foto rontgen dada.

8
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan
semakin beratnya bentuk demam berdarah yang dialami,
pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling serius
walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Jumlah platelet yang rendah
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. kerusakan hati

8. Pemeriksaan diagnostic

Langkah - langkah diagnose medik pemeriksaan menurut


(Murwani, 2011):

a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%,


normal:pria 40-50%; wanita 35-47%

b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem


antara tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa
dan 3-5 menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir merah
(petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.

c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali


dengan memakai kertas saring (filter paper) yang pertama diambil
pada waktu pasien masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu
akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang
kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai menunggu saat
pengiriman.

d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau


jaringan- jaringan untuk penderita yang hidup melalui biopsy

9
sedang untuk penderita yang meninggal melalui autopay. Hal ini
jarang dikerjakan.

9. Penatalaksanaan

Untuk penderita tersangka DF / DHF sebaiknya dirawat


dikamar yang bebas nyamuk (berkelambu) untuk membatasi
penyebaran.Perawatan kita berikan sesuai dengan masalah yang
ada pada penderita sesuai dengan beratnya penyakit.

a. Derajat I: terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan


keseimbangan elektrolit karena adanya muntah, anorexsia.
Gangguan rasa nyaman karena demam, nyeri epigastrium, dan
perputaran bola mata.
Perawat: istirahat baring, makanan lunak (bila belum ada nafsu
makan dianjurkan minum yang banyak 1500-2000cc/hari), diberi
kompre dingin, memantau keadaan umum, suhu, tensi, nadi dan
perdarahan, diperiksakan Hb, Ht, dan thrombosit, pemberian
obat-obat antipiretik dan antibiotik bila dikuatirkan akan terjadi
infeksi sekunder

b. Derajat II: peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena


dan hemaesis.

Perawat: bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang


tampon sementara, bila penderita sadar boleh diberi makan dalam
bentuk lemak tetapi bila terjadi hematemesis harus dipuaskan
dulu, mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak terjadi
aspirasi, bila perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat
mungkin membatasi terjadi pendarahan, jangan sering ditusuk,
pengobatan diberikan sesuai dengan intruksi dokter, perhatikan
teknik-teknik pemasangan infus, jangan menambah pendarahan,
tetap diobservasi keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan

10
pendarahannya, semua kejadian dicatat dalam catatan
keperawatan, bila keadaan memburuk segera lapor dokter.

c. Derajat III: terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung


menurun, penderita mengalami pre shock.

Perawatan: mengatur posisi tidur penderita, tidurkan dengan


posisi terlentang denan kepala extensi, membuka jalan nafas
dengan cara pakaian yang ketat dilonggarkan, bila ada lender
dibersihkan dari mulut dan hidung, beri oksigen, diawasi terus-
meneris dan jangan ditinggal pergi, kalau pendarahan banyak (Hb
turun) mungkin berikan transfusi atas izin dokter, bila penderita
tidak sadar diatur selang selin perhatian kebersihan kulit juga
pakaian bersih dan kering.

d. Derajat IV: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur
Perawatan: Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus
buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur

 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau


ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer
laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
 Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
 Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

11
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis
membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap
sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
o Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana
sesuai dengan tata laksana syok terkompensasi
(compensated shock).

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4


L/menit secarra nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat
secepatnya.
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30
ml/kgBB/24 jam.
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi;
berikan transfusi darah/komponen.
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap
diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-
48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan
yang terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

12
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :

a. Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk
dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau
pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan
pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana
tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm
atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida
Caranya adalah: Menguras bak mandi, tempayan dan tempat
penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur
nyamuk lamanya 7 – 10 hari); Menutup tempat penampungan air
rapat-rapat; Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas,
botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk

13
B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari


pengumpulan, verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien.
Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi
tentang masalah kesehatan mereka dan data obyektif yaitu
pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan data.

Berdasarkan klasifikasi NANDA (Herdman, 2010), fokus


pengkajian yang harus dikaji tergantung pada ukuran, lokasi, dan
etiologi kalkulus:

a. Identitas pasien Keluhan utama


b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita,
apakah pernah dirawat sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam, apakah ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler,
metabolik, dan sebagainya.
f. Riwayat psikososial
g. Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga
mengenai demam serta penanganannya.
2. Data subyektif

Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien


atau keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering
ditemukan antara lain :
a. Panas atau demam
b. Sakit kepala
c. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
d. Lemah

14
e. Nyeri ulu hati, otot dan sendi
f. Konstipasi
1. Data obyektif

Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat


pada keadaan pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada
penderita DHF antara lain:

a. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor


b. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
c. Hiperemia pada tenggorokan
d. Nyeri tekan pada epigastrik
e. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
f. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
g. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
h. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi
sebelumnya, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi.
i. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
c. Eliminasi

Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan


volume urin, rasa terbakar.

Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.

J. Pencernaan

Tanda: mual-mual,muntah

15
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Nanda,
2015)
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas

kapiler , perdarahan, muntah, dan demam

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual,muntah, tidak ada nafsu makan .

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus .

4. Nyeri Akut b/d Agen injuri fisik (DHF), viremia, nyeri otot dan sendi

5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

perdarahan .

6. Resiko syok ( hipovolemik ) berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

7. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat

spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi Rencana Keperawatan

8. Resiko terjadinya perdarahn berhubungan dengan trombositopeni.

16
Rencana keperawatan pada pasien anak dengan penyakit DHF (Nanda, 2015)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Defisit volume NOC : NIC :
cairan berhubungan Fluid balance Fluid management
dengan Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika
peningkatan Nutritional Status : diperlukan
permeabilitas Food and fluid Intake 2. Pertahankan catatan intake dan
kapiler , Kriteria Hasil : output yang akurat
perdarahan, 1. Mempertahankan urine 3. Monitor status hidrasi (
muntah, dan output sesuai dengan usia kelembaban membrane mukosa,
demam dan BB,BJ urine nadi adekuat, tekanan darah
normal,HT normal ortostatik ) ; jika diperlukan
2. Tekanan darah,nadi dan 4. Monitor hasil lab yang sesuai
suhu tubuh dalam batas dengan retensi cairan ( BUN, Hmt,
normal osmolalitas urine )
3. Tidak ada tanda 5. Monitor vital sign
dehidrasi,Elastisitas 6. Monitor masukan makanan atau
turgor kulit baik, cairan dan hitung intake kalori
membrane mukosa harian .Kolaborasi pemberian
lembab,tidak ada rasa cairan IV
haus berlebihan . 7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan
9. Berikan Diuretik sesuai interuksi
10. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
11. Dorong masukan oral
12. Berikan penggantian nasogatrik
sesuai output
13. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan .
14. Tawarkan snack ( jus buah , buah
segar )
15. Kolaborasikan dokter jika tanda
cairan berlebih muncul memburuk
16. Atur kemungkinan transfuse
17. Persiapan untuk transfuse

17
2. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari 1. Nutrisional status : 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Food and Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan 2. Nutrisional status : menentukan jumlah kalori dan
dengan nutrient intake nutrisi yang dibutuhkan pasien
mual,muntah, tidak 3. Weight control 3. Anjurkan pasien untuk
ada nafsu makan . Kriteria Hasil : meningkatkan intake Fe
1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai tujuan meningkatkan protein dan vitamin
2. Berat badan ideal sesuai C
dengan tinggi badan 5. Berikan subsasi gula
3. Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda tanda mencegah konstipasi
malnutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih (
5. Menunjukkan sudah dikonsltasikan dengan ahli
peningkatan fungsi gizi )
pengecapan dari menelan 8. Ajarkan pasien bagaimana
6. Tidak terjadi penurunan membuat catatan makanan harian.
berat badan yang berarti 9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan .

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitoring adanya penurunan
berat badan
3. Monitoring tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitoring interaksi anak dan
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan

18
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nutrisi
16. Catat adanya
edema,hiperemik,hipertonik,papilla
lidah dan cavitas oral
17. Catat jika lidah berwarna magenta
,scarlet

3. Hipertermia NOC : NIC :


berhubungan Thermoregulasi Fever Treatment
dengan proses Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering mungkin
infeksi virus 1. Suhu tubuh dalam rentang 2. Monitor IWL
normal 3. Monitor warna dan suhu kulit
2. Nadi dan RR dalam 4. Monitor tekanan darah, Nadi dan
rentang normal RR
3. Tidak ada perubahan 5. Monitor penurunan tingkat
warna kulit dan tidak ada kesadaran
pusing 6. Monitor WBC, Hb dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan antipireutik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan Tapid sponge
12. Kolaborasi pemberian cairan
intravena
13. Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila

19
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
Temperatur regulation
1. Monitor suhu tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD,nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda hipotermi dan
hipertermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negative dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
11. Berikan Antipireutik jika perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor tekanan darah,nadi , suhu
dan respirasi
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring,duduk atau berdiri
4. Auskultasi tekanan darah pada
kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor tekanan
darah,nadi,respirasi
sebelum,selama,dan setelah
aktivitas .
6. Monitor kualitas dari nadi

20
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Nyeri Akut b/d NOC : NIC :
Agen injuri fisik 1. Pain level Pain Management
(DHF), viremia, 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
nyeri otot dan sendi 3. Comfort level komperehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik
1. Mampu mengontrol nyeri ,durasi,frekuensi,kualitas termasuk
( tahu penyebab nyeri, lokasi, karakteristik dan faktor
mampu menggunakan presipitasi
tehnik nonfarmakologi 2. Observasi reaksi nonverbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan ) 3. Gunakan teknik komunikasi
2. Melaporkan bahwa nyeri terapeutik untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri pasien.
menggunakan manajemen 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri . respon nyeri
3. Mampu mengenali nyeri ( 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
skala, intensitas, lampau
frekuensi dan tanda nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan
) timkesehatan yang lain tentang
4. Menyatakan rasa nyaman ketidakefektifan control nyeri masa
setelah nyeri berkurang lampau
5. Tanda vital dalam 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
rentang normal mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri

21
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri ( farmakologi,
nonfarmakologi dan interpersonal )
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan control nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgetic Administration
1. Tentukan
lokasi,karakteristik,kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat
2. Cek intruksi dokter tentang jenis
obat,dosis,dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgetik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgetik pilihan,rute
pemberian,dan dosis yang optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
pertama kali
9. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesic,

22
tanda dan gejala (efek samping )

5. Ketidakefektifan NOC : NIC :


perfusi jaringan 1. Circulation status Peripheral Sensation Management
perifer 2. Tissue perfusion : ( Management sensasi perifer )
berhubungan cerebral 1. Monitor daerah tertentu yang
dengan perdarahan Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
. 1. Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpul
status sirkulasi yang 2. Monitor adanya paretes
ditandai dengan : 3. Intruksikan keluarga untuk
a. Tekanan systole dan mengobservasi kulit jika ada isi
diastole dalam atau laserasi
rentang yang 4. Gunakan sarung tangan untuk
diharapkan proteksi
b. Tidak adata ortostatik 5. Batasi gerakan pada kepala,leher
hipertensi dan punggung
c. Tidak ada tandai – 6. Monitor kemampuan BAB
tanda peningkatan 7. Kolaborasi pemberian analgetik
tekanan intracranial ( 8. Monitor adanya tromboplebitis
tidak lebih dari 15 9. Diskusikan mengenai penyebab
mmHg ) perubahan sensasi
2. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan :
a. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. Menunjukkan
perhatian,konsentrasi,
dan orientasi
c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan
dengan benar
e. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

23
6 Resiko syok ( NOC NIC :
hipovolemik ) 1. Syok prevention Syok prevention
berhubungan 2. Syok management 1. Monitor status sirkulasi BP, warna
dengan perdarahan Kriteria Hasil : kulit, suhu kulit, denyut jantung,
yang berlebihan, 1. Nadi dalam batas yang HR, dan ritme, nadi perifer, dan
pindahnya cairan diharapkan kapiler refill
intravaskuler ke 2. Irama jantung dalam 2. Monitor tanda inadekuat
ekstravaskuler batas yang diharapkan oksigenasi jaringan
3. Frekuensi nafas dalam 3. Monitor suhu dan pernafasan
batas yang diharapkan 4. Monitor input dan output
4. Natrium serum dbn 5. Pantau nilai laboratorium :
5. Kalium serum dbn HB,HT,AGD dan elektrolit
6. Klorida serum dbn 6. Monitor hemodinamik invasi yang
7. Kalsium serum dbn sesuai
Magenesium serum dbn 7. Monitor tanda dan gejala asites
8. PH darah serum dbn 8. Monitor tanda awal syok
9. Hidrasi 9. Tempatkan pasien pada posisi
10. Indikator supine,kaki elevasi untuk
11. Mata cekung tidak peningkatan preload dengan tepat
ditemukan 10. Lihat dan pelihara kepatenan jalan
12. Demam tidak ditemukan nafas
13. TD dbn 11. Berikan cairan iv dan atau oral
14. Hematokrit dbn yang tepat
12. Berikan vasodilator yang tepat
13. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala datangnya
syok
14. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
Syok management
1. Monitor fungsi neurologis
2. Monitor fungsi renal ( e.g. BUN
dan Cr lavel )
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan,input output
5. Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan

24
6. Memonitor gejala gagal pernafasan
( misalnya,rendah PaO₂
peningkatan PaO₂
tingkat,kelelahan otot pernafasan)

7. Gangguan pola NOC NIC


nafas berhubungan 1. Respiratory status : Airway Management
dengan jalan nafas Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan tehnik
terganggu akibat 2. Respiratory status : chin lift atau jaw thrust bila perlu
spasme otot-otot Airway patency 2. Posisikan pasiem untuk
pernafasan, nyeri, 3. Vitalsign status memaksimalkan ventilasi
hipoventilasi . Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Mendemonstrasikan 4. Pemasangan alat jalan nafas buatan
batuk efektif dan suara 5. Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, tidak 6. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
ada sianosis dan dyspneu 7. Keluarkan secret dengan batuk
( mampu mengeluarkan atau suction
sputum, mampu bernafas 8. Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan
pursed lips ) 9. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas 10. Berikan bronkodilator jika perlu
yang paten ( klien tidak 11. Berikan pelembab udara kassa
merasa tercekik , irama basah NaCl lembab
nafas, frekuensi 12. Atur intake untuk cairan
pernafasan dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan
normal, tidak ada suara 13. Monitor respirasi dan status O₂
nafas abnormal ) Oxygen therapy
3. Tanda-tanda vital dalam 14. Bersihkan mulut,hidung dan secret
rentang normal ( tekanan trakea
darah, nadi, pernafasan ) 15. Pertahankan jalan nafas yang paten
16. Atur peralatan oksegenasi
17. Monitor aliran oksigen
18. Pertahankan posisi pasien
19. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
20. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
21. Vital sign monitoring
22. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
23. Catat adanya fluktuasi tekanan

25
darah
24. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
25. Auskultasi TD pada kedu lengan
dan bandingkan
26. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
27. Monitor kualitas dari nadi
28. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
29. Monitor suara paru
30. Monitor pola pernafasan abnormal
31. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
32. Monitor sianosis perifer
33. Monitor adanya cushing triad (
tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik )
34. Identifikasi penyebab dari
perubahan vitalsign
8 Resiko terjadinya NOC : NIC:
perdarahan Kriteria hasil 1) Monitor tanda penurunan trombosit
berhubungan  Mempertahankan yang disertai gejala klinis.
dengan homeostasis dengan 2) Anjurkan pasien untuk banyak
trombositopenia. tanpa perdarahan. istirahat/bedrest.
 Menunjukan perilaku 3) Beri penjelasan untuk segera
penurunan resiko melapor bila ada tanda perdarahan
perdarahan. lebih lanjut.
4) Awasi tanda vital .
5) Anjurkan meminimalisasi
penggunaan sikat gigi, dorong
penggunaan antiseptik untuk
mulut.
6) Gunakan jarum kecil untuk injeksi
atau pengambilan sampel darah.
7) Awasi Hb, Ht, trombosit dan
factor pembekuan.
8) Berikan obat sesuai indikasi : vit
K, D,dan C.

26
DAFTAR PUSTAKA

- Dongoes, E.Marlyn ,dkk. 2001. .Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman nutuk


Perawatan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta :EGC
- http://belajaraskep.com/2012/04/askep-anak-pada-pasien-dengan-demam.html

diakses pada tanggal 5 Maret 2019 pukul 23.45 WIB

- http://Kumpulanaskepnurse.com/2014/askep-DBD.html diakses pada tanggal 5 Maret


2019 pukul 23.45 WIB
- Meilani. 2010. Penyakit Menular di Sekitar Kita. Klaten: PT Intan Sejati.
- Warsidi, E. 2009. Bahaya dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.
- Wilkinson, Judith. M. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

27
28

Anda mungkin juga menyukai