Anda di halaman 1dari 10

Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy).......

(Radita Ajie)

BATASAN PILIHAN KEBIJAKAN


PEMBENTUK UNDANG-UNDANG (OPEN LEGAL POLICY)
DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BERDASARKAN TAFSIR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
(LIMIT TO OPEN LEGAL POLICY IN LEGISLATION MAKING BASED ON
CONSTITUTIONAL COURT DECISION)

Radita Ajie
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM
Jl.Rasuna Said Kav.6-7 Jakarta Selatan Indonesia
Telp.021-5267055 email: raditaji@yahoo.com
(Naskah diterima 16/02/2016, direvisi 29/07/2016, disetujui 01/08/2016)

Abstrak
Ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang
kekuasaan membentuk undang-undang, namun kekuasaan membentuk undang-undang DPR tersebut tidak
bersifat tunggal melainkan dibahas dan memerlukan persetujuan bersama dengan Presiden berdasarkan Pasal
20 ayat (2) UUD 1945. Selain itu Presiden juga berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR
sesuai Pasal 5 ayat (1) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa lembaga
yang memegang kekuasaan pembentuk undang-undang adalah DPR bersama Presiden untuk merumuskan
pengaturan lebih lanjut dari ketentuan yang telah digariskan oleh Konstitusi.
Kata kunci : kekuasaan, persetujuan bersama, pembentuk undang-undang.

Abstract
In Article 20 section (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia stated that the House of Representatives
(DPR) has the authority to establish law, however it is not an absolute authority but it needs the joint approval with
the President as referred to in Article 20 section (2) of the 1945 Constitution. Besides, the President also has right
to give draft law to the House of Representatives as referred to in Article 5 section (1) of the 1945 Constitution of
the Republic of Indonesia. From the explanation, we can draw conclusion that the institution who has the authority
to establish law is the House of Representatives and the President of the Republic of Indonesia to draft further
regulation under the Constitution.

Keywords: authority, joint approval , establish law

A. Pendahuluan Pengujian undang-undang di Mahkamah


Pembentukan peraturan perundang- Konstitusi memang bukan merupakan bagian
undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 dari proses pembentukan peraturan perundang-
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan undangan. Sebagai pembentuk undang-undang,
Perundang-undangan merupakan proses yang maka DPR dan Presiden harus bisa untuk
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, memberikan keterangan ataupun penjelasan
pembahasan, pengesahan atau penetapan, yang diperlukan dalam persidangan permohonan
dan pengundangan. Setelah melalui tahapan pengujian undang-undang di Mahkamah
tersebut maka suatu undang-undang akan Konstitusi.
berlaku mengikat seluruh warga negara Hal ini juga menimbulkan pertanyaan,
Indonesia, namun UUD 1945 telah memberikan mengapa suatu undang-undang yang telah di
kesempatan bagi warga negara Indonesia dan/ bahas bersama dan disetujui oleh DPR dan Presiden
atau badan hukum yang merasa dirugikan dan pembentukannya telah sesuai dengan
atas berlakunya suatu undang-undang untuk tata cara pembentukan peraturan perundang-
mengajukan uji materi (constitutional review) ke undangan baik proses pembentukannya (formiil)
Mahkamah Konstitusi. maupun isi/ketentuan-ketentuan didalamnya

111
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 111 - 120

(materiil) dapat dinyatakan tidak mempunyai untuk dan atas nama yang diberi wewenang
kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah tersebut. Dengan pemberian wewenang tersebut
Konstitusi karena ketentuan-ketentuan didalam maka melahirkan atau memunculkan suatu
suatu undang-undang dianggap bertentangan kewenangan baru serta tanggung jawab yang
(inkonstitusional) dengan UUD 1945. mandiri. Sementara itu, delegasi kewenangan
Sebenarnya apakah indikator (delegatie van bevoegdheid) dimaksudkan
konstitusionalitas pilihan kebijakan dari sebagai suatu penyerahan atau pelimpahan
pembentuk undang-undang? karena pembentuk kewenangan (dalam hal ini kewenangan
undang-undang sesungguhnya mendapat pembentukan peraturan perundang-undangan)
keleluasaan dalam menentukan suatu aturan, dari badan atau lembaga atau pejabat negara
larangan, kewajiban atau batasan-batasan yang kepada badan atau lembaga atau pejabat
dimuat dalam suatu norma undang-undang negara lain. Kewenangan tersebut semula ada
yang sedang dibuat yang merupakan pilihan pada badan atau lembaga atau pejabat yang
kebijakan pembuat undang-undang (open legal menyerahkan atau melimpahkan wewenang
policy). Disisi lain alasan suatu norma atau tersebut (delegans). Dengan penyerahan tersebut
ketentuan merupakan “open legal policy” juga maka kewenangan dan tanggung jawab beralih
sering digunakan sebagai kalimat pamungkas kepada penerima kewenangan (delegataris)2.
dalam Keterangan Presiden dan Keterangan DPR Ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang
di persidangan Mahkamah Konstitusi untuk Dasar 1945 menyatakan Dewan Perwakilan
menyatakan suatu norma tidak bertentangan Rakyat (DPR) memegang kekuasaan membentuk
dengan UUD 1945 yang terkadang tanpa disertai undang-undang, namun kekuasaan membentuk
suatu argumentasi yang masuk akal dalam undang-undang DPR tersebut tidak bersifat
pertimbangan hukum yang memadai terkait tunggal melainkan dibahas dan memerlukan
materi yang dimohonkan untuk diuji. persetujuan bersama dengan Presiden (Pasal 20
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan ayat (2) UUD 1945), selain itu Presiden juga berhak
dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi, mengajukan rancangan undang-undang kepada
Mahkamah Konstitusi telah memberikan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945). Berdasarkan
beberapa penafsiran terkait batasan-batasan ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa
open legal policy dan hal inilah yang akan di lembaga yang memegang kekuasaan pembentuk
bahas dalam tulisan ini. undang-undang adalah DPR bersama Presiden
untuk merumuskan pengaturan lebih lanjut dari
ketentuan yang telah digariskan oleh Konstitusi.
B. Pembahasan
Konstitusi memang terkadang tidak memuat
B.1.Dasar Hukum Kewenangan Lembaga
suatu aturan yang secara spesifik dan eksplisit
Pembentuk Undang-Undang
mengatur suatu dasar konstitusional kebijakan
A Hamid S Attamimi memberikan batasan publik yang memberi dasar bagi pilihan
peraturan perundang-undangan adalah kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy)
peraturan negara, di tingkat pusat dan di tingkat yang menjadi dasar kewenangan bagi pembuat
daerah, yang dibentuk berdasar kewenangan undang-undang untuk menjabarkannya lebih
perundang-undangan, baik bersifat atribusi jauh dalam suatu undang-undang sebagai
maupun bersifat delegasi. Attamimi juga pengaturan lebih lanjut. Indikator konstitusional
memberikan batasan mengenai peraturan dimaksud merupakan ukuran yang dapat
perundang-undangan sebagai berikut: semua digunakan sebagai pembenar dengan melihat
aturan hukum yang dibentuk oleh semua Tujuan bernegara dalam pembukaan UUD
tingkat lembaga dalam bentuk tertentu, dengan 1945 yang memuat pandangan hidup bangsa,
prosedur tertentu, biasanya disertai sanksi dan Pancasila dan Norma Konstitusi yang bersifat
berlaku umum serta mengikat rakyat1. HAM dan bukan HAM dalam batang tubuh UUD
Atribusi kekuasaan (attributie van 19453.
rechtsmacht), khususnya atribusi kekuasaan
B.2.Dasar Kewenangan Pembentuk Undang-
pembentukan peraturan perundang-undangan
Undang.
(attributie van wetgevendemacht) sering diartikan
sebagai pemberian kewenangan kepada badan Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor
atau lembaga atau pejabat (ambt) negara 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
tertentu, baik oleh pembentuk undang-undang Perundang-undangan telah menentukan bahwa
dasar maupun pembentuk undang-undang. materi muatan yang harus diatur dengan
Dalam hal ini berupa penciptaan wewenang baru Undang Undang berisi: a. pengaturan lebih

1 A Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Fakultas Pascasarjana
Univesitas Indonesia, Jakarta, 1990.
2 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, 1998.
3 Maruarar Siahaan, Indikator Konstitusionalitas Kebijakan Publik, disampaikan pada kegiatan expert meeting penyusunan buku
panduan penanganan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi oleh Pemerintah, Bogor 11 Februari 2015.

112
Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy).......(Radita Ajie)

lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang atau freies Ermessen,  yaitu kewenangan


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; yang sah untuk turut campur dalam kegiatan
b. perintah suatu Undang-Undang untuk melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan
diatur dengan Undang-Undang; c. pengesahan kepentingan umum6. SF Marbun dan Mahfud
perjanjian internasional tertentu; d. tindak MD seperti dikutip Zafrullah Salim menjelaskan
lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ tercakup pula dalam pengertian freies
atau e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam Ermessen  membuat peraturan tentang hal-
masyarakat. hal yang belum ada pengaturannya, atau
Materi undang-undang yang merupakan mengimplementasikan peraturan yang ada
pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sesuai dengan kenyataan. Pencakupan demikian
UUD 1945 dapat kita temukan dalam beberapa disebut discretionary power7.
pasal antara lain Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 ayat Meskipun terdapat peluang melaksanakan
(2), Pasal 6A ayat (5), Pasal 11 ayat (3), Pasal 15, tugas pemerintahan secara bebas tanpa terikat
Pasal 17 ayat (4), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 ayat sepenuhnya pada undang-undang, namun
(7), Pasal 18A ayat (1), Pasal 18B ayat (1), Pasal dalam kerangka Negara hukum harus dipahami
19 ayat (2), Pasal 20A ayat (4), Pasal 22A, Pasal bahwa unsur-unsur freies Ermessen dalam
22B, Pasal 22C ayat (4), Pasal 22D ayat (4), Pasal Negara adalah sebagai berikut:
22E ayat (6), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23C, Pasal a. ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas
23D, Pasal 23G, Pasal 24 ayat (3), Pasal 24A ayat servis publik;
(5), Psal 24B ayat (4), Psal 24C ayat (6), Pasal
b. merupakan sikap tindak yang aktif dari
25, Pasal 26 ayat (1), Pasal 28, Pasal 30 ayat (5),
administrasi Negara;
Pasal 31 ayat (3), Pasal 33 ayat (5), Pasal 34 ayat
(4) dan Pasal 36C UUD 1945. c. sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
Seluruh pasal-pasal UUD 1945 tersebut d. sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
diatas telah mendelegasikan pengaturan e. sikap tindak itu dimaksudkan untuk
mengenai materi muatan yang telah ditentukan menyelesaikan persoalan-persoalan penting
dalam UUD 1945 kedalam undang-undang4, yang timbul secara tiba-tiba.
pendelegasian tersebut ditandai dengan Untuk melaksanakan tiga bentuk kewenangan
rumusan “....diatur dengan undang-undang”. berdasarkan freies Ermessen  Pembentuk undang-
dan “....diatur dalam undang-undang”. undang dilarang berbuat sewenang-wenang. dan
Penggunaan kalimat “....diatur dengan dilarang melakukan tindakan-tindakan yang
undang-undang” mengandung arti materi bersifat  detournement de pouvoir (melakukan
muatan yang didelegasikan sebagian sudah sesuatu di luar tujuan kewenangan yang
diatur pokok pokoknya di dalam Peraturan diberikan) atau disebut juga onrechtmatige
Perundang-undangan yang mendelegasikan overheidsdaad  (perbuatan melawan hukum).
tetapi materi muatan itu harus diatur hanya Sebab setiap perbuatan pemerintah yang
di dalam Peraturan Perundang-undangan yang merugikan warganya karena detournement de
didelegasikan dan tidak boleh didelegasikan pouvoir atau onrechtmatige overheidsdaad dapat
lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undangan dituntut di muka hakim baik melalui peradilan
yang lebih rendah (subdelegasi)5. administrasi negara maupun melalui peradilan
Dalam melaksanakan tugas tersebut umum8. (dalam hal ini Mahkamah Konstitusi)
pembentuk undang-undang sesungguhnya B.3.Indikator Konstitusionalitas Pilihan
mendapat keleluasaan dalam menentukan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang
suatu aturan, larangan, kewajiban atau
Suatu hal yang niscaya bahwa setiap
batasan-batasan yang dimuat dalam suatu
pembuat keputusan kebijakan publik yang
norma undang-undang yang sedang dibuat yang
merancang keputusan-keputusan kebijakan,
merupakan pilihan kebijakan pembuat undang-
baik yang menyangkut peraturan perundang-
undang.
undangan ataupun penyelenggaraan
Kebebasan pembentuk undang-undang pemerintahan dan pembangunan, senantiasa
tersebut dapat dipersamakan dengan tugas harus mencari dasar validitas dan legalitas dari
menyelenggarakan kesejahteraan  umum keputusan yang diambil dengan menafsirkan

4 Ketentuan dalam angka 198 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menyatakan bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih
lanjut kepada Peraturan yang lebih rendah
5 Angka 201 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
6 Zafrullah Salim, Legislasi semu (Pseudowetgeving) http://www.djpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/1299-legislasi-semu-
pseudowetgeving.html
7 SF. Marbun & Moh. Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta, Liberty: 2004),hlm 45
8 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hlm. 177-178

113
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 111 - 120

konstitusi untuk mengetahui ruang lingkup Konstitusionalisme merupakan antithesis


kebebasan diskresionernya dalam batasan kekuasaan yang sewenang-wenang. konstitusi
konstitusi9. maka untuk dapat memahami merupakan satu kesatuan yang utuh yang
konsensus nasional saat itu dalam konteks terdiri dari pembukaan dan batang tubuh, yang
sekarang ini, kita tentu harus kembali mencerna bukan hanya memuat norma hukum, melainkan
pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam juga pandangan hidup bangsa dan dasar negara,
rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan serta cita-cita dan tujuan bernegara. Hal tersebut
Kemerdekaan (BPUPK).10 dengan memahami harus ditemukan dengan konstruksi dan tafsir,
proses terbentuknya kesepakatan yang dicapai untuk dapat membentuk constitutional boundary
tentang dasar Negara yang akan dibentuk pada yang menjadi ruang gerak pembentukan
tahun 1945 tersebut dengan segala pergulatan keputusan kebijakan dalam penyelenggaraan
pemikirannya, kita akan lebih mampu memahami pemerintahan dan legislasi.
falsafah dan pandangan hidup serta pedoman
B.4. Politik Hukum = Pilihan Kebijakan
bernegara, berbangsa dan bermasyarakat,
yang dapat kita lihat dalam alinea ke 4 (empat) Menurut Sudarto “Politik Hukum”
pembukaan UUD 1945. adalah kebijaksanaan dari negara dengan
perantaraan badan-badan yang berwenang
Selain Konstitusi sebagai falsafah dan
untuk menetapkan peraturan-peraturan yang
ideologi negara yang merupakan cita-hukum
dikehendaki, untuk mengekspresikan apa yang
dan cita negara (rechtsidee en staatsidee),
dicita-citakan. Pembentukan undang-undang
Pancasila merupakan sekumpulan nilai-
merupakan proses sosial dan proses politik yang
nilai yang dianut dan yang menjadi pedoman
sangat penting dan mempunyai pengaruh yang
menuju tujuan negara serta merupakan sumber
luas akan memberi bentuk dan mengatur atau
dari segala sumber hukum dan cita-hukum
mengendalikan masyarakat. Lebih lanjut Sudarto
(rechtsidee) yang termuat dalam norma dasar
menyatakan undang-undang oleh penguasa
negara (Staasfundamentalnorm) dan menjadi
digunakan untuk mencapai dan mewujudkan
moralitas konstitusi serta yang akan mendasari
tujuan-tujuan sesuai yang dicita-citakan12.
semua peraturan perundang-undangan yang
diciptakan sebagai penjabaran Undang-Undang Politik hukum merupakan terjemahan dari
Dasar 1945. Karena itu Pancasila memiliki istilah rechtspolitiek. Politiek mengandung arti
fungsi kritis terhadap semua kebijakan publik beleid (policy) atau kebijakan. Oleh karena itu
yang diambil, baik dalam bentuk peraturan politik hukum sering diartikan sebagai pilihan
perundang-undangan untuk menata ketertiban konsep dan asas sebagai garis besar rencana
masyarakat, maupun terhadap program-program yang menentukan arah, bentuk maupun isi
sosial, ekonomi, dan budaya yang perlu untuk hukum yang akan diciptakan. Policy diartikan
mencapai tujuan negara. Pancasila merupakan sebagai :”the principles, on which any measure or
kaidah penuntun dalam politik hukum nasional course of action is based; prudence or wisdom of
sehingga hukum nasional harus dikembangkan government or individuals in the management of
mengarah pada (a) menjaga integrasi bangsa, their affair, public or private; general prudence or
baik dari aspek ideologi maupun teritori; (b) dexterity; sagacity.13
didasarkan pada upaya membangun demokrasi Dengan rumusan kata policy tersebut
dan nomokrasi sekaligus; (c) didasarkan pada diatas, secara lebih lengkap kita dapat
upaya membangun keadilan sosial bagi seluruh mengatakan bahwa politik hukum adalah legal
rakyat Indonesia; dan (d) didasarkan pada policy atau kebijakan tentang arah hukum yang
prinsip toleransi beragama yang berkeberadaban. akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai
Pancasila adalah sumber materiil tertinggi yang tujuan yang telah ditentukan, yang dapat
menentukan materi muatan dalam pembentukan mengambil bentuk sebagai pembuatan hukum
hukum serta sebagai tolok ukur filosofis dalam baru dan sebagai pengganti hukum yang lama.14
pengujian konstitusionalitas norma hukum.11 Penyelenggara kekuasaan Negara yang menyusun

9 Maruarar Siahaan, op cit


10 Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, Buku I, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 10. ).
11 Kesimpulan Kongres Pancasila di Yogyakarta 30 Mei – 1 Juni 2009, mengenai “Negara Hukum Dalam Perspektif Pancasilan”, dalam
Proceeding Kongres Pancasila, Pancasila Dalam Berbagai Perspektif”, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
2009, hlm. 56.
12 Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum. Badan Penyediaan Bahan Kuliah Program Studi Magister Kenotariatan UNDIP Semarang,
2007 , hlm 13
13 Grolier Webster International Dictionary of the English Language, Volume II, hal. 737. Definisi lain menyebutkan bahwa policy adalah
a. a definite course or method of action selected(asn by a government, institution, group or individual) from among alternative and in the light
of given conditions to guide and usu determined present and future decisions : 1. Specific decision or set of decisions designed to carry out
such a chosen course of action; 2. Such a specific decisions designed to carry out such a course of action.3. Such a specific decision or setb
of decisions together with the related actions designed to implement a projected program consisting of desired objectives and the means to
achieve them.
14 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3ES, 2006, hlm 5.

114
Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy).......(Radita Ajie)

politik hukum yang akan dilaksanakan berdasar undang tersebut. Salah satu pihak yang
visi atau cita hukum (rechtsidee) yang termaktub ikut berkepentingan dalam proses pengujian
dalam Pancasila dan staatsfundamentalnorm undang-undang di Mahkamah Konstitusi
dalam UUD 1945. Karena politik hukum disusun adalah pembentuk undang-undang, yaitu
atau dirumuskan penyelenggara Negara dibidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden
hukum, sesungguhnya politik hukum tersebut serta DPD18. Dalam persidangan pengujian
adalah pernyataan kehendak Negara mengenai undang-undang di Mahkamah Konstitusi, pihak
hukum yang berlaku di wilayahnya.15 Jikalau pembuat undang-undang diberi kesempatan
politik hukum dilihat sebagai proses pilihan untuk memberikan keterangan resmi dalam
keputusan untuk membentuk kebijakan dalam persidangan terkait pilihan kebijakan yang telah
mencapai tujuan negara yang telah ditentukan, disepakatinya dalam suatu undang-undang.
maka jelas pilihan kebijakan demikian akan
Pada prinsipnya, munculnya gagasan dan
dipengaruhi oleh berbagai konteks yang meliputi
berkembangnya praktik pengujian konstitusional
seperti kekuasaan politik, legitimasi, sistem
bertolak dari kesadaran mengganti supremasi
ketatanegaraan, ekonomi, sosial dan budaya16,
parlemen (parliamentary supremacy) menjadi
maka hal itu berarti bahwa politik hukum
supremasi konstitusi (constitutional supremacy).
negara selalu memperhatikan realitas yang ada,
Dalam format supremasi parlemen, kekuasaan
termasuk realitas kemajemukan agama, suku,
legislasi secara absolut dimiliki oleh parlemen/
adat istiadat, maupun politik internasional
legislatif tanpa dapat diganggu-gugat oleh
dan nilai-nilai yang dianut dalam pergaulan
lembaga kekuasaan lain. Undang-undang hanya
bangsa-bangsa. Politik hukum sebagai satu
dapat dibuat dan diubah oleh parlemen/legislatif
proses pembaruan dan pembuatan hukum
melalui prosedur pembentukan perundang-
selalu memiliki sifat kritis terhadap dimensi
undangan di parlemen. Artinya, parlemen/
hukum yang bersifat ius constitutum dan ius
legislatif menggenggam kekuasaan legislasi
constituendum, karena hukum harus senantiasa
secara absolut. Sementara dalam format
melakukan penyesuaian dengan tujuan yang
supremasi konstitusi tidak mengenal kekuasaan
ingin dicapai masyarakat, sebagaimana telah
legislasi parlemen/legislatif yang bersifat
diputuskan. Karenanya politik hukum selalu
absolut tersebut. Meskipun parlemen/legislatif
dinamis, dimana hukum bukan merupakan
tetap memiliki kekuasaan dalam pembentukan
lembaga yang otonom, melainkan kait berkait
undang-undang, keberlakuan undang-
dengan sektor-sektor kehidupan lain dalam
undang yang dibentuk oleh parlemen/legislatif
masyarakat.17
tersebut dapat diuji konstitusionalitasnya
Pada prinsipnya prinsip konstitusional open oleh undang-undang dasar/konstitusi melalui
legal policy bukanlah kertas kosong yang bisa sebuah lembaga yang diberi kewenangan
ditulis apa saja pembentuk undang undang. Harus untuk melakukan pengujian konstitusional
ada dasarnya, motifnya, tujuan atau terdapat tersebut. Artinya, muatan undang-undang
kebutuhan konstitusional untuk menentukan yang dibentuk oleh parlemen/legislatif dapat
pilihan- pilihan itu. Inilah yang disebut konsep dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum
akuntabilitas konstitusi bagi para pembentuk mengikat oleh lembaga tersebut jika terbukti
undang undang di hadapan konstitusi. Jikalau bertentangan dengan undang-undang dasar/
ternyata tidak ada kebutuhan konstitusional konstitusi. Dengan demikian, jika supremasi
atau ternyata dasar, motif, atau tujuan hukum parlemen menempatkan parlemen/legislatif
dibalik pilihan model tersebut ternyata tidak pada kedudukan yang tinggi (supreme), maka
terbukti, atau kebutuhan konstitusional ketika supremasi konstitusi menempatkan undang-
pilihan itu dibuat pada masa tertentu ternyata undang dasar/konstitusi pada kedudukan tinggi
sudah tak dibutuhkan lagi maka tentunya (supreme).
pilihan tersebut sesungguhnya bisa menjadi
inkonstitusional pada masa depan. Selain itu, gagasan dan praktik pengujian
konstitusionalitas undang-undang pada
B.5.Mahkamah Konstitusi Sebagai Penafsir prinsipnya mengusung visi bahwa keputusan
Konstitusi mayoritas tidak selalu merupakan kebenaran
Pengujian undang-undang di Mahkamah apabila ditinjau dari perspektif konstitusional.
Konstitusi pada prinsipnya menyangkut Hanya karena suatu undang-undang telah
kepentingan banyak pihak, bukan hanya disahkan dan berlaku oleh lembaga negara
menyangkut kepentingan pemohon yang pembuat undang-undang, tidak berarti undang-
mengajukan permohonan pengujian undang- undang tersebut sudah pasti telah memenuhi

15 Teuku Mohammad Radhie,Pembaharuan dan Politik Hukum Dalam Rangka Pembangunann Nasional, Prisma Nomor 6 Tahun II,
Desember 1973, hlm. 4.
16 Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa hukum mengandung tiga komponen, yaitu substansi atau materi hukum, struktur atau
aparatur hukum, dan budaya hukum.
17 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 352.
18 Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012

115
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 111 - 120

aspek formal dan material pembuatan undang- Tabel 1.


undang serta tidak bertentangan dengan Kumpulan Pertimbangan Mahkamah
ketentuan undang-undang dasar. Keputusan Konstitusi
mayoritas politisi tidak selalu merupakan Kumpulan Pertimbangan Putusan Mahkamah
kebenaran konstitusional. Konstitusi terkait Pilihan Kebijakan Pembuat Undang-
Undang (Open Legal Policy) dalam Permohonan
Benny K. Harman menjelaskan bahwa Pengujian Undang-Undang`
pengujian konstitusionalitas undang-undang
1. Putusannya Nomor 26/PUU-VII/2009
oleh suatu badan kehakiman merupakan Bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal
penjelmaan dari ideologi negara hukum atau konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan
konstitusionalisme yang memiliki sepuluh fungsi undang-undang atau sebagian isinya, jikalau norma
pokok, yaitu: (1) untuk melindungi konstitusi tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka
yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh
sebagai hukum tertinggi, (2) untuk menjamin pembentuk undang-undang. Meskipun seandainya isi
pelaksanaan tujuan penyusunan konstitusi, (3) suatu undangundang dinilai buruk, maka Mahkamah
untuk memberikan perlindungan terhadap nilai- tidak dapat membatalkannya, kecuali kalau produk
legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas,
nilai fundamental kenegaraan yang tercantum rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable.
dalam konstitusi, (4) untuk mengontrol Sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang
kekuasaan legislatif, (5) untuk menjamin melampaui kewenangan pembentuk undang-undang,
penyelenggara negara dan rakyat mematuhi tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta
tidak nyata-nyata bertentangan dengan Undang-
konstitusi, (6) untuk menjamin tegaknya prinsip Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
kontrol dan perimbangan, (7) untuk mencegah 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat
tirani mayoritas atau mengontrol prinsip hukum dibatalkan oleh Mahkamah”.
mayoritas, (8) untuk menegakkan nilai-nilai
2. Putusan Nomor 37-39/PUU-VIII/2010
dan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional, Dalam kaitannya dengan kriteria usia, UUD 1945 tidak
(9) untuk mewujudkan ideologi negara hukum, menentukan batasan usia minimal atau maksimal
dan (10) untuk menjaga konsistensi sistem tertentu sebagai kriteria yang berlaku umum untuk
semua jabatan atau aktivitas pemerintahan. Hal itu
hierarki norma hukum.19 Sejalan dengan ini, berarti, UUD 1945 menyerahkan penentuan batasan
Ahmad Syahrizal meringkas dua fungsi utama usia tersebut kepada pembentuk Undang-Undang
peradilan konstitusi, yaitu: (1) pengujian untuk mengaturnya. Dengan kata lain, oleh UUD
konstitusional dapat mencegah atau merestorasi 1945 hal itu dianggap sebagai bagian dari kebijakan
hukum (legal policy) pembentuk Undang-Undang.
penyimpangan yang potensial dilakukan oleh Oleh sebab itulah, persyaratan usia minimal untuk
lembaga-lembaga kekuasaan negara; (2) melalui masingmasing jabatan atau aktivitas pemerintahan
pengujian konstitusional maka konstitusi dapat diatur secara berbeda-beda dalam berbagai peraturan
perundang-undangan sesuai dengan karakteristik
dilindungi dari terpaan yang dapat merusak kebutuhan jabatan masing-masing;
fondasi negara hukum.20 Dari perspektif hukum
konstitusi, terwujudnya fungsi-fungsi pokok di 3. Putusan Nomor 6/PUU-III/2005
atas diharapkan akan menjamin tegaknya negara Menimbang bahwa persyaratan pengusulan calon
hukum demokratis (demokrasi konstitusional) pasangan kepala daerah/wakil kepala daerah
harus melalui pengusulan partai politik, adalah
yang tidak hanya mengedepankan demokrasi,
merupakan mekanisme atau tata cara bagaimana
tetapi juga menjunjung konstitusi. pemilihan kepala daerah dimaksud dilaksanakan,
B.6.Penafsiran Mahkamah Konstitusi terkait dan sama sekali tidak menghilangkan hak
perseorangan untuk ikut dalam pemerintahan,
Batasan Open Legal Policy dalam berbagai sepanjang syarat pengusulan melalui partai
putusan. politik dilakukan, sehingga dengan rumusan
Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal dan diskriminasi sebagaimana diuraikan dalam Pasal
1 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
penafsir konstitusi atau “the guardian and the sole
maupun Pasal 2 International Covenant on Civil
and the highest interpreter of the constitution”21, and Political Rights, yaitu sepanjang pembedaan
dalam beberapa putusannya telah memberikan yang dilakukan tidak didasarkan atas agama,
penafsirannya yang termuat dalam bagian suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status
pertimbangan terkait batasan pilihan kebijakan sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa
dan keyakinan politik, maka pengusulan melalui
yang bersifat terbuka (open legal policy) yang
partai politik demikian tidak dapat dipandang
dibuat oleh pembentuk undang-undang, bertentangan dengan UUD 1945, karena pilihan
sistem yang demikian merupakan kebijakan (legal
policy) yang tidak dapat diuji kecuali dilakukan
secara sewenang-wenang (willekeur) dan
melampaui kewenangan pembuat undang-undang
(detournement de pouvoir);

19 Benny K. Harman, Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi: Sejarah Pemikiran dan Pengujian UU terhadap UUD (Jakarta: KPG,
2013), hlm. 95-96.
20 Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi: Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Normatif (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), hlm. 4.
21 Jimly Ashidiqie Sambutan dalam rangka Temuwicara Mahkamah Konstitusi dengan Pejabat Pemerintah Daerah se-Indonesia tentang
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jakarta, 7-9 April 2005

116
Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy).......(Radita Ajie)

4. Putusan Nomor 56/PUU-X/2012 Berdasarkan beberapa putusan Mahkamah


Penentuan batas usia hakim merupakan Konstitusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan hukum terbuka (opened legal policy), sesungguhnya pembentuk undang-undang
yang sewaktwaktu dapat diubah oleh pembentuk diberikan keleluasaan dalam menentukan suatu
Undang-Undang sesuai dengan tuntutan
aturan, larangan, kewajiban atau batasan-
kebutuhan perkembangan yang ada dan sesuai
dengan jenis dan spesifikasi serta kualifikasi batasan yang dimuat dalam suatu norma
jabatan tersebut. Dengan demikian penentuan undang-undang yang sedang dibuat yang
batas usia sepenuhnya merupakan kewenangan merupakan pilihan kebijakan pembuat undang-
pembentuk Undang-Undang. Menurut Mahkamah undang sepanjang norma tersebut:
benar ada perbedaan usia pensiun antara Hakim
Ad Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah 1) tidak bertentangan secara nyata (jelas)
Agung (Pemohon I), Hakim Ad Hoc pada Pengadilan dengan UUD 1945, misal: tidak boleh
Hubungan Industrial (Pemohon II) dengan Hakim merumuskan norma menetapkan anggaran
Ad Hoc lainnya, Hakim, dan Hakim Agung tetapi pendidikan kurang dari dua puluh (20)
perbedaan tersebut tidak serta merta menimbulkan
perbedaan perlakuan sebagaimana dimaksud
persen APBN dan APBD, karena jelas
dalam Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Perbedaan bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD
dapat dibenarkan sepanjang sifat, karakter 1945.
dan kebutuhan atas jabatan tersebut berbeda. 2) tidak melampaui kewenangan pembentuk
Justru akan menimbulkan diskriminasi apabila
memperlakukan hal yang sama terhadap suatu undang-undang (detournement de pouvoir),
yang berbeda atau sebaliknya memperlakukan misalnya pembentuk undang-undang
berbeda terhadap hal yang sama. menyusun perubahan/amandemen UUD
5. Putusan Nomor 5/PUU-V/2007 1945 yang merupakan kewenangan MPR.
Mahkamah dalam putusan Nomor 072-073/ 3) tidak merupakan penyalahgunaan
PUU-II/2004 pernah menyatakan bahwa menjadi kewenangan (willekeur).
pilihan kebijakan (policy) pembentuk undang-
undang untuk mengatur tata cara pemilihan Meskipun seandainya isi suatu undang-
kepala daerah. UU Pemda telah menjabarkan undang dinilai buruk, maka Mahkamah tidak
perintah Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 tersebut dapat membatalkannya, kecuali kalau produk
dengan menetapkan pemilihan kepala daerah dan
legal policy tersebut jelas-jelas melanggar
wakil kepala daerah dilakukan dengan pemilihan
umum secara langsung yang calonnya diajukan moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang
oleh parpol atau gabungan parpol. Hal demikian intolerable. Apabila terdapat pihak atau warga
merupakan kebijakan pembentuk undang- masyarakat yang tidak setuju terhadap pilihan
undang. kebijakan tersebut dapat mengusulkannya
6. Putusan Nomor 7/PUU-XI/2013 melalui mekanisme legislative review, yaitu
Mahkamah berpendirian bahwa terhadap kriteria dengan mengajukan usul perubahan kepada
usia yang UUD 1945 tidak menentukan batasan pembentuk undang-undang. Namun demikian
usia tertentu untuk menduduki semua jabatan
dan aktivitas pemerintahan, hal ini merupakan apakah selama ini putusan Mahkamah Konstitusi
kebijakan hukum (legal policy) dari pembentuk yang membatalkan/menyatakan suatu undang-
Undang-Undang, yang sewaktu-waktu dapat undang bertentangan dengan UUD 1945
diubah oleh pembentuk Undang- Undang sesuai menjadi putusan yang salah? Tentu saja tidak,
dengan tuntutan kebutuhan perkembangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pilihan
yang ada. Hal tersebut sepenuhnya merupakan
kewenangan pembentuk Undang-Undang yang,
kebijakan pembentuk undang-undang tersebut
apapun pilihannya, tidak dilarang dan tidak juga harus sesuai dengan parameter 1). tujuan
bertentangan dengan UUD 1945. Namun demikian, bangsa Indonesia dalam bernegara sebagaimana
menurut Mahkamah hal tersebut dapat menjadi ditemukan dalam alinea keempat UUD 1945. 2).
permasalahan konstitusionalitas jika aturan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum
tersebut menimbulkan problematika kelembagaan,
yaitu tidak dapat dilaksanakan, aturannya
negara dan 3) Norma Konstitusi yang bersifat
menyebabkan kebuntuan hukum (dead lock) HAM dan bukan HAM dalam batang tubuh
dan menghambat pelaksanaan kinerja lembaga UUD 194522 Hal tersebutlah yang juga akan
negara yang bersangkutan yang pada akhirnya dinilai Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir
menimbulkan kerugian konstitusionalitas warga konstitusi.
negara; (hlm 31)
Berdasarkan penelitian yang penulis
7. Putusan Nomor 30 dan 74/PUU-XII/2014,
Lagipula, beberapa putusan No. 49/PUU-IX/2011, lakukan, khususnya terkait penerapan open
Putusan No. 37- 39/PUU-VIII/2010, dan putusan legal policy dalam putusan Makamah Konstitusi.
No. 15/PUUV/2007 pun telah mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi akan menyatakan suatu
batasan usia minimum merupakan kebijakan norma merupakan pilihan kebijakan yang
hukum terbuka  pembentuk Undang-Undang diambil oleh pembentuk undang-undang terkait
yang sewaktu-waktu dapat diubah sesuai
dengan tuntutan kebutuhan perkembangan atau 2 (dua) hal yaitu:
upaya  legislative review. “Hal ini sepenuhnya 1) terkait penentuan umur; dan
kewenangan pembentuk Undang-Undang, apapun
pilihannya, tidak dilarang dan selama tidak 2) pembentukan lembaga oleh undang-undang.
bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya Dalam kedua jenis norma tersebut,

22 Maruarar Siahaan, Op Cit


117
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 111 - 120

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya


menyatakan dengan jelas dan terang bahwa melihat adanya perbedaan/ketidakkonsistenan
hal tersebut merupakan pilihan kebijakan antara batas usia minimal bagi anak yang
pembentuk undang-undang (open legal dapat diajukan dalam proses penyidikan,
policy) proses persidangan, dan pemidanaan. Sehingga
1) terkait penentuan umur Mahkamah berpendapat, batas umur minimal
12 (dua belas) tahun lebih menjamin hak anak
Terkait penentuan umur, putusan-putusan
untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan
Mahkamah Konstitusi telah jelas menyatakan
perlindungan sebagaimana dijamin dalam Pasal
dalam berbagai pertimbangannya yang
28B ayat (2) UUD 1945.
melatarbelakangi suatu putusan bahwa:
Putusan MK dalam putusan a quo telah
Mahkamah berpendirian bahwa terhadap
digunakan sebagai dasar dari penyusunan
kriteria usia yang UUD 1945 tidak menentukan
UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang
batasan usia tertentu untuk menduduki semua
pada Pasal 1 angka 3 menyatakan Anak yang
jabatan dan aktivitas pemerintahan, hal ini
Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
merupakan kebijakan hukum (legal policy) dari
disebut Anak adalah anak yang telah berumur
pembentuk Undang-Undang, yang sewaktu-
12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
waktu dapat diubah oleh pembentuk Undang-
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan
Undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
tindak pidana. Putusan tersebut, tentu saja tidak
perkembangan yang ada. Hal tersebut
dapat dibandingkan secara identik tentu saja ada
sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk
pertimbangan-pertimbangan dari Mahkamah
Undang-Undang yang, apapun pilihannya, tidak
dalam menentukan putusannya.
dilarang dan tidak bertentangan dengan UUD
1945. (Putusan Nomor 7/PUU-XI/2013). Terkait penafsiran Mahkamah Konstitusi,
adahal yang menarik, apakah Mahkamah
(putusan serupa juga dapat dilihat di
Konstitusi terikat dengan penafsiran yang
putusan 74/PUU-XII/2014 jo Putusan 56/
dibuatnya sebagaimana pengadilan umum
PUU-X/2012)
dengan yurisprudensi?
Penentuan umur ini juga dapat dipersamakan
Pan Mohamad Faiz23 mengutip Donald
dengan penentuan lamanya hukuman dalam
Kommers dalam tulisannya, “German
ketentuan pidana misalnya, selama penentuan
Constitutionalism: A Prolegomenon” (1991),
umur atau lamanya hukuman tersebut dapat
berpendapat bahwa putusan MK selain final juga
diberikan rasionalisasinya oleh pembentuk
memang mengikat bagi seluruh organ negara
undang-undang. Namun demikian penulis juga
dan pejabat publik, namun tidak mengikat MK
menemukan putusan Mahkamah Konstitusi
itu sendiri secara absolut. Keterikatan absolut
yang membatalkan ketentuan terkait umur,
MK terhadap penafsirannya sendiri memang
yaitu permohonan Pengujian Undang-Undang
berpotensi untuk menghalangi terciptanya
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
konstitusi yang hidup (the living constitution).
dalam register perkara 1/PUU-VIII/2010, dalam
Sama halnya dengan Mahkamah Agung Amerika
pertimbangan putusan tersebut Mahkamah
Serikat yang beberapa kali pernah menyimpangi
menyatakan:
putusannya yang terdahulu. Namun demikian,
Bahwa sebagai “The Interpreter of ketidakterikatan ini tetap memerlukan kerangka
Constitution”, Mahkamah dapat memberikan yang jelas agar tidak terjadi gelombang penafsiran
tafsir dalam penghapusan frasa “...telah mencapai yang berbeda-beda setiap terjadinya pergantian
umur 8 (delapan) tahun...” pada Pasal 1 angka generasi hakim konstitusi. Dalam disertasinya
1, frasa “...sekurang-kurangnya 8 (delapan) berjudul “The Desirability of Consistency in
tahun...”, pada Pasal 4 ayat (1) dan frasa,”... Constitutional Interpretation” (2011).
belum mencapai umur 8 (delapan) tahun...”, pada
Sithembiso Dzingwa menyimpulkan bahwa
Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak untuk
penafsiran konstitusi hanya dapat berubah
selanjutnya hanya dapat dilaksanakan apabila
tatkala dalam putusan sebelumnya telah
ditafsirkan sesuai dengan batas umur minimum
nyata-nyata terbukti salah. Adanya perbedaan
yang ditentukan oleh Mahkamah yakni 12 (dua
penafsiran konstitusi yang berubah-ubah dalam
belas) tahun;
jangka waktu yang relatif singkat tentu dapat
Merupakan pilihan kebijakan pembentuk menciptakan ketidakpastian dalam sistem
undang-undang (saat itu) untuk menetapkan ketatanegaraan dan pemenuhan atas jaminan
definisi dari anak dalam Undang-Undang hak dasar.  Mengutip pandangan mantan Hakim
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Konstitusi Mukthie Fadjar (2005), “MK seyogianya
yaitu 8 tahun, dan hal tersebut merupakan memberikan pencerahan dalam membangun
pilihan kebijakan yang bersifat terbuka, namun sistem ketatanegaraan dan sistem demokrasi

23 Pan Mohamad Faiz, Quo Vadis Sengketa Pemilukada, http://panmohamadfaiz.com/2014/05/23/quo-vadis-sengketa-pemilukada/

118
Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy).......(Radita Ajie)

Indonesia yang berkelanjutan (sustainable diberikan keleluasaan dalam membentuk


democracy), bukan demokrasi yang patah-patah, undang-undang yang merupakan pilihan
‘mulur mungkret’, seperti gelang karet”. kebijakan pembuat undang-undang sepanjang
2) pembentukan lembaga oleh undang-undang. norma tersebut tidak bertentangan secara nyata
(jelas) dengan UUD 1945, tidak melampaui
Terkait pembentukan lembaga oleh undang-
kewenangan pembentuk undang-undang
undang, Mahkamah konstitusi dalam putusan
(detournement de pouvoir) dan tidak merupakan
25/PUU-XIII/2014 terkait pengujian undang-
penyalahgunaan kewenangan (willekeur).
undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan menyatakan:
persoalan pengaturan dan pengawasan di
bidang perekonomian dan sektor keuangan, Daftar Pustaka
baik yang bersifat macroprudential maupun Buku-Buku
microprudential dengan tujuan untuk menjaga A Hamid S Attamimi,  Peranan Keputusan Presiden
kestabilan dan pertumbuhan ekonomi, yang RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
semula disatukan dalam kewenangan bank Negara, Disertasi, Fakultas Pascasarjana
sentral dan saat ini dilaksanakan oleh dua Univesitas Indonesia, Jakarta, 1990.
lembaga, BI dan OJK, merupakan kebijakan
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-
hukum terbuka (open legal policy) pembentuk
undangan, Mandar Maju, Bandung, 1998.
undang-undang dan bukanlah merupakan
persoalan konstitusionalitas,” (hlm 288) SF. Marbun & Moh. Mahfud MD,  Pokok-pokok
Hukum Administrasi Negara,  Yogyakarta,
Seperti penjelasan sebelumnya UUD 1945,
Liberty, 2004
juga memberi keleluasaan kepada pembentuk
undang-undang untuk membentuk lembaga Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:
untuk melaksanakan sebagian tugas-tugas Raja Grafindo, 2006
pemerintahan. Lembaga yang pembentukannya Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum.
merupakan perintah undang-undang tersebut Badan Penyediaan Bahan Kuliah Program
seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Studi Magister Kenotariatan UNDIP
berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002, Komnas Semarang, 2007
HAM berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 1999, Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum,
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berdasarkan Menegakkan Konstitusi, LP3ES, 2006
UU Nomor 32 Tahun 2002, Komisi Pengawas
Teuku Mohammad Radhie,Pembaharuan dan
Persaingan Usaha (KPPU) berdasarkan UU
Politik Hukum Dalam Rangka Pembangunann
Nomor 5 Tahun 1999 dll.
Nasional, Prisma Nomor 6 Tahun II, Desember
1973
C. Penutup
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya
Bahwa pembentuk undang-undang, yaitu Bakti, Bandung, 2000,
DPR dan Presiden diberikan kewenangan oleh
Benny K. Harman, Mempertimbangkan
UUD 1945 berdasarkan delegasi kewenangan
Mahkamah Konstitusi: Sejarah Pemikiran
untuk menentukan suatu aturan, larangan,
dan Pengujian UU terhadap UUD Jakarta,
kewajiban atau batasan-batasan yang
KPG, 2013
dimuat dalam suatu norma undang-undang
yang sedang dibuat yang merupakan pilihan Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi: Suatu
kebijakan pembuat undang-undang (open legal Studi tentang Adjudikasi Konstitusional
policy). Namun kewenangan tersebut tidak Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
tak terbatas karena tetap harus sesuai dengan Normatif, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.
dengan parameter 1). tujuan bangsa Indonesia Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
dalam bernegara sebagaimana ditemukan dalam Mahkamah Konstitusi Naskah Komprehensif
alinea keempat UUD 1945. 2). Pancasila sebagai Perubahan Undang-Undang Dasar
sumber segala sumber hukum negara dan 3) 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil
Norma Konstitusi yang bersifat HAM dan bukan Pembahasan, Buku I, 2008
HAM dalam batang tubuh UUD 1945. Apabila Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan Mahkamah Konstitusi, “Negara Hukum
parameter tersebut, maka dapat dibatalkan oleh Dalam Perspektif Pancasilan”, dalam
Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan Proceeding Kongres Pancasila, Pancasila
oleh UUD 1945 untuk menguji undang-undang Dalam Berbagai Perspektif”, 2009
terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
Berdasarkan beberapa putusan Mahkamah undangan, Buku panduan Penanganan
Konstitusi, dapat disimpulkan bahwa Pengujian undang-undang di Mahkamah
sesungguhnya pembentuk undang-undang Konstitusi oleh Pemerintah, 2016

119
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 111 - 120

Makalah Website
Maruarar Siahaan, Indikator Konstitusionalitas
Zafrullah Salim, Legislasi semu (Pseudowetgeving)
Kebijakan Publik, disampaikan pada
http://www.djpp.kemenkumham.go.id/
kegiatan expert meeting penyusunan buku
htn-dan-puu/1299-legislasi-semu (diakses
panduan penanganan pengujian undang-
tanggal 15 Januari 2016)
undang di Mahkamah Konstitusi oleh
Pemerintah, Bogor 11 Februari 2015.
Pan Mohamad Faiz, Quo Vadis Sengketa
Jimly Ashidiqie Sambutan dalam rangka Pemilukada, http://panmohamadfaiz.
Temuwicara Mahkamah Konstitusi dengan com/2014/05/23/quo-vadis-sengketa-
Pejabat Pemerintah Daerah se-Indonesia pemilukada (diakses tanggal 10 Januari
tentang Mahkamah Konstitusi Republik 2016)
Indonesia, di Jakarta, 7-9 April 2005

120

Anda mungkin juga menyukai