OLEH :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penelitian di Universitas
Sriwijaya dengan hasil berupa laporan Penelitian yang berjudul “Adsorpsi Logam
Fe dan Mn pada Limbah Sintetik dengan Menggunkan Karbon Aktif dari Cangkang
Kelapa”
Laporan penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan bagi
mahasiswa yang menempuh pendidikan Sarjana Strata 1 (S-1) yang ada pada
Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Terimakasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan hasil kerja praktik ini khususnya kepada:
1) Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat, berkah dan
karunianya selama pelaksanaan dan penyususan laporan penelitian ini.
2) Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materi dan kasih sayang yang melimpah.
3) Bapak Dr. Ir. H. Syaiful, DEA selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sriwijaya.
4) Ibu Hj. Leily Nurul Komariah, S.T., M.T. selaku Sekretaris Jurusan Teknik
Kimia Universitas Sriwijaya.
5) Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Said, M.Sc selaku Dosen Pembimbing
Penelitian.
6) Ibu Dr. Fitri Hadiah, S. T., M.T. selaku Dosen Koordinator Kerja Praktek
Kampus Indralaya.
7) Bapak David Bahrin, S. T., M.T selaku Dosen Koordinator Kerja Praktek
Kampus Palembang.
8) Bapak Muhammad Subhan, ST selaku Analis Laboratorium Teknik
Separasi dan Purifikasi Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.
9) Ibu Annisah, A.Md. selaku Analis Laboratorium Analisa dan Instrumentasi
Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.
10) Seluruh karyawan Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya yang telah
membantu dalam administrasi dan mendukung kegiatan Penelitian ini.
11) Veny Rizki Elfiana dan Indah Metiara Putri selaku teman seperjuangan
dalam melaksanakan Penelitian ini
ii
12) Teman-teman seperjuangan tersayang, teman-teman jurusan Teknik Kimia
2015 yang sama-sama masih menempuh perjalanan menuju gelas ST.
Demikian laporan ini dibuat, semoga laporan kerja praktik ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan kalangan yang membacanya.
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
3.2.1. Alat ................................................................................................... 14
3.2.2. Bahan................................................................................................ 14
3.3. Prosedur Penelitian....................................................................................... 14
3.3.1. Pembuatan Karbon Aktif.................................................................. 14
3.3.2. Proses Pembuatan Limbah untuk Penentuan Waktu Jenuh ............. 15
3.3.3. Proses Pembuatan Limbah dengan Variasi Konsentrasi .................. 15
3.3.4. Proses Adsorpsi untuk Penentuan Waktu Jenuh .............................. 15
3.3.5. Proses Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi ................................... 16
3.3.6. Proses Analisa Fe ............................................................................. 16
3.3.7. Proses Analisa Mn ........................................................................... 16
3.4. Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 17
3.5. Matriks Penelitian ........................................................................................ 18
3.5.1. Pembuatan Karbon Aktif.................................................................. 18
3.5.2. Penentuan Waktu Jenuh ................................................................... 18
3.5.3. Adsorpsi Logam Berat pada Limbah Sintetik .................................. 18
3.6. Metode Pengolahan Data ............................................................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ............................................................................................ 20
4.1.2. Hasil Analisa SEM-EDS .................................................................. 20
4.1.3. Hasil Analisa Kandungan Fe dan Mn dengan Variasi Waktu.......... 21
4.1.4. Hasil Analisa Kandungan Fe dan Mn dengan Variasi Konsentrasi . 21
4.2. Pembahasan .................................................................................................. 23
4.2.1. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Luas Permukaan Pori Pada
Karbon Aktif dengan Aktivator Larutan ZnCl2 ............................... 24
4.2.2. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Luas Permukaan Pori Pada
Karbon Aktif dengan Aktivator Larutan Na2CO3 ............................ 25
4.2.3. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Volume Pori Pada Karbon
Aktif dengan Aktivator Larutan ZnCl2 ............................................ 26
4.2.4. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Volume Pori Pada Karbon
Aktif dengan Aktivator Larutan Na2CO3 ......................................... 27
4.2.5. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Radius Pori Pada Karbon
Aktif dengan Aktivator Larutan ZnCl2 ............................................ 28
v
4.2.6. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Radius Pori Pada Karbon
Aktif dengan Aktivator Na2CO3....................................................... 29
4.2.7. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Morfologi Pori dan
Komposisi Karbon Aktif dengan Aktivator Larutan ZnCl2 ............. 30
4.2.8. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Morfologi Pori dan
Komposisi Karbon Aktif dengan Aktivator Larutan Na2CO3 .......... 36
4.2.9. Pengaruh Waktu terhadap Kosentrasi Fe dan Mn pada Limbah
Sintetik ............................................................................................. 41
4.2.10. Pengaruh Konsentrasi Awal terhadap Konsentrasi Akhir Fe dan Mn
pada Limbah Sintetik ....................................................................... 44
4.2.11. Penentuan Isoterm Adsorpsi ............................................................ 44
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 48
5.2. Saran ............................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR NOTASI
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengaruh temperatur pirolisis terhadap karakterisktik karbon
aktif dari cangkang kelapa dengan larutan aktivator ZnCl2 yang dihasilkan?
2) Bagaimana pengaruh jenis larutan aktivator terhadap karakteristik karbon
aktif dari cangkang kelapa yang dihasilkan?
3) Apakah jenis isoterm adsorpsi yang sesuai pada penyerapan logam berat
berupa Fe dan Mn pada limbah sintetik menggunakan karbon aktif dari
cangkang kelapa?
1.5. Hipotesa
1) Semakin tinggi temperatur yang digunakan pada proses pirolisis, maka
semakin besar pori yang dihasilkan pada karbon aktif yang dihasilkan.
2) Semakin tinggi temperatur yang digunakan pada proses pirolisis, maka
semakin besar surface area yang dihasilkan.
3) Isoterm adsopsi yang sesuai pada proses penyerapan Fe dan Mn
menggunakan karbon aktif adalah Freundlich.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Pirolisis
Pirolisis merupakan suatu proses dekomposisi material organik dengan
panas tanpa menggunakan oksigen. Ketika oksigen ada pada suatu reaktor pirolisis
maka oksigen tersebut akan bereaksi dengan material yang akan di pirolisis,
sehingga dapat membentuk abu (ash). Pada proses pirolisis, biasanya untuk
3
4
menghilangkan gas oksigen di bantu oleh aliran gas inert sebagai fungsi untuk
mengikat oksigen dan mengeluarkan gas tersebut dari reaktor. Produk pirolisis
dapat berupa gas, fluida cair, dan padatan berupa karbon dan abu. Pirolisis
merupakan suatu bentuk dari proses karbonisasi. Karbonisasi merupakan proses
untuk mengkonversi bahan organik menjadi arang (Jamilatun, dkk, 2014).
2011). Karbon aktif yang akan diaktivasi dicampur dengan agen aktivator kimia
yang juga berfungsi sebagai zat pendehidrasi (Li, 2008). Bahan-bahan mineral
aktivator tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau penghidrasi molekul organik
selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar dan membantu
dekomposisi senyawa organik pada aktivasi berikutnya. Selain itu, aktivator juga
berfungsi untuk mendehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon,
membantu menghilangkan endapan hidrokarbon dan melindungi permukaan
karbon sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya oksidasi.
2.3.3. Aktivator
Aktivator digunakan pada proses aktivasi secara kimia. Larutan aktivator
terdiri dari berbagai macam jenis seperti asam, basa dan garam. Aktivator berfungsi
sebagai agen pelarut mineral organik dan tar sisa pembakaran arang yang menutupi
pori-pori arang. Semakin tinggi konsentrasi aktivator maka semakin banyak
mineral organik dan tar yang dapat terlarut sehingga pori-pori arang akan terbuka
dan luas permukaannya meningkat (Pambayun, dkk. 2013).
Aktivator umumnya bersifat mengikat air dan menyebabkan air yang terikat
pada pori-pori karbon yang masih tersisa menjadi lepas. Pada saat dilakukan
pemanasan senyawa pengotor yang ada pada pori kan menjadi lebih mudah terserap
dan luas permukaan karbon aktif semakin besar dan daya serapnya meningkat.
Beberapa contoh aktivator yaitu CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2, HNO3, HCl,
Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2 dan lain-lain (Dewi dkk, 2009).
Wm x N x Acs
s=
M
(2.1)
Keterangan:
s = Luas permukaan (m2/g)
Wm = Koefisien monolayer material
N = Bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol)
Acs = Cross-sectional area gas (Ao)2 (Sudarlin, 2012)
M = Massa molekul adsorbat (gr/mol)
2.4.2. Porositas
Jenis pori diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan ukurannya
yaitu mikropori (<2 nm), mesopori (2-50 nm), dan makropori (>50 nm) (Daud dan
Ali, 2004). Porositas merupakan tingkat persebaran pori-pori yang terdapat pada
karbon aktif. Semakin tinggi nilai porositasnya maka semakin banyak pori-pori
7
yang terdapat pada karbon aktif tersebut. Semakin banyak pori-pori yang dimiliki
oleh karbon aktif, maka luas permukaan karbon aktif tersebut juga akan semakin
besar, dan tentunya karbon aktif memiliki kualitas yang baik.
Teknik yang digunakan untuk menghitung nilai porositas suatu material
ialah dengan teknik porosimetri. Porosimetri merupakan suatu metode analisa yang
digunakan untuk menentukan berbagai aspek yang dapat dikuantifikasi dari bahan-
bahan yang bersifat porus, seperti diameter pori, total volume pori, luas permukaan,
dan massa jenis ruah dan absolut.
Teknik ini melibatkan intrusi cairan yang tidak membasahi (umumnya
digunakan raksa) pada tekanan tinggi ke dalam suatu bahan dengan porosimeter.
Ukuran pori dapat ditentukan berdasarkan tekanan eksternal yang diperlukan untuk
memaksa cairan masuk ke dalam pori melawan gaya cairan yang berlawanan
(tegangan permukaan). Oleh karena teknik ini biasanya dilakukan dalam kondisi
hampa udara, tekanan gas awal adalah nol. Sudut kontak raksa dengan hampir
semua padatan berkisar antara 135° dan 142°, dapat dibulatkan menjadi 140°.
Kenaikan tekanan berbanding lurus dengan volume pori kumulatif. Berda-sarkan
volume pori kumulatif, dapat ditentukan tekanan dan diameter pori.
2.4.4. Morfologi
Morfologi merupakan bentuk penampakan sesuatu dari tampak luarnya.
Karakterisasi karbon aktif dengan melihat morfologi dari karbon aktif tersebut
sangat berguna untuk mengetahui apakah dalam karbon aktif tersebut terdapat pori-
pori atau tidak. Karakterisasi ini juga dapat berguna untuk mengetahui jumlah serta
menghitung jari-jari dari pori-pori yang ada. Karakterisasi dengan mengetahui
bentuk morfologi dari karbon aktif dapat memprediksi apakah karbon aktif yang
dihasilkan memiliki kualitas yang baik ataupun kualitas yang buruk.
Ukuran karbon aktif sangatlah kecil, sehingga kita tidak dapat mengetahui
bentuk morfologinya tanpa menggunakan bantuan dari alat. Peralatan yang
digunakan dalam melihat morfologi karbon aktif ialah Scanning Electron
Microscope (SEM). SEM adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk
menganalisa permukaan dari objek solid secara langsung. SEM memiliki
perbesaran 10 hingga 3000000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar
1-10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi
8
2.5. Adsorpsi
Adsorpsi adalah fenomena permukaan karena akumulasi suatu spesiees
pada batas permukaan padat-cair dan terjadi karena gaya tarik menarik. Adsorpsi
terbagi menjadi dua jenis yaitu adsorpsi fisika dan kimia. Adsorpsi fisika adalah
adsorpsi yang terjadi secara non spesifik dan non selektif penyebab gaya tarik
menarik karena adanya ikatan koordinasi hidrogen dan gaya Van der Waals.
Adsorpsi kimia adalah proses penyerapan yang terjadi apabila terjadi reaksi antara
adsorben dan adsorbat (Widayatno dkk, 2017).
Salah satu metode untuk menentukan jenis adsorpsi yang terjadi adalah
menggunakan adsorption isotherm. Isoterm adsorpsi merupakan hubungan antara
jumlah solute yang terserap pada temperatur konstan dan konsentrasinya pada
larutan standar. Langmuir dan Freundlich merupakan salah satu jenis model yang
banyak digunakan untuk menentukan jenis adsorpsi yang terjadi. Pola adsorpsi
9
Ce 1 Ce
= +
Qe Qm × KL Qm
(2.2.)
Keterangan:
Qe = Jumlah absorbat terserap per berat adsorben (mg/g)
KL = Konstanta langmuir (L/g)
Qm = Kapasitas penyerapan maksimum teoritis (mg/g)
Ce = Konsentrasi adsorbat akhir (mg/l)
2.5.2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich
Model ini mengasumsikan bahwa adsorpsi berlangsung secara heterogen
dan distribusi energi yang terjadi berjalan secara tidak merata (Din dkk, 2008).
Model ini juga menunjukkan bahwa adsorben tersebut bersifat multilayer dan
adsorpsi terjadi secara fisika (Yuanita dkk, 2016). Model ini dirumuskan dengan:
1
log Qe = log Kf + ( ) log Ce
n
(2.3)
Keterangan:
Qe = Jumlah absorbat terserap per berat adsorben (mg/g)
Kf = Konstanta Freundlich (mg/g)(l/mg)1/n
n = Faktor heterogenitas
Ce = Konsentrasi adsorbat akhir (mg/l) (Din, 2008)
10
14
15
7) Letakkan arang aktif pada rak dengan suhu kamar untuk ditiriskan dan
keringkan dalam oven pada suhu 150ºC selama 3 jam.
8) Langkah-langkah tersebut diulangi dengan variasi temperatur pirolisis yaitu
700ºC dan 800ºC dan aktivator berupa Na2CO3.
9) Karakterisasi arang aktif dengan menggunakan SEM-EDS dan BET.
3.3.2. Proses Pembuatan Limbah untuk Penentuan Waktu Jenuh
Pada tahap ini dilakukan pengenceran larutan Fe dan larutan Mn dari larutan
induk dengan konsentrasi 1000 ppm menjadi 120 ppm.
1) Larutan induk Fe diambil sebanyak 30 ml kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 250 ml.
2) Aquadest dimasukkan ke dalam labu ukur hingga volumenya 250 ml.
3) Aquadest dan larutan Fe dicampur kemudian dimasukkan ke dalam beker
gelas 500 ml.
4) Tahapan tersebut diulang sebanyak 4 kali.
3.3.3. Proses Pembuatan Limbah dengan Variasi Konsentrasi
Pada tahap ini dilakukan pengenceran larutan Fe dan larutan Mn dari larutan
induk dengan konsentrasi 1000 ppm menjadi 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 ppm.
1) Larutan induk Fe diambil sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 250 ml.
2) Aquadest dimasukkan ke dalam labu ukur hingga volumenya 250 ml.
3) Aquadest dan larutan Fe dicampur kemudian dimasukkan ke dalam beker
gelas 500 ml.
4) Dilakukan pengulangan tahapan di atas untuk larutan induk Mn dan
pengulangan untuk konsentrasi 40, 60, 80, 100, 120 ppm.
3.3.4. Proses Adsorpsi untuk Penentuan Waktu Jenuh
1) Sampel karbon aktif terbaik hasil analisa SEM-EDS dan BET diambil
sebanyak 10 g.
2) Limbah yang mengandung Fe sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam beker
gelas 500 ml.
3) Karbon aktif ditambahkan ke dalam beker gelas berisi limbah Fe kemudian
diaduk dengan kecepatan 150 rpm selama 15 menit.
4) Limbah yang mengandung Fe yang telah diadsorpsi dipisahkan dari karbon
aktif dengan kertas saring.
16
Gambar 3.1. Blok Diagram Pembuatan Arang Aktif dari Cangkang Kelapa
18
600
ZnCl2 700
800
600
Na2CO3 700
800
Kode Waktu Co Ce Qe
A 15
B 30
C 45
D 60
E 75
Kode Co Ce
A1 20
19
A2 40
A3 60
A4 80
A5 100
A6 120
Kode Co Ce
B1 20
B2 40
B3 60
B4 80
B5 100
B6 120
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kode Waktu Co Ce
1 15 120 100,7865
2 30 120 71,4607
3 45 120 26,9663
4 60 120 20,8989
5 75 120 22,9213
Kode Co Ce
A1 20 0,6742
A2 40 3,7079
A3 60 8,7640
A4 80 13,8202
A5 100 21,9101
A6 120 26,9663
22
Kode Co Ce
B1 20 0,7763
B2 40 2,8798
B3 60 6,1853
B4 80 9,0401
B5 100 14,5242
B6 120 20,9098
23
4.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa cangkang
kelapa. Pemilihan bahan baku cangkang kelapa sebagai bahan baku dilakukan
karena cangkang kelapa dapat menghasilkan karbon aktif dengan pori berukurang
mikro dan kadar abu yang rendah (Li dkk, 2008). Proses pembuatan karbon aktif
dilakukan dengan dua tahap yaitu pirolisis atau karbonisasi dan aktivasi karbon.
Proses pirolisis dilakukan dengan proses pembakaran di dalam ruangan
tertutup dan dilakukan selama 5 jam. Proses pirolisis dilakukan untuk mengubah
cangkang kelapa menjadi karbon. Peninjauan yang dilakukan didasarkan pada dua
variabel bebas yaitu temperatur pirolisis dan jenis larutan aktivator. Temperatur
pirolisis yang digunakan pada penelitian ini adalah 600, 700 dan 800°C. Pemilihan
range ini disebabkan karena pada temperatur tersebut seluruh komponen yang ada
pada cangkang kelapa telah mengalami dekomposisi dan memasuki tahap
peningkatan karbon. Pada temperatur tersebut dianggap bahwa cangkang kelapa
telah mengalami karbonisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, dapat ditinjau
pengaruh temperatur terhadap morfologi pori, luas permukaan, volume pori, dan
jari-jari pori karbon aktif yang dihasilkan
Karbon yang dihasilkan kemudian diaktivasi dengan menggunakan larutan
aktivator. Larutan aktivator yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu ZnCl2 dan
Na2CO3 dengan konsentrasi yang sama yaitu 0,5 M. Senyawa ZnCl2 merupakan
salah satu senyawa yang umum digunakan namun memiliki harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Na2CO3. Selain itu, setiap senyawa memiliki sifat kelarutan
yang berbeda-beda sehingga penggunaan jenis larutan aktivator yang berbeda akan
menghasilkan kualitas karbon aktif yang berbeda pula. Oleh karena itu, dapat
ditinjau pengaruh penggunaan larutan aktivator terhadap morfologi pori, luas
permukaan, volume pori, dan radius pori-pori karbon aktif yang dihasilkan.
Aktivasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan tar dan mineral
organik yang ada pada pori-pori karbon (Din dkk 2009). Tar dan mineral organik
terbentuk pada saat proses pirolisis. Permukaan karbon aktif akan terbakar dan akan
membentuk tar, mineral organik, dan abu. Zat-zat tersebut dapat menutupi pori-pori
karbon aktif sehingga menghambat proses adsorbsi. Oleh karena itu, tar dan mineral
organik tersebut perlu dihilangkan. Penghilangan dilakukan dengan merendam
24
karbon hasil pirolisis. Hal ini dilakukan agar tar dan mineral organik yang ada dapat
terlarut oleh larutan aktivator dan dibuang saat proses pencucian karbon aktif.
Cangkang kelapa terdiri dari lignin, air, hemiselulosa dan selulosa (Li dkk,
2008). Pada proses pirolisis terjadi proses penguraian zat yang ada pada cangkang
kelapa menjadi karbon. Pada temperatur 100-120°C terjadi penguapan air yang
terkandung pada cangkang kelapa. Dekomposisi selulosa terjadi pada range 200-
400°C dan menghasilkan pirolignat, gas kayu dan tar. Pada temperatur 310-510°C
terjadi penguraian lignin dan dihasilkan tar dalam jumlah yang besar. Sedangkan
pada temperatur diatas 510 akan terjadi tahap peningkatan kadar karbon.
Berdasarkan hasil penelitian semakin tinggi temperatur pirolisis yang
digunakan maka semakin besar kandungan karbon yang ada pada karbon aktif yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pada temperatur pirolisis diatas 500°C terjadi
tahap peningkatan kadar karbon, sehingga temperatur pirolisis yang lebih tinggi
akan menghasilkan kadar karbon yang lebih tinggi juga. Pada temperatur yang tidak
sesuai maka akan terjadi proses pengabuan sehingga akan merusak karbon aktif
yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan temperatur
optimal untuk proses karbonisasi atau pirolisis cangkang kelapa.
4.2.1. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Luas Permukaan Pori Pada Karbon
Aktif dengan Aktivator Larutan ZnCl2
700
600
500
Surface Area
400
(m2/g)
300
200
100
0
600 700 800
Temperatur Pirolisis
(°C)
Gambar 4.1. Pengaruh Temperatur terhadap Luas Permukaan Pori Karbon Aktif dengan
Aktivator ZnCl2
25
4.2.2. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Luas Permukaan Pori Pada Karbon
Aktif dengan Aktivator Larutan Na2CO3
Surface area tertinggi pada penggunaan aktivator Na2CO3 adalah pada
temperatur 700°C. Surface area yang diperoleh menurun pada variasi temperatur
800°C. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pengikisan pada
permukaan rongga pori sehingga dapat mempengaruhi luas permukaannya
(Nurhadiansyah dkk, 2018). Dengan ini dapat diartikan bahwa penggunaan
aktivator berupa Na2CO3 cocok digunakan pada temperatur pirolisis 700°C. Hal ini
disebabkan karena pada penggunaan temperatur 800°C nilai surface area pada
karbon aktif menurun sehingga daya serap nya dibandingkan dengan karbon aktif
yang diaktivasi pada 700°C lebih kecil.
Penggunaan temperatur yang semakin tinggi akan menyebabkan
dekomposisi karbon semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan jumlah tar yang
dihasilkan juga semakin tinggi, sehingga diperlukan larutan aktivator dengan
26
600
500
400
Surface Area
(m2/g)
300
200
100
0
600 700 800
Temperatur Pirolisis
(°C)
Gambar 4.2. Pengaruh Temperatur terhadap Luas Permukaan Pori Karbon Aktif dengan
Aktivator Na2CO3
Pada sampel karbon aktif dengan temperatur pirolisis 800°C dan aktivator
Na2CO3, konsentrasi larutan aktivator yang digunakan mungkin belum cukup untuk
melarutkan seluruh tar dan pengotor yang ada pada pori-pori karbon aktif. Tar
tersebut masih menutupi pori-pori karbon aktif sehingga luas permukaan yang
dihasilkan lebih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan konsentrasi
aktivator pada pembuatan karbon aktif dengan temperatur pirolisis 800°C.
Berdasarkan standar luas permukaan karbon aktif, seluruh sampel yang
dihasilkan dengan larutan aktivator berupa Na2CO3 telah memenuhi standar
tersebut. Apabila dibandingkan hasil terbaik pada sampel dengan kedua jenis
larutan aktivator maka sampel dengan luas permukaan terbesar adalah sampel
dengan larutan aktivator berupa ZnCl2 yaitu 586,495 m2/g. Semakin besar luar
permukaan maka semakin baik kemampuan karbon aktif dalam melakukan adsorpsi
(Nurhadiansyah dkk, 2018).
4.2.3. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Volume Pori Pada Karbon Aktif
dengan Aktivator Larutan ZnCl2
Volume pori-pori menunjukkan kedalaman pori-pori karbon aktif yang
dihasilkan. Semakin besar volume pori maka semakin besar kemampuan karbon
aktif tersebut untuk menyerap suatu zat. Kedalaman pori-pori dipengaruhi oleh
27
temperatur pirolisis. Semakin tinggi temperatur maka volume pori yang dihasilkan
semakin besar. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pirolisis maka akan
terjadi reaksi polimerisasi. Seiring dengan meningkatnya temperatur pirolisis maka
reaksi polimerisasi akan semakin diperdalam. Pori-pori akan semakin dalam dan
akan terbentuk mikropori pada bagian dalam pori-pori tersebut (Li, 2008).
Berdasarkan hasil analisa BET pada sampel yang ditunjukkan pada Gambar
4.3. volume pori tertinggi diperoleh pada sampel dengan temperatur pirolisis 800°C
yaitu 0,3144 cc/g. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka
proses pembentukan pori yang terjadi semakin besar sehingga volume pori yang
dihasilkan pun semakin besar. Tidak ada standar khusus yang digunakan untuk
mengklasifikasikan volume pori pada karbon aktif namun volume pori yang besar
menunjukkan bahwa zat yang dapat diserappun semakin besar (Nasution, 2011).
0.35
0.3
0.25
Volume Pori
0.2
(cc/g)
0.15
0.1
0.05
0
600 700 800
Temperatur Pirolisis
(°C)
Gambar 4.3. Pengaruh Temperatur terhadap Volume Pori dengan Aktivator ZnCl2
4.2.4. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Volume Pori Pada Karbon Aktif
dengan Aktivator Larutan Na2CO3
Berdasarkan Gambar 4.4. hasil terbaik pada penggunaan larutan aktivator
Na2CO3 adalah pada temperatur 800°C yaitu 0,2954 cc/g. Hasil yang diperoleh pada
penggunaan dua larutan yang berbeda menunjukkan hasil yang sama. Apabila
dibandingkan antara kedua hasil terbaik tersebut maka volume pori terbesar
diperoleh pada sampal karbon aktif dengan larutan aktivator ZnCl2 800°C dengan
volume pori 0,3144 cc/g.
28
0.35
0.3
0.25
Volume Pori 0.2
(cc/g)
0.15
0.1
0.05
0
600 700 800
Temperatur Pirolisis
(°C)
Gambar 4.4. Pengaruh Temperatur terhadap Volume Pori dengan Aktivator Na2CO3
4.2.5. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Radius Pori Pada Karbon Aktif
dengan Aktivator Larutan ZnCl2
Radius pori menunjukkan spesifikasi karbon aktif yang dihasilkan.
Berdasarkan ukuran porinya, radius pori dibagi menjadi tiga jenis yaitu makropori,
mesopori dan mikropori. Karbon aktif dengan ukuran pori >25 nm memiliki jenis
makropori, 1-25 nm memiliki jenis mesopori dan <25 nm memiliki jenis mikropori.
Pemilihan jenis karbon aktif didasarkan pada jenis molekul atau zat yang akan
diserap dengan menggunakan karbon aktif.
12.5
12
Radius Pori
11.5
(Å)
11
10.5
10
600 700 800
Temperatur Pirolisis
(°C)
Gambar 4.5. Pengaruh Temperatur terhadap Radius Pori Pada Karbon Aktif dengan
Aktivator ZnCl2
29
Semakin besar temperatur maka semakin kecil radius atau jari-jari karbon
aktif tersebut. Hal ini disebabkan pada suhu diatas 500°C akan terjadi peningkatan
jumlah karbon dan seluruh cangkang kelapa telah berubah menjadi karbon. Pada
tahap ini juga terjadi pendalaman volume pori sehingga terdapat kemungkinan
terjadi pembentukan pori-pori kecil pada bagian dalam pori-pori besar karbon aktif.
Hal ini lah yang menyebabkan radius pori yang dihasilkan menjadi lebih kecil.
Radius pori yang kecil menunjukkan bahwa pori-pori yang dihasilkan semakin baik
karena banyaknya pori-pori kecil yang mampu membantu proses penyerapan.
Nilai radius pori berbanding terbalik dengan nilai surface area, karena pada
jumlah karbon aktif yang sama karbon aktif dengan ukuran pori lebih kecil akan
menghasilkan luas permukaan penyerapan yang lebih besar. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, nilai radius pori terkecil adalah pada variasi temperatur 800°C, dan hasil
ini sesuai dengan teori yang ada. Namun, hasil yang fluktuatif diperoleh pada
temperatur 700°C. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah
larutan aktivator belum melarutkan seluruh tar dan mineral organik yang terjebak
pada pori-pori pada karbon aktif sehingga sebagian pori masih tertutup pengotor.
Sampel karbon aktif dengan radius pori terkecil diperoleh pada sampel
dengan temperatur pirolisis 800°C yaitu 10,72 Å. Berdasarkan klasifikasi ukuran
pori, radius pori yang dihasilkan pada temperatur pirolisis dan larutan aktivator
ZnCl2 adalah makropori. Tidak ada standar khusus yang digunakan untuk
mengklasifkasikan karbon aktif berdasarkan radius porinya. Radius pori digunakan
ketika akan dilakukan adsorpsi suatu zat sehingga perlu dilakukan peninjauan
ukuran pori pada karbon aktif yang harus digunakan untuk menyerap zat tersebut
berdasarkan ukuran molekulnya.
4.2.6. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Radius Pori Pada Karbon Aktif
dengan Aktivator Na2CO3
Hasil yang diperoleh pada penggunaan larutan aktivator Na2CO3 adalah
radius pori terkecil diperoleh pada temperatur pirolisis 600°C. Apabila ditinjau
berdasarkan dua parameter karakterisasi karbon aktif sebelumnya yaitu surface
area dan volume pori, diperoleh hasil terbaik adalah pada temperatur 700°C. Kedua
hal tersebut juga patut menjadi pertimbangan dalam pemilihan proses yang
digunakan pada pembuatan karbon aktif dengan menggunakan larutan aktivator
Na2CO3 yang akan digunakan pada proses adsorpsi nantinya.
30
12.2
12
11.8
Radius Pori 11.6
(Å)
11.4
11.2
11
10.8
600 700 800
Temperatur Pirolisis
(°C)
Gambar 4.6. Pengaruh Temperatur terhadap Radius Pori Pada Karbon Aktif dengan
Aktivator Na2CO3
Karbon aktif yang dihasilkan termasuk jenis karbon aktif dengan jenis
makropori. Belum terbentuknya meso dan mikropori dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu belum terbukanya pori-pori pada karbon akibat kondisi
operasi dan konsentrasi larutan aktivator yang kurang sesuai. Kondisi operasi yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah temperatur pirolisis. Pada temperatur yang
terlalu tinggi, dapat terjadi proses pengabuan sehingga pori-pori yang terbentuk
akan rusak atau bahkan hilang dan berubah menjadi abu. Hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya jari-jari pori yang diperoleh. Selain itu, kurang atau
rendahnya konsentrasi aktivator dapat menyebabkan pengotor yang ada pada pori-
pori karbon yang terbentuk pada saat proses pirolisis tidak larut secara sempurna.
4.2.7. Pengaruh Temperatur Pirolisis terhadap Morfologi Pori dan Komposisi
Karbon Aktif dengan Aktivator Larutan ZnCl2
Berdasarkan hasil analisa SEM-EDS diperoleh hasil seperti pada Gambar
4.7., Gambar 4.10., dan Gambar 4.12. Hasil analisa yang diperoleh berupa gambar
tampak permukaan karbon aktif menunjukkan bahwa seluruh sampel karbon aktif
dengan variasi temperatur 600, 700, 800°C dan larutan aktivator ZnCl2 memiliki
persebaran pori yang merata. Pori-pori yang dihasilkan juga memiliki ukuran yang
beragam dan bentuk yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur dan
kedua jenis larutan yang digunakan sebagai aktivator telah mampu membuka dan
menghasilkan pori-pori pada permukaan karbon aktif.
31
Element % Massa
C 96,30
O 2,09
Na 0,18
Si 0,34
S 1,09
Compound % Massa
C 96,30
Na2O 0,25
SiO2 0,73
SO3 2,73
Hasil analisa SEM-EDS pada sampel dengan temperatur pirolisis 600°C dan
larutan aktivator berupa ZnCl2 menunjukkan bahwa peak tertinggi merupakan
kandungan karbon. Pada hasil analisa tersebut juga terdeteksi adanya kandungan
pengotor lain. Hal ini menunjukkan bahwa pirolisis cangkang kelapa pada
temperatur 600°C dan larutan aktivator ZnCl2 menghasilkan karbon aktif dengan
kemurnian yang relatif baik.
33
C 96,85
O 1,45
Na 1,12
Si 0,32
Compound % Massa
C 96,85
Na2O 0,34
SiO2 0,69
Al2O3 2,12
34
Pada sampel karbon aktif dengan temperatur pirolisis 700°C dan larutan
aktivator berupa ZnCl2 hasil analisa SEM-EDS menunjukkan bahwa peak tertinggi
menunjukkan kandungan karbon yaitu 96,85%. Pada hasil analisa sampel dengan
larutan aktivator ZnCl2 juga terdeteksi adanya kandungan pengotor lain.
Element % Massa
C 97,03
O 1,63
Na 0,19
Si 0,42
S 0,73
Compound % Massa
C 97,03
Na2O 0,26
SiO2 0,9
SO3 1,81
Sampel karbon aktif ini juga termasuk karbon aktif dengan kemurnian yang tinggi
karena pengotornya berkisar antara 0-2%.
C 98,36
O 0,50
Na 0,56
Si 0,19
K 0,39
Compound % Massa
C 98,36
Na2O 0,75
SiO2 0,41
K2O 0,47
37
Komposisi karbon yang tinggi dan pengotor yang kecil pada karbon aktif
yang dihasilkan dengan temperatur pirolisis 600°C menunjukkan bahwa komponen
besar seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang ada pada cangkang kelapa telah
terkonversi menjadi karbon. Tar dan mineral organik yang terbentuk pada proses
pirolisis juga telah dihilangkan pada proses aktivasi, baik menggunakan larutan
aktivator ZnCl2 maupun Na2CO3. Oleh karena itu, kondisi ini dapat dikatakan
sesuai untuk menghasilkan karbon aktif dengan kemurnian yang relatif tinggi.
Pada sampel dengan larutan aktivator berupa Na2CO3 dengan temperatur
pirolisis 700°C pengotor yang terdeteksi adalah Al2O3 (0,20%), SiO2 (0,49%), SO3
(1,67%) dan Na2O (0,34%). Pengotor-pengotor tersebut berasal dari kandungan
cangkang kelapa dan mungkin terdapat kontaminasi pada sampel yang ada.
Pengotor yang dihasilkan dalam jumlah kecil pada temperatur pirolisis 700°C juga
menunjukkan bahwa karbon yang diperoleh memiliki kemurnian yang relatif tinggi.
C 97,30
O 1,45
Na 0,11
Si 0,23
S 0,67
Al 0,11
Compound % Massa
C 97,30
Na2O 2,88
SiO2 2,19
SO3 5,54
Al2O3 1,05
39
C 88,71
O 5,36
Al 5,58
Si 0,35
Compound % Massa
C 88,71
Al2O3 10,54
SiO2 0,75
pirolisis. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan karbon aktif dengan
menggunakan aktivator Na2CO3 tidak cukup optimum apabila dilakukan pada
temperatur pirolisis 800°C.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, penggunaan larutan aktivator ZnCl2
menghasilkan jumlah karbon aktif yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan larutan aktivator Na2CO3. Hal ini ditunjukkan dengan hasil yang
diperoleh pada temperatur yang sama dengan larutan aktivator yang berbeda
menunjukkan bahwa komposisi karbon yang lebih besar dihasilkan pada
penggunaan larutan aktivator Na2CO3. Karbon aktif dengan komposisi karbon
terbesar diperoleh pada temperatur pirolisis 600°C dan dengan larutan aktivator
Na2CO3. Hal ini disebabkan karena pada temperatur tersebut kadar karbon yang
dihasilkan masih cukup banyak karena belum mengalami pembentukan pori lebih
lanjut dan masih terbentuk karbon dengan ukuran pori yang kecil. Seluruh jenis
karbon aktif yang dihasilkan telah memenuhi standar karbon aktif berdasarkan
SNI-06-3730-1995 yaitu minimal kandungan karbonnya adalah 65%.
3.0
2.5
Qe (mg Fe/g KA)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
15 30 45 60 75
Waktu (menit)
3.0
2.5
Qe (mg Fe/g KA)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
15 30 45 60 75
Waktu (menit)
terus mengalami peningkatan kemudian turun pada menit ke 75, sehingga dapat
disimpulkan bahwa karbon aktif jenuh terhadap Mn pada menit ke 60.
44
14 y = 2,4779 + 0,3775x
12 R² = 0,9411
10
Ce/Qe (g/l)
8
6
4
2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Ce (mg/l)
10
y = 2,0387 + 0,3207x
R² = 0,9693
8
Ce/Qe (g/l)
6
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Ce (mg/l)
0.6
y = - 0,2616 + 0,4179x
0.4 R² = 0,9928
0.2
Log Qe
0.0
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-0.2
-0.4
Log Ce
0.6
y = - 0,2617 + 0,5068x
0.4 R² = 0,9972
Log Qe 0.2
0.0
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4
-0.2
-0.4
Log Ce
Pada model isoterm Freundlich data yang diplot adalah log Qe vs log Ce
dan diperoleh persamaan, Konstanta Freundlich dan nilai R2. Pada model isoterm
Freundlich, Konstanta Freundlich diperoleh melalui perhitungan dan disimbolkan
dengan simbol Kf. Kf yang diperoleh pada proses adsorpsi Fe dan Mn masing-
masing yaitu 0,5474 dan 0,5475. Nilai Kf menunjukkan kapasitas adsorpsi suatu
adsorben. Semakin besar nilai konstanta Freundlich maka daya adsorpsi dari
adsorben yang semakin baik (Apriyanti dkk, 2018). Selain itu, pada model isoterm
Freundlich juga ditentukan nilai 1/n atau intensitas adsorpsi. Semakin besar 1/n
maka semakin kecil afinitas adsorben menyerap adsorbat (Apriyanti dkk, 2018).
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada sampel Fe diperoleh nilai R2 yaitu
0,9928 dan sampel Mn 0,9972. Oleh karena itu, adsorpsi Mn dan Fe menggunakan
karbon aktif dari cangkang kelapa memenuhi model isoterm Freundlich.
Berdasarkan perhitungan dan analisa yang dilakukan, penyerapan logam Mn dan
Fe dengan menggunakan karbon aktif dari cangkang kelapa memenuhi model
isoterm Freundlich. Hal ini menandakan bahwa proses penyerapan yang terjadi oleh
karbon aktif adalah penyerapan secara fisika atau fisisorpsi. Jenis adsorpsi ini
dicirikan dengan nilai energi adsorbsinya yang kecil dan terjadi karena adanya
gaya-gaya fisika (Apriyanti dkk, 2018). Adsorpsi fisika yang terjadi ini juga
dibuktikan dengan nilai energi adsorpsinya. Setelah melakukan perhitungan energi
adsorpsi diperoleh hasil untuk limbah Fe yaitu 1,0392 kJ/mol dan limbah Mn yaitu
0,9485 kJ/mol. Adsorpsi fisika terjadi dengan energi di bawah 8 kJ/mol dan
47
adsorpsi kimia terjadi dengan energi 9-16 kJ/mol (Ghanizadeh, 2011). Seluruh
sampel adsorpsi yang diperoleh memiliki nilai energi di bawah 8 kJ/mol sehingga
adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika. Hal ini sesuai dengan model isoterm
yang telah ditentukan yaitu model isoterm Freundlich.
48
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1) Semakin tinggi temperatur maka surface arae dan volume pori semakin
besar, sedangkan radius pori semakin kecil.
2) Perbedaan jenis larutan aktivator akan menghasilkan karakteristik karbon
aktif yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing aktivator
memiliki kondisi optimum yang digunakan pada proses pembuatan karbon
aktif tersebut.
3) Jenis atau model isoterm adsorpsi yang sesuai dengan proses adsorpsi Fe
dan Mn menggunakan karbon aktif adalah Freundlich.
5.2. Saran
1) Jumlah variasi temperatur pirolisis yang digunakan sebaiknya diperbanyak
agar data yang diperoleh benar-benar dapat menggambarkan pengaruh
temperatur terhadap karakteristik karbon aktif yang dihasilkan.
2) Sebaiknya dilakukan penambahan parameter yang digunakan untuk
mengkarakterisasi karbon aktif yang dihasilkan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Sudarlin. 2012. Prinsip dan Teknik Penggunaan Gas Sorption Analyzer (GSA).
(online). www.researchgate.net/publication/321267826. (diakses pada
tanggal 8 Januari 2019).
Sudiarta, dkk. 2018. Adsorpsi Multilogam Berat Krom (III), Timbal(II), dan
Tembaga(II) dalam Sistem Larutan Binary Oleh Silika Gel Teriomobilisasi
Difenilkarbazida. Jurnal Kimia. Vol. 12(2): 159-164.
Sudrajat, R., dan Pari, G. 2011. Arang Aktif: Teknologi Pengolahan dan masa
Suryono, C. A., dkk. 2018. Karbon Aktif Tempurung Kelapa untuk Peningkatan
Kualitas Air Tambak. Jurnal Kelautan Tropis. Vol. 21(1): 71-74.
Taryana, M. 2002. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Widayatno, T., Yuliawati, T., dan Susilo, A. A. 2017. Adsorpsi Logam Berat (Pb)
dari Limbah Cair dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi
Bahan Alam. Vol. 1(1): 17-23.
Yuanita, M., Yenti, S. R., dan Chairul. 2016. Kesetimbangan Adsorpsi Logam Fe
(II) Menggunakan Karbon Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben. Jurnal
JOM POMITS. Vol. 3(1): 1-7.
52
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN WAKTU JENUH
Keterangan:
Qe = Jumlah adsorbat terserap per satuan berat karbon aktif (mg/g KA)
Co = Konsentrasi awal adsorbat (mg/l)
Ce = Konsentrasi akhir adsrorbat (mg/l)
m = Berat karbon aktif (g)
V = Volume adsorbat (L)
Diketahui :V = 0,25 L
m = 10 g
Tabel 2. Data Konsentrasi Awal dan Akhir Sampel Limbah Fe dengan Variasi Waktu
Kode Waktu Co Ce Qe
Sampel (Menit) (mg/l) (mg/l) (mg Fe/g KA)
A 15 120 100,7865 0,4803
B 30 120 71,4607 1,2135
C 45 120 26,9663 2,3258
D 60 120 20,8989 2,4775
E 75 120 22,9213 2,4270
53
3.0000
2.5000
Berdasarkan data di atas, penyerapan yang terjadi mulai mengalami data yang
konstan pada variasi waktu 60 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu jenuh pada
proses penyerapan Fe dengan karbon aktif ini adalah 60 menit.
3.0000
2.5000
1.5000
1.0000
0.5000
0.0000
15 30 45 60 75
Waktu (menit)
Berdasarkan data di atas, penyerapan yang terjadi mulai mengalami data yang
konstan pada variasi waktu 60 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu jenuh pada
proses penyerapan Mn dengan karbon aktif ini adalah 60 menit.
55
LAMPIRAN B
ADSORPSI
Untuk jenis isoterm adsorpsi Langmuir maka diplot data Ce/Qe vs Ce.
14 y = 2,4779 + 0,3775x
12 R² = 0,9411
10
Ce/Qe (g/l)
8
6
4
2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Ce (mg/l)
Untuk jenis isoterm adsorpsi Freundlich maka diplot data Log Qe vs Log Ce.
0.6
y = - 0,2616 + 0,4179x
0.4 R² = 0,9928
0.2
Log Qe
0.0
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-0.2
-0.4
Log Ce
Untuk jenis isoterm adsorpsi Langmuir maka diplot data Ce/Qe vs Ce.
10
y = 2,0387 + 0,3207x
R² = 0,9693
8
Ce/Qe (g/l)
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Ce (mg/l)
0.6
y = - 0,2617 + 0,5068x
0.4 R² = 0,9972
0.2
Log Qe
0.0
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4
-0.2
-0.4
Log Ce
Gambar 5. Karbon Aktif Siap Analisa Gambar 6. Karbon Aktif untuk Adsorpsi
Gambar 7. Proses Pembuatan Limbah Gambar 8. Proses Adsorpsi