Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada perkembangan modern seperti sekarang ini, Pada bidang elektronik dan

informasi, material magnetik mengambil peranan penting dalam kehidupan

modern. Saat ini material magnetik digunakan di berbagai bidang. Meskipun fungsi

magnetik diperlukan untuk tujuan masing-masing, namun secara umum magnet

terbagi menjadi dua yaitu magnet keras dan magnet lunak. Magnet lunak dapat

tertarik pada magnet permanen, sedangkan magnet keras dapat menjadi magnet

permanen. Umumnya seperti penggunaan peralatan elektronik seperti handphone,

laptop dan gadget lainnya semakin meningkat. Akan tetapi, hal ini juga

menimbulkan masalah lingkungan. Salah satu masalah tersebut adalah

electromagnetic interference (EMI) yang ditimbulkan oleh malfungsi dari peralatan

elektronik. Penelitian untuk meredam terjadinya EMI telah banyak dilakukan

(Susanto dkk, 2014). Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik

merupakan salah satu teknologi yang perlu dikembangkan untuk mengontrol

masalah yang ditimbulkan oleh elektromagnetik interference (EMI). Teknologi ini

telah melahirkan sebuah material baru yang mana disebut Radar Absorbing

Material (RAM). Salah satu aplikasi material ini sering digunakan pada bidang

militer. Material ini bersifat meredam pantulan atau menyerap gelombang mikro,

sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh Radio Detection
and Ranging (RADAR). RAM telah dibuat dalam berbagai bentuk modifikasi

material seperti material nanokomposit (Nasution dan astuti, 2012).

Dalam sirkulator (divais gelombang mikro) terdapat dua macam magnet,

yaitu magnet permanen (magnet keras) sebagai sumber medan magnet, dan magnet

remanen (magnet lunak) sebagai media dimana gelombang mikro yang masuk akan

mengalami propagasi dan polansasi. Ferrite memiliki struktur yang sangat beragam

bergantung pada komposisi pembentuknya. Namun bila ditinjau berdasarkan

penyusunan kisi kristal utamanya, ferrite digolongkan menjadi tiga kelas utama,

yaitu spinnel, garnet, dan hexagonal. Struktur spinnel memiliki jari-jari atom yang

sangat bervariasi sehingga mampu membentuk fasa dengan kombinasi yang sangat

beragam namun tidak semua kombinasi-kombinasi tersebut dapat menghasilkan

fasa solid solution. magnet remanen untuk sirkulator pada waktu ini hanya dibuat

dari ferit lunak yang khusus untuk penggunaan gelombang mikro (microwave

ferrite). Sehubungan dengan ini, umumnya digunakan istilah ferit untuk magnet

Iunak ini, dan biasa hanya disebut magnet saja untuk magnet permanennya.

Dibandingkan dengan magnet permanennya, pembuatan ferit lebih kritis,

disamping teknologinya secara rinci belum banyak diketahui (Baronani dkk, 2000).

Pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur kristal bahan

magnet sistem dari Struktur garnet ditemukan dalam bentuk Y3Fe5O12 yang lazim

disebut dengan Ytrium Iron Garnet. Garnet memiliki struktur yang sangat komplek.

Dalam satu unit sel kubus terdapat 160 atom yang terdiri dari 96 ion O2- sebagai

anion, 24 ion Y3+ yang bertindak sebagai kation, 24 ion Fe3+ tersusun secara

tetrahedral, dan 16 ion Fe3+ tersusun secara octahedral. Semua ion-ion tersebut

membentuk satu struktur yang hampir mirip dengan spinnel, namun karena Yitrium
memiliki jari-jari atom yang sangat besar, maka mampu mendistorsi kisi

membentuk struktur garnet (Muldjadi dkk,2013). Dengan unsur La sebagai unsur

logam tanah jarang, Potensi besar yang dapat dihasilkan dari komoditas, Unsur

logam tanah jarang khususnya dalam jangka panjang dimana teknologi terus

berkembang pesat, memerlukan ketersediaan bahan tersebut. Oleh karena itu

pengelolaannya memerlukan peluang jangka panjang dan untuk pemenuhan bahan

industri teknologi tinggi yang akan dikembangkan di Indonesia, maka produk unsur

logam tanah jarang tersebut dapat dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan

nasional, yang disimpan untuk alternatif penggunaan pada masa yang akan datang

pada industri strategis di dalam negeri. Unsur logam tanah jarang mempunyai sifat

reaktif tinggi terhadap air dan oksigen, bentuk senyawa stabil dalam kondisi oksida,

titik leleh relatif tinggi, serta sebagai bahan penghantar panas yang tinggi (Suprapto,

2008).

Metode yang digunakan yang mana metode solid state metode yang paling

mudah dilakukan karena persiapan alat sederhana dan variable kontrol mudah

Dimana metode ini merupakan metode pencampuran padatan tanpa menggunakan

medium pelarut, dengan tujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk untuk

mensintesa fasa tunggal dari senyawa Y3Fe5O12 (Angela dan Suminar Pratapa,

2012).

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat fase tunggal, Mengetahui dan

memahami Sifat magnetik, serapan elektrik dan sifat serapan gelombang

elektromagnetik dari senyawa Y3Fe5O12. Penelitian ini diharapkan bermanfaat

dalam mengetahui struktur permukaan bahan material dengan menggunakan


senyawa kimia garnet Y3Fe5O12 setelah mendapatkan perlakuan milling, furnace

dan mendapatkan hasil dari data yang di dapatkan dari perlakuan hasil XRD.

1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan pemahaman dalam

rekayasa material bahan gelombang elektromagnetik dan mampu memberikan

peran dalam pengembangan teknologi serta aplikasi magnet permanen yang ada di

lingkungan masyarakat dan memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya

tentang pemanfaatan ferrit dalam bidang material magnetik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Instansi

2.1.1 Sejarah BATAN

Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia

diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun

1954. Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan

tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah

No. 65 tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga

Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi

Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 1964

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5

Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir

di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN. Pada perkembangan

berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada

tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di

Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa

yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom

Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta

(1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya,


seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan

limbah radioaktif dan fasilitas nuklir lainnya. Sementara itu dengan perubahan

paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 tentang Ketenaganukliran yang

diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga

nuklir(BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN). Pada tahun

1998 terjadi Perubahan Badan Tenaga Atom Nasional menjadi Badan Tenaga

Nuklir Nasional (Keppres No.197 Tahun 1998).

2.1.2 Profil BATAN

a. Tugas Pokok

BATAN sebagai lembaga pemerintah yang diberi amanat untuk melaksanakan

penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi

nuklir, turut bertanggung jawab untuk menciptakan keunggulan iptek tersebut,

terutama di tingkat regional. Tugas pokok BATAN sesuai dengan Peraturan

Presiden Nomor 46 Tahun 2013 adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi

nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penelitian,

pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di

Indonesia hanya diarahkan untuk tujuan damai dan sebesar-besarnya untuk

kesejahteraan rakyat Indonesia.

b. Fungsi

Sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013, dalam

melaksanakan tugasnya tersebut BATAN menyelenggarakan fungsi:

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian,

pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.


2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.

3. Pelaksanaan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan

dan teknologi nuklir.

4. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan lembaga

lain di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan

dan teknologi nuklir.

5. Pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh

unit organisasi di lingkungan BATAN.

6. Pelaksanaan pengelolaan standardisasi dan jaminan mutu nuklir.

7. Pembinaan pendidikan dan pelatihan.

8. Pengawasan atas pelaksanaan tugas BATAN.

9. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang penelitian,

pengembangan, dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.

c. Tujuan

Tujuan pembangunan iptek nuklir adalah memberikan dukungan nyata dalam

pembangunan nasional dengan peran:

1. Meningkatkan hasil litbang energi nuklir, isotop dan radiasi, dan

pemanfaatan/pendayagunaanya oleh masyarakat dalam mendukung program

pembangunan nasional.

2. Meningkatkan kinerja manajemen kelembagaan dan penguatan sistem inovasi

dalam rangka mendukung penelitian, pengembangan dan penerapan energi

nuklir, isotop dan radiasi.

d. Sasaran

Sasaran pembangunan iptek nuklir yang ingin dicapai adalah :


1. Peningkatan hasil litbang enisora berupa bibit unggul tanaman pangan,

tersedianya insfrastruktur dasar pembangunan PLTN, pemahaman masyarakat

terhadap teknologi nuklir, pemanfaatan aplikasi teknologi isotop dan radiasi

untuk kesehatan.

2. Peningkatan kinerja manajemen kelembagaan dan penguatan sistem inovasi

meliputi kelembagaan iptek, sumber daya iptek dan penguatan jejaring iptek

dalam rangka mendukung pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan dan

penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi di masyarakat.

e. Prinsip

Segenap kegiatan iptek nuklir dilaksanakan secara profesional untuk tujuan

damai dengan mengutamakan prinsip keselamatan dan keamanan serta kelestarian

lingkungan hidup.

f. Nilai-Nilai

Segenap kegiatan nuklir dilandasi nilai-nilai:

1. Visionary, Innovative, Excellent dan Accountable.

2. Kejujuran, Kedisiplinan, Keterbukaan, Tanggungjawab, Kreatif dan

Kesetiakawanan.

g. 5 (lima) pedoman BATAN

Berjiwa pionir, bertradisi ilmiah, berorientasi industri, mengutamakan

keselamatan, komunikatif.

2.1.3 Visi dan Misi BATAN

a. Visi
BATAN Unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam Percepatan

Kesejahteraan Menuju Kemandirian Bangsa.

b. Misi

1. Merumuskan kebijakan dan strategi nasional iptek nuklir.

2. Mengembangkan iptek nuklir yang handal, berkelanjutan dan bermanfaat bagi

masyarakat.

3. Memperkuat peran BATAN sebagai pemimpin di tingkat regional, dan berperan

aktif secara internasional.

4. Melaksanakan layanan prima pemanfaatan iptek nuklir demi kepuasan

pemangku kepentingan.

5. Melaksanakan diseminasi iptek nuklir dengan menekankan pada asas

kemanfaatan, keselamatan dan keamanan.

2.1.4 Struktur BATAN

Gambar 2.1.4. Struktur BATAN


2.2. Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM)

Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM berdasarkan PERKA

BATAN No. 14 Tahun 2013 tanggal 27 Desember 2013, merupakan unit kerja

dibawah Deputi Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir (SATN) yang

mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pengendalian kebijakan teknis,

pelaksanaan, dan pembinaan dan bimbingan di bidang penelitian dan

pengembangan bahan maju berbasis teknologi nuklir, sains bahan industri nuklir,

dan teknologi neutron. Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang

Ketenaganukliran mengamanatkan bahwa perkembangan dan pemanfaatan tenaga

nuklir dalam berbagai bidang kehidupan manusia di dunia sudah demikian maju

sehingga pemanfaatan dan pengembangannya bagi pembangunan nasional yang

berkesinambungan dan berwawasan lingkungan perlu ditingkatkan dan diperluas

untuk mempercepat kesejahteraan dan daya saing bangsa.

2.2.1 Visi dan Misi PSTBM BATAN

2.2.1.1. Visi PSTBM BATAN

Visi PSTBM mengacu kepada visi organisasi induknya, yaitu BATAN. Visi

BATAN disusun dengan mempertimbangkan dokumen perencanaan

pembangunan nasional dan kebijakan litbang nasional yang berada di atasnya yaitu

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan Jakstranas

Iptek 2015- 2019. Visi RPJPN 2005-2025 mengarah pada terwujudnya Indonesia

sebagai negara yang mandiri, maju, adil dan makmur. Sementara itu, RPJMN
2015–2019 menekankan pada pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian

yang berbasis SDA lokal, SDM yang berkualitas, dan kemampuan iptek.

BATAN sebagai lembaga pemerintah yang diberi amanat untuk melaksanakan

penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi

nuklir, turut bertanggung jawab untuk menciptakan keunggulan iptek tersebut,

terutama di tingkat regional. Oleh karena itu, visi BATAN pada tahun 2015-2019

adalah sebagai berikut yaitu " “BATAN Unggul di Tingkat Regional, Berperan

dalam Percepatan Kesejahteraan Menuju Kemandirian Bangsa”

PSTBM sebagai salah satu unit kerja yang ada di bawah kedeputian Sains dan

Aplikasi Teknologi Nuklir memiliki tugas utama melaksanakan kegiatan litbang

bahan maju menggunakan iptek nuklir. Dengan keunggulan fasilitas dan SDM

yang dimiliki, maka PSTBM memiliki visi yang mengacu pada visi BATAN, yaitu

" BATAN unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam Percepatan Kesejahteraan

Menuju Kemandirian Bangsa". Indikasi tercapainya visi tersebut antara lain

diperolehnya beberapa prototipe bahan maju yang unggul dengan teknologi nuklir

khususnya teknologi berkas neutron untuk aplikasi di bidang energi, kesehatan dan

lingkungan. Indikator keberhasilan lainnya adalah termanfaatkannya fasilitas

teknologi berkas neutron untuk litbang bahan maju dalam kerangka pengembangan

sumber daya iptek nasional.


2.2.1.2. Misi PSTBM BATAN

1. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang sains bahan

industri nuklir dan bahan maju berbasis teknologi nuklir.

2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pemanfaatan

teknologi berkas neutron.

3. Melaksanakan pemantauan keselamatan kerja, kegiatan proteksi radiasi,

dan operasi, pemeliharaan dan pengembangan elektromekanik dan

instrumentasi fasilitas penelitian dan pengembangan teknologi bahan

maju

4. Melakukan pengembangan, pemantauan pelaksanaan dan audit internal

sistem manajemen mutu penelitian dan pengembangan teknologi bahan

maju.

5. Melaksanakan urusan perencanaan, persuratan dan kearsipan,

kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga, dokumentasi

ilmiah dan publikasi serta pelaporan.

2.2.2. Tugas dan Fungsi PSTBM BATAN

2.2.2.1. Tugas PSTBM BATAN

Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju mempunyai tugas melaksanakan

perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pembinaan dan

bimbingan di bidang penelitian dan pengembangan bahan maju berbasis teknologi

nuklir, sains bahan industri nuklir, dan teknologi berkas neutron.


2.2.2.2. Fungsi PSTBM BATAN

1. pelaksanaan urusan perencanaan, persuratan dan kearsipan, kepegawaian,

keuangan, perlengkapan dan rumah tangga, dokumentasi ilmiah dan

publikasi serta pelaporan;

2. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang sains bahan industri

nuklir dan bahan maju berbasis teknologi nuklir;

3. pelaksanaan penelitian dan pengembangan pemanfaatan teknologi berkas

neutron;

4. pelaksanaan pemantauan keselamatan kerja dan pengelolaan keteknikan;

5. pelaksanaan jaminan mutu; dan

6. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Deputi Bidang Sains dan

Aplikasi Teknologi Nuklir.

2.3. SASARAN STRATEGIS (2015-2019)

1. Diperolehnya Prototipe Baterai Lithium padat dan Smart Magnet

2. Diperolehnya hasil litbang iptek bahan maju yang berkualitas untuk

mendukung program BATAN di bidang energi, kesehatan dan

lingkungan

3. Keberhasilan sasaran strategis tersebut didukung dengan laboratorium

berkas neutron dan kegiatan administrasi yang efektif dan efisien

berdasarkan sistem mutu terpadu.


2.4. Struktur Organisasi PSTBM BATAN

Gambar 2.4. Struktur Organisasi PSTBM BATAN

2.5. Material Garnet YIG (Y3Fe5O12)

Struktur garnet ditemukan dalam bentuk Y3Fe5O12 yang lazim disebut dengan

Ytrium Iron Garnet. Garnet memiliki struktur yang sangat komplek. Dalam satu

unit sel kubus terdapat 160 atom yang terdiri dari 96 ion O2- bertindak sebagai

anion, 24 ion Y3+ yang bertindak sebagai kation, 24 ion Fe3+ tersusun secara

tetrahedral, dan 16 ion Fe3+ tersusun secara octahedral. Semua ion-ion tersebut

membentuk satu struktur yang hampir mirip dengan spinnel, namun karena Ytrium

memiliki jari-jari atom yang sangat besar, maka mampu mendistorsi kisi

membentuk struktur garnet (Muljadi, 2013). Ytrium didentifikasi di bawah

golongan sebagai magnetik keramik yang banyak digunakan dalam hal ini
disebabkan oleh kualitas tinggi. Perkembangan pesat dalam modifikasi YIG

membuat bahan ini dikenal untuk digunakan pada perangkat elektronik seperti

circulators, isolator optik, dan fiting fasa dalam aplikasi komunikasi gelombang

mikro. Garnet pembentukan ini diberikan kondisi seperti cukup sintering suhu yaitu

1450 OC (Ali et al, 2012). Garnet yitrium besi (YIG) memiliki struktur kubik yang

tersusun dari 160 atom dengan rumus umum Y3A2b3O12, di mana ion Y menempati

24 lokasi di notasi wyckoff, Fe situs oktahedral berpasangan secara

antiferomagnetik ke atom Fe di lokasi tetrahedral (Jad < 0). Interaksi intrasublattice

Jaa dan Jdd kurang penting, dan tidak ada kopling pada sublattice 24c, karena yitrium

adalah tanah jarang nonmagnetik. ada tiga tetrahedral dan dua ukuran oktahedral

per unit rumus, sesuai dengan momen bersih [5 (3-2) 𝜇𝛽] = 5 𝜇𝛽 . Garnet secara

kimia sangat stabil, memiliki suhu curie yang tinggi sekitar 500 sampai 550 K,

resistivitas listrik yang tinggi, dan kerugian dielektrik rendah pada rentang

frekuensi yang luas (Omari et al, 2012). Diyittrium Pentairon (III) Oksida

(Y3Fe5O12) disediakan menggunakan kaedah konvensiona-oksida bercampur

terhadap Fe kepada nisbah Y. YIG yang diselidiki dan disediakan dari konvensional

oksidasi campuran biasanya menghasilkan beberapa fasa sekunder yang pasti akan

memberi kesan kepada sifat elektrik. Suhu yang digunakan dalam proses

pensinteran untuk mendorong fasa sekunder (YIP dan hematite) untuk sepenuhnya

bertindak balas untuk membentuk satu fasa YIG. Kehadiran fasa sekunder terhadap

kekerapan resonans untuk aplikasi antenna pensalun dielektrik. Campuran serbuk

oksida dipanaskan pada 1100oC. Fasa kubik dari pembentukan YIG. Walau

bagaimanapun, terdapat fasa sekunder juga seperti YIP atau hematite. Selain itu,

berdasarkan penghalusan Rietvield, jumlah fasa sekunder simulasi adalah berkadar


songsang dengan suhu pensinteran. Serbuk telah ditekan ke pelet silinder dan diuji

sebagai gelombang mikro penyalun antena. Didapat bahwa, Pada litar antena

sebesar frekuensi operasi yang diukur adalah dalam julat 10-12 GHz untuk semua

sampel yang sesuai bagi X-band (Ali et al, 2012).

2.6. Material Ferrit (Fe2O3)

Material ini bersifat meredam pantulan atau menyerap gelombang mikro,

sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh Radio Detection

and Ranging (RADAR). Penyerap magnetik (magnetic absorber) tergantung pada

efek histeresis magnetik, yang dapat diperoleh jika matrik polimer diisi dengan

partikel seperti ferrit. Sampai saat ini material komposit yang terdiri dari besi masih

menjadi pilihan material yang sangat baik digunakan sebagai material penyerap

magnetik pada gelombang mikro. Oleh sebab itu, pada penelitian ini, dilakukan

pemanfaatan mineral berupa batuan besi sebagai material filler pada material

komposit penyerap gelombang mikro. Batuan besi tersebut disintesis menjadi

nanopartikel magnetik, seperti Fe2O3 atau Fe3O4. Besi yang teroksidasi mempunyai

permitivitas dan permeabilitas yang sangat tinggi. Bahan Fe2O3 bersifat

ferrimagnetik yang dalam keadaan murni nilai magnetisasi jenuhnya dapat

mencapai 65 emu/g. Berbagai penelitian dalam rangka mengembangkan Radar

Absorbing Material (RAM). Salah satunya adalah penelitian tentang penggunaan

polimer konduktif untuk meningkatkan kualitas RAM. Polimer konduktif

menunjukkan sifat khusus dibandingkan dengan logam dalam artian bahwa polimer

ini dapat mengurangi refleksi, dan dapat menyerap radiasi elektromagnetik

(Nasution dan Astuti, 2012). Ferit lunak memiliki karakteristik menarik pada
frekuensi tinggi karena resitivitas listriknya tinggi sehingga sering digunakan

sebabagai induktor dan material inti pada transformer. Ferit keras sering digunakan

sebagai magnet Permanen pada speaker dan motor. Dari sudut pandang bidang yang

diterapkan, ferit lunak digunakan dalam medan magnet bolak-balik. Sifat magnetik

sangat baik pada frekuensi tinggi dibandingkan material magnetik logam sejak ferit

menunjukan resistivitas listrik lebih tinggi dan kehilangan arus eddy yang lebih

kecil. Oleh karena itu, pada pita frekuensi tinggi material ferit banyak digunakan.

Pada ferit lunak terdapat dua formula kimia, yaitu tipe spinel (MeFe2O4) dan tipe

garnet (Me3Fe5O12), Ferit lunak memiliki gaya koersivitas kecil, dan

permeabilitas yang penting. Densitas fluks magnetic besar dan magnetokristalin

anisotropi dan magnetoristrik kecil menjadikan permeabilitas meningkat. Struktur

tipe spinel, magnetokristalin anisotropinya lebih kecil sehingga permeabilitas

tinggi. Karakteristik yang diinginkan dari ferit adalah temeperatur Curie tinggi,

permeabilitas tinggi, dan stabilitas tinggi, tapi tidak semua karakteristik tersebut

ada pada satu material, sehingga berbagai macam tipe spinel dari ferit digunakan

tergantung tujuannya (Saptari, 2012). Fe2O3 diperoleh dari proses acid regenerator

mempunyai kemurnian relatif cukup tinggi, sekitar 95 wt%. Padat Fe2O3 masih

mempunyai nilai tambah dan perlu dioptimasikan pemanfaatannya maka dalam

penelitian ini lebih menekankan pemakaiannya sebagai bahan baku utama untuk

pembuatan keramik magnet permanen ferrite. Sifat-sifat kemagnetan dari ferrite

sangat tergantung pada mikrostrukturnya, seperti misalnya ukuran butir (grain size)

dan distribusi grain size. Dalam pembuatan ferrite ditambahkan bahan aditif yang

berfungsi memperbaiki mikrostruktur yaitu mencegah pertumbuhan butir dan

sebagai filler. Beberapa jenis aditif yang digunakan dalam pembuatan ferrite antara
lain: B2O3, SiO2, Na2O. Magnet yang dibuat termasuk jenis keramik magnet

permanen hexagonal ferrite yang aplikasi cukup luas, seperti untuk speaker,

komponen otomotif, motor listrik dan lainnya (Muljadi, 2013).

2.7. Material La2O3

Logam tanah jarang di Indonesia ditemukan di mineral monazite yang

merupakan mineral terkait yang tergabung dengan timbal dan unsur radioaktif.

Karena sebagai hasil sampingan hasil pengolahan timah maka hanya dijual dengan

sangat harga murah, bahkan di beberapa titik dibuang, sedangkan di mineral

mengandung unsur tanah jarang Memiliki nilai penjualan tinggi dan sangat

dibutuhkan di beberapa industri. Unsur dominan dari tanah jarang, mineral yang

terkandung dalam monazite adalah lantanum, serium, neodimium dan

praseodimium. Pemanfaatan logam tanah jarang sangat luas, terutama dalam

pengembangan yang tinggi teknologi. Lantanum (La) telah diterapkan secara luas

sebagai bahan magnetik fungsional. Masih banyak lagi pemanfaatan LTJ yang

belum digantikan oleh material lain sebagai penggunaan nanopartikel lantanum

oksida sebagai penyerap gelombang mikro ( Adi et al, 2017).

La2O3 memiliki band gap terbesar yang langka oksida tanah pada 4,3 eV,

sementara juga memiliki titik terendah energi kisi, dengan konstanta dielektrik yang

sangat tinggi, ε = 27. Selain itu, tumpukan gerbang dengan La2O3 memiliki sifat

permitivitas listrik yang tinggi karena memiliki konfigurasi elektron pada orbital f

yang akan memengaruhi spin magnetiknya, menunjukkan struktur amorf suhu

rendah yang bisa digunakan bukan ultrathin dielektrik gerbang dioksida silikon di
perangkat CMOS saat ini. La2O3 memiliki sifat semi konduktor dikarenakan

resistivitasnya menurun dengan kenaikan suhu, resistivitas suhu ruangan rata-rata

adalah 10 kΩ.cm. La2O3 memiliki kristal heksagonal dengan struktur A-M2O3.

Fasa kristalnya bisa jadi digunakan untuk aplikasi potensial keramik, struktur

mesopori sebagai bahan untuk pembuatan piezoelektrik dan termoelektrik (Bahari

et al, 2011).

2.8. Material ZnO

Salah satu material yang banyak disintesa menjadi berukuran nano adalah

ZnO. Hal ini dikarenakan ZnO memperhatikan sifat optik, akustik dan kelistrikan

yang menarik sehingga memiliki sejumlah potensi aplikasi bidang elektronik,

optoelektronik dan sensor Zinc Oxide merupakan materi dengan aplikasi pelapisan

antifleksi, sensor gas, varistors, alat permukaan gelombang akustik, dan

elektroluminesens dan fotoluminesens. Bahan keramik semikonduktor yang

menarik karena permintaan komersilal untuk optoelektronik seperti elektrode

konduktivits transparan, ultrviolet (UV), light emitter dan spin elektron yang

merupakan semikonduktor dengan lebar celah energi dan energi ikat pada proses

optik. ZnO dalam bentuk nanopartikel ataupun lapisan tipis dapat dengan mudah

disintesis menggunakan metoda yang sederhana (tanpa proses sublimasi keadaan

vakum) dan bertemperatur relatif rendah dibandingkan dengan jenis metal oksida

lainnya. ZnO memiliki aplikasi yang banyak digunakan dalam masyarakat sekarang

ini baik dalam bidang kedokteran, farmasi, kosmestik dan perbaikan gigi. Tetapi

banyak hal yang harus lebih diamati dalam ZnO ini selain memiliki keunggulan,

dalam meneliti ZnO ini harus diperhatikan juga bahwa ZnO lebih mudah bereaksi
dengan golongan kimia alkali dimana yang paling sering digunakan oleh peneliti

sebelumnya yaitu Li, K, dan Na. Berdasarkan hasil foto SEM, lapisan ZnO yang

tidak mengalami pemanasan memiliki kerapatan perbatasan antar partikel yang

sangat besar, sehingga terbentuk poros berukuran besar. ZnO yang terbentuk

cenderung menggumpal dan tidak membentuk butiran. Berdasarkan hasil

karakterisasi optik dengan menggunakan spectrometer ocean optic USB2000,

lapisan yang mengalami pemanasan hingga 500°C memiliki tingkat ketransparanan

yang tinggi melebihi 98% pada daerah cahaya tampak (386,12 nm), dengan pita

energi sebesar 3,21 eV, sedangkan pada tahap pre-heating pada suhu 230°C

memiliki tingkat ketransparanan sekitar 98% pada daerah cahaya tampak (386,67

nm), dengan pita energi sebesar 3,20 eV. Pada analisis XRD, terdapat struktur

kristal yang berbentuk heksagonal wurtzite dari endapan yang telah dikeringkan

menjadi bubuk putih halus ZnO. Puncak yang diamati dari pola intensitas yang

dikaitkan dengan struktur kristal heksagonal tersebut yaitu dengan konstantasel, a

= 3,249Ǻ dan c = 5,205Å. Pada analisis sifat optiknya, maka diketahui energi gap

dari bubuk ZnO yang disintesis dari pH 8 sampai 11 adalah 2,86-3,14 eV. Pada pH

9 memiliki nilai energi gap tertinggi yaitu 3,14 eV. ZnO yang dihasilkan melalui

temperatur pemanasan 550°C memiliki harga reflektansi terendah, dibandingkan

dengan harga reflektansi lapisan silikon pada λ = 600 nm, maka lapisan ZnO ini

memiliki harga yang lebih rendah 30 %. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

lapisan ZnO dapat digunakan sebagai lapisan anti refleksi karena dapat mengurangi

refleksi silikon sebesar 25%.Nanopartikel ZnO, dimana ZnO memiliki kelebihan

dibandingkan dari bahan kimia yang lain. ZnO bisa dioperasikan dalam lingkungan

yang keras dan bersuhu tinggi, juga efisiensi quantum yang lebih tinggi, resistansi
yang lebih tinggi untuk keadaan radiasi energi tinggi. Tidak seperti oksida logam

putih yang lain, ZnO menunjukkan perubahan warna menjadi kuning pada

pemanasan dan kembali menjadi putih pada saat pendinginan (Theresya, 2013).

2.9. Absorber Gelombang Elektromagnetik

2.9.1.Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik (GEM) merupakan bentuk energi yang

dipancarkan dan diserap oleh suatu partikel bermuatan. GEM dapat dipancarkan

oleh suatu peralatan elektronik, seperti televisi, radio, alat telekomunikasi, dan oven

mikrogelombang (microwave). Sistem pada peralatan tersebut harus

mentransmisikan energinya dengan cara yang diinginkan melalui saluran transmisi

dan mengirimkannya dalam bentuk GEM. Belakangan ini, aplikasi teknologi GEM

sedang berkembang pesat, seperti semakin banyaknya penyedia layanan

telekomunikasi membuat lalu lintas pancaran GEM di atmosfer bumi semakin

padat. Hal ini berdampak buruk pada alat elektronik lain yang menggunakan

teknologi yang sama, mulai dari gangguan (noise) hingga error (tidak berfungsinya

suatu alat) (Subiyanto 2011). Gangguan tersebut dapat diatasi dengan adanya suatu

material penyerap GEM yang berfungsi sebagai filter dari banyaknya radiasi GEM

(Nasution dan Astuti 2012).

Penelitian tentang material penyerap GEM yang secara efektif menurunkan

sinyal GEM menjadi topik hangat penelitian saat ini. Pada aplikasi militer, bahan

penyerap GEM dapat digunakan untuk menghindari deteksi gelombang radar.

Bahkan untuk aplikasi yang memiliki ukuran besar seperti pesawat, kapal, atau tank

dibutuhkan bahan penyerap super tipis yang memiliki penyerapan luar biasa
(Subiyanto 2011). Terdapat 2 syarat penting yang harus dimiliki oleh suatu material

agar memiliki kemampuan untuk menyerap GEM. Pertama, material tersebut harus

memiliki karakteristik nilai impedans (impedance) intrinsik yang sama dengan nilai

impedans intrinsik ruang bebas. Kedua, interaksi antara energi elektromagnetik dan

material harus menghasilkan atenuasi (attenuation) yang cepat dari GEM masuk,

sehingga menurunkan gelombang yang muncul untuk diterima pada magnitudo

rendah (Manaf dan Adi 2014). Bahan yang dapat digunakan sebagai penyerap

GEM, adalah bahan yang memiliki nilai permitivitas dan permeabilitas yang besar

sehingga dapat berinteraksi langsung dengan GEM. Permitivitas adalah ukuran

kemampuan suatu bahan saat membentuk medan listrik dalam suatu media,

sedangkan permeabilitas merupakan ukuran kemampuan suatu bahan untuk

mendukung pembentukan medan magnet dalam bahan itu sendiri.

Material penyerap GEM yang pernah dibuat sebelumnya berupa bahan

magnet berbasis ferit. Bahan ini banyak dikembangkan di Indonesia karena

harganya murah dan tersedia melimpah dalam bentuk sumber daya alam pasir besi.

Bahan ini memiliki stabilitas kimia yang baik dan tahan korosi karena berbasis

oksida. Selain itu, bahan ini memiliki permeabilitas magnetik yang tinggi sehingga

sangat berpotensi sebagai bahan penyerap GEM (Melawati, 2016).

Gambar 2.9.1. Spektrum Elektromagnetik.


Karakteristik gelombang elektromagnetik ditentukan oleh panjang

gelombang, frekuensi, dan kecepatan. Kecepatan rambat gelombang

elektromagnetik di udara untuk semua panjang gelombang adalah sama yaitu sama

dengan kecepatan dalam ruang hampa c = 3 1010cm/det. Pemancaran energi radiasi

elektromagnetik oleh sumbernya tidak berlangsung secara kontinyu melainkan

secara terputus-putus (diskrit), sehingga berupa paket yang harganya tertentu yang

disebut dengan kuanta atau foton. Besar energi kuanta tergantung pada frekuensi

gelombang (Suyatno, 2008).

2.9.2. Penyerapan dalam Gelombang Elektromagnetik

Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik merupakan salah satu

teknologi yang sedang pesat dikembangkan untuk mengontrol masalah yang

ditimbulkan oleh elektromagnetik interference (EMI). Teknologi ini juga telah

melahirkan sebuah material baru yaitu Radar Absorbing Material (RAM), salah satu

aplikasi material ini yaitu pada bidang militer. Material ini bersifat meredam

pantulan atau menyerap gelombang mikro sehingga benda yang dilapisi dengan

RAM tidak terdeteksi oleh Radio Detection and Ranging (RADAR). Penyerap

gelombang mikro terdiri dari dua komponen, penyerap dielektrik dan penyerap

magnetik untuk itu perlu dikembangkan material yang dapat menyerap dielektrik

dan menyerap magnetik. Berbagai penelitian dalam rangka mengembangkan Radar

Absorbing Material (RAM) semakin banyak dilakukan. Salah satunya adalah

penelitian tentang penggunaan polimer konduktif untuk meningkatkan kualitas

RAM, menyatakan polimer konduktif memiliki sifat khusus dibandingkanlogam

yaitu polimer ini bersifat lebih sedikit merefleksikan gelombang elektromagnetik

dan daya serapnya lebih tinggi (Astuti, 2012).


2.10. Sifat-sifat Magnetik

2.10.1. Diamagnetik

Diamagnetik adalah salah satu sifat dari semua material. Sifat ini disebabkan

oleh medan magnet luar dan gerakan elektron dalam mengorbit inti. Karena

elektron-elektron membawa muatan, mereka akan melakukan gaya Lorenz pada

saat bergerak melewati medan magnet. Contoh kasus mengenai ini adalah ketika

elektron bergerak searah jarum jam dengan sebuah orbit lingkaran yang berpusat

pada origin dan terletak di bidang xy dengan sebuah medan magnet luar yang

diberikan pada arah +x. Untuk ½ orbit (x > 0), gaya Lorenz akan sejajar dengan

sumbu –z, dan untuk setengah yang lain ia akan sejajar dengan sumbu +z. Sebuah

torsi kemudian akan timbul sejajar dengan sumbu y menyebabkan orbit

mempresisikan dirinya sepanjang arah medan. Hal ini disebut dengan Larmour

Precision yang akan menimbulkan sebuah momen magnetik di arah. Metode

Pembelajaran Bahan Magnet dan Identifikasi Kandungan Senyawa Pasir Alam

yang berlawanan dengan medan magnet yang diberikan. Pada bahan diamagnetik,

efek ini sangat kecil sehingga hampir dapat diabaikan. Besarnya sekitar 100 kali

lebih kecil dari bahan paramagnetik dan 1.000 kali lebih kecil dari feromagnetik.

Quartz dan air merupakan contoh dari bahan diamagnetik. Sifat diamagnetik tak

tergantung dari temperatur, sedangkan sifat paramagnetik dan feromagnetik

berkurang secara drastis jika bahan yang mengandung sifat tersebut dipanaskan

(Sunaryo, 2010).
2.10.2. Paramagnetik

Dalam konteks kemagnetan, bahan paramagnetik lebih penting dibandingkan

dengan diamagnetik. Hal ini muncul bahwa elektron seolah-olah berputar di sekitar

sumbunya sambil mengorbit inti atom. Hal ini menimbulkan sebuah spin magnetik

sebagai tambahan dari momen orbital magnetiknya. Momen magnetik total pada

sebuah atom diberikan oleh penjumlahan vektor dari momen-momen

elektroniknya. Jika momen magnetik, spin dan orbital pada sebuah atom saling

menghilangkan, maka atom tersebut mempunyai momen magnetik sebesar 0. Inilah

yang disebut sifat diamagnetik. Jika penghilangannya hanya sebagian, maka atom

akan mempunyai momen magnetik permanen. Inilah yang disebut dengan

paramagnetik. Contoh dari bahan paramagnetik adalah biotite, pyrite, dan siderite

(Sunaryo dan Wira Widyawidura, 2010).

Setiap elektron berperilaku seperti magnet kecil dan dalam medan magnetik

memiliki salah satu dari dua orientasi, yaitu searah atau berlawanan dengan arah

medan, tergantung pada arah spin elektron tersebut. Oleh karena itu, energi

elektron berkurang atau bertambah dan dapat dipaparkan secara mudah dengan

teori pita. Jadi, apabila kita menggap bahwa pita level energi terbelah menjadi dua

bagian, dan masing-masing bagian terdapat medan, beberapa elektron akan

mengubah keterikatan dari pita yang satu ke pita lainnya sampai kedua pita

mempunyai level energi fermi sama. Oleh karena itu, jelas bahwa pada keadaan ini

jumlah elektron yang mengalami penurunan energi karena pengaruh medan

melebihi jumlah elektron yang 4mengalami peningkatan energi. Kondisi ini

mendefinisikan paramagnetisme, karena terdapat kelebihan spin tanpa pasangan

yang menghasilkan resultan momen magnetik.


Gambar 2.10.2. Skema Paramagnetik (a)(Smallman and R.J. Bishop,1995).

2.10.3. Feromagnetik

Feromagnetik lebih kuat dibandingkan dengan diamagnetik dan

paramagnetik. Secara khusus, berhubungan dengan unsur besi, nikel, dan cobalt

dan juga mineral-mineral besi oksida. Karena adanya subkulit 3d yang tidak terisi,

atom-atom besi akan menghasilkan sebuah momen magnetik pada 4 magneton

Bohr ( 4 𝜇𝛽 ). Pada kisi kristal material feromagnetik, atom-atom yang berdekatan

saling mendekati bersama secara tepat sehingga beberapa orbit-orbit elektronnya

akan overlapping dan terjadilah sebuah interaksi yang kuat. Fenomena ini disebut

dengan exchange couping yang maksudnya adalah selain terarah secara acak,

momenmomen magnetik dari sebuah atom di dalam kisi terarahkan dan

memberikan sebuah magnetisasi yang kuat. Pengaturan ini biasanya digambarkan

dengan kumpulan panah-panah dengan panjang yang sama dan sejajar (gambar 5)

ini merupakan gambaran mudah dari feromagnetik.


2.10.4. Antiferomagnetik

Pada Antiferomagnetik, momenmomen magnetik pada atom seluruhnya

mempunyai kekuatan yang sama, tetapi atom-atom tetangganya mempunyai arah

momen yang berkebalikan. Meskipun memiliki exchange couping yang kuat,

material jenis ini memiliki magnetisasi total sebesar nol. Pada beberapa kasus,

sebuah magnetisasi lemah dapat muncul dari cacat kisi dan vacancies atau dari

situasi di mana momen-momen atomiknya sedikit miring. Ada hal penting dimana

exchange coupling beraksi, yaitu dengan memberikan fenomena fermagnetik. Di

sini, kisikisi kristal terdiri dari 2 jenis tempat dengan kation-kation pada keadaan

koordinasi yang berbeda. Peristiwa ini digambarkan dengan 2 tipe panah, yang satu

lebih panjang dari yang lain. Sebagaimana pada bahan antiferomagnetik, 2 setnya

berlawanan tetapi magnetisasi yang kuat dapat secara jelas muncul jika 2 tipenya

tidak sama magnetik (Sunaryo dan wira widyawidura, 2010).

2.10.5. Ferrimagnetik

Medium ini juga hampir sama dengan medium ferromagnetik tetapi sebagian

ada yang berbeda arah momen magnetiknya tanpa adanya pengaruh kuat medan

luar, arah momen magnetik paralel dan saling berlawanan, tetapi berbeda dengan

antiferromagnetik, momen paralelnya lebih besar dibandingan momen anti

paralelnya. Mediumferro, anti ferro, dan ferrimagnetik dipengaruhi oleh suhu,

dimana jika medium ini akan dipanaskan sampai pada suhu tertentu maka medium

ini akan berubah menjadi medium paramagnetik. Batasan tersebut dinamakan suhu

curie.
Gambar 2.10.5. a) Feromagnetik, b) Antiferomagnetik, c) Ferimagnetik (Sunaryo
dan wira widyawidura, 2010).
2.10.6. Suseptibilitas Magnetik

Suseptibilitas magnetik, Kita anggap sebuah material yang ingin kita teliti,

ditempatkan pada sebuah medan magnet yang serba sama (H) dan kemudian akan

didapatkan sebuah medan magnet yang serba sama. Suseptibilitas magnetnya (K)

didefinisikan sebagai magnetisasi yang didapatkan per unit medan,

K=M/H

Dalam SI, M dan H satuannya adalah A/m, sehingga K tidak mempunyai satuan.

Dengan kata lain K disebut suseptibillitas volume. Untuk mendapatkan apa yang

disebut dengan suseptibillitas massa, maka K kita bagi dengan massa jenis (p)’

𝜒 = 𝐾 /𝑝

Karena K tidak berdimensi maka 𝜒 mempunyai satuan berkebalikan dengan

densitas yaitu m3/kg. Sedangkan kerapatan fluks magnetik atau induksi magnetik

(B) menyatakan jumlah garis-garis gaya medan magnet yang melalui satu luasan.

Besaran B ini mempunyai satuan Tesla dan mempunyai hubungan dengan medan

H dan M sbb. :
B = 𝜇 o (H + M) atau = 𝜇 o M (1 + 1/K)

dimana 𝜇 o = permeabilitas ruang hampa = 4.10-7 N/A2. Pada beberapa situasi, kita

lebih baik bila menggunakan istilah momen magnetik pada seluruh benda.

Kemudahan diberikan oleh hasil dari MV, dimana V adalah volume total,

menghasilkan satuan am2. Pada bahan diamagnetik, proses dari elektron-elektron

memberikan peningkatan nilai dari xdalam pangkat 108/m3/kg. Air (water) adalah

salah satu yang paling kuat denga 𝜒 = -0,90 x 10-8 m3/kg. Banyak batuan biasa yang

terbentuk dari silika, seperti quartz dan calcite, mempunyai nilai sekitar setengah

dari besarnya. Pada material paramagnetik, temperatur sangatlah mempengaruhi

suseptibilitas seperti yang digambarkan oleh hukum Curie :

K = C/T

Di mana T adalah temperatur absolut dan C adalah konstanta Curie. Pada suhu

ruang, energi termal cenderung mengacaukan penyearahan ribuan kali lebih besar

daripada energi magnetik yang mencoba menyearahkan momen-momen magnetik,

M.

Grafik M versus H untuk sebuah bahan paramagnet menunjukkan

hubungannya yang linier, dan kemiringannya merupakan suseptibilitas (gambar 6).

Suseptibilitas massa x pada bentuk batuan silikat biasa seperti, fayalite atau biotite

dan iron sulfide pyrate, adalah sekitar 5x10-7 m3/kg


Gambar 2.10.6. (1) Grafik Magnetisasi J (M) Versus Medan Luar H pada (a)

Diamagnetik, (b) Paramagnetik, (c) Feromagnetik (Sunaryo dan wira

widyawidura, 2010).

Permeabilitas dan suseptibilitas sangat dipengaruhi oleh medan magnet luar.

Kurva magnetisasi mempresentasikan densitas fluks induksi magnet B terhadap

kekuatan medan magnet luar untuk bahan ferromagnetic dapat dilihat pada Gambar

2.10.6. (1).

Gambar 2.10.6. (2) Kurva Histerisis.


Kurva magnetisasi untuk bahan yang belum termagnetisasi disebut dengan

initial curve magnetization. Kurva diawali dengan permeabilitas awal, dengan

bertambahnya medan magnet H, induksi magnetic B dengan cepat naik disebut

dengan easy magnetization dan selanjutnya menjadi menjadi lebih rendah hingga

tercapai nilai maksimum tertentu atau disebut dengan saturasi magnetik. Jika medan

magnet H diturunkan kembali, maka fluks induksi magnet B juga ikut turun, tetapi

lebih pelan dari medan magnet H nya. Dengan kata lain, menurunnya kurva

magnetisasi tidak mengikuti kurva ketika medan magnet dinaikkan pertama kali.

Dengan demikian, terdapat sisa/residu induksi medan magnet B (remanen) ketika

medan magnet telah mencapai nol. Untuk mengembalikan B kembali ke nol,

diperlukan medan magnet negative yang disebut dengan coercive force. Jika medan

magnet negative terus dinaikkan, maka material akan termagnetisasi dengan arah

polaritas kearah negative. Ketika medan magnet dinaikkan hingga nol, maka juga

akan didapati residu induksi medan magnet –B yang membutuhkan medan magnet

positif untuk membuat induksi medan magnet menjadi nol kembali. Kurva seperti

ini yang disebut dengan kurva loop histerisis. Berdasarkan koersivitasnya, bahan

magnetik dapat dibedakan menjadi soft magnetic dan hard magnetic. Untuk bahan

yang memiliki koersivitas yang besar (di atas 10 kA/m) disebut hard magnetic,

sedangkan untuk bahan yang memiliki koersivitas kecil (dibawah 1 kA/m) disebut

soft magnetic (Saptari, 2014).


Gambar . Kurva histerisis material hard magnetic dan soft magnetic.

2.11. Metode Solid State

Metode yang digunakan yang mana metode solid state atau yang dikenal

dengan reaksi keramik, metode yang paling mudah dilakukan karena persiapan alat

sederhana dan variable kontrol mudah Dimana metode ini merupakan metode

pencampuran padatan tanpa menggunakan medium pelarut, dengan tujuan untuk

mengetahui fasa yang terbentuk untuk mensintesa fasa tunggal. Metode ini

melibatkan pemanasan berbagai padatan prekursor pada temperatur tinggi selama

periode yang relatif lama untuk membentuk produk yang juga berupa padatan,

masing-masing prekursor oksidasi ditimbang secara stoikiometrik. Prekursor ini

dicampur dan digerus menggunakan mortar dan pistle selama 2,5 jam sampai

keadaannya benar-benar halus dengan ukuran partikelnya lebih kecil serta homogen

yang bertujuan untuk memperluas kontak dari padatan pereaksi. Proses lanjutannya

dengan furnace dengan temperatur tertentu dengan meningkatkan laju difusi

(Susanto dkk, 2014).


2.12. X-Ray Diffractometer (XRD)

Pada tahun 1912, Max Von Laue menyatakan bahwa panjang gelombang

sinar-X ternyata bersesuaian dengan jarak antar atom-atom dalam kristal. Dengan

alasan itu dia mengusulkan untuk menggunakan kristal untuk mendifraksikan sinar-

X dengan kisi kristal berlaku sebagai kisi tiga dimensi. Sebuah kristal terdiri dari

deretan atom yang teratur letaknya, masingmasing atom dapat menghamburkan

gelombang elektromagnetik yang mengenainya. Berkas sinar-X monokromatik

yang jatuh pada sebuah kristal akan dihamburkan ke segala arah, tetapi karena

keteraturan letak atom-atom, pada arah tertentu gelombang hambur itu akan

berineraksi konstruktif sedangkan yang lain berinteraksi destruktif. Atom-atom

dalam kristal membentuk keluarga bidang datar dengan masing-masing keluarga

mempunyai jarak tertentu untuk tiap komponen bidangnya. Analisis ini diusulkan

oleh W. L. Bragg pada tahun 1913, yang kemudian bidang-bidang tersebut dinamai

bidang Bragg. Ketika suatu bidang kristal disinari, maka akan terjadi dua

kemungkinan interferensi akibat difraksi atom-atom penyusun kristalnya; pertama

interferensi konstruktif: berkas sinar yang didifraksikan saling menguatkan karena

mempunyai fasa yang sama dan kedua intrferensi destruktif: berkas sinar yang

didifraksikan saling melemahkan. Kedua jenis interferensi tersebut dapat dilihat

pada Gambar 9.
Gambar 2.12.1. Berkas sinar X konstruktif dan destruktif.

Gambar 2.12.2. Hamburan Sinar X pada kristal.

Syarat yang diperlukan agar sinar X membentuk interaksi konstruktif dapat

dilihat pada Gambar 2.12.2 diatas. Suatu berkas sinar-X dengan panjang gelombang

λ jatuh pada kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang Bragg yang jarak

diantaranya d. Berkas sinar mengenai atom Z pada bidang pertama dan atom B pada

bidang berikutnya, dan masing-masing atom akan menghamburkan sebagian berkas

tersebut pada arah rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar yang

terhambur sejajar dengan beda jarak jalannya tepat λ, 2 λ, 3 λ dan seterusnya. Jadi
beda jarak jalan harus n λ, dengan n sebagai bilangan bulat. Maka syarat Bragg

untuk berkas hamburan konstruktif adalah Sudut jatuh dan sudut hambur kedua

berkas harus sama, - 2d sin θ = n λ ; n = 1, 2, 3, dan seterusnya. karena sinar II

harus menempuh 2d sin θ lebih jauh dari sinar I, bilangan bulat n menyatakan orde

berkas sinar yang dihamburkan (saptari, 2014).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Praktik Kerja Lapangan

Praktik kerja lapangan ini dilakukan pada 14 desember 2017-14

januari 2018. Pusat Sains Teknologi Bahan Maju (PSTMB), Badan

Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), kawasan Puspitek Serpong,

Tangerang Selatan, Banten.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan diantaranya Neraca analitik, Microbalance vial, Kertas

timbang, High Energy Milling (HEM), Oven, Furnace, Mesin press, Ball-mill,

Krusibel (crucible), Nampan, Mortar dan Pastel.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya serbuk Fe2O3 (Iron

(III) Oxide) diproduksi oleh Sigma-Aldrich dengan kemurnian >99%. Serbuk

La2O3 (Lanthanum Oxide) dengan kemurnian >99% yang didatangkan dari cina.

Serbuk ZnO (Zink Oxide) diproduksi oleh Sigma-Aldrich dengan kemurnian

>99%. Serbuk Y2O3 (Yittrium Oxide) diproduksi oleh Merck dengan kemurnian

>99%. Dan Etanol.


Gambar 3.2.2. Bahan yang digunakan.

3.3. Metoda Penelitian

3.3.1. Preparasi Sampel

3.3.1.1.Perhitungan Stoikiometri

Dalam peneltian ini dilakukan 4 variasi yang mana variasi diantaranya 0.1,

variasi 0.3, variasi 0.5 dan variasi 1. Pada setiap sampel digunakan massa sebesar

15 gram. Pada variasi pertama dengan variasi 0.1 digunakan Y2O3 dengan massa

berat 6,6020 gram, Fe2O3 sebesar 7,8892 gram, La2O3 sebesar 0,3284 gram, dan

ZnO sebesar 0,1640 gram. Pada variasi kedua dengan variasi 0,3 digunakan Y2O3

dengan massa berat 6,5852 gram, Fe2O3 serbesar 7,5479 gram, La2O3 sebesar

0,3284 gram, dan ZnO sebesar 0,49095 gram. Pada variasi ketiga dengan variasi

0,5 digunakan Y2O3 dengan massa berat 6,5684 gram, Fe2O3 sebesar 7,2083 gram,

La2O3 sebesar 0,3268 gram, dan ZnO sebesar 0,81617 gram.. Pada variasi keempat

dengan variasi 1 digunakan Y2O3 dengan massa berat 6 ,5269 gram, Fe2O3 sebesar
6,3668 gram, La2O3 sebesar 0,3247 gram, dan ZnO sebesar 1,6220 gram.

3.3.1.2.Penimbangan

Adapun proses penimbangan dilakukan kalibrasi timbangan dengan

menekan tombol tare. Selanjutnya menyiapkan bahan yang akan ditimbang,

membuka pintu timbangan kiri dan kanan. Masukkan filter paper kedalam

timbangan. Masukkan bahan kimia yang digunakan dan lihat hasil angka

penimbangan. Diamkan sampai angkanya stabil.

3.3.1.3 Pencampuran Bahan

Pada proses pencampuran bahan untuk sampel garnet seluruh bahan yang

telah ditimbang dimasukkan kedalam vial. Selanjutnya ditambah etanol sebanyak

40 mL dan diaduk sampai semua bahan tercampur hingga tidak ada gumpalan.

Selanjutnya ditambahkan ball-mill sebanyak 15 buah dimasukkan pada setiap vial.

Gambar 3.3.1.3. Proses Pencampuran Sampel.

3.3.1.4.Proses Milling

Proses milling dilakukan bertujuan untuk menghomogenkan bahan yang

dicampur dan diharapkan saat analisis data mendapatkan fasa tunggal. Proses

milling itu sendiri dilakukan selama 5 jam dimana proses milling dilakukan setiap
1 jam dengan istirahat alat selama ½ jam yang bertujan untuk mendinginkan alat

agar kinerja alat tetap berjalan baik.

Gambar 3.3.1.4. Proses Milling.

3.3.1.5. Pengovenan

Proses pengovenan dilakukan untuk mengeringkan bahan dibutuhkan waktu

± 8 jam sampai bahan benar-benar kering.

Gambar 3.3.1.5. Proses Saat Pengovenan.

3.3.1.6.Proses Pellet (Pengepresan)

Bahan yang telah kering selanjutnya digerus sampai halus dan diambil 8

gram Lalu dipelet sehingga berbentuk seperti koin yang berdiameter ± 6 mm. Dan
Proses pengepresan bertujuan untuk menyatukan sampel agar sifat magnetntya

lebih kuat.

Gambar 3.3.1.6. Hasil Sampel yang telah dipelet dan Seperangkat Mesin Press.

3.3.1.7 Proses Furnace

Pada proses furnace dilakukan agar tiap butiran atom pada sampel saling

berinteraksi dengan atom yang lain sehingga dengan adanya tumbukan antar atom

tersebut diharapkan bahan menyatu, partikel lebih kecil sehingga saat proses

sintering mempermudah difusi dan membentuk fasa baru yang memiliki sifat

magnet. Proses furnace dilakukan selama 3 jam pada suhu 1300°C.


Gambar 3.3.1.7. Alat Furnace, Sampel Sebelum proses Sintering dan Sampel

Sesudah Proses Sintering.

3.3.1.8.Proses Pengerusan

Sampel setelah di furnace dilakukan dengan pengerusan kembali

menggunakan mortal dan Pastel. Proses ini mempermudah untuk karakterisasi

sampel menggunakan alat X-Ray Diffractiometer.

Gambar 3.3.1.8. Sampel Setelah Proses Pengerusan.

Anda mungkin juga menyukai