PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Latar belakang pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student
needs special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya
guru kelas sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni
berkaitan dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi
yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya. Karakteristik spesifik anak
berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan
fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorik
motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri,
kemampuan berinteraksi social, serta kreatifitasnya. Untuk mengetahui secara
jelas tentang karakteristik pada setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan
skrining atau assessment agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri
peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogramkan
pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai: Intervensi pembelajaran yang diangap
cocok.assement disini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan
kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan
perkembangan social, pengamatan yang sensitive. Kegiatan ini biasannya
memerlukan penginstrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri oleh guru
kelas. Guru yang mempuni adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan
mengajar dikelas melalui program pembelajaran individual dengan latihan
kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan belajar ini kita
kenal dengan nama lain sebagai individualis eduka/jarogram (IEP) selama proses
kegiatan, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna
mengatasi bentuk kelainan-kelainan prilaku yang muncul, agar pembelajaran
berjalan dengan lancar. Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik
berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut
1
memiliki kemampuan beraitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan
bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi
kemampuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara besosialisasikan.
Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhailan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu
perubahan perilaku kearah pendewasaan. Kemampuan guru semacm itu
merupakan kemahran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaannya dengan
kurikulum yang ada kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran
individual. Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang
disiapkan oleh para guru disekolah, ditunjukan agar peserta didik mampu untuk
berinteraksi terhadap lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara
khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang paling dominan
dan disarkan kepada kurikulum berbai kompetisi.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
C. Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui faktor, jenis,
ciri-ciri, dan cara membantu anak berkebutuhan khusus, proses pembelajaran dan
kurikulum yang terdapat pada sekolah dari hasil kunjungan observasi.
2
Tujuan Khusus :
Meningkatkan wawasan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Menjabarkan pengertian berbagai kategori anak berkebutuhan khusus sesuai
dengan hasil kunjungan atau observasi.
Mengidentifikasi cirri-ciri berkebutuhan khusus sesuai kategorinya.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang kami harapkan dari penyusunan makalah ini yaitu
untuk dapat menambah pengetahuan bagi kami khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Selain itu dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat
memberikan informasi segala sesuatu dan betapa pentingnya bagi kehidupan.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Tunanetra
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,
berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi
4
pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
2. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal
dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3. Tunalaras
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain.
4. Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
6. Tuna grahita ini masih dibagi menjadi dua, yakni tuna grahita biasa dan tuna
grahita down sindrom atau down syndrome.
Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John
Longdon Down. Ciri-cirinya tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil,
5
hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan
mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama
dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama
kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal
dengan istilah yang sama.
7. Cerebral palsy
Gangguan / hambatan karena kerusakan otak (brain injury) sehingga
mempengaruhi pengendalian fungsi motorik
8. Gifted
Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas,
dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak
seusianya (anak normal)
6
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki
kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak
asperger biasanya ada pada great rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat
tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori.
Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama
latin.
7
akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
8
Pada tahap penjaringan dan identifikasi yang perlu dilakukan oleh semua satuan
pendidikan khusus ialah menemukan atau menjaring semua peserta didik yang
berkebutuhan khusus yang berhak memperoleh pendidika khusus. Program
penjaringan umumya menccakup program tes hasil belajar atau tes kelompok
yang lain, penyebaran angket kepada guru-guru untuk mengidentifikasi peserta
didik yang menunjukkan gejala-gejala yang bermasalah. Program kampanye
kepedulian bertujuan untuk memeberikan informasi kepada masyarakat tentang
tersedianya berbagai layanan kepada penyandang kalainan.
Survey juga dapat dilakukan untuk menjaring dan mengidentifikasi anak yang
berkebutuhan khusus dengan malakukan survey kepada tokoh masyarakat, dokter,
tenaga paramedis, dan pihak lainnya agar anak berkebutuhan khusus yang belum
terjangkau pendidikan dapat diidentifikasi. Tahap rujukan ke Tim Pendidikan
Khusus sebagai tahap pengembangan dan pelakasanaan program pendidikan
program pendidkan individual (PPI), dimaksudkan yaitu setiap peserta didik yang
diketahui menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirurjuk kepada Tim
Pendidikan Khusus. Masalah-masalah yang dialami oleh peserta didik sehingga
perlu dirujuk ialah karena peserta didik tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas
sekolah, kesulitan bergaul dengan teman, kemampuan membaca yang rendah,
tidak mampu memusatkan perhatian, prestasi belajar yang dicapai jauh dibawah
teman-teman sekelasnya, dank arena anak mengalami gangguan mobilitas karena
kondisi fisik , dan sebagainya.
9
Program pendidikan individual (PPI) yang telah disusun secara resmi lalu
dilaksanakan kepada peserta didik yang berkebutuhan dalam proses pembelajaran
dikelas. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program pendidikan
individual ini, maka perlu dilakuakn kegiatan evaluasi pelaksanaan program ini
secara teratur dan kontinyu.
10
Dalam penyelenggaraan pendidikan khusu yang berdasar kepada kurikulum
berbasis kompetensi tersebut hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik dari masing-masing jenis peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Selain itu, faktor pemilihan dan penentuan metode pembelajaran, dan hal lain
yang terkait dengan pembelajaran di sekolah oleh pihak guru, haruslah bermuara
kepada pencapaian targer kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut.
11
tim dari berbagai profesi dan kelainan yang terkait dengan kebutuhan pendidikan
anak yang berkebutuhan khusus. (Halaman 33)
Ada bebrapa hal ynag perlu diperhatikan oleh pihak guru dan pihak terkait lainnya
sebelum marancang dan menyusun program pendidikan atau pengajaran
individual (PPI), yaitu perlu dipahami tentang: (1) pengertian peserta didik yang
berkelainan dan atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa, karakteristik, dan (3) tingkat kecerdasan peserta didik yang
berkebutuhan khusus (Direktorat PLB Ditjendikdasmen Depdiknas, 2003).
Peserta didik yang berkelainan (sekarang disebut sebagai peserta didik yang
berkebutuhan khusus) adalah peserta didik yang secara signifikan mengalami
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena mengalami kelainan fisik,
mental, intelektual, emosional, atau sosial, sehingga mereka memerlukan layanan
pendidikan yang bersifat khusus. Peserta didik dapat diajar dan dididik di sekolah-
sekolah luar biasa dan di sekolah-sekolah biasa yang menerapkan sistem
pendidikan inklusi.
Untuk keperluan pendidikan inklusi (sistem pendidika untuk anak luat biasa yang
diselenggrakan di sekolah biasa bersama dengan anak normal yang diajar oleh
guru sekolah biasa dengan kerjasama dengan guru pembimbing khusus), maka
peserta didik yang termasuk berkelainan dan berkebutuhan khusus ialah peserta
didik yang mengalami tunanetra atau gangguan penglihatan, tunarungu atau
gangguan pendengaran, tunawicara atau gangguan komunikasi, tunagrahita atau
gangguan kecerdasan, tunadaksa atau gangguan fisik dan kesehatan, tunalaras atau
gangguan emosi dan perilaku, anak yang berkesulitan belajar, anak yang lamban
belajar, anak autistik, anak dengan gangguan motorik, anak yang korban
penyalahgunaan narkoba, dan gabungan dari dua atau lebih jenis-jenis ank
12
berkelainan di atas (Direktorat PLB Ditjendikdasamen Depdiknas, 2003).
(Halaman 34)
Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat yang istimewa yang
memerlukan pendidikan khusus ialah meliputi: (1) peserta didik dengan
kecerdasan luar biasa, (2) Pesrta didik dengan kreativitas yang luar biasa, (3)
peserta didik dengan bakat seni atau olahraga yang luar biasa, dan (4) gabungan
dari dua atau lebih jenis-jenis di atas. Setiap peserta didik yang berkebutuhan
khusus yang memiliki kelaiana ataupun yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat yang istimewa memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan karakteristik ini juga
menggambarkan adanya perbedaan kabutuhan layanan pendidikan bagi setiap
peserta didik yang berkebutuhan khusus.
13
terkait dengan progaram pengajaran individual untuk peserta didik yang
berkebutuhan khusus.
Tingkat kecerdasan dari peserta didik yang berkebutuhan khusu sebagai salah satu
faktor yang perlu diperhatikan sebelum merancang dan menyusun program
pendidikan individual, harus benar-benar diketahui dan dipahami oleh para
pengembangan program pendidikan individual. Dari segi tingkat kecerdasan
peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan khusus melalui layanan
program pendidikan individual, maka peserta didik yang berkebutuhan khusus
tersebut dikelompokan menjadi tiga kelompok tingkatan kecerdasan, yaitu peserta
didik yang berkecerdasan di bawah normal atau rata-rata, peserta didik yang
berkecerdasan normal atau rata-rata, dan peserta didik yang berkecerdasan di atas
normal atau di atas rata-rata.
Pada uraian terlebih dahulu telah dijelaskan tentang perlunya guru dan pihak lain
yang terkait dengan proses pembelajaran guru dan pihak lain yang terkait dengan
proses pembelajaran dan pendidikan peserta didik yang berkebutuhan khusus
untuk memeperhatikan kurikulum pendidikan untuk mereka. Dengan mengacuk
kepada tujuan kurikulum, maka seorang guru akan dapat mengembangkan
program pendidikan individual (PPI) yang sesuai dengan kebutuhan, karakteristik,
dan batas kemampuan yang dimiliki. (Halaman 35)
14
Cara membantu kluarga abk
Model bimbingan kepada pesrtadidik berkebutuhan khusus, seyogyanya
difokuskan dahulu terhadap prilaku non adaptif atau prilaku menyimpang sebelum
mereka melakukan kegiatan kegiatan program kegiatan belajar individual
bimbingan semacam ini dapat diterapkan didalam pengkondisian lingkungan yang
dapat mencapai perkembangan optimal dalam upaya pengembangan prilaku-
prilaku sesui dengan tugas-tugas perkembangnnya.
15
Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah 1.
Penakut seperti pada takut pada binatang, gelap, dan lain-lain. 2. Perilaku agresif,
yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang cenderung melukai anak lain. 3.
Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri. Belakangan ini, sering juga terdengar
istilah anak dengan budaya autisme.
16
Faktor-faktor yang perlu Dipertimbangkan ketika Bekerja sama dengan Orang tua
dan Keluarga
1. Susunan dan Aturan Keluarga
Susunan dan aturan keluarga memegang peranan penting dalam menentukan
kemampuan orang tua untuk bekerja sama dengan kita. Beberapa orang tua
memiliki keluarga besar yang bisa memberikan berbagai macam dukungan.
Sementara itu, ada juga orang tua yang membesarkan anaknya sendiri dengan
sedikit dukungan dari keluarga.
2. Keterbatasan Keuangan
Ada dampak keuangan besar dan kompleks menyangkut urusan anak
berkebutuhan khusus (ABK). Untuk itu perlu adanya keterbukaan antara orang tua
dan kita untuk membicarakan keadaan keuangan dalam keluarga sehingga adanya
keterbukaan memperkecil kesalahpahaman.
3. Pengalaman Hidup Berdampak pada Kesehatan dan Pendidikan
Pengalaman hidup orang tua akan berdampak terhadap sikap pelayanan
pendidikan dan kesehatan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Beberapa
dari orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki pengalaman pelayan
pendidikan dan kesehatan yang kurang baik sehingga mereka merasa asing dan
kurang memahami dengan sistem yang ada, kita sebagai pendidik perlu
memahami itu semua.
4. Tingkat Kepercayaan dan Keterampilan Sosial
Beberapa orang tua mungkin ada yang kurang percaya diri ketika berbicara
dengan pendidik. Mungkin juga mereka kurang memiliki keterampilan sosial
sehingga susah bergaul atau membina suatu hubungan. Tugas seorang pendidik
adalah berusaha keras untuk bisa membangun kepercayaan dan keterampilan
sosial dengan orang tua.
5. Tuntutan Budaya dan Bahasa
Persoalan budaya dan bahasa juga mempengaruhi cara orang tua mengatasi anak
berkebutuhan khusus (ABK) dan cara berhubungan dengan pengajar. Hal ini dapat
mempengaruhi orang tua dan anak berkebutuhan khusus dalam memahami
17
penjeasan dari kita (pendidik), sehingga pendidik harus mampu untuk
menyikapinya.
6. Persiapan Perawatan Anak
Orang tua sering merasa diasingkan mengenai kondisi anaknya, seolah-olah
oarang tua tidak mampu untuk merawat anaknya. Sikap ini berdampak pada orang
tua merasa direndahkan dan diasingkan oleh lingkungannya. Untuk itu
pengetahuan tentang perawatan pada anak bekebutuhan khusus mutlak diketahui
oleh orang tua.
Ketika menangani anak berkebutuhan khusus disarankan adanya pertemuan
teratur untuk berbagi informasi dan memberikan saran sesuai dengan situasi yang
ada.
Bekerja sama dengan orang tua dengan anak berkebutuhan khusus (ABK), selain
menjadi tantangan sendiri bagi pendidik juga merupakan tuntutan pengembangan
kemampuan profesional.
Membantu anak dan orang tua melewati masa-masa sulit akan terbentuknya ikatan
yang erat antara pendidik dengan orang tua dan anak.
Dengan memperhatikan kerahasiaan dan kebutuhan informasi sekaligus
membangun tingkat kepercayaan orang tua terhadap pendidik.
Selamat mencoba dan semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka :
DfES (2003) Together from the Start. London: DfES
DfES (2004) Early Support: Professional Guidance. London:DfES.
Hoffman, M.L. (1987) Empaty and its Development. Cambridge: Cambridge
University Press.
18