Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Latar belakang pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student
needs special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya
guru kelas sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni
berkaitan dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi
yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya. Karakteristik spesifik anak
berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan
fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorik
motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri,
kemampuan berinteraksi social, serta kreatifitasnya. Untuk mengetahui secara
jelas tentang karakteristik pada setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan
skrining atau assessment agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri
peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogramkan
pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai: Intervensi pembelajaran yang diangap
cocok.assement disini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan
kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan
perkembangan social, pengamatan yang sensitive. Kegiatan ini biasannya
memerlukan penginstrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri oleh guru
kelas. Guru yang mempuni adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan
mengajar dikelas melalui program pembelajaran individual dengan latihan
kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan belajar ini kita
kenal dengan nama lain sebagai individualis eduka/jarogram (IEP) selama proses
kegiatan, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna
mengatasi bentuk kelainan-kelainan prilaku yang muncul, agar pembelajaran
berjalan dengan lancar. Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik
berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut

1
memiliki kemampuan beraitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan
bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi
kemampuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara besosialisasikan.
Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhailan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu
perubahan perilaku kearah pendewasaan. Kemampuan guru semacm itu
merupakan kemahran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaannya dengan
kurikulum yang ada kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran
individual. Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang
disiapkan oleh para guru disekolah, ditunjukan agar peserta didik mampu untuk
berinteraksi terhadap lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara
khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang paling dominan
dan disarkan kepada kurikulum berbai kompetisi.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara memberi pemahaman kepadea orang tua siswa untuk


memahami anaknya yang ABK ?
2. Apakah harus di dalam sekolah inklusi memiliki beberapa guru
pedamping? Sedangkan guru yang berada di lingkungan tersebut sudah
memiliki ijazah PLB?
3. Apakah siswa normal yang ada di SDN Putraco tidak merasa terganggu
dengan keberadaan siswa ABK

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui faktor, jenis,
ciri-ciri, dan cara membantu anak berkebutuhan khusus, proses pembelajaran dan
kurikulum yang terdapat pada sekolah dari hasil kunjungan observasi.

2
Tujuan Khusus :
Meningkatkan wawasan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Menjabarkan pengertian berbagai kategori anak berkebutuhan khusus sesuai
dengan hasil kunjungan atau observasi.
Mengidentifikasi cirri-ciri berkebutuhan khusus sesuai kategorinya.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang kami harapkan dari penyusunan makalah ini yaitu
untuk dapat menambah pengetahuan bagi kami khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Selain itu dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat
memberikan informasi segala sesuatu dan betapa pentingnya bagi kehidupan.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A . Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang
dianggap mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal
umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya. Dalam
ilmu psikologi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mendidik
anak-anak berkebutuhan khusus. Dan dalam Islam pun ada prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dalam mendidik mereka agar tercapai tujuan dari pendidikan
agama Islam itu sendiri yakni membimbing menjadi muslim sejati, beriman teguh,
berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama, dan negara.
Banyak individu yang meskipun menjadi penyandang cacat bisa menjadi
penerang hidup bagi teman-teman berkebutuhan khusus lainnya. Secara kodrati
semua manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, tak terkecuali anak
berkebutuhan khusus. Salah satu diantaranya kebutuhan pendidikan. Dengan
terpenuhi kebutuhan akan pendidikan anak berkebutuhan khusus diharapkan bisa
mengurusi dirinya sendiri dan dapat melepaskan ketergantungan dengan orang
lain. Tertampungnya anak berkebutuhan khusus dalam lembaga pendidikan
semaksimal mungkin berarti sebagian dari kebutuhan mereka terpenuhi.
Diharapkan lewat pendidikan yang mereka dapatkan mampu memperluas
cakrawala pandangan hidupnya. Sehingga mampu berfikir secara kreatif, inovatif
dan produktif.

B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Adapun beberapa klasifikasi atau jenis anak dengan kebutuhan khusus
daintaranya yaitu :

1. Tunanetra
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,
berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi

4
pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.

2. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal
dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

3. Tunalaras
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain.

4. Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.

5. Tunagrahita atau down syndrome


Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami
hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata (IQ
dibawah 70) sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan
khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur 18 tahun.

6. Tuna grahita ini masih dibagi menjadi dua, yakni tuna grahita biasa dan tuna
grahita down sindrom atau down syndrome.
Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John
Longdon Down. Ciri-cirinya tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil,

5
hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan
mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama
dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama
kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal
dengan istilah yang sama.

7. Cerebral palsy
Gangguan / hambatan karena kerusakan otak (brain injury) sehingga
mempengaruhi pengendalian fungsi motorik

8. Gifted
Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas,
dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak
seusianya (anak normal)

9. Autistis atau autisme


Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

10. Asperger Disorder atau AD


Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak
autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial
dan tingkah lakunya. Bedanya, gangguan pada anak Asperger lebih ringan
dibandingkan anak autisme dan sering disebut dengan istilah High-fuctioning
autism.
Adapun hal-hal yang paling membedakan antara anak Autisme dan
Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya. Kemampuan bahasa bicara
anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme. Intonasi bicara anak
asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung murung dan
berbibicara hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa

6
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki
kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak
asperger biasanya ada pada great rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat
tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori.
Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama
latin.

11. Rett’s Disorder


Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori
ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami kemuduran
sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara
secara tiba-tiba. Koordinasi motorinya semakin memburuk dan dibarengi dengan
kemunduran dalam kemampuan sosialnya. Rett’s Disorder hampir keseluruhan
penderitanya adalah perempuan.

12. Attention deficit disorder with hyperactive atau ADHD


ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena
mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk
diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang
diberikan kepadanya. Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan
pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak
berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami kesulitan
mengeja atau menirukan ejaan huruf.

13. Lamban belajar atau slow learner


Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam
beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespons
rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan
yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh
waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas

7
akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.

14. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik


Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal
kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga
disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor
inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca
(disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung
(diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan
yang signifikan (berarti).

C. Program Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus


Adapun cara untuk membantu keluarga ABK yaitu salah satunya dengan
Program pengembangan pendidikan individual (PPI) untuk anak yang
berkebutuhan khusus dikembangkan dengan melalui berbagai proses atau tahap-
tahap pengembangan dan pelaksanaan program pengembangan pendidikan
individual, yaitu mencakup tahap: penjaringan dan identifikasi peserta didik yang
berkelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, melakukan
rujukan ke tim pendidikan khusus, melakukan pertemuan tim, malakukan
asesmen, melakukan pertemuan tim asesmen, menyusun program pendidikan
individual (PPI), melaksanakan program pendidikan individual, dan evaluasi
pelaksanaan program pendidikan individual

8
Pada tahap penjaringan dan identifikasi yang perlu dilakukan oleh semua satuan
pendidikan khusus ialah menemukan atau menjaring semua peserta didik yang
berkebutuhan khusus yang berhak memperoleh pendidika khusus. Program
penjaringan umumya menccakup program tes hasil belajar atau tes kelompok
yang lain, penyebaran angket kepada guru-guru untuk mengidentifikasi peserta
didik yang menunjukkan gejala-gejala yang bermasalah. Program kampanye
kepedulian bertujuan untuk memeberikan informasi kepada masyarakat tentang
tersedianya berbagai layanan kepada penyandang kalainan.

Survey juga dapat dilakukan untuk menjaring dan mengidentifikasi anak yang
berkebutuhan khusus dengan malakukan survey kepada tokoh masyarakat, dokter,
tenaga paramedis, dan pihak lainnya agar anak berkebutuhan khusus yang belum
terjangkau pendidikan dapat diidentifikasi. Tahap rujukan ke Tim Pendidikan
Khusus sebagai tahap pengembangan dan pelakasanaan program pendidikan
program pendidkan individual (PPI), dimaksudkan yaitu setiap peserta didik yang
diketahui menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirurjuk kepada Tim
Pendidikan Khusus. Masalah-masalah yang dialami oleh peserta didik sehingga
perlu dirujuk ialah karena peserta didik tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas
sekolah, kesulitan bergaul dengan teman, kemampuan membaca yang rendah,
tidak mampu memusatkan perhatian, prestasi belajar yang dicapai jauh dibawah
teman-teman sekelasnya, dank arena anak mengalami gangguan mobilitas karena
kondisi fisik , dan sebagainya.

Tahap pertemuan Tim Rujukan dalam pengembangan pelaksanaan program


pendidikan individual (PPI) bertujuan memeprtemukan semua tenaga profesi yang
pernah atau sedang menangani peserta didik yang dirurjuk sehingga informasi
tentang peserta didik yang bersnagkutan dapat diperoleh denan lengkap .
( Halaman 31)

9
Program pendidikan individual (PPI) yang telah disusun secara resmi lalu
dilaksanakan kepada peserta didik yang berkebutuhan dalam proses pembelajaran
dikelas. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program pendidikan
individual ini, maka perlu dilakuakn kegiatan evaluasi pelaksanaan program ini
secara teratur dan kontinyu.

D. Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Ynag Berkebutuhan Khusus

Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional


(UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah (1)
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajarn,
serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, pada Kurikulum 1994 diwujudkan dalam
Buku Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum, dan bahan pelajaran
pada Kurikulum 1994 diwujudkan dalam Buku Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pada
kurikkulum 1994 diwujudkan dalam Buku-buku Pedoman Pelaksana Kurikulum.

Setiap satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta


didiknya harus berpengangan pada kurikulum terbari yang berlaku, seperti
sekarang ini di tahun 2004 kurikulum yang berlaku adalah kurikulum berbasis
kompetensi (KBK). Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan khusus
untuk anak yang berkebutuhan khusus dewasa ini adalah juga harus mengacu
kepada kurikulum yang berbasis kompetensi yang disebut sebagai
“Kurikulum2004”. (Halaman 32)

10
Dalam penyelenggaraan pendidikan khusu yang berdasar kepada kurikulum
berbasis kompetensi tersebut hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik dari masing-masing jenis peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Selain itu, faktor pemilihan dan penentuan metode pembelajaran, dan hal lain
yang terkait dengan pembelajaran di sekolah oleh pihak guru, haruslah bermuara
kepada pencapaian targer kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut.

Satuan pendidikan tertentu yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sebagai


sistem pendidikan khusus yang akan diberlakukan secara nasional juga akan
menggunakan kurikulum yang berbasis kompetensi. Namun perlu diingat bahwa
pelaksanaan atas penerapan kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut harus
disesuaikan dengan kemampuan dan berkebutuhan khusus bagi peserta didik yang
berkebutuhan khusus di berbagai jenjang pendidikan, yaitu mulai dari jenjang
pendidikan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah-sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

Bentuk penyesuaian kurikulum terhadap kebutuhan peserta didik yang


berkebutuhan khusus ialah dapat dituangkan dalam Program Pengajaran
Individual atau Program Pendidikan Individualisme yang disingkat PPI. Program
Pendidikan Individual merupakan rencana pendidikan bagi seorang peserta didik
yang berkebutuhan khusus, Semua peserta didik yang berkebutuhan khusus, baik
yang berkelaina maupun yang memiliku potensi kecerdasan istimewa harus
dibuatkan program pendidikan individual. Program pendidikan individual
haruslah merupakan program pembelajaran yang dinamis yang berarti sensitif
terhadap berbagai perubahan kemajuan peserta didik yang disusun oleh sebuah

11
tim dari berbagai profesi dan kelainan yang terkait dengan kebutuhan pendidikan
anak yang berkebutuhan khusus. (Halaman 33)

Ada bebrapa hal ynag perlu diperhatikan oleh pihak guru dan pihak terkait lainnya
sebelum marancang dan menyusun program pendidikan atau pengajaran
individual (PPI), yaitu perlu dipahami tentang: (1) pengertian peserta didik yang
berkelainan dan atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa, karakteristik, dan (3) tingkat kecerdasan peserta didik yang
berkebutuhan khusus (Direktorat PLB Ditjendikdasmen Depdiknas, 2003).

Peserta didik yang berkelainan (sekarang disebut sebagai peserta didik yang
berkebutuhan khusus) adalah peserta didik yang secara signifikan mengalami
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena mengalami kelainan fisik,
mental, intelektual, emosional, atau sosial, sehingga mereka memerlukan layanan
pendidikan yang bersifat khusus. Peserta didik dapat diajar dan dididik di sekolah-
sekolah luar biasa dan di sekolah-sekolah biasa yang menerapkan sistem
pendidikan inklusi.

Untuk keperluan pendidikan inklusi (sistem pendidika untuk anak luat biasa yang
diselenggrakan di sekolah biasa bersama dengan anak normal yang diajar oleh
guru sekolah biasa dengan kerjasama dengan guru pembimbing khusus), maka
peserta didik yang termasuk berkelainan dan berkebutuhan khusus ialah peserta
didik yang mengalami tunanetra atau gangguan penglihatan, tunarungu atau
gangguan pendengaran, tunawicara atau gangguan komunikasi, tunagrahita atau
gangguan kecerdasan, tunadaksa atau gangguan fisik dan kesehatan, tunalaras atau
gangguan emosi dan perilaku, anak yang berkesulitan belajar, anak yang lamban
belajar, anak autistik, anak dengan gangguan motorik, anak yang korban
penyalahgunaan narkoba, dan gabungan dari dua atau lebih jenis-jenis ank

12
berkelainan di atas (Direktorat PLB Ditjendikdasamen Depdiknas, 2003).
(Halaman 34)

Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat yang istimewa yang
memerlukan pendidikan khusus ialah meliputi: (1) peserta didik dengan
kecerdasan luar biasa, (2) Pesrta didik dengan kreativitas yang luar biasa, (3)
peserta didik dengan bakat seni atau olahraga yang luar biasa, dan (4) gabungan
dari dua atau lebih jenis-jenis di atas. Setiap peserta didik yang berkebutuhan
khusus yang memiliki kelaiana ataupun yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat yang istimewa memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan karakteristik ini juga
menggambarkan adanya perbedaan kabutuhan layanan pendidikan bagi setiap
peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Tim pengembang program pendidikan atau pengajaran individual (PPI) terlebuh


dahulu erlu mengetahui tentang kebutuhan khusus setiap peserta didik yang
berkebutuhan khusus tersebut, baik yang berkaitan dengan kemampuan maupun
ketidakmampuan peserta didik yang berkebutuhan khusus tersebut individual.
Untuk keperluan pengembangan program pendidikan untuk peserta didik yang
berkebutuhan khusus, kebutuhan khusus peserta didik perlu diidentifikasi terlebih
dahulu malalui pengenalan karakteristik yang menonjol.

Identifikasi karakteristik dan cara mengidentifikasi kebutuhan khusus setiap


peserta didik yang berkelainan (sekarang disebut peserta didik yang berkebutuhan
khusus) dan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
perlu diketahui oleh para calon guru dan guru pendidikan khusus dan pihak yang

13
terkait dengan progaram pengajaran individual untuk peserta didik yang
berkebutuhan khusus.

Tingkat kecerdasan dari peserta didik yang berkebutuhan khusu sebagai salah satu
faktor yang perlu diperhatikan sebelum merancang dan menyusun program
pendidikan individual, harus benar-benar diketahui dan dipahami oleh para
pengembangan program pendidikan individual. Dari segi tingkat kecerdasan
peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan khusus melalui layanan
program pendidikan individual, maka peserta didik yang berkebutuhan khusus
tersebut dikelompokan menjadi tiga kelompok tingkatan kecerdasan, yaitu peserta
didik yang berkecerdasan di bawah normal atau rata-rata, peserta didik yang
berkecerdasan normal atau rata-rata, dan peserta didik yang berkecerdasan di atas
normal atau di atas rata-rata.

Pada uraian terlebih dahulu telah dijelaskan tentang perlunya guru dan pihak lain
yang terkait dengan proses pembelajaran guru dan pihak lain yang terkait dengan
proses pembelajaran dan pendidikan peserta didik yang berkebutuhan khusus
untuk memeperhatikan kurikulum pendidikan untuk mereka. Dengan mengacuk
kepada tujuan kurikulum, maka seorang guru akan dapat mengembangkan
program pendidikan individual (PPI) yang sesuai dengan kebutuhan, karakteristik,
dan batas kemampuan yang dimiliki. (Halaman 35)

14
Cara membantu kluarga abk
Model bimbingan kepada pesrtadidik berkebutuhan khusus, seyogyanya
difokuskan dahulu terhadap prilaku non adaptif atau prilaku menyimpang sebelum
mereka melakukan kegiatan kegiatan program kegiatan belajar individual
bimbingan semacam ini dapat diterapkan didalam pengkondisian lingkungan yang
dapat mencapai perkembangan optimal dalam upaya pengembangan prilaku-
prilaku sesui dengan tugas-tugas perkembangnnya.

15
Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah 1.
Penakut seperti pada takut pada binatang, gelap, dan lain-lain. 2. Perilaku agresif,
yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang cenderung melukai anak lain. 3.
Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri. Belakangan ini, sering juga terdengar
istilah anak dengan budaya autisme.

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus


yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah
anak yang secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-
intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
Mengapa bekerja sama dengan orang tua?
Bagi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus (ABK), sangat sulit untuk
memahami kondisi anak dan mereka berusaha keras untuk mencari cara terbaik
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan pada anak mereka. Kita (Pendidik) harus
benar-benar memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki orang tua tentang kondisi
anaknya. Sehingga pengetahuan yang dimiliki orang tua sebagai langkah untuk
membangun partisipasi orang tua dan pendidik dalam pelaksanaan pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Hal yang perlu diperhatikan ketika membantu orang tua dengan anak
berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka adalah individu yang berbeda-beda
dan harus diperlakukan dengan berbeda pula.
Semakin kita mengenal orang tua semakin kita mengerti hal-hal yang mereka
katakan dan lakukan, begitu pula sebaliknya. Kesalahpahaman bisa diatasi dengan
mempertimbangkan dan menghargai pandangan orang tua. Untuk
mempertimbangkan dan menghargai pandangan orang tua tersebut ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya.

16
Faktor-faktor yang perlu Dipertimbangkan ketika Bekerja sama dengan Orang tua
dan Keluarga
1. Susunan dan Aturan Keluarga
Susunan dan aturan keluarga memegang peranan penting dalam menentukan
kemampuan orang tua untuk bekerja sama dengan kita. Beberapa orang tua
memiliki keluarga besar yang bisa memberikan berbagai macam dukungan.
Sementara itu, ada juga orang tua yang membesarkan anaknya sendiri dengan
sedikit dukungan dari keluarga.
2. Keterbatasan Keuangan
Ada dampak keuangan besar dan kompleks menyangkut urusan anak
berkebutuhan khusus (ABK). Untuk itu perlu adanya keterbukaan antara orang tua
dan kita untuk membicarakan keadaan keuangan dalam keluarga sehingga adanya
keterbukaan memperkecil kesalahpahaman.
3. Pengalaman Hidup Berdampak pada Kesehatan dan Pendidikan
Pengalaman hidup orang tua akan berdampak terhadap sikap pelayanan
pendidikan dan kesehatan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Beberapa
dari orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki pengalaman pelayan
pendidikan dan kesehatan yang kurang baik sehingga mereka merasa asing dan
kurang memahami dengan sistem yang ada, kita sebagai pendidik perlu
memahami itu semua.
4. Tingkat Kepercayaan dan Keterampilan Sosial
Beberapa orang tua mungkin ada yang kurang percaya diri ketika berbicara
dengan pendidik. Mungkin juga mereka kurang memiliki keterampilan sosial
sehingga susah bergaul atau membina suatu hubungan. Tugas seorang pendidik
adalah berusaha keras untuk bisa membangun kepercayaan dan keterampilan
sosial dengan orang tua.
5. Tuntutan Budaya dan Bahasa
Persoalan budaya dan bahasa juga mempengaruhi cara orang tua mengatasi anak
berkebutuhan khusus (ABK) dan cara berhubungan dengan pengajar. Hal ini dapat
mempengaruhi orang tua dan anak berkebutuhan khusus dalam memahami

17
penjeasan dari kita (pendidik), sehingga pendidik harus mampu untuk
menyikapinya.
6. Persiapan Perawatan Anak
Orang tua sering merasa diasingkan mengenai kondisi anaknya, seolah-olah
oarang tua tidak mampu untuk merawat anaknya. Sikap ini berdampak pada orang
tua merasa direndahkan dan diasingkan oleh lingkungannya. Untuk itu
pengetahuan tentang perawatan pada anak bekebutuhan khusus mutlak diketahui
oleh orang tua.
Ketika menangani anak berkebutuhan khusus disarankan adanya pertemuan
teratur untuk berbagi informasi dan memberikan saran sesuai dengan situasi yang
ada.
Bekerja sama dengan orang tua dengan anak berkebutuhan khusus (ABK), selain
menjadi tantangan sendiri bagi pendidik juga merupakan tuntutan pengembangan
kemampuan profesional.
Membantu anak dan orang tua melewati masa-masa sulit akan terbentuknya ikatan
yang erat antara pendidik dengan orang tua dan anak.
Dengan memperhatikan kerahasiaan dan kebutuhan informasi sekaligus
membangun tingkat kepercayaan orang tua terhadap pendidik.
Selamat mencoba dan semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka :
DfES (2003) Together from the Start. London: DfES
DfES (2004) Early Support: Professional Guidance. London:DfES.
Hoffman, M.L. (1987) Empaty and its Development. Cambridge: Cambridge
University Press.

18

Anda mungkin juga menyukai