Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian merupakan salah satu siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap

orang. Pada orang yang meninggal, kematian berarti hilangnya berbagai hak dan

kewajiban sosial serta hukum yang tadinya dimiliki oleh yang

bersangkutan.1 Secara medis, kematian merupakan suatu proses dimana fungsi

dan metabolisme sel organ-organ internal tubuh terhenti. Dikenal beberapa istilah

kematian, yaitu mati somatis, mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak.

Perubahan pada tubuh dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit

kemudian. Tanda-tanda kematian dibagi atas tanda kematian pasti dan tidak pasti.

Tanda kematian tidak pasti adalah penafasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit

pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina mengalami

segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian adalah

lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh

(algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera. Dalam proses

pembusukan terjadi dua proses yaitu autolisis dan dekomposisi putrefactive.2

Dekomposisi atau pembusukan merupakan suatu keadaan dimana bahan-

bahan organik tubuh mengalami penghancuran yang disebabkan oleh karena

proses autolisis maupun karena aktivitas bakteri. Dekomposisi tubuh manusia

mulai terjadi sekitar empat menit setelah kematian. Dekomposisi terbagi menjadi

1
2 proses yaitu dekomposisi putrefactive dan autolisis. Dekomposisi putrefactive

adalah proses penghancuran jaringan lunak yang disebabkan oleh aktivitas

mikroorganisme (bakteri, fungi dan protozoa). Bakteri merupakan

mikroorganisme yang paling berperan dalam putrefactive terutama jenis bakteri

anaerob yang memproduksi spora, bakteri yang berbentuk coliform, mikrokokus,

dan golongan proteus. Salah satu spesies yang paling sering dikaitkan dalam

proses putrefactive adalah klostridium welchii.8 Selain bakteri ini terdapat jenis

bakteri pengurai lain yang mampu mendekomposisi organisme yang telah mati,

yang termasuk dalam organisme saprofit, yaitu proteus dan clostridium.

Kelompok mikroorganisme ini menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa

organik lain menjadi CO2, gas amoniak dan senyawa-senyawa yang lebih

sederhana.14 Autolisis merupakan proses perlunakan dan pencairan jaringan

tubuh yang terjadi dalam kondisi steril dan tidak terdapat keterlibatan dari bakteri.

Autolisis terjadi akibat proses enzimatik dari sel tubuh sendiri. Setelah terjadi

kematian maka bakteri yang normal berada dalam tubuh akan menginvasi ke

jaringan tubuh, dimana darah adalah medium yang paling baik untuk

pertumbuhan bakteri tersebut.8

Secara medis penyebab kematian dapat terjadi akibat penyakit, tua,

kekerasan (rudapaksa) atau keracunan. Dilihat dari caranya, kematian dapat di

bagi menjadi kematian wajar dan kematian tidak wajar. Kematian wajar adalah

kematian yang terjadi akibat ketuaan atau penyakit. Kematian tidak wajar adalah

2
kematian yang terjadi akibat suatu peristiwa pembunuhan, bunuh diri, serta

kecelakaan.1

Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya

serangkaian pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya

jenazah tersebut dikubur atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan

tersebut adalah pemeriksaan jenazah, penerbitan surat keterangan kematian

(formulir A), autopsi dan pembuatan visum et repertum, serta pengawetan

jenazah.1

Pada prinsipnya pengawetan jenazah adalah suatu tindakan medis

melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat

pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan

kondisi sewaktu hidup.1

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses embalming di Indonesia?

2. Bagaimana sudut medikolegal (etika, hukum dan agama) dari embalming?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses embalming di Indonesia

2. Untuk mengetahui sudut medikolegal (etika, hukum dan agama) dari

embalming

3
D. Manfaat

1. Manfaat Praktis

Memberi gambaran umum mengenai proses embalming di Indonesia

2. Manfaat Teknis

Referat ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan di bidan kesehatan khususnya mengenai

embalming (pengawetan jenazah) dan menjadi bahan rujukan bagi penulis

selanjutnya.

3. Manfaat bagi Penulis

Dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan,

terutama yang berhubungan dengan embalming (pengawetan jenazah)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Embalming (pengawetan jenazah) menurut The International Conference of

Funeral Service Examining Boards adalah suatu proses dimana dilakukan

pemberian bahan-bahan kimiawi (penanganan kimiawi) pada tubuh orang mati

untuk mengurangi munculnya dan berkembangnya mikroorganisme, untuk

sementara menghambat dekomposisi organik, dan untuk mengembalikan tubuh

orang mati pada posisi fisik yang dapat diterima. 3 Pengawetan jenazah dapat

dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar

pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau

autopsi selesai dilakukan.1

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan adanya penundaan

penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia

yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk, mengeluarkan

bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan

sekitarnya. Jenazah perlu dibawa ke tempat lain. Untuk dapat mengangkut

jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut

aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama

proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya

dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa

5
jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu

sertifikat pengawetan.1

Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer

adalah seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara

jenazah dengan suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik, desinfektan atau cairan

pengawet, mempersiapkan jenazah untuk transportasi dalam kasus dimana

kematian disebabkan oleh penyakit menular atau infeksi sehingga tubuh jenazah

dapat dipertahankan dalam kurun waktu tertentu.3

B. Sejarah Embalming Manusia

Mesir dianggap sebagai tanah tempat embalming dimulai. Selama periode

dari 6000 SM hingga 600 AD, sekitar 400.000.000 mayat dimumikan.

Embalming di Mesir dilakukan karena dua alasan: (1) Agama (2) Sanitasi. (1)

Agama: Sejarawan Yunani Herodotus berpendapat bahwa orang Mesir adalah

orang pertama yang percaya pada keabadian jiwa. Mereka percaya bahwa jiwa

tidak akan pernah sepenuhnya meninggalkan tubuh selama tubuh itu tetap utuh.

Embalming adalah untuk tujuan melestarikan tubuh sehingga jiwa dapat kembali

ke sana setelah selesainya "lingkaran kebutuhan.". "Lingkaran kebutuhan" ini

adalah perjalanan 3.000 tahun, jiwa harus dibuat sebelum dapat kembali ke tubuh.

Pada saat itu, seluruh manusia akan bangkit dari kematian dan hidup bersama

para dewa selamanya. (2) Sanitasi: Penulis Cassius, berpendapat bahwa

embalming dikembangkan untuk memberikan solusi terhadap masalah mencoba

6
menguburkan orang mati di lembah Sungai Nil yang akan sering dibanjiri air.

Orang-orang Mesir rupanya juga mencatat bahwa kondisi tidak bersih ini

menyebabkan lebih banyak kematian.4

Para embalming Mesir adalah anggota imamat. Beberapa percaya bahwa

metode embalming mereka adalah "seni yang hilang" tetapi sebenarnya itu agak

kasar dan bukannya hilang, terkenal dan didokumentasikan. Sebagian besar

kesuksesan mereka tidak diragukan lagi karena iklim panas yang kering. Mayat

dihancurkan oleh aksi bakteri. Panas dan kurangnya kelembaban adalah musuh

alami untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri. Orang Mesir

mempraktekkan tiga metode embalming berdasarkan kekayaan individu. Metode

yang paling mahal terdiri dari 5 langkah, yaitu:4

(1) Langkah 1: Pengangkatan otak. Tengkorak itu kemudian dikemas ulang

dengan resin.

(2) Langkah 2: Pengeluaran isi. Organ-organ internal dikeluarkan melalui sayatan

perut. Organ-organ itu dicuci dan dicampur dengan resin dan rempah-rempah

dan dikembalikan ke tubuh atau ditempatkan dalam vas penguburan yang

terpisah yang disebut guci kanopi.

(3) Langkah 3: Perendaman. Tubuh direndam dalam natron (garam natrium).

Tindakan kaustik larutan (garam natrium) akan menyebabkan kuku dan kuku

jari kaki dihilangkan. Perendaman ini berlangsung selama 20-70 hari.

7
(4) Langkah 4: Dehidrasi. Tubuh dibersihkan, diluruskan dan dibiarkan

mengalami dehidrasi di bawah sinar matahari.

(5) Langkah 5: Membungkus. sekitar 1.200 yard dari perban 3 1/4 inci digunakan

untuk membungkus tubuh. Getah atau lem menyatukan kain dan membantu

memasangnya di seluruh tubuh saat masih lembab. Tubuh itu kemudian

ditempatkan di sebuah sarkofagus dan dikembalikan ke keluarga.4

C. Tujuan Embalming

Embalming telah lazim dilakukan di banyak kebudayaan untuk berbagai

tujuan seperti (1) Kepercayaan, bahwa pengawetan mayat dapat menjaga jiwa

setelah kematian, seperti yang terjadi di Mesir dan untuk budaya lain misalnya,

Peru di mana iklimnya juga sesuai untuk terjadinya mumifikasi. Sedangkan di

Belanda, tidak diperbolehkan proses embalming kecuali dalam hal transportasi

internasional mayat dan dalam kasus anggota keluarga kerajaan.5 (2)

Mempertahankan keadaan jenazah tetap menyerupai keadaan sewaktu hidup

Proses embalming yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan atau kewajiban

keluarga terhadap jenazah, seperti tetap mempertahankan kesegaran jenazah,

jenazah tidak berbau busuk, lentur dan tidak kaku.1 Untuk itu diperlukan suatu

proses embalming dengan metode tertentu dengan menghilangkan hal-hal yang

tidak diinginkan dengan metode embalming modern.1,5 Alasan seseorang juga

melakukan embalming adalah untuk menjaga keutuhan jasad mayat secara

sementara dan mencegah terjadinya pembusukan sehingga jasad tersebut dapat

8
terlihat secara utuh. (3) Embalming juga dilakukan demi keperluan studi anatomi

dan penelitian untuk sistem vascular dengan vasografi, kinematika sendi dan

pemeriksaan histologis lainnya.5

D. Metode Embalming Pada Manusia

1. Tradisional

a. Mumifikasi

Orang Mesir mengembangkan proses ini dizaman kuno6 dengan

menghilangkan kelembaban, yang dimana dapat menghilangkan element

pembusukan.4 Mumifikasi terjadi pada kondisi kering, baik hangat atau

dingin.7,8 Kulit menjadi keras dan kasar, berubah dari kuning kecoklatan

menjadi hitam. Kulit kering dapat menyusut dan berkerut.2,7 Pencabutan

ujung jari mumi membuat kuku tampak lebih panjang, inilah yang

menjadi mitos bahwa rambut dan kuku terus tumbuh setelah kematian. 7

Hal ini paling sering terlihat pada lingkungan yang hangat atau panas, 2

seperti mumifikasi spontan mayat yang terkubur di pasir di Mesir8 karena

tubuh mengalami dehidrasi dan proliferasi bakteri yang minimal. 2

Mumifikasi tidak mempengaruhi seluruh tubuh, beberapa bagian tubuh

dapat menunjukkan dekomposisi pembusukan normal, skeletalisasi atau

pembentukan adipocere, tergantung pada kondisinya.8

Tahap mumifikasi adalah sebagai berikut: (1) otak dan organ-organ

internal dikeluarkan dan ditempatkan dalam botol kanopi; (2) Jantung

9
tetap diletakkan dalam tubuh karena orang Mesir Kuno percaya bahwa

jantung mengendalikan semua pikiran, ingatan dan kecerdasan; (3) Tubuh

ditutupi zat asin yang disebut Natron lalu dibiarkan kering selama 40 hari;

(4) Tubuh kemudian diisi dengan serbuk kayu untuk mengurangi

penampilan lemas dan tidak bernyawa; (5) tubuh kemudian dimandikan

dengan anggur dan rempah-rempah, dibungkus dengan menggunakan

linen dan dibiarkan selama 30 hari; (6) setelah tahap mumifikasi selesai,

mayat tersebut ditempatkan pada wadah mumi (mummy case) kemudian

pada peti mati dan kemudian di sarcophagus dan dapat dikembalikan pada

keluarga.4,18

Gambar 1. Tubuh yang mengalami mumifikasi4

Gambar 2. Tubuh seorang wanita dilakukan embalming sebelum dikubur.


Tubuh digali setelah beberapa bulan. Proses embalming tidak mencegah
pertumbuhan jamur, yang sebenarnya menutupi wajah dan leher.7

10
Gambar 3. Ekstremitas dapat mengalami mummifikasi lebih dini
tergantung pada interval postmortem.7
b. Preservation pada kondisi dingin atau es

Pengawetan ini disebaban oleh keadaan alam dimana tubuh mayat

disimpan di atmosphere yang sangat dingin seperti di dataran tinggi Peru

dan Incas di South America.4

c. Plastinasi (Mumifikasi Modern)

Tren terbaru dalam pengawetan mayat yaitu pengawetan dengan cara

yang dikenal dengan “Plastinasi”. Plastinasi adalah teknik untuk menjaga

tubuh atau bagian tubuh agar tetap awet dengan menggantikan komponen

air dan lemak pada tubuh atau organ mahluk hidup dengan menempelkan

material sintesis seperti curable polymers sehingga menghasilkan

specimen yang bisa disentuh, tidak berbau atau busuk, dan bahkan

mempertahankan sifat sebagian besar sampel asli. Plastinasi diciptakan

oleh ahli anatomi Jerman Gunther Von Hagens pada tahun 1977, dan ia

kemudian mendirikan Institut Plastination di Heidelberg pada tahun

11
1993.15

Plastinasi digunakan dalam bidang biologi dan kedokteran untuk

mengawetkan mayat atau specimen lain dengan berbagai bidang

potongan, yaitu membujur dan melintang melewati organ-organ tubuh.

Setiap organ bahkan hingga jaringan saraf dapat diawetkan dengan

plastinasi. Tubuh dibedah dengan irisan melintang dan membujur dengan

memperlihatkan sebagian kulit yang dibuang, sehingga terlihat jaringan

otot.15

Terdapat empat tahap proses plastination: Fixation, Dehydration,

Forced Impregnantion in a vacuum, dan Hardening. Air dan jaringan

lemak diganti dengan curable polymers. Curable polymers yang

digunakan dalam proses plastinasi termasuk silicone, epoxy dan

polyester-copolymer.4 Adapun proses plastinasi adalah sebagai berikut:4,15

(1) Fixation menggunakan formaldehyde sebagai larutan dasar yang

mampu mencegah pembusukan dari jaringan dan kadang

meningkatkan kekakuan. Proses fiksasi ini dilakukan setelah melalui

proses pembedahan untuk mengambil potongan organ yang

dibutuhkan.

(2) Dehydration yaitu merendam keseluruhan tubuh atau organ yang

sudah difiksasi ke dalam larutan aceton. Dalam keadaan membeku,

aceton dapat menarik air dari dalam sel.

12
(3) Forced Impregnantion in a vacuum (Tekanan impregnasi), spesimen

kemudian diletakkan kedalam bak larutan polimer, seperti silicone,

polyester atau epoxy resin. Dengan menciptakan ruang hampa, aceton

dibuat mendidih hingga ke temperatur yang rendah, aceton menguap

dan meninggalkan sel, cairan polimer masuk menggantikan aseton ke

dalam sel sehingga membuat sel terisi cairan mirip plastik.

(4) Hardening (Pengerasan) Plastik harus di paparkan dengan gas, panas,

atau sinar ultraviolet, untuk mengeraskannya.

Gambar 4. Spesimen hasil plastinasi16

13
Gambar 5. Plastinasi pada Jantung17

Adapun keuntungan dari plastinasi adalah (1) tidak berbahaya, tidak

menular, dan tidak memancarkan asap atau cairan; (2) membantu

persiapan bahan langka atau yang secara historis penting untuk tampilan

museum; (3) membantu persiapan organ wajah yang diambil dengan

operasi (hidung dan telinga) untuk digunakan sebagai pengganti prostetik

mereka sendiri; (4) membantu persiapan sampel jaringan untuk digunakan

sebagai bukti; (5) mereka dapat disimpan dalam kantong plastik

sederhana, bersama dengan kredensial yang sesuai; (6) membantu dalam

konservasi organisme seperti parasit, serangga, ular atau tanaman untuk

penggunaan instruksional; (7) spesimen plastinasi membutuhkan sedikit

penyimpanan dan tidak ada pemeliharaan. Dengan demikian waktu yang

dihemat dapat bermanfaat diarahkan untuk meningkatkan koleksi daripada

hanya mempertahankannya.

Sedangkan kerugian plastinasi adalah (1) Prosedur ini sangat

sensitive terhadap teknik pengerjaan dan memakan waktu sehingga

membutuhkan ahli patologi yang berdedikasi; (2) Sebagai pemula dalam

membuat metode ini, harus melakukan “trial and error” untuk mencapai

14
hasil yang diinginkan sehingga menyebabkan konsumsi/pemborosan

spesimen langka yang tidak biasa; (3) Agak lebih mahal dan

membutuhkan lebih banyak peralatan daripada metode laboratorium

konvensional; (4) proses ini membutuhkan banyak tahap seperti

pemangkasan, pemolesan, pewarnaan, dan pemasangan untuk

mendapatkan tampilan spesimen yang baik; (5) mempelajari anatomi

hanya pada spesimen plastinasi dapat dikompromi karena batasannya

dalam hal pengalaman sentuhan dan emosional yang disediakan oleh

mayat basah; (6) memiliki aplikasi terbatas dalam patologi oral, karena

teknik ini lebih cocok untuk spesimen besar.17

2. Modern

a. Definisi Embalming Modern5

Metode modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi dan

pelestarian tubuh yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang

untuk menghambat dekomposisi jaringan untuk periode waktu yang

diperlukan sebagaimana yang diinginkan oleh keluarga agar jenazah

berada dalam kondisi yang baik.5 Embalming modern telah terbukti

mampu menjaga tubuh utuh selama beberapa decade tanpa mengalami

pembusukan dan autolisis.6 Teknik embalming modern bukanlah hasil dari

seorang praktisi, melainkan akumulasi penelitian, percobaan, trial and

error, dan penemuan selama beberapa dekade, bahkan berabad-abad.5

15
Embalming merupakan sebuah "fiksasi" kimia protein sel. Secara

prinsip formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan Albumin.

Formaldehid larut dalam sel dan mengkonversinya menjadi untuk

albuminoids atau gel, saat yang sama, bakteri dihancurkan, sehingga

menghentikan atau setidaknya menunda dekomposisi pada jenazah.

Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang

membawa bakteri dan jamur yang pada akhirnya dapat menghancurkan

tubuh dengan terpapar udara dan kelembaban yang cukup untuk

mendukung hadir pertumbuhan bakteri dan jamur.

Embalming modern dilakukan dengan menggunakan cairan

embalming yang bersifat disinfektan dan pengawet. Cairan embalming

disuntikkan ke dalam sistem peredaran darah tubuh dengan pompa listrik,

sementara darah dikeluarkan dari tubuh dan dibuang. Sehingga posisi

darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan cairan pengawet.

b. Tujuan Embalming Modern5

Ada tiga alasan mengapa dilakukannya modern embalming, yaitu:

1) Desinfeksi

Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun

sebagian besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki

kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam

jaringan mati. Orang yang datang dan kontak langsung dengan tubuh

16
jenazah yang tidak embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan

menjadi lalat atau agen lain mentransfer patogen untuk manusia dan

menginfeksi mereka.

2) Pelestarian

Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi

jenazah, sehingga jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau

hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya.

3) Restorasi

Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah

kembali seperti masih hidup.

c. Proses pada embalming modern5


1) Arterial embalming
Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam

pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah

dikeluarkan dari vena jugularis. Bahan kimia disuntikkan melalui

pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pijatan

embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari

cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain

dapat digunakan, yaitu iliaka atau arteri femoralis, pembuluh subklavia

atau aksila.
Adapun proses arterial embalming adalah sebagai berikut:3,5,10

a) Tubuh ditempatkan dalam posisi yang tepat di meja embalming

dengan tangan diletakkan di atas perut

17
b) Tubuh dicuci dan didesinfeksi

c) Wajah dicukur diperlukan

d) Mata tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan disk plastik kecil

melengkung disebut "mata topi" ditempatkan di bawah kelopak

mata. Perforasi dalam membantu memegang tutup kelopak mata

di tempat

e) Mulut tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan menempatkan

sebuah "taktik" yang dirancang khusus di rahang atas dan bawah.

Taktik masing-masing memiliki kawat halus terpasang. Dengan

memutar dua kabel bersama-sama, rahang demikian tertutup dan

bibir diatur pada garis bibir alami menggunakan krim untuk

mempertahankan posisi yang tepat dan untuk mencegah dehidrasi

f) Larutan embalming disiapkan. Mesin embalming modern yang

terdiri dari suatu reservoir galon 2-3 dan pompa listrik. Sebuah

solusi sekitar 8 ons cairan untuk 1 galon air siap.

g) Sebuah insisi dibuat di atas arteri karotid (di mana leher memenuhi

bahu) atau melalui arteri femoralis (di leg di pangkal paha). Arteri

dan vena terletak dan terisolasi.

h) Sebuah tabung yang melekat pada mesin dimasukkan ke dalam

arteri. Sebuah tabung sedikit lebih besar ditempatkan ke dalam

18
vena yang menyertainya. Tabung ini melekat pada selang ke

sistem saluran pembuangan.

i) Cairan disuntikkan ke dalam arteri di bawah tekanan oleh mesin

embalming. Seperti darah digantikan oleh cairan masuk, itu

dipaksa keluar dari tabung vena dan dibuang. Tekanan cairan

embalming pasukan ke kapiler dan akhirnya ke sel-sel tubuh.

Setelah sekitar 3 galon larutan yang disuntikkan ke dalam tubuh,

darah telah menipis dan cairan datang melalui tabung vena

sebagian besar embalming cairan.

j) Tabung dihapus dan sayatan dijahit.

k) Rongga perut diobati dengan menggunakan tabung hampa disebut

trokar yang digunakan untuk aspirasi gas dan isi cairan di bawah

hisap. Sebuah kimia pengawet diperkenalkan.

l) Tubuh kemudian dicuci dan krim ditempatkan pada tangan dan

wajah untuk mencegah dehidrasi.

m) Rambut dikeramas dan kuku jari dibersihkan.

n) Tubuh ditutupi dengan selembar menunggu penempatan di peti

mati.

o) Kosmetik yang kemudian diterapkan untuk menggantikan warna

alami dihapus oleh proses embalming, banyak yang diciptakan

oleh kapiler darah di wajah yang tidak lagi hadir. Dalam kasus

19
wanita, kosmetik yang digunakan saat masih hidup juga dapat

digunakan kembali. Rambut disisir atau set.

2) Cavity embalming
Hisap cairan rongga tubuh mayat dan injeksi bahan kimia ke dalam

rongga tubuh, menggunakan aspirator dan trocar. Embalmer membuat

sayatan kecil tepat di atas pusar dan mendorong trocar di rongga dada

dan perut untuk menusuk organ berongga dan aspirasi cairannya.

Kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia yang mengandung

formaldehid terkonsentrasi.
3) Hypodermic embalming
Hypodermic embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi

bahan kimia pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum

dan suntik hipodermik yang biasanya digunakan pada kasus dimana

area yang tidak memiliki aliran arterial yang baik setelah dilakukan

injeksi arteri.

4) Surface embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan

bahan kimia pengawet untuk mengawetkan area langsung pada

permukaan kulit dan area superfisial lainnya dan juga area yang rusak,

seperti pada kecelakaan lalu lintas, penbusukan, pertumbuhan kanker,

atau donor kulit.

d. Manfaat embalming modern

1) Wangi

20
Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan

juga untuk mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran

beberapa zat kimia, seperti campuran formaldehid dengan deodorant

dan juga pemberian aroma terapi.

2) Rigor Mortis negative

Rigor mortis terjadi karena serabut otot mengandung Actin dan

Myosin yang mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksi dengan

adanya suatu konsentrasi dari ATP dan kalium chlorida. Kelenturan

dapat dipertahankan karena adanya metabolisme sel yang

menghasilkan energi. Energi ini untuk mengubah ADP menjadi ATP.

Selama ATP masih ada serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila

cadangan glikogen habis maka energi tidak terbentuk sehingga aktin

dan miosin otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku

sehingga terjadi suatu rigiditas. Perubahan-perubahan kimia juga

terjadi di dalam otot-otot pada waktu yang sama seperti meningkatnya

asam laktat akibat proses glikogenolisis secara anaerob, perubahan pH

jaringan dan lain-lain.

Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan

berlangsung selama 36-72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi

proses embalming. Oleh karena itu, rigor mortis harus dihilangkan

terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau merubah keadaannya

21
menjadi alkali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan

senyawa berupa amonia. Dengan pemberian amonia, asam laktat akan

ternetralisir sehingga serat otot akan kembali dapat berkontraksi dan

proses pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses

embalming dapat dilakukan.

3) Hiperemis atau tidak pucat

Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan

campuran formaldehid dengan lanolin atau humektan.

E. Peralatan, Instrumen dan Persediaan Embalming

Berbagai macam peralatan dan instrumen digunakan oleh embalmer profesional,

bersama dengan sejumlah persediaan untuk membantu mengatur fitur dan

mencegah kebocoran, antara lain:3

1. Peralatan

a. Body Boards “Papan tubuh” digunakan untuk membantu pergerakan

tubuh. Papan ini berbentuk ramping dan dapat dengan mudah meluncur di

bawah tubuh untuk membantu memindahkan tubuh dari satu meja atau

dipan lain.

b. Body lifts adalah metode lain yang digunakan untuk memindahkan tubuh

dari satu tempat ke tempat lain. Dapat berupa hydraulic atau elektrik.

Body lift ini dapat memindahkan tubuh dari meja ke peti mati, atau meja

ke wadah pengiriman, atau bahkan meja ke meja. Jika alat pengangkat

22
tersedia, alat itu harus digunakan untuk menghindari cedera pada

embalmer.

c. Coolers Pendingin dapat secara drastis memiliki ukuran dan gaya yang

bervariasi. Banyak unit pendingin dibuat khusus untuk ruang yang

tersedia. Suhu pendinginan harus berkisar antara 2-50C. Pendingin harus

memiliki kapasitas untuk dikunci, dan memiliki log terperinci.

Gambar 4. Cooler dengan kunci individu pada 9 tubuh mayat3


d. The injection apparatus. Alat injeksi digunakan untuk menyuntikkan

arterial solution ke dalam tubuh selama proses embalming.

e. Historical methods termasuk bulb syringe, gravity injection, combination

gravity and bulb syringe, hand pump dan air pressure machine. Gravity

injection menggunakan gravitasi untuk menciptakan tekanan yang

diperlukan untuk memasukkan arterial solution ke dalam tubuh. Hand

pump memiliki satu selang untuk menciptakan tekanan dan satu selang

untuk membuat ruang hampa. Gravity injection masih digunakan dalam

beberapa embalming anatomi, dan salah satu metode di atas dapat

23
dipertimbangkan untuk digunakan karena pemadaman listrik akan

menyebabkan kerusakan pada peralatan injeksi.

Saat ini, peralatan injeksi yang paling umum digunakan adalah embalming

machine atau centrifugal pump. Sebagian besar centrifugal pump

embalming machine berisi tangki besar untuk menampung larutan yang

digunakan untuk pengawetan, dan mampu mempertahankan aliran konstan

dengan tekanan yang telah ditentukan. Banyak mesin memungkinkan

pengawetan untuk mengontrol tekanan dan laju aliran: Embalmer

mengatur mesin tersebut sebelum injeksi, dan kemudian menyesuaikannya

sesuai kebutuhan selama proses embalming. Beberapa mesin modern

bahkan secara otomatis mengatur laju aliran dan tekanan untuk embalmer.

Gambar 5. Mesin embalming tekanan tinggi diproduksi oleh


Dodge Company3
f. Tables digunakan untuk memindahkan tubuh, embalming, pembalut, tata

24
rias, dan penyimpanan, di antara penggunaan lainnya. Meja ini dapat

berupa meja yang kokoh dan dibuat untuk tetap berada di satu tempat,

atau dapat ringan dan bergerak untuk lebih mudah menggerakkan tubuh.

Beberapa meja dapat disesuaikan, dan beberapa dapat dilipat dua untuk

memudahkan penyimpanan.

Gambar 6. Meja Embalming3


2. Instrumen

Instrumen yang digunakan di ruang persiapan tersedia dengan berbagai

ukuran dan variasi. Instrumen ini umumnya dapat digunakan untuk banyak

tugas dan biasanya terbuat dari baja dan dilapisi dengan nikel atau krom.

Instrumen diperlakukan secara kimia agar tahan panas dan tahan lama.

Instrumen harus didesinfeksi atau disterilkan secara menyeluruh setelah

digunakan. Bahan kimia sterilisasi dingin yang baik atau autoklaf dapat

digunakan untuk sterilisasi sebagian besar instrumen.

Meskipun untuk disinfektan tidak setingkat dengan sterilisasi, untuk

kasus standar di mana orang yang meninggal tidak memiliki penyakit

25
menular, desinfeksi dapat dianggap cukup. Namun perlu dicatat bahwa hanya

sterilisasi yang tepat yang dapat memastikan mikroorganisme penyebab

penyakit terbunuh. Sterilisasi adalah yang terbaik untuk mencegah

penyebaran mikroorganisme ke badan lain, dan ke embalmer itu sendiri.

Adapun instrument yang digunakan antara lain: aneurysm hook, arterial

tube (canunula), autopsy aspirator, Botol injeksi, cavity fluid injector, Tabung

drain, forsep, grooved director, headrests, hemostat, hydroaspirator,

hypovalve, ligature, nasal aspirator, jarum injeksi, scissors, skalpel, shoulder

blocks, separator, stopcock, jarum jahit, trokar, tabung Y

Gambar 7. Instrumen Embalming pada proses pengeringan setelah


sterilisasi3
3. Persediaan

Calvarium clamps adalah perangkat kecil yang digunakan untuk melampirkan

26
kalvarium ke tengkorak setelah otopsi tengkorak. Eyecaps dimasukkan di

bawah kelopak mata, baik untuk membantu menjaga kelopak mata tetap

tertutup dan untuk membantu mempertahankan bentuk mata. Alat ini terbuat

dari plastik dengan grippers kecil untuk membantu penutupan. Mouth former

digunakan untuk mengganti gigi jika almarhum tidak memiliki cukup gigi

nyata atau gigi palsu. Needle injector barbs Jarum injektor duri adalah benda

kawat tajam yang dimasukkan ke mandibula dan rahang atas dengan injektor

jarum untuk mengamankan rahang. Tombol Trocar digunakan untuk

menutup tusukan yang disebabkan oleh trokar. Alat ini terbuat dari plastik,

dan dijalin sehingga dapat dimasukkan ke dalam lubang dengan aplikator

tombol trokar. Tombol Trokar juga dapat digunakan untuk menutup tusukan

kecil lainnya, seperti yang disebabkan oleh perangkat medis. Peralatan

pelindung diri, atau APD adalah suatu keharusan. APD harus menutupi

embalmer dari kepala hingga kaki tanpa kulit terbuka. Ini terdiri dari sarung

tangan sekali pakai, masker bedah, topi atau tudung bedah, pelindung wajah,

gaun tahan air, dan alas kaki tertutup, non-slip dengan sepatu non-slip atau

penutup boot di atasnya. Setelah embalmer siap meninggalkan ruang

embalming, semua peralatan pelindung pribadi harus dilepas untuk dibuang

(atau, jika dapat digunakan kembali, dekontaminasi).

27
Gambar 8. Alat Pelindung Diri (APD) harus digunakan oleh embalmer 3

F. Bahan Kimia Embalming dan Komposisi Embalming

1. Bahan Kimia

a. Formaldehida9

Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk

gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari

pembakaran bahan yang mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar

kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme,

termasuk manusia.

2) Sifat Formaldehida

Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa

larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merk

28
dagang 'formalin' atau 'formol'). Formalin bersifat asam karena

mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab

itu larutan formalin 10% harus dibuat netral atau sedikit alkalis

dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai

pelarut, atau dengan menambahkan kalsium asetat. Formaldehida bisa

membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier

polioksimetilena.

3) Produksi

Larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah :

a) Formal Calcium

b) Neutral Buffered Formalin

c) Buffered Formalin Sucrose

4) Kegunaan

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar

bakteri, sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga

sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan, formaldehida dikenal

juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih

lantai, pembersih kapal, gudang dan pakaian. Dalam bidang medis,

larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya

mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam

embalming untuk mematikan bakteri serta untuk mengawetkan mayat.

29
Formaldehida diabsorbsi di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat.

Formalin adalah pengawet yang banyak digunakan dan tidak ada

jaringan yang dirusaknya. Bau formalin yang menusuk hidung

membuat formalin sangat dikenal oleh banyak pihak, sehingga cukup

berhati-hati dalam menggunakannya.

5) Efek terhadap kesehatan

Pemaparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala

ringan sampai yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut

memiliki efek samping jangka pendek dan biasanya mudah untuk

diantisipasi. Pada manusia Beberapa efek samping akut paparan

formaldehid adalah iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Ketika

dipaparkan pada senyawa ini dengan jangka waktu yang cukup lama

tenggorokan menjadi kering dan sakit. Pada beberapa penelitian

ditemukan bukti bahwa paparan formaldehid yang konstan dapat

meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.

b. Etil Alkohol dan Polietilen Glikol (Kryofix)9

Alternatif formaldehida dalam embalming dikenalkan oleh Boon dkk.

Kryofix dikembangkan di Belanda, merupakan gabungan antara etil

alkohol dan polietilen glikol tanpa aldehid. Efek kryofix pada fiksasi

jaringan telah dibandingkan dengan formaldehid di laboratorium

patologi. Waktu fiksasi kryofix lebih pendek dan lebih baik

30
dibandingkan formaldehid. Hal ini berhasil pada uji di laboratorium.

Dengan demikian, penggunaan kryofix pada jaringan yang besar

diperlukan untuk menentukan keberhasilan kryofix dalam proses

embalming. Menurut definisi toksisitas OSHA, etil alkohol dan

polietilen glikol tidak termasuk bahan kimia berbahaya.

c. Glutaraldehid9

Glutaraldehid dapat digunakan sebagai alternatif formaldehid sebagai

cairan untuk embalming. Produk komersial glutaraldehid adalah 25%

larut dalam air, memiliki bau ringan, dan berwarna terang.

Glutaraldehida menyebabkan deformasi struktur heliks-alfa protein

dan mengawetkan jaringan dengan sangat cepat. Glutaraldehid

kosentrasi tinggi meningkatkan fiksasi protein dalam tubuh mayat.

Konsentrasi optimum untuk embalming adalah 1-1,5% (cairan).

Larutan glutaraldehid 2% sering digunakan sebagai persiapan

embalming. Ikatan protein dengan glutaraldehid lebih kuat dan

menghasilkan protein aldehid yang stabil. Gabungan protein jaringan

dengan glutaraldehid tidak disukai oleh bakteri. Glutaraldehid

berdifusi menembus jaringan lebih merata dibandingkan formaldehid.

Ketika dicampur dengan zat pewarna pada proses embalming akan

menghasilkan warna yang lebih alami pada layanan pemakaman.

Glutaraldehid merupakan disinfektan yang lebih efisien dan efektif

31
dibandingkan formaldehid, namun harga glutaraldehid lebih mahal 4-5

kali lipat. Formaldehid dan glutaraldehid dapat mengiritasi kulit, mata

dan pernapasan, tetapi iritasi kulit dan pernapasan yang disebabkan

glutaraldehid lebih ringan. Glutaraldehid tidak memiliki bau seperti

formaldehid. Sampai saat ini, belum ada data yang menyebutkan efek

paparan kronis dari glutaraldehid pada manusia.

2. Komposisi Embalming

Pada pengawetan jenazah yang dilakukan pada 100 orang mayat, cairan

embalming memiliki komposisi sebagai berikut:13

Tabel 1. Komposisi Cairan Embalming13


Formalin 4 liter
Air 4 liter
Metil alcohol 1 liter
Gliserin 500 ml
Cetrimide 500 ml
Eosin 25 ml
Eucalyptus oil 25 ml
Jenazah yang telah diawetkan tersebut disimpan di dalam tangki yang

memiliki kapasitas 500 liter air yang mengandung 10% formalin. Semua

tangki sepenuhnya ditutupi dengan Sintex.13

Bahan-bahan yang disarankan untuk membuat cairan embalming adalah:

formalin fenol, menthylated spirit, gliserin dan air. Proporsi bahan-bahan ini

bervariasi sesua dengan kondisi iklim setempat. Di Negara panas, konsentrasi

bahan campuran lebih besar. Formalin dan spirit bersifat fiksatif.4

32
Efek dari bahan kimia ini adalah untuk mendenaturasi dan mengentalkan

protein yang membentuk dasar dari semua jaringan sehingga sementara masih

mempertahankan bentuk normalnya, menjadi tahan dalam konstituensi. Selain

itu memiliki efek mensterilkan jaringan. Methyl Spirit adalah bahan yang unik

di antara fiksatif dalam kemampuannya tersebar melalui jaringan ketika aliran

arteri terhambat, mampu menembus lebih dangkal, tetapi bertindak cepat.

Formalin menembus sangat dalam dan merupakan fiksatif yang sangat baik

asalkan mencapai semua bagian. Tetapi memiliki aksi yang relatif lambat.

Formalin bila digunakan berlebihan membakar tubuh dengan membuatnya

keras dan hitam. Fenol adalah zat anti bakteri dan antijamur (pengawet) di

bawah kondisi iklim di mana serangan jamur menimbulkan masalah serius,

persentase fenol yang termasuk dalam cairan embalming dapat ditingkatkan.

Dalam konsentrasi yang berlebihan, dapat merusak kulit selama pembedahan

dan mengubah tubuh menjadi hitam. Gliserin tidak memungkinkan jaringan

mengering, tetapi juga membuat jaringan lebih lentur.4

Konstituen Cairan Embalming: Di dalam tangki gravitasi. 1 galon

alkohol isopropil. 2 galon propilen glikol. 1⁄4 galon amfil 1⁄2 galon formalin

buffered 10%. 500 liter fenol cair. Setelah cairan ditambahkan, tangki

gravitasi diisi dengan air untuk mencapai kapasitas tangki sepuluh galon,

dimana 1 galon = 4 liter.4

G. Proses Embalming

33
Proses embalming dimulai dengan mencuci dan desinfeksi seluruh tubuh.

Mulut, hidung, dan lubang lainnya dibersihkan dan ditutup untuk mencegah

ekskresi yang bisa menjadi sumber penyakit atau infeksi. Bahan pengawet kimia

kemudian disuntikkan ke dalam tubuh melalui satu atau lebih arteri, sementara

cairan tubuh dikeluarkan melalui pembuluh darah yang sesuai. Bahan pengawet

kimia membunuh bakteri dan mengawetkan mayat dengan mengubah struktur

fisik dari protein tubuh, sehingga tidak bisa lagi berfungsi sebagai host untuk

bakteri. Dengan demikian proses dekomposisi dapat dihambat.3

H. Indikasi dan Kontraindikasi Dilakukan Embalming

1. Indikasi Embalming

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:1

a. Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini

penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat

sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang

dapat mencemari lingkungan sekitarnya.


b. Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah

dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut

aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya

selama proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan,

demi reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari,

harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara

baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.

34
c. Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal

akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial

menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta orang-orang di sekitarnya.

Pada kasus semacam ini, walaupun penguburan atau kremasinya akan

segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan embalming untuk mencegah

penularan kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.

2. Kontraindikasi Embalming

Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak

wajar sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya

kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang

atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan

benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian

tidak wajar menjadi kontra indikasi embalming.1

Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk

kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah

pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar,

kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108

KUHAP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan

ke penyidik adalah:1

a. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara


b. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati

35
c. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai

kematiannya tidak ada


d. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat

perbuatan melanggar hukum.


e. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya

mengindikasikan kematian akibat bunuh diri.


f. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
g. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan

penyebab kematiannya.

I. Embalming di Tinjau dari Berbagai Aspek

1. Embalming dari Sudut Medikolegal

Dalam praktek sehari-hari seorang dokter mungkin diminta untuk

melakukan embalming. Embalming pada umumnya dilakukan untuk

menghambat pembusukan, membunuh kuman, serta mempertahankan bentuk

mayat. Pada prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada

mayat yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat

yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta

kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan

forensik selesai dilakukan. Embalming sebelum otopsi dapat menyebabkan

perubahan serta hilangnya atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter

yang melakukan hal tersebut dapat diancam hukuman karena melakukan

tindak pidana menghilangkan barang bukti berdasarkan pasal 233 KUHP.

Bunyi pasal 233 KUHP adalah “Barang siapa dengan sengaja

36
menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan

barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu

di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar

yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara

waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada

orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun”.11

Di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang

mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu dokter spesialis forensik. Adapun

alasannya adalah sebagai berikut :1

1. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang

bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar, maka tugas

memilah kasus seringkali justru ada pada embalmer yang menjadi orang

pertama yang memeriksa jenazah.

2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja

melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum

dilakukan otopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan

karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan

karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti

berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan

37
perdata, maka pihak rumah duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai

pihak tergugat.

3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan embalming ada pada dokter

spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya. Sertifikat pengawetan

jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis forensik diterima di seluruh

dunia. Pada prinsipnya sertifikat adalah tanda pengakuan bahwa seseorang

adalah ahli dan berwenang dan telah melakukan pengawetan jenazah

sesuai standar international dan berani menjamin bahwa pengawetannya

bagus dan ia siap untuk mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya.

Atas dasar itu tentu dapat dimengerti mengapa beberapa embalmer yang

sebenarnya tidak punya keahlian dan kewenangan untuk melakukan

pengawetan berani melakukan pengawetan tetapi tidak berani memberikan

sertifikat.Dalam hal telah dilakukan embalming tanpa sertifikat dan

hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak rumah duka sebagai

pihak yang memfasilitasi embalming tersebut dapat turut digugat secara

perdata berdasarkan pasal 1365 KUHPer.1 Pasal 1365 KUHPer berbunyi

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada

orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena

kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.11

2. Embalming untuk pendidikan anatomi

Pengawetan yang dilakukan untuk pendidikan kedokteran sedikit

38
berbeda dengan pengawetan jenazah untuk keperluan lain. Prioritas pertama

adalah untuk pelestarian jangka panjang bukan untuk presentasi atau tampilan.

Adapun sifat-sifat yang diinginkan diperlukan untuk embalming mayat yang

sukses untuk pengajaran anatomi kasar meliputi: (1) pelestarian struktural

jangka panjang yang baik dari organ dan jaringan dengan penyusutan atau

distorsi yang minimal; (2) pencegahan pengerasan yang berlebihan, sambil

mempertahankan fleksibilitas dan kelenturan organ internal; (3) pencegahan

pengeringan; (4) pencegahan pertumbuhan jamur atau abkteri dan menyebar

dalam mayat tertentu dank e mayat lain di ruang pembedahan; (5)

pengurangan biohazard potensial (penyebaran infeksi ke personel diseksi dan

siswa); (6) pengurangan bahaya bahan kimia lingkungan (terutama dari

formaldehyde dan fenol) untuk mematuhi peraturan kesehatan dan

keselamaan yang semakin parah dan kesadaran baru akan kemungkinan

bahaya bahan kimia ini ditempat kerja dan (7) Retensi warna jaringan dan

organ sambil meminimalkan efek oksidasi yang menghasilkan “kecoklatan”.5

Gambar 9. Cadaver proses dengan menggunakan formalin kadar tinggi


sebagai teknik embalmin

39
3. Embalming dari sudut pandang agama

Ada banyak perbedaan pendapat diantara agama yang berbeda mengenai

kebolehan pengawetan, yaitu:

a. Sudut pandang agama Islam

Di masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam ada larangan

dilakukannya pengawetan karena agama Islam mewajibkan jenazah untuk

dikuburkan dalam waktu 24 jam dari kematian. Seorang muslim percaya

bahwa roh akan tetap berada di tubuhnya dari mulai kematian setelah

pemakaman.

b. Sudut pandang agama Kristen

Sebagian besar tokoh agama Kristen mengatakan bahwa pengawetan

dapat dilakukan. Beberapa badan dalam Ortodoksi Timur mengatakan

untuk dilakukan pengawetan kecuali jika diwajibkan oleh hukum atau

keharusan lainnya, sedangkan yang lain mungkin mencegah, tetapi tidak

melarang juga untuk dilakukan pengawetan. Secara umum keputusan

untuk dilakukan pengawetan adalah salah satu yang ditentukan oleh

keluarga jenazah dan kebijakan gereja tertentu.

Pengawetan jenazah dilakukan setelah selesai dimandikan untuk

mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke

lingkungan, dikarenakan biasanya keluarga jenazah tinggal di tempat yang

berbeda-beda sehingga perlu menunggu kedatangannya.

40
c. Sudut pandang agama Hindu

Banyak pihak berwenang berpendapat bahwa Hinduisme tidak menerima

pengawetan. Dalam prakteknya, agama hindu tidak melarang keras untuk

dilakukan pengawetan, seperti pengawetan yang pernah terjadi pada tokoh

agama Hindu yang sangat dihormati, umumnya pengawetan ini dilakukan

untuk pemulangan ke India untuk dilakukan ritual keagamaan di rumah

keluarganya sebelum kremasi akhir. Secara tradisional, tubuh yang mati

harus dikremasi sebelum matahari terbenam, sehingga pengawetan

bukanlah sesuatu yang umum atau luas untuk dilakukan.

41
BAB III

KASUS JURNAL

Laporan Kasus DOI: 10.5958/2394-2126.2016.00128.6


PENGAWETAN JENAZAH UNTUK TRANSPORTASI KE INDIA
Rajasekhar SSSN1, *, K. Aravindhan2, V. Gladwin3, Parkash Chand4
Penulis Sejalan:
Rajasekhar SSSN
Asisten Profesor, Departemen Anatomi, Institut Jawaharlal Pendidikan Pascasarjana Pendidikan &
Penelitian, Pondicherry Email: sekhar5883 @ gmail.com

A. Abstrak12

Pengawetan jenazah (embalming) adalah proses pengawetan mayat dengan

menyuntikkan cairan pengawet melalui arteri. Pengawetan jenazah dilakukan jika

mayat itu akan digunakan untuk tujuan akademis atau harus diangkut. Dengan

tidak adanya kerabat dekat almarhum, seorang pekerja sosial medis yang

menemani almarhum diminta untuk pengawetan jenazah kepentingan pemakaman

untuk memungkinkan transportasi melalui pesawat. Tidak ada ketentuan khusus

untuk pengawetan jenazah kepentingan pemakaman dalam Undang-Undang

Anatomi yang berlaku di berbagai wilayah di India. Jadi, ada kebutuhan untuk

merumuskan pedoman untuk transportasi mayat yang di embalming melalui

udara, kereta api, dan jalan karena prosedur ini tidak dilakukan secara rutin

seperti di negara-negara barat.

B. Pendahuluan12

Pengawetan jenazah (embalming) adalah proses pengawetan mayat dengan

menyuntikkan cairan pengawet melalui arteri. Pengawetan jenazah tidak

42
dilakukan sebagai bagian dari rutinitas di India, seperti negara-negara barat.

Tetapi hanya dilakukan jika jenazah akan digunakan baik untuk tujuan akademis

atau harus diangkut. Jenazah yang diawetkan diangkut melalui beberapa kota atau

kadang-kadang melalui beberapa negara untuk dimakamkan, jika tempat kematian

orang yang meninggal berbeda dari tempat asalnya. Situasi ini banyak dijumpai

pada tentara yang mati di zona pertempuran atau wisatawan yang mati di tanah

yang jauh. Semua kasus yang melibatkan pengangkutan jenazah, memerlukan

tindakan pengawetan jenazah yang merupakan hal wajib untuk mencegah

dekomposisi. Namun, tidak ada pedoman yang mengatur pengawetan jenazah

kepentingan pemakaman dalam Undang-Undang Anatomi di India; tentang

permintaan dan persetujuan untuk pengawetan jenazah kepentingan pemakaman

atau prosedur untuk transportasi. Kasus ini menyoroti kekosongan dan perlunya

pedoman tersebut.

C. Laporan Kasus12

Seorang laki-laki berusia 32 tahun, dengan latar belakang sosial ekonomi

yang buruk, dirujuk dari sebuah rumah sakit di Kepulauan Andaman Nicobar ke

rumah sakit perawatan tersier pemerintah di daratan (India), untuk perawatan.

Selama konsultasi dan perawatan lebih lanjut sebagai pasien rawat inap di rumah

sakit, ia tidak didampingi oleh anggota keluarga kecuali pekerja sosial medis dari

Kepulauan Andaman Nicobar. Orang dewasa muda tersebut meninggal karena

penyakitnya selama perawatan. Atas nama keluarga almarhum, pekerja sosial

medis tersebut meminta pemakaman mayat dari almarhum jika memungkinkan

43
pengangkutan jenazah melalui udara untuk penyelesaian ritual terakhir di

Kepulauan Andaman Nicobar. Usaha tertulis diperoleh dari kata pekerja sosial

medis, bahwa ia adalah satu-satunya orang yang tersedia dan bertanggung jawab

atas tubuh orang yang meninggal dan bahwa dia bertindak atas nama keluarga

almarhum, sebelum menerima tubuh untuk pengawetan jenazah pemakaman.

Mayat almarhum diawetkan di Departemen Anatomi, dan sertifikat pengawetan

jenazah dikeluarkan untuk kepetingan tersebut. Tubuh yang diawetkan itu

diserahkan kepada pekerja sosial medis yang bersangkutan untuk diangkut

melalui udara.

D. Diskusi12

Bombay Anatomy Act 1949 adalah salah satu Undang-Undang Anatomi

paling awal yang ditetapkan di India. Undang-undang ini kemudian dicabut

sebagai Undang-Undang Anatomi Maharashtra 2014 yang merupakan Undang-

undang yang terakhir diubah di antara semua Undang-Undang Anatomi Negara di

India. Ketentuan dalam Undang-Undang Anatomi negara bagian yang berbeda di

India kurang lebih mirip dengan ketentuan Undang-Undang Anatomi Bombay

1949 dengan sedikit pengecualian. Oleh karena itu, Undang-Undang Anatomi

Maharashtra 2014 diambil sebagai Undang-Undang rujukan selama diskusi

tentang kasus ini yang memiliki ketentuan serupa dengan Undang-Undang

Anatomi Tamil Nadu, yang diikuti oleh lembaga kami.

Undang-Undang Anatomi diformulasikan untuk memenuhi sumbangan

sukarela dari seluruh tubuh setelah kematian dan untuk memungkinkan mayat

44
yang tidak diklaim digunakan untuk mengajar di perguruan tinggi medis dan

rumah sakit.

Menurut Bagian 5 (2) dan Bagian 5 (3) Undang-Undang, petugas yang

berwenang diberi wewenang untuk menyerahkan tubuh seseorang yang tidak

diklaim kepada otoritas lembaga pendidikan kedokteran, jika orang tersebut

meninggal di penjara atau rumah sakit swasta atau tempat umum di daerah di

mana ia tidak memiliki tempat tinggal tetap.

Dalam kasus yang dilaporkan saat ini, anggota keluarga almarhum telah

berkomunikasi dengan pekerja sosial medis yang menyertai, untuk meminta

pengawetan jenazah, atas nama mereka, untuk memungkinkan transportasi

dengan pesawat terbang.

Bagian 2 (3), untuk tujuan Undang-Undang tersebut menggambarkan istilah

"kerabat dekat" sebagai pasangan, orang tua, anak-anak dan saudara kandung dari

almarhum termasuk orang lain yang terkait dengan kekerabatan garis, (dalam tiga

derajat) dan kerabat jaminan agunan ( dalam enam derajat), atau siapa saja yang

dikaitkan dengan perkawinan dengan salah satu dari hubungan yang disebutkan di

atas. Undang-undang memberdayakan kerabat dekat almarhum untuk mengklaim

mayat atau memberikan sumbangan tubuh. Bagaimanapun juga, dalam kasus ini,

pekerja sosial medis tersebut tidak datang di bawah definisi istilah "kerabat

dekat", yang berwenang untuk memberikan persetujuan untuk donasi tubuh,

melalui derivasi, persetujuan untuk pengawetan jenazah. Namun, ia adalah satu-

satunya orang yang tersedia dalam situasi tersebut, yang bertanggung jawab atas

45
tubuh orang yang meninggal tersebut. Ini yang menjadi pertanyaan, yaitu

mengenai validitas persetujuan yang diberikan oleh orang yang menemani tubuh

almarhum, terutama, jika orang yang menemani bukan kerabat atau teman orang

yang meninggal.

Menurut Bagian 5B, ayat (1) dan (2) dari Undang-Undang Anatomi

Maharashtra 2014, sumbangan dapat dilakukan oleh orang yang secara sah

memiliki tubuh, jika ada niat sebelumnya untuk menyumbangkan tubuh,

diungkapkan oleh almarhum sebelum kematiannya. Tetapi tidak ada ketentuan

dalam Undang-Undang Anatomi yang diberlakukan di Negara-negara yang

berbeda di Uni India, yang membedakan wewenang untuk meminta pengawetan

jenazah kepentingan pemakaman oleh kerabat dekat, atau petugas resmi atau

orang terkait lainnya.

Dokumen seperti sertifikat kematian, atau sertifikat otopsi postmortem,

sertifikat embalming, sertifikat kamar mayat konsuler yang dikeluarkan oleh

petugas konsuler, otorisasi ekspor yang dikeluarkan oleh petugas kesehatan , dan

pernyataan tertulis dari pengurus yang menyatakan isinya, pengawetan jenazah,

penyegelan peti mati diperlukan sebelum tubuh diangkut secara internasional

melalui udara ke Amerika Serikat.

Dalam kasus pemindahan jenazah domestik antara kota-kota di India

melalui udara, kereta api, jalan, maka sertifikat seperti sertifikat kematian dari

dokter, sertifikat izin polisi, sertifikat embalming, sertifikat peti mati, dan nomor

46
pemesanan PNR untuk penumpang dengan siapa mayat akan dipesan karena

kargo harus menemani mayat.

Namun, prosedur tersebut harus dimasukkan ke dalam Undang-Undang

Anatomi untuk menghilangkan kebingungan. Jadi, ada kebutuhan untuk

merumuskan ketentuan untuk pengawetan jenazah kepentingan pemakaman

dalam Undang-Undang Anatomi India sehubungan dengan orang-orang yang

memenuhi syarat untuk meminta pengawetan jenazah pemakaman, seperti kerabat

dekat atau orang yang bertanggung jawab lainnya seperti teman dan wali dari

orang yang meninggal atau setiap petugas yang berwenang, terutama selama tidak

adanya kerabat dekat. Pedoman untuk pengawetan jenazah dan transportasi

pemakaman harus dimasukkan dalam Undang-Undang Anatomi, yang akan

berlaku secara umum untuk semua Negara di Uni India yaitu untuk pengawetan

jenazah, pengepakan mayat yang diawetkan dan transportasi melalui udara, kereta

api dan jalan, termasuk dokumen-dokumen yang diperlukan yang harus

disertakan selama transportasi tersebut.

E. Kesimpulan12

Pengawetan jenazah kepentingan pemakaman sangat penting untuk

transportasi mayat untuk jarak jauh untuk melakukan ritual terakhir. Tidak ada

ketentuan yang mengatur tentang pemalsuan pemakaman dalam Undang-Undang

Anatomi kontemporer yang berlaku di India. Oleh karena itu, ada kebutuhan

untuk merumuskan pedoman seperti siapa yang dapat meminta pengawetan

jenazah dengan tidak adanya anggota keluarga yang menyertai tubuh almarhum.

47
Penting untuk membuat pedoman untuk transportasi jenazah yang diawetkan

melalui udara, kereta api dan jalan.

48
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Proses Embalming di Indonesia dilakukan dengan metode embalming

modern yaitu Arterial Embalming yang melibatkan injeksi bahan kimia

(formalin) ke dalam pembuluh darah, biasanya melalu arteri karotis dextra dan

darah dikeluarkan dari vena jugularis. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik

injeksi lain dapat digunakan yaitu iliaka, arteri femoralis, subklavia atau aksila.

Bahan kimia dasar yang dapat digunakan dalam proses embalming di Indonesia

adalah formaldehid.

Di Indonesia, kewenangan dan keahlian untuk melakukan embalming ada

pada dokter spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya. Pada prinsipnya

embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara

wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat

pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan

setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan. Sertifikat pengawetan

jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis forensik diterima di seluruh dunia.

B. Saran

Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus mendidik

seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi

kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan

pelajaran mengenai embalming dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka

49
dalam konteks hukum di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang

yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis

forensik.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Atmadja SD. Tatacara dan Pelayanan Pemeriksaan Serta Pengawetan Jenazah


Pada Kematian Wajar. Cited On 2018. Available from:
http://tatacaraembalming.blogspot.com/
2. Dix J, Graham M. Causes of Death Atlas Series Time of Death, Decomposition,
and Identification An Atlas. USA: CRC Press. 2000
3. Funeral Service Academy. Embalming: Disease and Conditions 3 CE Hours.
2015. CFSP
4. Ajileye et al. Human Embalming Techniques: A Review. American Journal of
Biomedical Sciences. Achievers University, Owo. April 2018. Pages 82-95.

5. Bajracharya S, Magar A. Embalming: An art of preserving human body.


Kathmandu University Medical Journal, 2006;4(16):554-557.
6. Abayomi, Ajayi and Edjomariegwe Odiri. Embalmment: A Veritable Source of
Human Body Preservation. Anatomy Journal of Africa. University of Ibadan.
2018. Vol. 6 Pages 995-999.
7. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology Principles and Practice.
USA: Elsevier. 2005; p534-543
8. Shepherd R. Chapter 6: Changes after Death. In: Simpson’s Forensic Medicine
Twelfth Edition. London: 2003;p44-47
9. Bedino HJ. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde versus Formaldehyde.
Champion: Expanding Encyclopedia Of Mortuary Practices, 2003;649:2614-
2632.
10. Kalanjati, Viskasari P, Lucky Prasetiowati and Haryanto Alimsardjono. The use
of lower formalin-containing embalming solution for anatomy cadaver
preparation. Department of Anatomy and Histology Faculty of Medicine,
Airlangga University, Surabaya, Indonesia. November 2012. Vol.21 No.4 Pages
203-207.

51
11. Redaksi Bhafana Publishing. 2018. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta: Bhafana
Publishing.
12. SSSN, Rajasekhar et al. Funeral embalming of dead body for transportation in
India a case report. Indian Journal of Clinical Anatomy and Physiology.
October-December 2016. Pages 560-562
13. Natekar, PE and FM Desouza. A New Embalming Fluid for Preserving
Cadavers. Journal of Krishna Institute of Medical Sciences University.
Desember 2012. Pages 76-80.
14. Todar, Kenneth. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Cited on 2019.
Available from: http://www.textbookofbacteriology.net/index.html
15. Singh et all. Plastination: A Promissing Method for Preserving Biological
Specimen: A Review Article. International Journal of Scientific and Research
Publications. June 2013. Volume 3, Pages 1-4
16. Teknik Pengawetan Mayat dengan Plastik. Cited On 2019. Available from:
https://www.anehdidunia.com/2013/06/teknik-pengawetan-mayat-dengan-
plastik.html
17. Ravikumar, Chandini. Plastination. Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research. 2014. Vol 6 Pages 271-273.
18. Batra, Arvinder Pal Singh et all. Embalming And Other Methods of Dead Body
Preservation. International Journal of Medical Toxicology & Legal Medicine
Vol.12 No.3. Maret 2010. Pages 15-19.

52

Anda mungkin juga menyukai