Tahun 2005
Materi : Hukum Humaniter
Wahyu Wagiman, SH
I. Pengantar
Hukum perang atau yang sering disebut abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah
dengan hukum Humaniter internasional, setuju untuk menyusun aturan-aturan
atau hukum sengketa bersenjata memiliki praktis, yang berdasarkan pengalaman-
sejarah yang sama tuanya dengan pengalaman pahit atas peperangan
peradaban manusia, atau sama tuanya modern. Hukum humaniter itu mewakili
dengan perang itu sendiri. Mochtar suatu keseimbangan antara kebutuhan
Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah kemanusiaan dan kebutuhan militer dari
suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa negara-negara. Seiring dengan
selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, berkembangnya komunitas internasional,
umat manusia hanya mengenal 250 tahun sejumlah negara di seluruh dunia telah
perdamaian. Naluri untuk mempertahankan memberikan sumbangan atas
diri kemudian membawa keinsyarafan perkembangan hukum humaniter
bahwa cara berperang yang tidak mengenal internasional. Dewasa ini, hukum
batas itu sangat merugikan umat manusia, humaniter internasional diakui sebagai
sehingga kemudian mulailah orang suatu sistem hukum yang benar-benar
mengadakan pembatasan-pembatasan, universal.
menetapkan ketentuan-ketentuan yang
mengatur perang antara bangsa-bangsa. Pada umumnya aturan tentang perang itu
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja juga termuat dalam aturan tingkah laku, moral
mengatakan bahwa tidaklah mengherankan dan agama. Hukum untuk perlindungan
apabila perkembangan hukum internasional bagi kelompok orang tertentu selama
modern sebagai suatu sistem hukum yang sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali
berdiri sendiri dimulai dengan tulisan- melalui sejarah di hampir semua negara
tulisan mengenai hukum perang. atau peradaban di dunia. Dalam peradaban
bangsa Romawi dikenal konsep perang
Dalam sejarahnya hukum humaniter yang adil (just war). Kelompok orang
internasional dapat ditemukan dalam tertentu itu meliputi penduduk sipil, anak-
aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan anak, perempuan, kombatan yang
di seluruh dunia. Perkembangan modern meletakkan senjata dan tawanan perang.
dari hukum humaniter baru dimulai pada
bahwa anggota dinas kesehatan dan yang pengenal bagi bangunan dan personil
luka-luka dalam pertempuran dilindungi kesehatan. Tanda Palang Merah ini
dengan jalan “menetralisir mereka”. Pada merupakan lambang dari International
tahun 1864, Dewan Federal Swiss Committee of the Red Cross, yang sebelumnya
melaksanakan saran-saran ini dengan bernama International Committee for the Aid
mengadakan suatu konferensi internasional the Wounded, yang didirikan oleh beberapa
yang dihadiri oleh wakil-wakil berkuasa orang warga Jenewa dan Henry Dunant
penuh dari negara-negara yang mengikuti pada tahun 1863.
konferensi sebelumnya. Konferensi ini
menghasilkan apa yang kemudian dikenal Peristiwa penting lainnya adalah rancangan
dengan Konvensi Jenewa 1864. Konvensi ini Kode Leiber ( Instructions for Government of
didalamnya mengandung asas-asas bagi Armies of the United States, 1863), di Amerika
perlakuan korban perang yang hingga kini Serikat, yang mencantumkan instrumen-
masih berlaku. instrumen panjang dan serba lengkap dari
semua hukum dan kebiasaan perang, dan
Konvensi 1864, yaitu Konvensi untuk juga menggarisbawahi asas-asas
Perbaikan Keadaan yang Luka di Medan kemanusiaan tertentu yang tak begitu jelas
Perang Darat, dipandang sebagai konvensi- sebelumnya. Kode Lieber ini memuat
konvensi yang mengawali Konvensi Jenewa aturan-aturan rinci pada semua tahapan
berikutnya yang berkaitan dengan perang darat, tindakan perang yang benar,
perlindungan korban perang. Konvensi ini perlakuan terhadap penduduk sipil,
merupakan langkah pertama dalam perlakuan terhadap kelompok-kelompok
mengkodifikasikan ketentuan perang di orang tertentu, seperti tawanan perang,
darat. Berdasarkan konvensi ini, maka unit- orang yang luka, dsb.
unit dan personil kesehatan bersifat netral,
tidak boleh diserang dan tidak boleh Dengan demikian, tidak seperti pada masa-
dihalangi dalam melaksanakan tugas- masa sebelumnya yang terjadi melalui
tugasnya. Begitu pula penduduk setempat proses hukum kebiasaan, maka pada masa
yang membantu pekerjaan kemanusiaan kini perkembangan-perkembangan yang
bagi yang luka dan mati, baik kawan sangat penting bagi hukum humaniter
maupun lawan, tidak boleh dihukum. dikembangkan melalui traktat-traktat yang
Konvensi memperkenalkan tanda Palang ditandatangani oleh mayoritas negara-
Merah di atas dasar putih sebagai tanda negara setelah tahun 1850.
Geza Herzeg : “ Part of the rule of public keseluruhan asas, kaedah dan ketentuan
international law which serve as the internasional, baik tertulis maupun tidak
protection of individuals in time of armed tertulis, yang mencakup hukum perang dan
conflict. Its place is beside the norm of hak asasi manusia, bertujuan untuk
warfare it is closely related to them but must menjamin penghormatan terhadap harkat
be clearly distinguish from these its purpose dan martabat seseorang.”
and spirit being different.”
Dengan demikian, Hukum Humaniter
Mochtar Kusumaatmadja: “Bagian dari Internasional adalah seperangkat aturan
hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan yang, karena alasan kemanusiaan dibuat
perlindungan korban perang, berlainan untuk membatasi akibat-akibat dari
dengan hukum perang yang mengatur pertikaian senjata. Hukum ini melindungi
perang iu sendiri dan segala sesuatu yang mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat
menyangkut cara melakukan perang itu dalam pertikaian, dan membatasi cara-cara
sendiri.” dan metode berperang. Hukum Humaniter
Internasional adalah istilah lain dari hukum
Esbjorn Rosenbland : “The law of armed perang (laws of war) dan hukum konflik
conflict berhubungan dengan permulaan bersenjata (laws of armed conflict).
dan berakhirnya pertikaian; pendudukan
wilayah lawan; hubungan pihak yang Hukum Humaniter Internasional adalah
bertikai dengan negara netral. Sedangkan bagian dari hukum internasional. Hukum
Law of Warfare ini antara lain mencakup : internasional adalah hukum yang mengatur
metoda dan sarana berperang, status hubungan antar negara. Hukum
kombatan, perlindungan yang sakit, internasional dapat ditemui dalam
tawanan perang dan orang sipil.” perjanjian-perjanjian yang disepakati antara
negara-negara -- yang sering disebut traktat
S.R Sianturi :“Hukum yang mengatur atau konvensi -- dan secara prinsip dan
mengenai suatu sengketa bersenjata yang
praktis negara menerimanya sebagai
timbul antara dua atau lebih pihak-pihak
kewajiban hukum. Dengan demikian, maka
yang bersengketa, walaupun keadaan
hukum humaniter tidak saja meliputi
sengketa tersebut tidak diakui oleh salah
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
satu pihak.“
perjanjian internasional, tetapi juga meliputi
kebiasaan-kebiasaan internasional yang
Panitia tetap hukum humaniter,
terjadi dan diakui.
departemen hukum dan perundang-
undangan merumuskan sebagai
berikut : “Hukum humaniter sebagai
perang. Oleh karena itu, perkembangan 2. Menjamin hak asasi manusia yang
hukum perang menjadi hukum sengketa sangat fundamental bagi mereka yang
bersenjata dan kemudian menjadi hukum jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang
humaniter sebenarnya tidak terlepas dari jatuh ke tangan musuh harus dilindungi
tujuan yang hendak dicapai oleh hukum dan dirawat serta berhak diperlakukan
humaniter tersebut, yaitu : sebagai tawanan perang.
3. Mencegah dilakukannya perang secara
1. Memberikan perlindungan terhadap kejam tanpa mengenal batas. Disini
kombatan maupun penduduk sipil dari yang terpenting adalah asas
penderitaan yang tidak perlu kemanusiaan.
(unnecessary suffering).
perang atau bahaya umum lainnya yang perlindungan kepada orang perorangan
mengancam stabilitas nasional, hak-hak dengan mengesampingkan status
yang dijamin dalam konvensi ini tidak boleh “belligerent” menurut hukum atau sifat dari
dilanggar. Meskipun dalam keadaan sengketa bersenjata yang terjadi itu.
demikian, paling tidak ada 7 (tujuh) hak
yang harus tetap dihormati, karena Kesadaran akan adanya hubungan hak asasi
merupakan intisari dari Konvensi ini, yaitu manusia dan hukum humaniter baru terjadi
hak atas kehidupan, kebebasan, integritas pada akhir tahun 1960-an. Kesadaran ini
fisik, status sebagai subyek hukum, makin meningkat dengan terjadinya
kepribadian, perlakuan tanpa diskriminasi berbagai sengketa bersenjata, seperti dalam
dan hak atas keamanan. Ketentuan ini perang kemerdekaan di Afrika dan di
terdapat juga dalam Pasal 4 Kovenan PBB berbagai belahan dunia lainnya yang
mengenai hak-hak sipil dan politik dan menimbulkan masalah, baik dari segi
Pasal 27 Konvensi HAM Amerika. hukum humaniter maupun dari segi hak
asasi manusia. Konferensi internasional
Selain itu, terdapat pula hak-hak yang tak mengenai hak asasi manusia yang
boleh dikurangi (non derogable rights), baik diselenggarakan oleh PBB di Teheran pada
dalam keadaan damai maupun dalam tahun 1968 secara resmi menjalin hubungan
keadaan sengketa bersenjata. Hak-hak yang antara Hak Asasi Manusia (HAM) dan
tak boleh dikurangi tersebut meliputi hak Hukum Humaniter Internasional (HHI).
hidup, prinsip (perlakuan) non diskriminasi, Dalam Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968
larangan penyiksaan (torture), larangan mengenai “penghormatan HAM pada
berlaku surutnya hukum pidana seperti waktu pertikaian bersenjata”, meminta agar
yang ditetapkan dalam konvensi sipil dan konvensi-konvensi tentang pertikaian
politik, hak untuk tidak dipenjarakan bersenjata diterapkan secara lebih sempurna
karena ketidakmampuan melaksanakan dan supaya disepakati perjanjian baru
ketentuan perjanjian (kontrak), perbudakan mengenai hal ini. Resolusi ini mendorong
(slavery), perhambaan (servitude), larangan PBB untuk menangani pula Hukum
penyimpangan berkaitan dengan dengan Humaniter Internasional.
penawanan, pengakuan seseorang sebagai
subyek hukum, kebebasan berpendapat, Dalam kepustakaan ada 3 (tiga) aliran
keyakinan dan agama, larangan penjatuhan berkaitan dengan hubungan hukum
hukum tanpa putusan yang dimumkan humaniter internasional :
lebih dahulu oleh pengadilan yang lazim,
larangan menjatuhkan hukuman mati dan a. Aliran Integrationis
melaksanakan eksekusi dalam keadaan
yang ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1) Aliran integrationis berpendapat bahwa
huruf (d) yang bersamaan pada keempat sistem hukum yang satu berasal dari
Konvensi Jenewa. hukum yang lain. Dalam hal ini, maka
ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
Dalam hukum humaniter internasional,
pengaturan mengenai hak-hak yang tak 1. Hak asasi manusia menjadi dasar
dapat dikurangi ini antara lain tercantum bagi hukum humaniter
dalam ketentuan Pasal 3 tentang ketentuan internasional, dalam arti bahwa
yang bersamaan pada keempat Konvensi hukum humaniter merupakan
Jenewa 1949. Pasal ini penting karena cabang dari hak asasi manusia.
membebankan kewajiban kepada “pihak Pendapat ini antara lain dianut oleh
peserta agung” untuk tetap menjamin Robertson, yang menyatakan bahwa
hak asasi manusia merupakan hak asasi manusia berlaku pada saat
dasar bagi setiap orang, setiap damai.
waktu dan berlaku di segala tempat.
Jadi hak asasi manusia merupakan Salah seorang dari penganut teori ini
genus dan hukum humaniter adalah Mushkat, yang menyatakan
merupakan species-nya, karena bahwa secara umum dapat dikatakan
hanya berlaku untuk golongan bahwa hukum humaniter itu
tertentu dan dalam keadaan berhubungan dengan akibat dari
tertentu pula. sengketa bersenjata antar negara,
sedangkan hak asasi manusia berkaitan
2. Hukum Humaniter Internasional dengan pertentangan antara pemerintah
merupakan dasar dari Hak Asasi dengan individu di dalam negara yang
Manusia, dalam arti bahwa hak bersangkutan. Hukum humaniter mulai
asasi manusia merupakan bagian berlaku pada saat hak asasi manusia
dari hukum humaniter. Pendapat sudah tidak berlaku lagi; hukum
ini didasarkan pada alasan bahwa humaniter melindungi mereka yang
hukum humaniter lahir lebih tidak mampu terus berperang atau
dahulu daripada hak-hak asasi mereka yang sama sekali tidak turut
manusia. Jadi secara kronologis, hak bertempur, yaitu penduduk sipil. Hak
asasi manusia dikembangkan asai manusia tidak ada dalam sengketa
setelah hukum humaniter bersenjata karena fungsinya diambil
internasional. oleh hukum humaniter, tetapi terbatas
pada golongan tertentu saja.
b. Aliran Separatis
c. Aliran Komplementaris
Aliran separatis melihat Hak Asasi
Manusia dan Hukum Humaniter Aliran Komplementaris melihat Hukum
Internasional sebagai sistem hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum
yang sama sekali tidak berkaitan, Humaniter Internasional melalui proses
karena keduanya berbeda. Perbedaan yang bertahap, berkembang sejajar dan
kedua sistem tersebut terletak pada : saling melengkapi. Salah seorang dari
penganut teori ini adalah Cologeropoulus,
1. Obyeknya dimana Ia menentang pendapat aliran
Hukum Humaniter Internasional separatis yang dianggapnya menentang
mengatur sengketa bersenjata kenyataan bahwa kedua sistem hukum
antara negara dengan kesatuan tersebut memiliki tujuan yang sama,
(entity) lainnya; sebaliknya hak asasi yakni perlindungan pribadi orang. Hak
manusia mengatur hubungan asasi manusia melindungi pribadi orang
antara pemerintah dengan warga pada masa damai, sedangkan hukum
negaranya di dalam negara tersebut. humaniter memberikan perlindungan
2. Sifatnya pada masa perang atau sengketa
Hukum Humaniter Internasional bersenjata. Aliran ini mengakui adanya
bersifat mandatory a political serta perbedaan seperti yang dikemukakan
peremptory. oleh aliran separatis, dan menambahkan
3. Saat berlakunya beberapa perbedaan lain, yaitu :
Hukum Humaniter Internasional
berlaku pada saat perang atau masa
sengketa bersenjata, sedangkan hak
Internasional. Persamaan tersebut antara ini merupakan bagian dari kedua sistem
lain : hukum tersebut.
Oleh karena itu, maka kedua bidang ini
1. Sebagaimana ketentuan-ketentuan merupakan instrumen-instrumen hukum
dalam instrumen-instrumen hak asasi yang memberikan perlindungan hukum
manusia, Konvensi Jenewa 1949 dan kepada orang perorangan. Instrumen-
protokol-protokolnya yang memberikan instrumen hukum yang memberikan
kewajiban kepada negara peserta dan perlindungan hukum kepada orang
menjamin hak-hak individual dari perorangan ini dapat digolongkan ke dalam
orang-orang yang dilindungi. empat kelompok :
2. Hukum humaniter internasional
menentukan kelompok-kelompok orang a. Instrumen hukum yang bertujuan
yang dilindungi, seperti orang-orang melindungi orang perorangan sebagai
yang cedera dan tawanan perang, anggota masyarakat. Perlindungan ini
sedangkan hak asasi manusia berlaku meliputi segenap segi perilaku
untuk semua orang tanpa memberikan perorangan dan sosialnya.
status khusus. Akan tetapi dalam Perlindungan ini bersifat umum.
perkembangan terakhir, hukum Kategori ini justru mencakup hukum
humaniter internasional mengikuti hak asasi manusia internasional.
pendekatan yang sama dengan sistem b. Instrumen yang bertujuan melindungi
hak asasi manusia, dengan memperluas orang perorangan berkaitan dengan
perlindungan hukum humaniter keadaannya di dalam masyarakat,
internasional bagi semua orang sipil. seperti hukum internasional tentang
3. Di satu sisi landasan pengaturan hak perlindungan terhadap kaum wanita
asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dan hukum internasional berkaitan
yang berkaitan dengan manusia, yaitu : dengan perlindungan terhadap anak.
kehidupan, kebebasan, keamanan, c. Instrumen hukum yang bertutujuan
status sebagai subyek hukum, dsb. Atas melindungi orang perorangan dalam
dasar tersebut dibuatlah peraturan- kaitannya dengan fungsinya di dalam
peraturan untuk menjamin masyarakat, seperti hukum
perkembangan manusia dalam segala internasional tentang buruh.
segi. Di sisi lain hukum humaniter d. Instrumen hukum yang bertujuan
internasional (HHI) dimaksudkan untuk melindungi orang perorangan dalam
membatasi kekerasan dan dengan keadaan darurat, apabila terjadi situasi
tujuan ini, hukum humaniter yang luar biasa dan yang
internasional (HHI) memuat peraturan- mengakibatkan ancaman adanya
peraturan yang menjamin hak-hak pelanggaran hak asasi atas haknya
manusia yang sama, karena hak-hak yang biasanya dijamin oleh hukum
tersebut merupakan hak-hak minimal. yang berlaku, seperti hukum
internasional tentang pengungsi dan
Intisari dari hak-hak asasi manusia (hard core hukum humaniter internasional yang
rights) atau dapat juga disebut sebagai hak- melindungi para korban akibat
hak yang paling dasar, menjamin sengketa bersenjata.
perlindungan minimal yang mutlak
dihormati terhadap siapapun, baik di masa
damai maupun di waktu perang. Hak-hak
yang tidak disengaja menjadi sekecil Yang dimaksud dengan ROE adalah
mungkin. keseluruhan instruksi yang dapat
e. Hanya anggota angkatan bersenjata diberikan kepada suatu kesatuan
yang berhak menyerang dan operasional. Namun demikian, ROE
menahan musuh. tidak harus selalu berkaitan dengan
perintah yang diberikan dalam
5. Rule of Engagement (ROE) menghadapi musuh, ROE dapat
diberikan kepada suatu kesatuan yang
Penting kiranya bagi seorang komandan mengadakan kunjungan persahabatan.
angkatan bersenjata untuk mengetahui
adanya suatu “petunjuk” yang ROE dapat bersifat tetap (standing) atau
memuat hal-hal apa yang boleh dan apa khusus (particular). Standing rules ini
yang dapat ia lakukan apabila berhubungan dengan hak untuk
menghadapi situasi yang gawat, mengadakan self-defence, yaitu yang
terlebih lagi dalam masa damai. Dengan menentukan apa yang harus dilakukan
kata lain, sebaiknya ada petunjuk yang apabila kesatuan itu menghadapi
jelas kapan dan dalam keadaan ancaman yang mendadak, misalnya
bagaimana komandan dibenarkan adanya ancaman serangan peluru
menggunakan kekerasan, seperti kendali. Namun demikian, tidaklah
misalnya kapan ia diperbolehkan mudah untuk menentukan kapan
melepaskan tembakan. tindakan yang dilakukan untuk
membela diri boleh dimulai atau
Petunjuk atau pedoman ini sangat dilakukan. Hal ini berkaitan dengan
diperlukan para komandan dalam batasan mengenai pengertian armed
semua tingkatan agar dalam attacks. Untuk kepentingan semacam
menjalankan tugasnya tidak berbuat inilah pada awalnya ROE ini disusun.
hal-hal yang bertentangan dengan
hukum, dan dalam menyusun petunjuk Dalam pengertian sekarang ROE
tersebut hal yang harus diperhatikan mencakup keseluruhan instruksi, baik
adalah : yang bersifat tetap maupun khusus
a. tujuan (objectives); yang berhubungan dengan operasi
b. perintah (orders); angkatan bersenjata. ROE mungkin
c. pembatasan (restrainst); sekali dimulai dengan suatu statement
yang mengenai tujuan (objectives) dan
Terintegrasinya ketiga hal tersebut, kebijaksanaan pemerintah, sampai pada
dalam istilah angkatan bersenjata tindakan yang :
negara-negara barat telah menghasilkan o diizinkan (permitted);
apa yang disebut sebagai “Rules of o dilarang (forbidden);
Engagement (ROE)”. Istilah Rules of o disediakan setelah ada otorisasi
Engagement untuk pertama kalinya (reserved for authirization).
dipergunakan oleh Royal Navy yang
bertugas di Malta dalam operasinya di Adakalanya seorang komandan dalam
laut Tengah pada tahun 1960-an. mengantisipasi suatu ancaman tertentu
Kemudian ROE ini semakin meluas dan meminta ROE dahulu kepada markas
dipergunakan juga dalam perang besar. Dalam angkatan laut Inggris,
Vietnam dan NATO. sebelum melakukan suatu tindakan
operasional, seorang komandan yang
memimpin angkatan laut terlebih
dahulu meminta “permissive ROE” Dengan demikian, dalam ROE ini dapat
kepada markas besar. Kemudian dilihat adanya penyatuan antara hukum
markas besar meneruskan permintaan humaniter dengan ketentuan-ketentuan
tersebut kepada kabinet, dan kabinetlah operasional itu sendiri.
yang memberikan persetujuan terakhir.
Hal ini dimaksudkan, agar orang-orang Tiap Peserta Agung harus mengambil
yang dilindungi konvensi mengetahui tindakan-tindakan yang perlu untuk
tentang hak-haknya, karena akibat dari memberantas selain pelanggaran berat
peperangan ini tidak hanya terbatas yang ditentukan dalam Pasal berikut,
pada pihak-pihak yang berperang dan segala perbuatan yang bertentangan
angkatan bersenjata semata, namun dengan ketentuan-ketentuan Konvensi
meliputi seluruh rakyat. ini.
Daftar Pustaka
1. Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H, LLM, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949,
Alumni, Bandung, 2002.
2. ICRC, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999.
3. -------------, Penghormatan Terhadap Hukum Humaniter Internasional : Buku Pedoman untuk
Anggota Parlemen No. 1 tahun 1999, ICRC, 1999.
4. C. de Rover, To Serve & To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2000.
5. Brig. Jend TNI. (Purn). GPH. Haryo Mataram, S.H, Bunga Rampai Hukum Humaniter
(Hukum Perang), Bumi Nusantara Jaya, Jakarta, 1988.
6. ----------------, Konflik Bersenjata dan Hukumnya, Universitas Trisakti, Jakarta, 2002
7. Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman RI,
Terjemahan Konvensi Jenewa tahun 1949, Agustus 1999.
8. Geoffrey Robertson QC, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan : Perjuangan untuk Mewujudkan
Keadilan Global, Komnas HAM, Jakarta, 2002.