Anda di halaman 1dari 10

UNIVERITAS INDONESIA

PRAKTIKUM METALURGI PROSES


LAPORAN AKHIR

MODUL PENGECORAN

SHABRINA RIZKY PRATIWI


1606871133
KELOMPOK 13

LABORATORIUM METALURGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK

DEPOK
MARET 2019
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM PENGECORAN
1. Tujuan Praktikum

Dapat mengetahui sifat-sifat pasir cetak dan hubungannya antara sifat-sifat pasir cetak
dengan proses penuangan yang meliputi :
 Mengetahui sifat – sifat pasir cetak dan hubungan antara sifat – sifat tersebut
dengan proses penuangan logam cair.
 Memahami perancangan sistem saluran dan penambah yang sesuai dengan
dimensi logam yang akan dicor.
 Memahami cara – cara pembuatan cetakan pasir yang baik sesuai dengan
rancangan pola yang ada.
 Memahami tahap – tahap persiapan dan proses peleburan logam.
 Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir yang telah
dibuat.
 Memahami jenis – jenis cacat yang dapat terjadi pada logam serta cara –
cara penanggulangannya.
 Memahami sifat – sifat logam hasil coran sesuai dengan komposisi paduan
yang digunakan.

2. Data Hasil Pengecoran

Nama Produk Crankshaft


Jenis Pola Pola Kayu
Sprue : 1
Riser : 2
Komposisi Material Al A356
Komposisi Facing Sand Pasir Pasir Silika : 5650 gr
Cetak RCS : 2850 gr
Bentonit : 500 gr
Molases : 500 gr
Air : 500 gr
Total : 10,000 gram
Jenis Dapur Alumunium Furnace
Temperatur Tuang 800oC
Waktu Penuangan 8.05 detik
Berat Benda Cor Sebelum 1500 gr
Machining
Berat Benda Cor Setelah 1100 gr
Machining
Yield 73.33%
Casting Defect Porositas, Misrun, Cold Shut
3. Gambar Benda Cor

 Design Crankshaft

 Benda Hasil Coran


4. Analisis Percobaan

a. Analisis Proses Pembuatan Cetakan Pasir


Pada proses pembuatan cetakan pasir praktikan membutuhkan bahan
baku berupa pasir silika, bentonit, RCS, air, dan molases. Semua bahan baku ini
mempunyai tujuan masing-masing diantaranya adalah air sebagai pengencer dan
pengikat, molases untuk pengikat antara butir pasir, RCS sebagai bahan aditif
untuk meningkatkan sifat mekanik dari pasir yang akan digunakan sebagai
cetakan sedangkan pasirnya sendiri akan dibuat untuk cetakan pada material.
Proses ini dinamakan pembuatan facing sand.
Pada pembuatan pasir cetakan memerlukan 50 kg pasir yang didapat dari
10 kg facing sand pasir baru yang dibuat dari campuran bahan baku yang sudah
disebutkan di data pengamatan dan baking sand yaitu pasir lama atau pasir yang
telah digunakan untuk pembuatan material oleh kelompok sebelumnya.
Facing sand ini sangat berpengaruh terhadap sifat dari cetakan yang akan
dibuat oleh karena itu camouran dari pasir silika, bentont, RCS, molases, dan air
harus tercampur dengan merata jangan sampai pasirnya masih terjadi
discoloration atau perbedaan warna antara yang sudah dicampur dan yang belum
dicampur. Pembuatan facing sand dari kelompok 13 adalah 10 kg yang dimana
dibagi menjadi 2 untuk drag (bagian bawah) dan cup (bagian atas). Karena pola
kayu dan cetakan pasirnya sangat besar dan tidak memungkinkan untuk memkai
facing sand karena hanya dapat menghasilkan sedikit dari cetakan oleh karena
itu dicampurkan dengan baking sand seberat 40 kg.
Baking sand yang digunakan harus tercampur satu sama lain dan
hilangkan bagian yang gosongnya karena akanberpengaruh pada proses
peleburan dimana jika bagian yang gosong masih banyak di dalam pasir cetkan
maka hasil yang akan didapatkan tidak akan memuaskan banyak cacat yang
akan timbul seperti misrun, cold shut. Oleh karena itu oentingnya pembersihan
baking sand dari pengotornya seerti daun, plastik, pasir yang gosong.
Pola kayu ditaruh di papan dan diberi cetakan
pasir dan pola kayunya berada ditengah-
tengah dari cetakan pasir. Tidak boleh
bergeser karena jika bergeser akan
berpengaruh terhadap hasil dari benda coran.
Setalah itu masukan facing sand lalu padatkn
disekitar dari pola kayu tersebut sampai
benar-benar padat. Karena jika tidak padat
ada gas yang dapat masuk ke dalam celah
yang akan menyababkan blow hole atau
porositas. Pemadatan ini disebut ramming
dengan mengggunakan alat dan palu untuk memukulnya menjadi padat. Setelah
cetakan pasirnya penuh lalu di balik hingga pola kayunya terlihat. Pola kayu
diambil secara perlahan agar pasir cetakannya tidak hancur setalh di ramming
dengan menggunakan paku yang di tancapkan ke pola kayu dan ditarik dengan
perlahan. Proses ini berlaku untuk pembuatan drag dan cup. setelah pola kayu
dilepaskan dari cetakan, pinggir-pinggir dari bekas ola kayu dirapihkan atau
dipadatkan kembali menggunakan tangan agar riser dan sprue nya tidak tertutup
oleh pasir karena jika tertutup oleh pasir, cetakannya akan tidak jadi.

b. Analisis Proses Peleburan Logam

Pada proses ini dapur yang digunakan adalah Alumunium Furnace.


Dapur alumunium dipilih karena beberapa faktor diantaranya adalah murah dan
mudah untuk dilakukan proses pembuatan material yang akan dibuat dari
cetakan pasir silika, selain itu titik lebur Al yang rendah yaitu 700-800oC. Tetapi
pada saat praktikan melihat dapur Al, pemanasan yang dipakai adalah 800oC.
Alumunium ini sifatnya mudah membeku oleh karena itu pada saat penuangan
Al ke dalam pasir cetakan harus cepat sekali.
Sebelum proses peleburan Al dimulai, hal pertama yang dilakukan adalah
mengecek dapur Al, apakah ada pengotor atau adakah alumunium yang sudah
membeku tergenang diatas permukaan dapur yang akan dibuat untuk peleburan.
Setalah itu pembersihan dari segala jenis kotoran yang ada, dari mulai batang
pengaduk, bak yang dapat menampung Al cair dan batang penuangan. Lalu,
dapur dinyalakan dengan dilakukan pre heat dengan pertambahan laju
pemanasan hingga suhunya mencapai 800oC untuk menstabilkan temperatur,
setelah itu dimasukkan Alumunium dan diaduk agar temperaturnya tetap terjaga.
Ketika proses ini sudah berjalan dengan baik tidak ada pengotor/slag
yang nampak dipermukaan, Alumunium cair siap untuk dituangkan ke dalam
pasir cetakan yang telah dibuat.
Tatapi sebelum melakukan
penuangan, pasir cetakan sebelumnya
diberikan dengan larutan Zircon yang
ditambahkkan dengan tinner lalu
dibakar dengan menggunakan korek
api, setelah beberapa detik, apinya
sudah tidak menyala lagi baru siap
untuk dituang. Proses ini dilakukan
untuk menyiapkna pasir silik agar
tidak pecah ketika proses penuangan
ini terjadi.
c. Analisis Proses Solidifikasi

Solidifikasi yang berarti proses pembekuan. Pada proses ini yang perlu
diperhatikan ada beberapa hal yaitu :
 Temperatur Penuangan
 Waktu Penuangan
 Paduan
 Distribusi Pasir
 Dll
Faktor diatas akan sangat berpengaruh terdapa hasil yang akan
didapatkan. Temperatur penuangan ini berfungsi untuk mengetahui arah
mulainya proses pembekuan. Karena akan terjadi proses perpindahan panas dari
batang penuangan ke pasir cetakan. Jika temperatur penuangannya terlalu panas
maka pasir cetakan akan gosong dan mudah untuk dihancurkan atau sifat
collapsibilitynya meningkat. Selain itu waktu penuangan. Pada praktikum kali
ini waktu penuangannya adalah 8.05 detik. Waktu ini dinilai sangat cepat
dibandingkan dengan kelompok lain. Waktu penuangan berpengaruh terhadap
material yang dihasilkan karena jika terlalu cepat akan terjadi cacat berupa
misrun atau cold shut yang dikarenakan pendinginan yang tidak merata dan
penuangan yang terlalu cepat.
Saat penuangan Alumunium ke dalam pasir cetakan perlu di perhatikan
arah solidifikasi dari material tersebut karena jika arah solidifikasinya tidak
merata maka akan timbul cacat-cacat seperti porositas, blow hole, misrun, cold
shut. Solidifikasi dimulai dari dinding sprue (tempa masuknya Al cair) yang di
ikuti dengan proses solidifikasi material yang telah terbentuk dengan
menggunakan pasir cetak. Pembekuan yang terjadi diluar akan lebih cepat
dibandingkan pebekuan yang berada di dalam karena perbedaan temperatur.
Pada proes peleburan menggunakan fluxing. Proses ini berguna untuk
melindungi Alumunium cair supaya terhindar dari kontaminsi lingkungan. Zat
yang digunakan dalam hal ini adalah NaCl. Tetapi pada praktikum kali ini
praktikan tidak menggunakan proses degassing yang dimana perlu untuk
menghilangkan gas-gas yang terperangkap dari logam cair untuk
meminimalisasi dari cacat-cacat yang akan timbul dari material yang ingi
dibuat.
d. Analisis Fasa yang Mungkin Terbentuk

Karena pada saat proses peleburan menggunakan suhu 800oC dan


komposisi Si yang terdaat dalam paduan adalah 6.9 % yaitu dibawah 12.5% oleh
karena itu fasa yang mungkin terbentuk adalah Cair Al . Karena proses ini tidak
menghasilkan fasa β yang berarti Si dalam Al ini larut, yang dapat menyebabkan
sifat ketahanan mekanik dari Alnya ini meningkat seperti tingkat keausan, tahan
fatik, korosi.

fasa kesetimbangan untuk sistem Al-Si tampak Alα berwarna putih dan
fasa eutektik berwarna gelap mengelilingi Al-α. berbentuk dendritik dan
menyebar tidak merata pada fasa eutektik Al-Si

e. Analisis Paduan
Pada praktikum ini, praktikan menggunakan Al dengan tipe Al a356
dengan paduan yang ada dalam tabel dibawah ini

Dapat dilihat dari tabel bahwa kandungan terbanyak dalam Al ini adalah
Si yang berfungsing untuk meningkatkan machinability dari material, sedangkan
Mn, Cu, Ti, Mg dan Sn berfungsi untuk meningkatkan kekuatan dari material
dan Fe meningkatkan kekerasan dari material tersbut.
f. Analisis Yield pada Benda Cor
Berikut ini merupakan persamaan untuk menghitung yield:
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 + 𝑔𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 ) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛

1762 − 507
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100% = 71.23%
1762
Yield adalah ukuran efisiensi dari sebuah produk yang dapat dijadikan
sebuah parameter dalam proses pengecoran.

Dari persamaan diatas didapatkan nilai yield sebesar 71.23% dimana


nilai tersebut masih menunjukkan efisiensi benda cor yang cukup baik karena
semakin besar nilai yield maka gating system atau material yang terbuang akan
semakin sedikit.

g. Analisis Hasil Cacat yang Terbentuk pada Benda Cor


Terdapat lima jenis cacat yang terbentuk pada benda hasil pengecoran
kali ini, diantaranya adalah:
 Porositas
Porositas merupakan salah satu jenis cacat pada produk hasil pengecoran
yang diakibatkan adanya gas yang terperangkap. Biasanya cacat ini terjadi
karena tidak adanya proses degassing pada proses peleburan logam. Adanya
gas yang terperangkap pada benda hasil coran membuat permukaan benda
menjadi berpori dan tidak halus.
 Shrinkage
Terjadi penyusutan volume pada benda cor dimana kemungkinan
disebabkan oleh saluran masuk yang terlalu kecil.
 Fusion
Fusion terjadi ketika butiran pasir menyatu dengan lelehan logam
sehingga terbentuk lapisan tipis yang getas dan terkadang mengkilap. Fusion
disebabkan oleh dua hal, yaitu sifat refraktori pasir yang rendah dan
temperatur tuang yang terlalu tinggi.

 Flash
Terjadi dikarenakan adanya celah antara cope dan drag sehingga logam
cair akan menyelinap (meleber) dari celah tersebut dan membentuk sejenis
sirip (flash)
 Mismatch
Mismatch atau mold shift adalah perubahan (pergeseran) dimensi dari
benda cor yang menjadi tidak simetris akibat ketidakselarasan antara cup dan
drag pada cetakan. Mismatch biasanya ditunjukkan dengan adanya
displacement secara horizontal. Penyebab dari mismatch antara lain kondisi
pin pada rangka cetak yang kurang baik atau ketidaktelitian dari pekerja
sendiri

5. Kesimpulan
 Cetakan pasir yang baik akan menghasilkan produk/benda cor yang baik pula.
Komposisi cetakan pasir dan proses pembuatan cetakan pasir harus sempurna
agar didapatkan cetakan pasir yang memiliki sifat yang baik.
 Kadar pasir dan campuran sangat mempengaruhi kekuatan mekanis,
collapsabillity, permeabilitas, sifat kohesif dan adhesive, dan ketahanan
temperatur
 Proses solidifikasi berkaitan dengan perubahan fasa yang terjadi dan adanya
pendinginan fasa liquid sebelum terjadi pembekuan pada fasa solid solution.
Variabel waktu dan temperatur merupakan hal yang paling penting dalam proses
solidifikasi.
 Perancangan desain dan dimensi benda serta gating system perlu diperhitungkan
dengan baik, karena sangat berpengaruh terhadap produk cor yang dihasilkan.
Desain yang tepat akan menghasilkan produk cor yang baik dan bebas cacat
serta memiliki nilai yield yang tinggi
 Cacat yang terjadi pada logam hasil penuangan dikarenakan faktor temperatur
leleh logam, temperatur tuang, waktu dan kecepatan penuangan, kadar pengotor
pada logam, kadar bahan cetak, kelembaban cetakan dan logam

6. Referensi
Laboratorium Metalurgi Proses, Departemen Metalurgi dan Material
FTUI, Modul Praktikum Pengecoran logam, Depok, 2019

Kaufman, J.G., Rooy, E.l. 2004. Aluminum Alloy Castings Properties,


Processes, and Applications. ASM International.

D. A. Porter and K.A. Easterling. Phase Transformation in Metals and


Alloys. Second Edition. Chapman and Hall. 1991.

Komposisi Alumunium A356. Diakses dari


http://www.matweb.com/search/DataSheet.aspx?MatGUID=298c59f174c04575
bb9f1c192b2d370f&ckck=1 (diakses pada 15/03/2019)

Leitelt Brothers inc. (2019). 356 Aluminum Sand Castings Foundry | LB


Foundry. [online] Lbfoundry.com. Diakses dari
https://www.lbfoundry.com/356-aluminum-sand-casting.html [Diakses pada
15/03/2019].

Flux for Melting Aluminium. (http://www.substech.com). Diakses pada


18 Mar. 2019 20:59

21 Casting Defects and How to Prevent Them in Your Products. 2018.


Article by Sunny Wong on Manufacturing and QC Blog. Available:
www.intouch-quality.com (diakses pada 18 Mar. 2019 21:37)

Suharno, Bambang. 2018. Materi Kuliah Pengecoran Logam Cetakan


2018. Departemen Metalurgi dan Material FTUI : Depok.

Anda mungkin juga menyukai