Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PROMOSI KESEHATAN DI TINGKAT


PREVENTIF

NAMA : STEPHANIE D. SUNKUDON

NIM : 15111101191

KELAS : PROMKES 05

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan hikmatnya
sehingga saya dapat menyusun Tugas ini dengan baik.

Seperti yang telah kita ketahui “promosi kesehatan di tingkat preventif” sangat penting. Semua
akan dibahas pada makalah ini kenapa promosi kesehatan di tingkat preventif itu sangat
dibutuhkan dan layak dijadikan sebagai materi pelajaran.

Tugas ini saya buat untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana promosi kesehatan di
tingkat preventif itu. Semoga makalah yang saya buat ini dapat membantu menambah
wawasan kita menjadi lebih luas lagi.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan guna kesempurnaan
makalah ini.

Atas perhatian dan waktunya, saya sampaikan banyak terima kasih.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Masalah

D. Manfaat Penulisan

Bab II PEMBAHASAN

A. Defenisi Promosi Kesehatan

B. Contoh Kasus

C. Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Dalam Pola Perilaku

D. Promosi Kesehatan Pada Pencegahan Diare

E. Penanganan Diare

Bab III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preventif adalah sebuah tindakan yang diambil unntuk mengurangi atau menghilangkan
kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak diinginkan dimasa depan. Tindakan preventif
biasanya lebih murah biayanya jika dibandingkan dengan biaya mengurangi dampak peristiwa
buruk yang terjadi. Contoh sederhananya adalah mencegah penyakit demam berdarah dengan
menguras kamar mandi itu lebih murah, lebih mudah dan lebih gampang ketimbang mengobati
penyakit demam berdarah yang kita derita.

Tindakan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang bisa mengancam pribadi ataupun
kelompok. Preventif berbedah dengan kuratif. Preventif prinsipnya adalah untuk meminimalisir
adanya sebuah keburukan sedangkan pengertian kuratif adalah segala bentuk aktifitas yang
bertujuan untuk meminimalisir ataupun menghilangkan keburukan yang sudah terjadi.
Contohnya: menyikat gigi 3 kali sehari adalah tindakan preventif agar gigi tidak bolong.
Sedangkan tindakan kuratif adalah menambal bolong gigi karena gigi bolong sudah terjadi.

Melakukan berbagai tindakan untuk mengindari terjadinya berbagai masalah kesehatan yang
mengancam diri kita sendiri maupun orang lain dimasa yang akan datang. Contohnya tidak
merokok agar hari tua kita tidak sakit-sakitan, tidak ergaul terlalu bebas supaya tidak terkena
penyakit HIV/AIDS, selalu rajin berolahraga agar badan selalu sehat dan bugar agar badan selalu
sehat dan bugar sampai hari tua.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah promosi kesehatan pada tingkat preventif?

2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan program tersebut?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui defenisi program preventif.

2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan promosi kesehatan.

D. Manfaat Penulisan
Kita dapat mengatahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kegiatan program promosi kesehata

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui


proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi social budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan. Menolong diri sendiri artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah
timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan
tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Banyak masalah kesehatan
yang ada di negeri kita Indonesia, termasuk timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) yang erat
kaitannya dengan perilaku masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh KLB Diare dimana penyebab
utamanya adalah rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat seperti kesadaran akan buang air
besar yang belum benar (tidak di jamban), cuci tangan pakai sabun masih sangat terbatas,
minum air yang tidak sehat, dan lain-lain. Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran
masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja,
tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan perilaku. Dengan demikian promosi
kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan
(perbaikan) baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya
(lingkungan fisik, sosial budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi
kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik)
dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
B. CONTOH KASUS

An “B” umur 2 tahun, masuk RS akibat berak-berak lebih dari sepuluh kali disertai muntah lima
kali yang dialami sejak 1 jam yang lalu. Di rumah ibu sudah memberi obat berak-berak namun
tidak berhenti, akhirnya membawa anaknya masuk RS.

Saat pengkajian ibu mengatakan anaknya masih berak namun frekuensinya mulai menurun.
BAB masih encer dan tidak berampas. Turgor kulit jelek, mata cekung dan mulut nampak
kering. Hasil pemeriksaan auskultasi peristaltic usus meningkat. Anak nampak rewel dan sering
menangis. Ibu mengatakan sangat mencemaskan keadaan anaknya. Ekspresi wajah tegang, ibu
sering bertanya tentang kondisi anaknya.

Hasil pemeriksaan tanda vital:

· N : 132 x/mnt

· P : 32 x/mnt

· S : 38,2 C

Pengobatan :

· Infus RL 32 tetes/mnt

· Puyer 3 X 1 sdt
C. Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Pola Perilaku

Umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar merubah perilakunya,
yaitu :

1. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya
menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih dekat;

2. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks
pengetahuan loka

3. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama) setempat
menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkan dan

4. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk


membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di
miliki.

Pendekatan program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”, dalam artian:

Bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam kehidupan


masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan inginkan,

Bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk perilaku
yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di lakukan dengan
aman dan nyaman serta

Bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan


memantau dampaknya secara terus-menerus, berkesinambungan.

D. Promosi Kesehatan Pada Pencegahan Diare

Pengertian Diare

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah
banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang
ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung
antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
Diare adalah berak-berak yang lebih sering dari biasanya (3 x atau lebih dalam sehari) dan
berbentuk encer, bahkan dapat berupa seperti air saja, kadang-kadang juga disertai dengan
muntah, panas dan lain-lain (Widoyono, 2008).

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan, peningkatan volume, keenceran dan
frekuensi dengan atau tanpa lender darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali/hari (Hidayat, Aziz Alimul, 2008).

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006).

Diare terjadi akibat adanya rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga
menimbulkan reflex mempercepat peristaltic usus, rangsangan ini dapat ditimbulkan oleh :

a. Infeksi oleh bakteri pathogen, misalnya bakteri E.Colie

b. Infeksi oleh kuman thypus (kadang-kadang) dan kolera

c. Infeksi oleh virus, misalnya influenza perut dan ‘travellers diarre’

d. Akibat dari penyakit cacing (cacing gelang, cacing pita)

e. Keracunan makanan dan minuman

f. Gangguan gizi

g. Pengaruh enzyme tertentu

h. Pengaruh saraf (terkejut, takut, dan lain sebagainya)

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok


yaitu:

a. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang
dari tujuh hari),

b. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

c. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus
menerus,

d. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin
juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Diare mengakibatkan terjadinya:

a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, dan
asidosis metabolik.

b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai
akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga
hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati
penderita dapat meninggal.

Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang
kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir
dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam,
penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang
perut, serta gejala - gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan
sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung
darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Pencegahan Diare

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:

a. Primary Prevention (promosi kesehatan dan pencegahan khusus)

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan
faktor pejamu.

1. Penyediaan Air Bersih

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit
menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar
penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan
dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi
atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling
sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air
harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
besih (Andrianto, 1995).

2. Tempat Pembuangan Tinja

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia
harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi
syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak
dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan
murah (Notoatmodjo, 1996).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari keluarga yang
menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4%
terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki
septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota
dan 12,7% di desa.

3. Status Gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan
makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson
(1990) metode penilaian tersebut adalah;

1) konsumsi makanan

2) pemeriksaan laboratorium

3) pengukuran antropometri

4) pemeriksaan klinis

Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan
hasil yang lebih efektif.

4. Kebiasaan Mencuci Tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku
hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral.
Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang
mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini,
tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau
minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

b. Secondary Prevention (diagnosis dini serta pengobatan yang tepat)

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang
terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat
dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan
diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab
diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai
radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi
menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu
menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi
golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan
dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek
samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

c. Tertiary Prevention (pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi)

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan
kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi
fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk
mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi
juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial
dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

E. Penangan Diare

Cara pengobatan diare di rumah :

1. Tingkatkan pemberian cairan

Pemberian susu buatan (campuran sama banyaknya dengan air masak).

Pemberian cairan lain, seperti : air teh, sop, air tajin dari pemasakan nasi, LGG (Larutan Gula
Garam), air kelapa, larutan oralit).
2. Teruskan makanan

a. Berikan makanan yang mudah dicerna, yang mengandung kalium (sari buah, sayur).

b. Jangan berikan makanan yang pedas.

c. Berikan makanan yang sering.

d. Bila diare tidak dapat diatasi dengan pemberian oralit atau LGG, bahkan tambah berat,
segera bawa penderita ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja akibat imflamasi mukosa lambung atau usus sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan.
Sebagai akibat dari berkurangnya absorpsi cairan dan elektrolit di usus besar, maka muncul
beberapa masalah keperawatan dari diare ini, diantaranya adalah adanya gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit; kurang daru kebutuhan dan nausea.
Dari masalah tersebut, dipilih beberapa tindakan penatalaksanaan, diantaranya :
a. Banyak minum (oralit)
b. Rehidrasi perinfus (jenis isotonis kristaloid)
c. Antibiotika yang sesuai (misal ciprofloxacin dan metronidazole)
d. Diit tinggi protein dan rendah residu
e. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen
f. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain), misal carboadsorben
g. Observasi keseimbangan cairan dan level elektrolit
h. Cegah komplikasi

B. Saran
1. Biasakanlah untuk selalu hidup sehat agar kita tidak terkena diare.
2. Tingkatkan kesehatan baik individu maupun lingkungan, agar tidak terserang
penyakit.
3. Masaklah air minum sampai mendidih.
4. Cucilah tangan sebelum dan sesudah makan.
5. Buang Air Besar(BAB) dan Buang Air Kecil(BAK) di kakus(WC).

Anda mungkin juga menyukai