Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

STATUS ASMATICUS

Dosen Pembimbing :
Romadhoni, S. Kep, Ns, M. Kep

Kelompok 1 :

1. Bardi (NIM 1801003)


2. Evalidia K. (NIM 1801010)
3. Fajar Susanto (NIM 1801011)
4. Rina Kristiani (NIM 1801038)
5. Joko Kustanto (NIM 1801020)
6. Sukini (NIM 1801046)
7. Menik Sri S. (NIM 1801027)
8. Tri Windarti (NIM 1801055)
9. Suwanto (NIM 1801053)
10. Wahyu Yuni C. (NIM 1801057)

PROGRAM KHUSUS ALIH JALUR STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan InayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata
Kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Makalah ini berisikan tentang Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Status Asmaticus beserta pembahasannya,
sehingga diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan kepada kita pada kasus
pasien dengan Status Asmaticus.

Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang kami hadapi. Namun
berkat bimbingan dari Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.

Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum


seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi
lebih baik dan berdaya guna. Harapan kami, semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.

Penulis
DAFTAR ISI
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ............................................................. i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………………………
……………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 4
TUJUAN ....................................................................................................................... 4
RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 5
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PASIEN DENGAN STATUS
ASMATICUS ................................................................................................................... 6
Airway Management.................................................................................................... 22
Respiratory Monitoring ............................................................................................... 23
Airway Management.................................................................................................... 24
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 28
SKENARIO KASUS ..................................................... Error! Bookmark not defined.
ANALISA KASUS......................................................... Error! Bookmark not defined.
PROSES TERJADINYA KASUS DILIHAT DARI MEDISError! Bookmark not
defined.
MANAJEMEN KASUS KEPERAWATAN .................. Error! Bookmark not defined.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................... Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jumlah penderita asma di dunia mungkin setinggi 334 juta. Angka ini berasal
dari analisis yang komprehensif terbaru dari Global Burden of Disease Study (GBD)
yang dilakukan tahun 2008-2010. The International Study of Asma dan Alergi in
Childhood (ISAAC) melakukan survei terbaru antara tahun 2000 dan 2003. ISAAC
menemukan bahwa sekitar 14% dari anak-anak di dunia yang cenderung memiliki
gejala asma pada tahun lalu dan, yang terpenting, prevalensi asma anak bervariasi
antar negara, dan antara pusat dalam negara yang diteliti. Kesimpulan ini dihasilkan
dari survei ISAAC tentang sampel yang representatif dari 798.685 anak usia 13-14
tahun di 233 pusat di 97 negara. (A kelompok usia yang lebih muda dari anak-anak
(6-7 tahun) juga dipelajari oleh ISAAC dan temuan itu umumnya sama dengan anak-
anak yang lebih tua). Prevalensi mengi baru-baru ini bervariasi. Prevalensi tertinggi
(> 20%) secara umum diamati di Amerika Latin dan di negara-negara berbahasa
Inggris dari Australasia, Eropa dan Amerika Utara serta Afrika Selatan. Prevalensi
terendah (<5%) diamati di anak benua India, Asia-Pasifik, Timur Mediterania, dan
Utara dan Eropa Timur. Di Afrika, 10-20% prevalensi sebagian besar
diamati.(ISAAC, 2014)
Status asmatikus merupakan serangan asma yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan konvensional dan ini merupakan keadaan darurat medis, bila tidak
segera diatasi akan terjadi gagal napas. Status asmatikus adalah asma yang berat
dan persisten yang tidak merespons terapi konvensional (Muttaqin, 2008).

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada klien dengan kegawat daruratan Asmatikus.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penulisan Makalah ini adalah mahasiswa mengetahui dan
memahami :
a. Pengertian Status Asmaticus
b. Penyebab (Etiologi) Status Asmaticus
c. Patofisiologi Status Asmaticus
d. Tanda Gejala (Manifestasi Klinis) Terjadinya Status Asmaticus
e. Komplikasi Status Asmaticus yang tidak tertangani
f. Pathway Status Asmaticus
g. Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Status Asmaticus
h. Penatalaksanaan Medis Status Asmaticus
i. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Status Asmaticus
meliputi Pengkajian, Perencanaan, Diagnosa Keperawatan dan Evaluasinya

C. RUMUSAN MASALAH
a. Apa Pengertian Status Asmaticus?
b. Apa Penyebab (Etiologi) Status Asmaticus?
c. Bagaimana Patofisiologi Status Asmaticus?
d. Apa Tanda Gejala (Manifestasi Klinis) Terjadinya Status Asmaticus?
e. Bagaimana Komplikasi Status Asmaticus yang tidak tertangani?
f. Bagaimana Pathway Status Asmaticus?
g. Apa saja Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Status Asmaticus?
h. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Status Asmaticus?
i. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Status Asmaticus
meliputi Pengkajian, Perencanaan, Diagnosa Keperawatan dan Evaluasinya?
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PASIEN DENGAN STATUS ASMATICUS

A. Pengertian Status Asmaticus


Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan
berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996)
dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala
wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-
sebab lain sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang,
sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini
hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang
luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas
yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar
tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).

Asma adalah keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan


karena hiperaktivitas terhadat rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan ; penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan di antar
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih
normal (Sylvia A.Price). Beberapa factor penyebab asma, antara lain jenis
kelamin, umur pasien, status atopi, factor keturunan, serta factor lingkungan.
(Nurarif & Hardhi, 2015).
Status asmatikus merupakan serangan asma yang tidak dapat diatasi
dengan pengobatan konvensional dan ini merupakan keadaan darurat medis,
bila tidak segera diatasi akan terjadi gagal napas. Status asmatikus adalah asma
yang berat dan persisten yang tidak merespons terapi konvensional. Serangan
dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, kecemasan, penggunaan
tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok
adrenergik, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut
mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin (Muttaqin, 2008).
B. Penyebab (Etiologi) Status Asmaticus
1. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang
diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk
sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang
terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.

Reaksi imonologik (alergika/asma ekstrinsik) mulai timbul dengan aktivitas


sel mask dan pelepasan histamine, leukotrin, prostaglandin, dan tromboksane
A2 dan berkembang menjadi bronkokontriksi, peradangan, dan produksi
mucus oleh eosinophil, dan sel mononukleus.
2. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-
faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu
serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan
dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul
sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.
Reaksi Non-imunologik (asma intriksik) mengakibatkan bronkokontriksi
tanpa menginduksi kaskade imunologik di atas (misalnya aktivitas fisik, udara
dingin, infeksi respirasi, polutan udara, dan obat-obatan).(Jeffrey &
Scott,2012)
3. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
4. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
4) Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E
pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen
ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen
berupa asma.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma
dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut
sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa
saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun
naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
c. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi
pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh
karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
d. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita
diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
5. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau.
C. Patofisiologi Status Asmaticus
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu
atau lebih dari faktor berikut ini.
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan
nafas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap
di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti:
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang
bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas
menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan
pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh
impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non
alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti:
infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin
yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan
mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini
akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya
mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi
alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi,
banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam
pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah
berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang
meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi
CO2dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun).
Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan
konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting
peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit
pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga
akan memperburuk keadaan.
D. Pathway Status Asmaticus

Faktor intrinsik : Faktor ekstrinsik: Faktor predisposisi : faktor presipitasi ;


Latihan fisik, protein,serbuk sari genetik Alergen, olahraga,
emosi hidup, polusi, susu, infeksi bakteri,
coklat, perubahan stress, gangguan
cuaca pada sinus

Peningkatan Jumlah Asetilcolin

bronkhokontriksi

merangsang pembentukan mediator kimia

mempengaruhi otot polos dan pembengkakan


kelenjar jalan nafas membran
menyebabkan broncho spasme mukosa

hiperventilasi pembentukan mukus yang sangat


banyak

Hipoksemia Dispnea Pola Nafas


tidak efektif Bersihan Jalan napas Tidak
Efektif
toxemia Gangguan Pertukaran Gas

hipercapnia

Gagal Napas

Sumber : Muttaqin, 2008


E. Manifestasi Klinis Asma
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak
dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus
atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan
asma seringkali terjadi pada malam hari.

F. Komplikasi Status Asmaticus yang tidak tertangani


1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
8. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
3) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB ( Right bundle branch block).
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
d. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan
efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
H. Penatalaksanaan Medis Status Asmaticus
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi
dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak
. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
I. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Status Asmaticus
1. Pengkajian
a. Primary Assessment
1) Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan napas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan
napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien
yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat
diperoleh.
2) Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memporeh oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami napas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping
itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak
mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau
kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh
frekuensi napas lebih dari 25x / menit. Pantau adanya mengi.
3) Circulation
Pada kasus asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
oksigen maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan
tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih
dari 110x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada
waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak
ekspirasi (APE) kurang dari 50% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang
pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan
oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.
4) Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status
asmatikus mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien
yang masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang
terbata-bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha
napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan.
Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik paien
unrespon.
5) Exposure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi
ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intensif
(ENA, 2007).
b. Secondary assessment
Survei sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
c. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga :
A :Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester,makanan)
M :Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P :Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
d. Pemeriksaan Head to Toe
Memeriksa pasien dari kepala sampai kaki (Head to Toe) dengan
teliti untuk menilai adakah perubahan bentuk, tumor, luka, dan sakit
(BTLS).
e. Pemerikasaan Tanda-Tanda Vital
Memeriksa tanda –tanda vital pasien yaitu pernapasan, tekanan
darah, suhu, nadi dan skala nyeri pasien. Pemeriksaan TTV ini penting
karena untuk mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan yang kita
berikan sebelumnya (ENA, 2007).
2. Rencana Asuhan Keperawatan Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
tidak efektif selama 1 x 5 menit, pasien mampu : Airway Management
berhubungan dengan Respiratory status : Ventilation Buka jalan nafas,
tachipnea, peningkatan Respiratory status : Airway patency guanakan teknik chin lift
produksi mukus, Aspiration Control, atau jaw thrust bila perlu
kekentalan sekresi dan Dengan kriteria hasil : Posisikan pasien
bronchospasme. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara untuk memaksimalkan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan ventilasi
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, Identifikasi pasien
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada perlunya pemasangan
pursed lips) alat jalan nafas buatan
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien Pasang mayo bila
tidak merasa tercekik, irama nafas, perlu
frekuensi pernafasan dalam rentang Lakukan fisioterapi
normal, tidak ada suara nafas abnormal) dada jika perlu
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah Keluarkan sekret
factor yang dapat menghambat jalan nafas dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
gas berhubungan selama 1 x 30 menit, pasien mampu :
Airway Management
dengan perubahan Respiratory Status : Gas exchange
membran kapiler – Respiratory Status : ventilation
Buka jalan nafas,
alveolar Vital Sign Status
gunakan teknik chin lift
Dengan kriteria hasil :
atau jaw thrust bila perlu
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
Posisikan pasien
dan oksigenasi yang adekuat
untuk memaksimalkan
Memelihara kebersihan paru paru dan
ventilasi
bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Identifikasi pasien
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
perlunya pemasangan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
alat jalan nafas buatan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
Pasang mayo bila
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
perlu
pursed lips)
Lakukan fisioterapi
Tanda tanda vital dalam rentang normal
dada jika perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berika bronkodilator
bial perlu
Barikan pelembab
udara
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2

Respiratory Monitoring

Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan
otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
Auskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya

Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 1 x 30 menit, pasien mampu :
Airway Management
penyempitan bronkus Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Buka jalan nafas,
Vital sign Status
guanakan teknik chin lift
Dengan Kriteria Hasil :
atau jaw thrust bila perlu
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
Posisikan pasien
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
untuk memaksimalkan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
ventilasi
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
Identifikasi pasien
pursed lips)
perlunya pemasangan
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
alat jalan nafas buatan
tidak merasa tercekik, irama nafas,
Pasang mayo bila
frekuensi pernafasan dalam rentang
perlu
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Lakukan fisioterapi
Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan) dada jika perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Atur peralatan
oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
BAB III
KESIMPULAN
Status asmatikus merupakan serangan asma yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan konvensional dan ini merupakan keadaan darurat medis, bila tidak segera
diatasi akan terjadi gagal napas. Status asmatikus adalah asma yang berat dan
persisten yang tidak merespons terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih
dari 24 jam. Infeksi, kecemasan, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan
nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergik, dan iritan nonspesifik dapat
menunjang episode ini.

Sehingga dengan pengetahuan kita terhadap Asuhan Keperawatan Gawat


Darurat pada Status Asmaticus diharapkan kita bisa mengaplikasikannya agar tidak
terjadi kegawatan lebuh lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo. 2001.Keperawatan Kritis.Edisi VI.Vol I. Jakarta:EGC.

Halim Danukusantoso.2000.Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: Penerbit


Hipokrates.

I made bakta. I ketut sustika.1999.Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.


Jakarta:EGC

Muttaqin Arif.2012..Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Krisanty Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama.
Jakarta:Trans Info Media

Smeltzer, C . Suzanne,dkk. 2001.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Vol


1. Jakarta :EGC.

Sundaru.1991.Ilmu Penyakit Dalam.jilid 2. Jakarta:Balai pustaka FKUI

Anda mungkin juga menyukai