sehingga bahaya resiko tersebut harus dikendalikan. Selain itu, hal ini harus diketahui bersama
sebagai bentuk tindakan preventif untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu yang tidak kita
inginkan.
Berikut merupakan penjelasan mengenai sistem pengendalian bahaya dan resiko rumah sakit
yang harus dilakukan di rumah sakit (Modul Pelatihan Dasar Wajib Pengendalian Risiko Bahaya
di Rumah Sakit) :
Risiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum, terpeleset ataupun menabrak
dinding/pintu kaca. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : penggunaan safety box
limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin
pada koridor dan lantai yang miring, pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca film dan
stiker pada dinding/pintu kaca agar lebih kelihatan.
Risiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapy, kedokteran nuklir dan beberapa kamar
operasi yang memiliki x-ray. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : pemasangan
rambu peringatan bahaya radiasi, pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan
pemantauan paparan radiasi.
Risiko ini terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan ruang chiller. Pengendalian yang harus
dilakukan antara lain : substitusi peralatan melalui alat-alat baru dengan intensitas kebisingan
yang lebih rendah, penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara
berkala oleh sanitasi.
Risiko bahaya pencahayaan ini seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang
harus dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh sanitasi dan hasil
pemantauan dilaporkan ke petugas teknisi untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat
pencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.
Risiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum. Pengendalian yang harus dilakukan
adalah adanya kebijakan penggunaan peralatan listrik harus memenuhi SNI, serta dilakukan
pengecekan secara rutin baik fungsi dan kelayakan peralatan listrik di rumah sakit.
Risiko ini terdapat pada bahan-bahan kimia golongan berbahaya dan beracun. Pengendalian
yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun), pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS (Material Safety Data
Sheet) atau lembar data keselamatan bahan, penyiapan P3K, serta pelatihan teknis bagi
petugas pengelola B3. Selain itu pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran
air kotor yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Risiko ini terdapat pada sebagian besar kegiatan di rumah sakit berupa kegiatan angkat angkut,
posisi duduk, ketidaksesuaian antara peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Risiko ini misalnya
terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik pasien maupun barang. Selain itu pemilihan
sarana dan prasarana rumah sakit juga harus mempertimbangan faktor fisiologi, terutama
peralatan yang dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran badan.
Pengendalian yang harus dilakukan yaitu melalui melakukan gerak tubuh secara rutin.
Risiko bahaya psikologi dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidakharmonisan
hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama staff, staff dengan pasien, maupun
staff dengan pimpinan. Risiko psikologi akan memberikan pengaruh pada perilaku atau
semangat kerja petugas sehingga produktivitas akan menurun. Upaya pengendalian yang
dilakukan untuk risiko ini adalah dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff,
dan pimpinan pada acara-acara bersama yang bertujuan agar terjalin komunikasi dengan baik.
Sehingga secara psikologi hal ini berdampak baik pada proses pengakraban, dengan harapan
risiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal mungkin.
Pengenalan potensi bahaya dan resiko di rumah sakit diharapkan pekerja, pengunjung,
pasien dan masyarakat sekitar lingkungan rumah sakit mampu mengidentifikasi risiko bahaya
dan mengetahui upaya pengendalian risiko bahaya tersebut.
BAHAYA-BAHAYA POTENSIAL DIRUMAH SAKIT
MENURUT KEPMENKES RI NO.1087/MENKES/SK/VIII/2010