Kelompok III
Kesimpulan
Myopia manajemen, sebuah fokus yang berlebihan pada kinerja jangka pendek merupakan
efek samping yang hampir tak terelakkan atas penggunaan sistem pengendalian hasil
keuangan yang ada pada pengukuran kinerja Akuntansi. Myopia dapat dikurangi pada level
manajemen puncak dengan tetap meminta manajer bertanggung jawab terhadap kenaikan
nilai pasar. Akan tetapi, tugas untuk mengurangi myopia akan lebih sulit pada tingkat
manajer level manengah pada hal ini ada enam elternatif yang dapat digunakan untuk
mengurangi myopia tetapi tidak ada satu pun yang dapat menyelasaikan masalah ini. Akan
tetapi, penting untuk memahami dimana letak titik yang kurang sempurna dari masing-
masing alternatif dan bagaimana cara mengatasi kekurangan tersebut. Myopia manajemen,
sebuah fokus yang berlebihan pada kinerja jangka pendek merupakan efek samping yang
hampir tak terelakkan atas penggunaan sistem pengendalian hasil keuangan yang ada pada
pengukuran kinerja Akuntansi.
STUDI KASUS
STATOIL
Statoil, yang berpusat di Stavanger, Norwegia, merupakan perusahaan energi multinasional yang
besar. Perusahaan tersebut dibentuk pada 1972 oleh pemerintah Norwegia dan sepenuhnya dimiliki
oleh negara hingga 2001, yaitu saat sahamnya terdaftar di bursa saham Oslo dan New York. Sesudah
merger pada 2007 dengan devisi minyak dan gas Hydro, salah satu pesaing asal Norwegia, Statoil
menjadi produsen energi lepas pantai terbesar,penjual minyak mentah terbesar ketiga di dunia.
Statoil juga merupakan perusahaan terbesar yang berkantor pusat di Skandinavia, diukur dari
kapitalisasi pasar (hampir mencapai US$70 miliar) dan penjualan tahunan ( US$70 miliar).
Perusahann tersebut mempekerjakan 20.000 orang di 34 negara. Orientasi awal Statoil adalah pada
eksplorasi, produksi, dan pengambangan minyak dan gas pada bagian kontinental Norwegia.
AMBITION-TO-ACTION
Ambition-to-Action Statoil merupakan sebuah proses yang dirancang untuk memberikan integrasi
dari strategi organisasi terhadap tindakan karyawan, selain memberikan kebebasan dan fleksibilitas
yang cukup. Hal tersebut dirancang dalam lima prinsif dasar :
IMPLEMENTASI
Balance scorecard yang didominasi KPI, pertama kali dikenalkan sebagai inisiatif lokal disalah satu
platfrom lepas pantai pada akhir 1990-an. Popularitasnya berkembang engan cepat,secara
horizontal maupun pertikal dalam organisasi, dan pada tahun 2003 seluruh statoil
menerapkannya.kemudian, proses Ambition-to-Action yang lebih luas diperkenalkan,
menitikberatkan pada tujuan-tujuan strategi dan berbagai tindakan.pada 2005, perusahaan
menghapus penyusunan anggaran tradisional, memulai dengan yang baru. Pada 2007, perusahaan
melakukan merger dengan Hydro yang menambah 1000 orang pada peran-peran baru didalam
organisasi yang baru, berarti memulai lagi untuk lebih banyak entitas. Pada 2010, proses Ambition-
to-Action diterapkan sepenuhnya di Statoil. Semua unit bisnis utama mengimplementasikan proses
tersebut dan secara virtual semua manajer enior berpikir bahwa hal tersebut tergolong sukses.para
manajer perusahaan tidak memaksakan proses Ambition-to- Action pada tiap entitas. Mereka
menyimpulkan bahwa manajer lokal perlu memiliki kebebasan untuk beradaptasi dengan prinsip-
prinsip dan parktik dari proses tersebut untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan entitas dan
mereka perlu untuk menemukan kegunaan kegunaannya sendiri.
MASA DEPAN
Tidak perlu diperdebatkan bahwa perbaikan atas proses tersebut dapat dilakukan dari tahun
ketahun. Perusahaan baru saja memulai memasukkan peta risiko kedalam Ambition-to-Action.
Bjarte Bogsnes berpikir bahwa sistem tersebut dapat menjadi dinamis. Pada 2010, perencanaan aksi,
alokasi sumber daya, dan peramalan dilakukan secara dinamis, dan mulai pada 2011 penentuan
tujuan-tujuan strategis, penentuan KPI, dan strategi KPI akan digerakan oleh kejadian dan bisnis.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah tujuan-tujuan tersebut mencerminkan ambisi dan strategi; yaitu area yang baik
penting maupun yang memerlukan perubahan?
2. Apakah tujuan-tujua tersebut tertulis dalam bahasa yang mudah dipahami?
JAWABAN