Anda di halaman 1dari 10

Si Unyil Anak Indonesia

Tito Imanda

(New York University)

Abstract

This article illustrates the process of reformulating Indonesian identities in the new “Si
Unyil” program, decisions made, their background and consequences. The new Unyil appears
for an ideal: parents miss an educational children television program. Production team seemed
to believe that this ideal is not blocking their needs for profit. The question is ‘who is the real
audience?’ ‘Children or their parents?’
When reproduced, “Si Unyil” series is problematic. In one hand, the old Unyil is no longer
fit the new television industry. Countryside setting is not interesting for the advertisement, so
in the new series Unyil lives in a suburb area, place for middle class, the most potential market.
Sarong and Malay’s hat, wore by old Unyil, now are being replaced by unbuttoned shirt and
backpack. The old Unyil played hide and seek and ate traditional cake, now Unyil plays video
game and eats ice cream. But this is an old legendary program for Indonesian children, how do
they put the Indonesian context?

Si Unyil lama Dirjen RTF. Pada bulan April 1980, secara


Penonton saat itu hanya menikmati satu sepihak Menteri Penerangan Ali Murtopo
saluran televisi. Televisi Republik Indonesia memasukkan pegawai TVRI sebagai pegawai
adalah stasiun televisi milik pemerintah dengan negeri dalam daftar gaji Departemen Penerang-
tugas utama menyiarkan informasi mengenai an dan secara lengkap menghilangkan indepen-
program-program pemerintah. Muncul pada densinya dengan menghapuskan siaran iklan
tahun 1962 untuk meramaikan penyelenggaraan di TVRI (Kitley 2000:35–39).
Ganefo, awalnya TVRI didirikan sebagai bagian Pada tahun yang sama, pemerintahan
dari yayasan Gelora Bung Karno, hingga otoriter Presiden Soeharto baru selesai dengan
akhirnya mendirikan yayasan tersendiri pada rancangan Pedoman Penghayatan dan
tahun 1963. Pada saat yang sama mereka mulai Pengamalan Pancasila-nya yang dirancang
mendapat pemasukan tetap dari iklan, yang sebagai acuan pengendalian kehidupan sosial-
memberinya kebebasan berkreasi dan me- politik bagi warga negara. ‘Si Unyil’ yang mulai
rancang anggaran operasional harian. Setelah diproduksi pada tahun 1978 mendapatkan
pergantian pemerintahan pada tahun 1966, momentumnya pada situasi ini. Dengan TVRI
yayasan ini ‘dimasukkan ke dalam lingkungan’ sepenuhnya berada di bawah kendali pe-
Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film merintah, stasiun ini membutuhkan program-
(RTF) di bawah Departemen Penerangan. Pada program dengan karakter khusus. Pada titik ini,
tahun 1975, TVRI dijadikan direktorat di bawah ‘Si Unyil’ diberi tugas tambahan sebagai

44 ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004


penyampai pesan pemerintah, khususnya ini masih menggunakan kamera film 35mm
bidang ideologi. Kedekatan sang produser, untuk pengambilan gambar, dan seiring
Gufron Dwipayana yang pernah menjadi perkembangan, mulai menggunakan kamera
ajudan presiden sangat berguna untuk video yang lebih praktis untuk keperluan
memperoleh dukungan penuh pemerintah, penyiaran di televisi.
khususnya presiden beserta keluarganya. Serial ini bercerita tentang petualangan anak-
‘Film Boneka Si Unyil’ pertama kali muncul anak sekolah dasar di lingkungan sebuah desa
pada tanggal 1 April 1981, diproduksi oleh Pusat di Jawa Barat. Si Unyil, tokoh utama film ini, adalah
Produksi Film Negara (PPFN), sebuah seorang anak bertubuh kecil (Unyil berkonotasi
perusahaan film milik pemerintah, dan disiarkan kecil dalam bahasa Sunda) yang menjadi
oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI), pemimpin informal dari teman-temannya. Sebagai
stasiun televisi yang juga milik pemerintah. Pro- anak kampung, setiap saat Unyil memakai peci
gram ini dirancang oleh Drs. Suyadi, seorang dan sarung, kecuali ketika memakai seragam ke
lulusan jurusan Seni Rupa Institut Teknologi sekolah. Peci dan sarung dianggap mewakili
Bandung, diproduksi oleh Brigjen G. Dwipayana identitas nasional Indonesia. Walau kadang
yang saat itu menjabat sebagai direktur PPFN, nakal, Unyil dirancang untuk menjadi teladan
dan naskahnya ditulis oleh Kurnain anak-anak. Ia tidak pernah mencuri. Beberapa
Suhardiman. ‘Si Unyil’ adalah sebuah per- teman yang nakal selalu dikalahkan atau
tunjukan boneka, yang dimainkan dengan disalahkan pada akhir cerita. Tokoh-tokoh
memasukkan tangan ke badan boneka dan jari- antagonis juga diwakilkan oleh karakter-karakter
jari telunjuk, jempol dan kelingking pada kepala dewasa. Pak Raden, seorang priayi Jawa yang
dan tangan-tangannya. Kepala boneka kikir atau Pak Ogah yang malas atau Johni alias
dibentuk dari bubur kertas dan diperhalus Jontor yang bergaya hidup kebarat-baratan, juga
dengan plamir, yang biasa digunakan untuk selalu disalahkan pada akhir cerita.
menghaluskan dinding. Tubuh boneka yang Penonton dengan cepat menggemari ‘S i
mendapat bentuk dari tangan dalangnya Unyil’. Anak-anak membicarakannya di se-
dibungkus oleh pakaian kain berwarna warni. kolah, meniru dialog-dialognya serta menyanyi-
Si dalang memainkan boneka-boneka ini kan lagu-lagunya. Tingginya perhatian pe-
sambil berdiri, di antara set-set rumah, jalanan, nonton yang tergambar dengan banyaknya
kebun dan lain-lain yang dengan gaya realis surat yang masuk, segera menyadarkan banyak
dibuat dalam proporsi boneka. Salah satu pihak mengenai betapa penting dan ampuhnya
gudang dengan ukuran 20 x 15 m dalam media televisi, khususnya program-program
kompleks studio PPFN kemudian dijadikan stu- populer. Instansi pemerintah menitipkan pesan-
dio, dan ruang gudang di sebelahnya dijadikan pesan mereka ke dalam acara ini. Departemen
bengkel kerja. Kegiatan dilakukan dalam kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup,
ruangan tanpa pendingin udara, yang menjadi hingga transmigrasi bahkan pertahanan dan
semakin panas ketika lampu-lampu menyala. keamanan, semua menitipkan pesannya.
Setiap pengambilan gambar dilakukan setelah Keluarga presiden pada waktu itu pun menjadi
set selesai dibangun. Apabila adegan-adegan penggemar ‘Si Unyil’. Kadang-kadang, pada
dalam set yang bersangkutan telah selesai, hari ulang tahun salah satu cucu presiden, pihak
maka pengambilan gambar harus menunggu keluarga meminta tim produksi untuk memasuk-
selesainya pengaturan set untuk adegan kan lagu kesukaan sang cucu ke dalam pro-
berikutnya selesai. Saat awal produksi, serial gram yang diputar di seluruh Indonesia ini.

ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004 45


Bagaimanapun, pesan-pesan serial ‘S i Institut Kesenian Jakarta atau Akademi Seni
Unyil’ lama secara keseluruhan adalah pesan- Drama dan Film Yogyakarta belum banyak
pesan stabilitas paternalistik khas Orde Baru. menghasilkan lulusan yang terserap ke sektor
Tokoh-tokoh yang tidak diposisikan sebagai industri. Industri film Indonesia memang tidak
individu, tapi lebih sebagai anggota kelompok. dibangun dengan bersandar pada lulusan
Profil Unyil yang sangat patuh pada keluarga, sekolah tinggi film. Hingga saat ini, dengan
gagalnya rencana yang tumbuh dari inisiatif pertimbangan biaya produksi dan ketersediaan
anak-anak dan dilakukan tanpa melibatkan or- tenaga otodidak yang lebih murah, produksi
ang dewasa, atau keluarga Meilan yang sinetron dan film masih enggan merekrut
mencoba mematikan unsur budaya Cina dalam lulusan perguruan tinggi.
keluarga mereka, adalah contoh-contoh cerita Produksi ‘Si Unyil’ menggunakan tenaga
dalam serial ini (Kitley 2000:142–150). Di luar karyawan PPFN dan anggota kru yang dibawa
kenyataan bahwa anggota tim produksi dari luar. Bersama keberhasilan Unyil,
menyatakan keberatannya pada banyaknya perusahaan film ini memproduksi film-film lain
beban pesan titipan yang masuk, pada banyak yang digunakan untuk propaganda politik Orde
titik mereka tidak merasa keberatan dengan isi Baru. Setelah ‘Serangan Fajar’ yang mulai
pesan yang disampaikan. Dalam wawancara diproduksi tahun 1979, puncak kejayaan PPFN
dengan salah satu anggota teras tim produksi ditandai oleh diproduksinya film kolosal
‘Si Unyil’ lama pada masa setelah reformasi, ‘Penghianatan G 30 S PKI’ pada tahun 1985,
dengan gamblang dinyatakan bahwa pem- keduanya menceritakan kepahlawanan
bauran warga keturunan Cina seharusnya Soeharto. Setelah beberapa film lagi yang
dilakukan dengan menjadikan mereka ber- disponsori TNI AL dan TNI AU, peran PPFN
budaya Indonesia, bukan dengan memberi semakin meredup bersama industri film Indo-
mereka kesempatan untuk bermain barongsai. nesia yang mulai merasakan daya saing televisi.
Tim produksi memang banyak diuntungkan Pada masa krisis moneter dan kejatuhan
oleh kebutuhan ini. Hal ini dapat dimaklumi karena Soeharto pada tahun 1998, PPFN pun jatuh.
tanpa sistem iklan konvensional, pada saat itu Krisis moneter membuat harga film seluloid
mereka hanya bergantung pada biaya produksi semakin tidak terjangkau, dan kurangnya
yang seluruhnya ditanggung negara, melalui profesionalisme PPFN sebagai sebuah badan
PPFN dan TVRI. Penitipan pesan juga muncul usaha membuatnya tidak mampu bersaing
dari instansi maupun pihak lain untuk memberi menembus industri televisi di masa awal
penjelasan kepada masyarakat mengenai pro- perkembangan industri ini.
gram-program mereka. Di satu sisi, pesan-pesan ‘Si Unyil’ juga mengalami pasang surut.
titipan inilah yang menghidupi tim produksi, Setelah begitu disukai di awal pemunculannya,
namun di sisi lain, mereka sadar bahwa pesan popularitas ‘Si Unyil’ terganggu oleh kritikan
titipan semacam ini mengurangi otoritas mereka. yang muncul karena misi pemerintah yang
Untuk itu, mereka memanfaatkan ruang-ruang berlebihan. Bagaimana pun, generasi peng-
yang tersisa untuk dioptimalkan, misalnya gemar anak-anak yang terus muncul tidak
memproduksi kisah-kisah dongeng yang relatif benar-benar ikut berkurang. Mendekati akhir
steril dari pesan semacam ini. dekade 80-an, pertumbuhan ekonomi Indone-
Selain anggota teras tim produksi, kru lain sia sedang tinggi-tingginya, dan desakan
kebanyakan adalah kru film otodidak. Pada masa permintaan akan iklan di televisi semakin besar.
itu lembaga pendidikan tinggi film seperti Pada awal tahun 1989, dengan kesadaran akan

46 ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004


sulitnya membendung arus globalisasi dan Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
kesempatan untuk memulai sebuah bisnis baru satu-satunya wakil dari luar Jawa, Medan.
berprospek besar, salah satu anggota keluarga Selama bertahun-tahun pengukuran dilakukan
Presiden mendirikan sebuah televisi swasta oleh sebuah perusahaan statistik. Sampel dipilih
dengan jangkauan terbatas di Jakarta. Hingga secara acak, dengan berusaha mewakilkan
dua tahun kemudian, dua buah televisi swasta semua tingkat status sosial ekonomi. Ukuran
lain muncul, masing-masing dimiliki oleh status sosial ekonomi ini didasarkan pada
anggota keluarga yang lain. Stasiun televisi standar Biro Pusat Statistik tahun 1987, yang
pertama tadi membuka siarannya untuk masya- mematok kelas A, kelas tertinggi, diukur dengan
rakat luas. Jendela penjara penonton terbuka, pengeluaran konsumsi rumah tangga minimal
‘Si Unyil’ betul-betul memperoleh saingan. 1 juta rupiah per bulan. Ukuran ini terhitung
Jadilah tiga televisi, disusul kemudian dengan rendah, karena saat ini uang dalam jumlah
kemunculan dua stasiun lagi oleh pengusaha tersebut merupakan standar gaji minimal
yang dekat dengan keluarga itu. Akhirnya pada seorang lulusan baru dari perguruan tinggi.
tahun 1993, program kesayangan ini menyiarkan Ukuran yang sangat rendah ini mungkin
tayangan terakhir pada episode ke 603. menggambarkan persebaran yang lebih merata
terutama untuk Indonesia di masa krisis, namun
Industri televisi Indonesia kurang bisa memahami dinamika tontonan kelas
Sistem perekonomian media modern mulai sosial atas yang seringkali signifikan sebagai
tumbuh di Indonesia. Stasiun televisi membutuh- pangsa pasar bagi produk dan jenis siaran-
kan program acara. Mereka membeli program siaran tertentu.
impor, dan mulai memproduksi acara mereka Pada awalnya, stasiun banyak bergantung
sendiri atau membeli dari rumah produksi lokal. pada siaran impor. Perlahan-lahan, bersamaan
Industri program televisi semakin besar, grafik dengan runtuhnya industri film Indonesia dan
permintaan dan persediaan semakin meningkat. hijrahnya pekerja dan produser film Indonesia
Rumah produksi tumbuh di mana-mana. Di sisi ke industri televisi, kemandirian stasiun televisi
lain, klien utama dari stasiun televisi, yaitu dan rumah produksi untuk membuat program
pemasang iklan, juga semakin banyak. Agensi lokal semakin matang. Program-program lokal
periklanan asing mulai beroperasi di Indonesia, ini semakin populer, dan ditempatkan pada
dan agen lokal juga semakin banyak. Rumah waktu-waktu utama, biasa disebut prime time,
produksi iklan juga tumbuh. Semakin banyak yaitu pukul 18–22, memuncak pada pukul 19–
sebuah acara ditonton, semakin mahal tarif 21 setiap malam, ditambah pukul 9–11 siang di
iklannya. Sistem rating televisi diperkenalkan, hari Minggu. Siaran impor yang menjadi
dan jumlah penonton setiap program diukur terus tontonan kelas sosial tinggi semakin tersingkir
menerus untuk kepentingan pemasang iklan. ke waktu-waktu yang lebih sedikit penonton-
Tahun 2002, terdapat 11 stasiun televisi di Jakarta nya. Acara-acara musik, serial drama, laga,
yang siaran dalam 12 saluran. Mereka semua komedi, horor, atau kuis semakin banyak
bersaing mencapai rating tertinggi untuk diproduksi dengan pola yang mengacu pada
memperoleh pemasang iklan terbanyak. hasil pantauan rating. Ketika sebuah program
Rating diukur dengan memonitor dan laga mencapai sukses sebagai acara nomor satu,
mencatat saluran yang ditonton pada sejumlah program-program laga lainnya segera
pesawat televisi sebagai sampel. Pengukuran diproduksi dan stasiun televisi berlomba
dilakukan di lima kota besar di Indonesia, yaitu menyiarkannya. Ukuran rating menjadi acuan

ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004 47


yang membentuk gaya, aktor yang dipakai, serta menjual hak kepada sebuah produk untuk
rumah produksi yang dipilih. Hukum alam pun disebut sebagai sponsor utama.
berlaku, rumah produksi yang gagal akan Mereka lalu bermitra dengan sebuah rumah
bangkrut, dan yang bertahan terus berkembang produksi. Pembagian kerja antara mereka adalah
menjadi raksasa bisnis. rumah produksi itu mengerjakan semua
Bagaimana pun, kualitas tontonan lokal ini pekerjaan yang berkaitan dengan pengurusan
sering mendapat kritik sebagai program yang hak cipta, dan memproduksi program,
tidak bermutu, tidak mendidik, dan hanya sedangkan agen iklan tersebut mengurus
berorientasi untuk mempertontonkan kemewahan bagian kreatif, promosi, mencari sponsor serta
pada masyarakat bawah. Kurangnya acara berkordinasi dengan stasiun televisi. Pada
anak-anak dan ilmu pengetahuan dipertanya- bulan Februari 2002, rumah produksi itu telah
kan. Pengamat dan surat penonton yang masuk memiliki kontrak dengan PPFN untuk hak
banyak menuding produser dan pemilik stasiun menggunakan karakter-karakter dan konsep ‘Si
hanya peduli pada rating dan pemasukan iklan, Unyil’. Semua sistem pengambilan gambar dan
dan tidak peduli pada potensi televisi sebagai set akan menggunakan sistem ‘Si Unyil’ lama.
agen perubahan. Kalangan produser acara Lebih dari itu, pihak rumah produksi juga
semacam ini membela diri dengan membanding- memutuskan akan kembali menggunakan
kan program-program serial yang mempertunjuk- gudang PPFN sebagai tempat pengambilan
kan kemewahan atau kuis yang berhadiah besar gambar. Kini, gudang yang dipakai berukuran
dengan film India yang juga mempertontonkan dua kali gudang lama, dan bengkel kerja juga
kemewahan: masyarakat sudah lelah dengan menjadi dua kali lipat. Besarnya pertambahan
kesulitan dan kemiskinannya sehari-hari ukuran ruangan ini dibuat untuk pertimbangan
sehingga membutuhkan penyegaran dengan estetika dan efisiensi kerja. Set dibuat semakin
menyaksikan keindahan dan kekayaan. Pada besar, sehingga memperbesar kemungkinan
saat menonton televisi, mereka mendapat improvisasi pengambilan gambar. Pengambilan
kesempatan bermimpi. gambar juga bisa selalu dilakukan tanpa harus
menunggu perubahan set, karena semua
Si Unyil baru pekerjaan ini bisa dilakukan paralel.
Pada akhir tahun 2001, sebuah agensi iklan Pihak rumah produksi merekrut tim artistik,
besar melihat peluang dari banyaknya masukan kru dan dalang dari tim produksi lama yang juga
akan kebutuhan program yang mendidik. mengerjakan ‘Si Unyil’ lama yang selama ini
Mereka memutuskan akan membuat program bertahan dalam industri sinetron. Sebagian dari
anak-anak. Kemudahan penempatan posisi dan mereka, terutama tim artistik merupakan
promosi, membuat mereka melihat peluang pegawai PPFN, tetapi tidak semua yang dulu
untuk kembalinya ‘Si Unyil’. Serial Unyil baru bekerja bersedia kembali mengerjakan Unyil.
ini akan disesuaikan dengan semangat Oleh sebab itu, perekrutan dilakukan juga ke
reformasi, dengan menghilangkan pesanan luar. Penata kamera, cahaya, asisten sutradara
politis dan mempertahankan semangat dan sebagian dalang selama ini bekerja dalam
pendidikan kepada anak-anak, dengan tetap produksi sinetron, dan belum pernah bekerja
mempertahankan sisi hiburannya. Selain bersama tim lama. Sutradara, tim artistik,
pemasukan dari iklan reguler, pemasukan sebagian dalang dan pengisi suara masih
terbesar program ini akan diperoleh dengan mengisi posisi yang dulu. Orang paling penting

48 ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004


dalam seluruh proses perekrutan adalah Bapak seperti pakaian Unyil yang lama. Dari karakter,
Suyadi, sebagai konseptor awal serial ini. Aspek jika dulu Si Unyil dianggap menjadi panutan
kreatif menjadi bagian pekerjaan agensi iklan. amak-anak sehingga tidak boleh terlalu nakal,
Oleh karena itu, pekerjaan penulis naskah di- kini ia lebih digambarkan mirip anak pada
rekrut oleh agensi yang bersangkutan. Penulis umumnya. Ia juga bukan lagi pimpinan infor-
bekerja sebagai tim, dan bertugas membuat mal teman-temannya. Secara teknis, boneka
cerita dengan menurunkan konsep yang telah yang digunakan sekarang juga berbeda. Dibuat
dibangun oleh tim kreatif agensi itu. Selain dengan lapisan lateks, kelopak mata dan mulut
penulis, agensi juga menyewa seseorang boneka bisa bergerak dengan bantuan sebuah
perancang karakter. kantong udara yang ditekan.
Tim kreatif adalah pegawai agensi yang Tidak terbantahkan, pindahnya lokasi
memang membuat pertemuan dua kali seminggu tempat tinggal, berubahnya pakaian si Unyil,
untuk membahas pekerjaan mereka. Rapat tim perubahan karakter dan boneka yang mulutnya
kreatif ini memutuskan bahwa Unyil dan kawan- bisa bergerak adalah usaha untuk membuat
kawan sekarang tidak lagi tinggal di wilayah serial ini lebih menarik. Usaha untuk mendekat-
pedesaan, namun di pinggiran kota sebagai kan konteks serial ini dengan penontonnya,
bagian dari kaum urban. Mereka tidak lagi dalam hal ini adalah mereka yang menjadi tar-
tinggal di pinggir hutan lindung, namun di get utama dari penjualan produk sponsor: kelas
kompleks pemukiman real estate, dengan ruko, menengah perkotaan. Mereka diharapkan bisa
wartel, sekolah, stasiun bus, warung nasi, melihat refleksi kehidupan diri mereka sendiri
lapangan bola, angkot dan penjual makanan dalam serial ini, dan menyukai cerita si Unyil
keliling khas wilayah perkotaan. Unyil tinggal yang ber-setting sehari-hari seperti mereka
di rumah cicilan sederhana dalam kompleks itu, menghadapi keseharian mereka. Unsur hiburan
namun beberapa temannya tinggal di rumah diharapkan tetap bisa diperoleh dari alur cerita,
besar yang mewah, dan beberapa teman yang dengan penekanan pada kehidupan orang In-
lain tinggal di rumah yang lebih sederhana di donesia yang sedang berubah. Pihak agensi
luar kompleks. siap menerima pesan yang mendidik dari spon-
Unyil tidak lagi mengenakan peci dan sor, seperti menyelipkan ajakan untuk sikat gigi
sarung seperti pada serial yang dulu, namun setiap hari, walau tidak secara eksplisit me-
akan mengenakan pakaian yang lebih trendi. nyebutkan produknya. Untuk menambah daya
Jika peci dan sarung pada Unyil lama dianggap tarik, beberapa episode direncanakan akan
sangat menggambarkan identitas keIndonesia- menampilkan beberapa tokoh yang terkenal di
an, maka rapat tim kreatif secara marathon kalangan anak-anak. Tokoh tersebut akan
akhirnya memutuskan Unyil baru akan me- dimainkan langsung oleh tokoh itu dan
ngenakan kaos putih dan kemeja yang tidak ditempatkan bersama boneka yang berukuran
dikancing dengan motif batik pada lengan dan kecil dengan bantuan teknologi komputer.
bagian bawahnya. Motif batik diharapkan Pak Suyadi tidak dapat menerima per-
masih menggambarkan identitas Indonesia, ubahan-perubahan ini. Baginya, Unyil tanpa
namun kaus dan kemeja yang tidak dikancing sarung dan peci yang tinggal di perkotaan
serta penempatan motif dianggap tetap bukan lagi Unyilnya. Unyil dari lateks bukan
mencerminkan seorang anak modern. Bagai- Unyil plamir-nya. Ia pun mengundurkan diri dari
manapun, kemeja akan tetap berwarna merah, produksi ‘Si Unyil’ baru. Masalah-masalah

ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004 49


yang terjadi selama produksi memang seluruh- mereka akan rendahnya kualitas program
nya merupakan masalah-masalah kesenjangan televisi menjadi masukan pengalaman baru bagi
cara pandang semacam ini. Cerita dan naskah pembuat program. Lebih dari itu, pembuat pro-
yang muncul dari agensi sering tidak dapat gram juga bagian dari penonton, karena mereka
diterima begitu saja oleh tim produksi di juga melakukan aktivitas menonton televisi di
lapangan, karena masalah teknis maupun rumah atau di kantor. Seringkali masukan dalam
selera. Pihak PPFN tiba-tiba merasa perlu proses pembuatan konsep Unyil disertai
memeriksa semua naskah, dan penyertaan dengan perbandingan satu program dengan
nama mereka dalam titel penutup program. Bagi program lainnya. Pengalaman menonton
PPFN, produksi ini tetap merupakan produksi menjadi sangat penting bagi pembuat program
mereka. Mereka juga segera mendaftarkan hak untuk menghasilkan ekspresi mereka: sebuah
cipta perubahan Unyil ini ke Departemen tontonan baru. Sarah Pink (1998:138)
Kehakiman. Kerumitan selalu muncul karena menyatakan: ‘(televisi) itu dinamis, ditujukan
banyaknya pihak yang terlibat dengan untuk berbagai bentuk penonton dan
perbedaan visi, kepentingan dan latar belakang. membentuk hubungannya dengan wacana
Promosi program ini sendiri berlangsung yang muncul dalam masyarakat, yang menjadi
dengan gencar. Beberapa hari menjelang tempat televisi bergantung, untuk memperoleh
pemutaran perdana, pihak agensi hadir dalam penonton dan pencipta.’
banyak acara obrolan di radio untuk mem- Selain menyampaikan informasi, sebuah
bicarakan produksi idealis ini. Iklan-iklan cetak proses komunikasi juga memberi kesempatan
di koran atau pun majalah juga banyak dimuat, bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya
dengan mencantumkan sponsor utama. untuk melakukan ritual. Pada saat yang sama
Promosi di stasiun televisi yang bersangkutan ketika menerima informasi, orang-orang
tentu juga dilakukan. Konferensi pers diadakan mengolah pemaknaannya akan informasi yang
di sebuah restoran mewah. Mereka juga ia peroleh, dan memperkuat serta membentuk
menghubungi redaksi media cetak dan acara- ulang identitasnya (Carey 1989). Morley
acara ‘gosip-televisi’ dan ‘bisnis pertunjukan’ (1992:80, lihat pula Hughes-Freeland 1997)
untuk membuat liputan yang lebih dalam. menganggap dalam media televisi, porsi aspek
Dengan pengecualian beberapa majalah anak- ritual lebih besar dari aspek informatif. Pe-
anak, seluruh promosi ini dibuat untuk mahaman penonton akan pesan yang disampai-
konsumsi orang tua. Pangsa pasar program ini kan di televisi akan sangat tergantung dari latar
begitu jelas: anak-anak generasi baru yang belakang sosial dan kebudayaan mereka. Selain
diajak menonton oleh orang tua mereka yang itu, mereka tidak memperoleh informasi yang
memiliki kaitan historis dengan Unyil. spesifik dari televisi, karena dari media ini
mereka hanya akan menangkap ‘kesan kategoris
Representasi, identitas, komodifikasi dan definitif’ dari keseluruhan informasi.
Penonton mengolah apa yang mereka Mungkin karena pemahaman akan hal ini, aspek
saksikan di televisi dengan bantuan pe- pendidikan dalam serial Unyil baru dibuat
ngalamannya, yang diperoleh ketika ber- dengan ringan. Pesan-pesan politik yang kental
interaksi dalam konteks sosial mereka. Hasil pada ‘Si Unyil’ lama sekarang tidak ada lagi,
olahan ini digunakannya untuk berekspresi dan identitas Indonesia dalam serial yang baru
(Bruner 1986). Surat pembaca dan kritikan hanya disimbolkan dengan meletakkan motif
adalah ekspresi penonton, dan masukan dari batik pada kemeja trendi si Unyil.

50 ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004


Dalam kasus-kasus media, tidak ada pem- porer, hukum ini masih dianggap relevan.
bagian yang jelas antara pembuat yang aktif Dengan demikian, pembuatan sebuah acara
dan penonton yang pasif (Hughes-Freeland akan berpedoman kepada kecenderungan
1998). Beberapa di antara mereka memiliki anak, pasar. Logikanya, ketika masyarakat dianggap
sehingga pembuat serial ‘Si Unyil’ ikut lebih suka menyaksikan mimpi, maka tidak ada
merasakan kurangnya program anak-anak yang tempat untuk program-program dengan misi
mendidik. Ketika mereka akan memproduksi dan idealisme.
ulang, mereka memilih sebuah program yang Namun, berdasarkan sejarah seni per-
telah kuat posisinya dalam masyarakat. Bayang- tunjukan Eropa, Ian Jarvie (1992:2–3) meng-
bayang kuatnya aspek politis yang menghantui golongkan seni tradisional sebagai seni tinggi,
program tersebut direduksi dalam simbol ‘mo- yang karena eksklusif pesan-pesannya tidak
tif batik pada kemeja’. Pernyataan identitas bisa diakses oleh sembarangan orang. Oleh
masih dianggap penting, selain untuk mem- karena itu, kesenian populer seperti film dan
bawa semangat serial lama, juga menjawab program televisi malah dianggap berpotensi
kebutuhan banyak pihak akan ‘siaran yang mempengaruhi mentalitas penontonnya.
berkualitas untuk anak-anak Indonesia’. Bagai- Keyakinan semacam inilah yang nampaknya
manapun, mereka sadar bahwa banyaknya membuat serial dengan idealisme dapat menjadi
permintaan ini bukan jaminan bahwa rating barang jualan, apalagi ada permintaan untuk
program ini akan dengan sendirinya tinggi, program anak-anak yang mendidik.
karena mereka harus bersaing dengan begitu ‘Si Unyil’ lama adalah ritual. Setiap anak
banyak program di banyak stasiun televisi lain. pada saat itu bangun pagi-pagi dan harus
Rating yang tinggi penting karena isi program menonton Unyil. Memang tidak ada lagi acara
yang menarik merupakan komoditi yang dijual televisi anak-anak lainnya, bahkan tak ada lagi
kepada pemasang iklan. Normalnya, televisi televisi lainnya. Semua harus menonton
menjual jumlah penonton mereka kepada agensi kegembiraan boneka sekaligus penanaman
iklan (Jankowsky dan Fuchs 1995). Namun, nilai-nilai totalitarianisme. Ketika dibuat lagi
dalam kasus ini, rating bukanlah yang dalam format yang baru, acara ini harus ber-
terpenting. Di sini, agensi iklan menjual citra saing dengan program anak-anak impor dengan
(image ) acara yang sudah bagus kepada penonton baru yang sudah tercerabut akar
pemasang iklan. historisnya. Dengan kesadaran akan penting-
Dalam tradisi industri televisi swasta di In- nya acara ini untuk membawa pesan-pesan
donesia, idealisme hampir selalu berarti pendidikan bahkan pesan-pesan identitas
kegagalan pasar. Sejarah dan teori seni barat nasional, dengan kesadaran penuh bahwa ini
memang membedakan kesenian sebagai seni adalah sebuah program dengan idealisme,
tinggi dan seni rendah. Seni tinggi adalah
kesenian eksklusif, dinikmati kalangan terbatas, karya lukisan dan patung avant-garde dari para seniman
intelektual yang tidak diproduksi massal, sedangkan
biasanya intelektual dan kelas sosial atas, seni rendah dalam perspektif ini adalah barang kerajinan
sedangkan seni rendah adalah karya yang yang tidak dibuat dengan pemikiran serta usaha yang
dibuat massal, yang populer di masyarakat keras sehingga bisa diproduksi banyak, mudah dicerna,
dan diperoleh hingga bisa dinikmati oleh masyarakat
luas.1 Dalam hukum pasar kesenian kontem- luas. Pandangan ini dianggap etnosentris karena
melihat semua karya seni masyarakat non Barat yang
1
Batasan ini sebetulnya muncul untuk menjelaskan memiliki konteks berbeda dengan kesenian Barat
seni rupa. Seni tinggi dalam seni rupa adalah karya- sebagai seni rendah, karena bentuknya yang massal.

ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004 51


apakah mungkin acara ini menjadi sebuah ritual penting penontonnya banyak atau sedikit, tapi
baru? Mungkinkah acara ini mencapai rating semua orang harus tahu bahwa si perusahaan
yang tinggi? rokok mensponsori program yang semua
Terlepas dari kemungkinan mencapai hasil orang bilang perlu ada. Dengan menjadi spon-
yang tinggi, dapat dikatakan bahwa tugas para sor acara yang citranya baik, citra perusahaan
perancang di agensi iklan telah selesai ketika rokok tersebut tentu ikut menjadi baik.
mereka telah berhasil menjual hak sponsor Membuat sebuah program disukai oleh
utama kepada sebuah perusahaan. Beberapa masyarakat adalah tugas yang berat. Tim
perusahaan lain sudah ikut serta dalam antrian produksi tentu tetap berkewajiban bekerja keras
menjadi menjadi sponsor utama. Dalam kasus untuk mengolah semua bahan menjadi sebuah
‘Si Unyil’, yang menjadi komoditas bukan tontonan yang sebagus-bagusnya. Visi yang
hanya isi program, namun idealisme itu sendiri. sama perlu dibangun, konsep yang kuat harus
Citra idealisme, dalam promosi-promosi tentang dimiliki, dan pengejawantahan konsep dalam
penyiaran kembali serial ini di media massa telah tahap pengambilan gambar harus matang.
dikomodifikasi sedemikian rupa sehingga laku Namun, dalam kasus-kasus semacam ini, bukan
dijual dalam persaingan bisnis periklanan. ‘Si itu komoditasnya, karena isi program hanya
Unyil’ bukan yang pertama. Beberapa program akan menjadi alat, bagian yang penting walau
dokumenter anak-anak dari pelosok Indonesia bukan yang terpenting. Idealisme adalah
berhasil mendapatkan dukungan penuh hanyalah soal pencitraan. Menjadi sponsor
sebuah perusahaan rokok. Ditayangkan di utama sebuah program dengan idealisme akan
semua stasiun televisi, namun dengan jam membawa citra yang positif, dan ini akan
tayang sangat pagi. Ini kasus yang sama: tidak mempengaruhi pilihan konsumen.

Referensi
Bruner, E.M.
1986 ‘Experience and Its Expressions’ dalam E.M. Bruner dan V. Turner (peny.) The Anthro-
pology of Experience. Urbana: University of Illinois Press.
Carey, J.W.
1989 Communication As Culture: Essay on Media and Society. Boston: Unwin Hyman.
Hughes-Freeland, F.
1997 ‘Balinese on Television: Representation and Response’, dalam M. Banks dan H.
Murphy (peny.) Rethinking Visual Anthropology. New Haven: Yale University Press.
1998 ‘Introduction’, dalam F. Hughes-Freeland (peny.) Ritual, Performance, Media, ASA
monograph 35. London: Routledge..
Imanda, T.
2000 Mimpi yang Tak Menjadi Nyata: Pembuat Film Kartun di Indonesia. Skripsi Sarjana.
Tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indo-
nesia.
Jankowski, G. dan D. Fuchs
1995 Television Today and Tommorow: It Won’t Be What You Think. New York: Oxford
University Press.

52 ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004


Jarvie, I.
1992 Hollywood’s Overseas Campaign: The North Atlantic Movie Trade, 1920–1950.
Cambridge: Cambridge University Press.
Kitley, P.
2000 Television, Nation, Culture, in Indonesia. Athens, Ohio: Ohio University Press.
Mirzoeff, N.
1999 An Introduction to Visual Culture. New York: Routledge.
Morley, D.
1992 Television, Audiences and Cultural Studies. London: Routledge.
Pink, S.
1998 ‘From Ritual Sacrifice to Media Commodity: Anthropological and Media Construc-
tions of the Spanish Bullfight and the Rise of the Woman Performers’ dalam F. Hughes-
Freeland (peny.) Ritual, Performance, Media, ASA monograph 35. London: Routledge.

ANTROPOLOGI INDONESIA 75, 2004 53

Anda mungkin juga menyukai