Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MINI RISET

PENGARUH PURSE LIPS BREATHING TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI


PERNAPASAN DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL

2018

PENDAHULUAN

1.1 LATARBELAKANG

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular (infeksius) yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini ditularkan melalui percikan air (droplet) dari penderita
TB saat batuk, bersin, dan berbicara. Penyakit TB biasanya menyerang organ paru (pulmonary
TB), tetapi dapat juga menyerang organ lain (extrapulmonary TB) (WHO, Global Report;2015).
Menurut WHO tahun 2016, Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat secara global dan nasional. Menurut laporan WHO tahun 2017, ditingkat global
diperkirakan 10.900.000 kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan, dan
1.400.000 juta kematian karena TB. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1.170.000 (12%) HIV positif
dengan kematian 390.000 orang. TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6
juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000
kematian/tahun.
Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban tuberkulosis yang
tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Millenium Development Goals
(MDG) untuk tuberkulosis pada tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru BTA positif. Dan
pada tahun 2017, Kemenkes RI memperperkirakan 1 juta kasus TB baru (399 per 100.000
penduduk) dengan 100.000 kematian ( 41 per 100.000 penduduk). Angka Penemuan Kasus (Case
Notification Rate), dilaporkan 129 per 100.000 penduduk (dengan jumlah seiuruh kasus 324.539
kasus, dan 314.965 kasus adalah kasus baru. Diperkirakan 63.000 dengan TB+ HIV positif, (25
per 100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2017, kasus TB paru di
Jawa Timur menduduki peringkat kedua secara nasional yaitu dengan kasus sebesar 15.995.
Tingginya kasus tuberkulosis tersebut disebabkan masyarakat kurang mengerti cara
penyembuhan yang benar dan cara pencegahan penularan tuberkulosis paru. Kasus TB paru di
Kabupaten Jember menduduki peringkat ke dua setelah Surabaya yaitu sebesar 3.497 (Infodatin,
2017).
Menurut Kemenkes RI 2016, pengobatan TB membutuhkan waktu minimal 6 bulan dalam
penatalaksanaan TB kasus baru. Pengobatan dengan menggunakan Obat Anti Tuberculosis
(OAT) yang tepat dan teratur sangat dianjurkan pada kasus baru penderita TB, hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya TB Resisten Obat (WHO, Global Report;2015). Beberapa upaya
pemerintah telah dilakukan, salah satu program yang telah lama ada sejak tahun 1990-an, yaitu
WHO mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Pada sarana fasilitas kesehatan secara kuantitatif strategi
DOTS telah dilaksanakan di Puskesmas (96%) dan di Rumah Sakit (40%) baik RS pemerintah
maupun swasta, namun banyak juga kendala yang dihadapi pada pelaksanaan program ini di
lapangan. Dan pada tahun 2016, Indonesia telah mengadakan program baru yaitu TOSS
( Temukan Obati Samapi Sembuh) (Infodatin, 2017).
Pursed- Lip Breathing (PLB) adalah latihan di mana seseorang memanjangkan nafas
melalui resistansi. Melakukan hal itu memperlambat respirasi dengan cara yang membuka
gelombang udara, mengurangi kecemasan dan meningkatkan kinerja paru-paru Latihan Pursed-
Lip Breathing sering digunakan oleh pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dalam
program rehabilitasi paru dan dalam kegiatan mereka sehari-hari, untuk meningkatkan
pernapasan.

Penerapan terapi Lip Breathing ini merupakan salah satu latihan pernapasan untuk
meningkatkan mekanisme pernapasan untuk pasien Paru Obstruktif Paru Obstruktif. Tujuan
dari latihan ini untuk mengubah otot pernapasan dalam menerima O2 untuk mengurangi
dyspnoea, mengurangi hiperinflasi, meningkatkan pernafasan kinerja otot dan mengoptimalkan
gerakan torako-abdominal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pursed lips breathing


Pursed lips breathing exercise adalah latihan pernafasan dengan menghirup udara
melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir yang lebih dirapatkan dengan
waktu ekspirasi yang dipanjangkan. Pernafasan dengan bibir dirapatkan, yang dapat
memperbaiki transpor oksigen, membantu untuk mengontrol pola nafas lambat dan dalam, dan
membantu pasien untuk mengontrol pernafasan, bahkan dalam keadaan stress fisik. Tipe
pernafasan ini membantu mencegah kolaps jalan sekunder terhadap kehilangan elastisitas
paru. Pursed lips breathing exercise adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua
mekanisme yaitu inspirasi secara kuat dan dalam serta ekspirasi aktif dan panjang
(Khazanah, 2013).

2.2 Tujuan Pursed Lips Breathing


Tujuan dari pursed lips breathing exercise ini adalah membantu pasien dalam
memperbaiki transpor oksigen, mengatur pola nafas lambat dan dalam, membantu
pasien untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot
ekspirasi untuk memperpanjangkan ekshalasi, dan meningkatkan tekanan jalan napas
selama ekspirasi dan mengurangi jumlah udara yang terjebak. Pursed lips breathing exercise
dapat meningkatkan aliran udara ekshalasi dan mempertahankan kepatenan jalan nafas
yang kolaps selama ekhalasi. Proses ini membantu menurunkan pengeluaran udara yang
terjebak sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara
maksimal (Khazanah, 2013).

2.1 Konsep Tuberkulosis Paru


Menurut Sylvia A. Price Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebkan
Mycobacterium tuberculsi yang menyerang paru-paru danhampir seluruhorgan tubuhlainnya.
Bakteri ini dapatmasuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi
bakteri tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015).
Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberkulosis paru dimulai dari tuberkulosis
yang berarti suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang
dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan
ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru (Naga S, 2013) .
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru, disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini juiga dapat menyebar ke bagian tubuh lain
seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Somantri, 2012).
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makro
biologis:
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas tuberkulosis paru
c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
1) TB tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain positif.
2) TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu: (Sudoyo Aru)
a. Kategori 1, ditujukan terhadap:
1) Kasus baru dengan sputum positif
2) Kasus baru dengan bentuk TB Berat
b. Kategori 2, ditujukan terhadap:
1) Kasus kambuh
2) Kasus gagal dengan sputum BTA positif
c. Kategori 3, ditujukan terhadap:
1) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
2) Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
d. Kategori 4, ditujukan terhadap: TB Kronik
2.1.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikobakteria tuberkulosis yaitu Tipe Human Dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil Tipe Human bisa berada di
bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena
rentan terinfeksi bila menghirupnya (Wim de Jong).
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB
pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun (Patrick Davey).
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat4 fase: (Wim de Jong)
a. Fase 1 (FaseTuberkulosis Primer)
Masuk ke dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh.
b. Fase 2
c. Fase 3 (Fase Laten)
Fase dengan kuman yangtertidur (bertahun-tahun/ seumurhidup) dan reaktifitas jika terjadi
perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebra,
tuba vallopi, otak, kelenjar limf hilus, leher, dan ginjal.
d. Fase 4
Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ yang lain dan
yang kedua ke ginjal setelah paru-paru (Nurarif&Kusuma, 2015).
2.1.3 Patogenesis TB Paru
Menurut Muttaqin (2008) patogenesis tuberkulosis dibagi menjadi :
a. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas bersarang di jaringan paru sehingga
terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
terlihat peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis total). Peradangan tersebut
diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer
bersama dengan limfangitis regional dikenal dengan kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami sebagai berikut :
1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus).
3) Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya.
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, adrenal, genetalia dan
sebagainya.
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Dari tuberkulosis primer muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer,
biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini
awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil dan mengikuti salah satu jalan yaitu:
1) Direabsopsi kembali dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2) Sarang tadi meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis.
3) Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian menjadi
tebal.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut (Nurarif&Kusuma, 2015) tanda dan gejala yang muncul pada pasien
Tuberkulosis Paru antara lain:
a. Demam 40-41ºC
b. Batuk, atau batuk darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
e. Malaise dan keringat malam
f. Suara khas pada perkusi dada
g. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
h. Pada anak
1) BB berkurang 2 bulan berturut-turut tanpasebab yang jelas atau gagal tumbuh.
2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
3) Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheezing.
4) Riwayat kontak dengan asien TB paru dewasa.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer,dkk (1999), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien
dengan tuberkulosis paru, yaitu: (Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Laboraturium Darah Rutin: LED normal/ meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan Sputum BTA : untuk memastikan diagnostikTB Paru, namun pemeriksaan ini
tidaak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnostik berdasarka
pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peoksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux/ Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA bakteri secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson Diagnostic Instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2yangdihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mikobakterium tuberculosis.
g. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat
berbentuk seperti sisisr plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai
warna sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan Radiology: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambar foto thorax yang menunjang diagnosis TB,yaitu:
1) Bayangan lesi terletakdi lapang paru atas atau segment apikal lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
3) Adana kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral teratama di lapang atas paru.
5) Adanya klasifikasi.
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
7) Bayangan millie.
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 faseyaitu faseintensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a) Rifampisin
Dosis 10mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/ minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40 -60 kg: 450 mg
BB <40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600mg/ kali
b) INH
Dosis 5 mg/ kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/ kg BB 3x seminggu, 15 mg/ kg BB 2x seminggu
atau 300 mg/ hari.
Untuk dewasa. Intermiten : 600 mg/ kali.
c) Pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/ kg BB, 35 mg/ kg BB 3 kali seminggu, 50 mg/ kg BB 2 kali
seminggu atau
BB > 60 kg: 1500 mg
BB 40 – 60 kg: 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
d) Streptomisin
Dosis 15 mg/ kg BB atau
BB > 60 kg: 1000 mg
BB 40 – 60 kg: 750 mg
BB < 40 kg: sesuai BB
e) Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/ kg BB, fase lanjutan 15 mg/ kg BB, 30 mg/ kg BB 3 kali seminggu,
45 mg/ kg BB 2 kali seminggu atau
BB > 60 kg: 1500 mg
BB 40 – 60kg: 1000 mg
BB< 40 kg: 750 mg
2) Kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination),kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:
a) Empat obat antituberkulosis dalamsatutablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid75 mg,
pirainamid 400 mg, danetambutol 275 mg.
b) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, dan
pirazinamid 400 mg.
c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita
hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat
menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah
digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
a) Kanamisin
b) Kuinolon
c) Obat lain masih dalam penelitian: makrolid, amoksilin + asam klavunalat
d) Derifat rifampisin dan INH
Sebagai besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan efek samping yang terjadi
bisa ringanatau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.
a. Paduan Obat Anti Tuberkulosis
1) Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a) TB Paru (kasus baru), BTA Positif atau lesi luas
b) Paduan obat yang diberikan: 2RHZE/ 4 RH
c) Alternatif: 2 RHZE/ 4R3H3 atau (program P2TB) 2RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untu:
(1) TB Paru BTA (+), Kasus baru
(2) TB Paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas
(3) TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dngan paduan
2RHZE / 7 RH , dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
(1) TB dengan lesi luas
(2) Disertai penyakit komorbid (Diabetes Mellitus,
(3) Pemakaian obat imunosupresi/ kortikosteroid)
(4) TB kasus berat (milier, dll).
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi.
a. TB Paru (Kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan: 2RHZ/ 4 RH
Alternatif: 2RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Panduan ini dianjurkan untuk:
1) TB Paru BTA negatif dengan gambaran radiologi lesi minimal
2) TB di luar paru kasus ringan
3) TB Paru kasuskambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal mengunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama
3 bulan (bilada hasil resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan
fase lanjutan 6 bulan atau lebih lam dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang
diberikan: 3RHZE / 6RH . Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat: 2RHZES/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3 (Program P2TB).
b. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil ui resistensi, dengan minimal menggunakan 4-5
OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif (seandainya H resisten, tetap diberikan).
Dengan lama pengobatan miimal 1-2 tahun.
c. TB Paru kasus lalai berobat
Penderita TB Paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut:
1) Penderta yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu pengobatan OAT dilanjutkan
sesuai jadwal.
2) Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
3) Berobat ≥ 4 bulan, BTA negatifdan klini, radiologi negatif, pengobatan OAT STOP
4) Berobat > 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
5) Berobat < 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
sama.
6) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan tetapiklinik dan
atauradiologi positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
7) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan
kembali sesuai jadwal.
d. TB Paru kasus Kronok
1) Pengobatan TB Paru Kasus Kronik, jika belum ada hasil uji resistensi berikan RHZE. Jika
telah ada hasil ujiresistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam
obat OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resistensi) ditambah
dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan pembedahan untuk
meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
2.1.7 Pencegahan Penularan Tuberkulosis
Pencegahan penularan penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan oleh penderita itu
sendiri dengan cara:
a. Menggunakan masker airloop atau bedah.
b. Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara teratur.
Pada pengobatan pasien TB perlu ditunjuk PMO (pengawas menelan obat) sebaiknya berasal
dari keluarga, orang terdekat pasien, dapat juga direkrut dari kader, petugas kesehatan, teman
atau tetangga. Tugas PMO adalah mengingatkan pasien TB untuk minum obat teratur sampai
tuntas (selama 6-8 bulan), hingga dinyatakan sembuh oleh dokter, selain itu PMO juga
mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi
penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala TB untuk segera
memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan dan sebaiknya PMO ini menemani pasien TB
pada saat kontrol.
c. Menutup mulut pada saat batuk atau bersin dengan menggunakan tisu, sapu tangan atau
menggunakan masker. Tidak menutup mulut saat batuk atau bersin dengan tangan langsung
karena bisa sebagai media berpindahnya kuman.
d. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, membuang langsung di kamar mandi yaitu
lubang WC atau mempersiapkan tempat khusus dan tertutup.
BAB III
PEMBAHASAN

Pursed Lips Breathing merupakan latihan pernapasan dengan merapatkan bibir bertujuan
untuk melambatkan ekspirasi, mecegah kolaps unit paru, dan membantu pasien untuk
mengendalikan frekuensi pernapasan serta kedalaman pernapasan, sehingga pasien dapat
mencapai kontrol terhadap dypsneu dan perasaan panik ( Smeltzer & Bare, 2010). Penderita
COPD biasanya meraa kesulitan melakukan ekspirasi daripada inspirasi, karena kecenderungan
menutupnya saluran napas sangat meningkat akibat tekanan ekstra positif dalam dada selama
ekspirasi (Guyton and Hall, 2007). Mengerucutkan bibir pernapasan membantu penderita COPD
untuk mengosongkan paru-paru dan memperlambat laju pernapasan. PLB membantu untuk
mengembalikan posisi diafragma yang merupakan otot pernapasan yang terletak di bawah paru-
paru. Biasanya, ketika inspirasi diafragma melengkung, paru-paru mengembang dan diafragma
bergerak ke bawah. PLB juga menyebabkan otot perut berkontraksi ketika ekspirasi, hal ini akan
memaksa diafragma ke atas, dan membantu untuk mengosongkan paru-paru, sehingg penderita
COPD akan bernapas lebih lambat dan efisien (Petty, Burns, & Tiep, 2005). Purse Lips Breathing
dapat mencegah atelektasis dan meningkatkan fungsi ventilasi ada paru, serta pemulihan
kemampuan otot pernapasan akan meningkatkan compliance paru sehingga membantu vrntilasi
lebih adekuat dan dan menunjang oksigenasi jaringan ( Westerdhal, 2005).
Indikasi:
1) Pasien yang mendapat terapi nebulizer
2) Sa02 ≥85%
3) Nadi : 60-100 x/ menit
Tujuan:
1) Untuk mencegah bronkiolus kecil mengalami kolaps dan mengurangi jumlah udara yang
terakumulasi
2) Untuk mengurangi dyspneu
3) Untuk membantu pernapasan lebih efektif
4) Meningkatkan saturasi oksigen
MetodePenelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasy-experiment pendekatan
one group pre-test post-test design. Rancangan one group pre-test post-test design ini
pengaruh efek diputuskan berdasarkan perbedaan antara pre-test dengan post-test, tanpa
ada pembanding dengan kelompok kontrol atau satu kelompok eksperiment diukur
variabel independennya (pre-test), kemudian diberi stimulus, setelah itu diukur lagi
variabel independennya (post-test), tanpa ada kelompok pembanding (Taniredja, 2014:
55).
Desain penelitian one group pre-test post-test design seperti gambar dibawah ini:
O1 X O2

Pursed Lips Breathing


TTV TTV
sebelum sesudah
Gambar 4.1 Desain Penelitian
Keterangan:
O1 : mengukur perilaku responden dengan mengisi kuesioner (pretest)
X : pemberian Self Management Education
O2 : mengukur perilaku responden dengan mengisi kuesioner (posttest)

Baed Nursing ini kita lakukan di Rumah Sakit Paru Jember. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien TB di Rumah Sakit Paru Jember. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
diambil secara purposive sampling dari total populasi pasien TB Paru yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sesuai standart penelitian, kemudian dilakukan rancangan sebelum dan
sesudah perlakuan. Sebelum dilakukan pengukuran tiap sampel diterangkan terlebih dahulu
rencan terapi, cara kerja terapi, dan hasil yang akan dicatat.
Langkah-langkah:
1) Instruksikan pasien untuk rileks dengan melemaskan otot-otot leher dan bahu
2) Instruksikan pasien bernapas melalui hidung dalam 3 hitungan dengan mulut tetap
tertutup
3) Lalu instruksikan pasien untuk mengeluarkan napas secara perlahan dalam 7 hitungan
dengan mengerucutkan mulut seperti meniup bola atau bersiul
4) Instruksikan pasien untuk melakukan PLB selama 10 menit
Tiap siklus sebanyak 6x pernapasan dengan jeda anatar siklus 2 detik
5) Kemudian evaluasi
Lakukan 3x dalam sehari (pagi, sore, malam)

Pursed Lips Breathing dalah suatu latihan bernapas yang terdiri dari dua mekanisme
yaitu inspirasi secara dalam serta ekspirasi aktifdalam dan panjang. Proses ekspirasi seara normal
merupakan proses mengeluarkan napas tanpa menggunakan energi berlebih. Bernapas pursed
lips breathing melibatkan proses ekspirasi secara panjang. Ekspirasi secara panjang tentunya
akan meningkatkan kekuatan kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen
meningkat melebihi saat ekspirasi pasif. Tekanan intra abdomen yang meningkat lebih kuat lagi
tentunya akan meningkatkan pergerakan diafragma ke atas membuat rongga thorax semakin
mengecil. Rongga thoraks yang semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intra alveolus
semakin meningkat sehingga melebihi tekanan udara atmosfer.kondisi tersebut akan
menyebabkan udara mengalir ke luar dari paru ke atmosfir. Ekspirasi yang panjang saat bernapas
pursed lips breathing juga akan menyebabkan obstruksi jalan napas dihilangkan sehingga
resistensi pernapasan menurun. Penurunan resistensi pernapasan akan memperlancar udara yang
dihirup dan dihembuskan sehingga akan mengurangi sesak napas.
Hasil uji teknik PLB ada perbedaan pengaruh antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan meski duakelompok konrol dan perlakuan tersebut sama-sama memiliki pengaruh
untuk menurunkan tingkat sesak napas.
Pengaplikasian Pursed Lips Breathing
Tn. B Tn. A
Sebelum Sebelum
TD : 130/ 60 mmHg TD : 147/ 56 mmHg
Nadi : 85x/ menit Nadi : 78x/ menit
Suhu : 36, 0 ºC Suhu : 36, 5 ºC
RR : 26x / menit RR : 26x / menit
SaO2 : 95% SaO2 : 93%
Sesudah Sesudah
TD : 130/ 60 mmHg TD : 133/ 60 mmHg
Nadi : 85x/ menit Nadi : 80x/ menit
Suhu : 36, 0 ºC Suhu : 36, 5 ºC
RR : 26x / menit RR : 20x / menit
SaO2 : 95% SaO2 : 95%
Ny. Y Ny. N
Sebelum Sebelum
TD : 119/ 89 mmHg TD : 98/ 56 mmHg
Nadi : 94x/ menit Nadi : 88x/ menit
Suhu : 37, 5 ºC Suhu : 36, 0 ºC
RR : 28x / menit RR : 26x / menit
SaO2 : 95% SaO2 : 93%
Sesudah Sesudah
TD : 120/ 79 mmHg TD : 119/ 70 mmHg
Nadi : 90x/ menit Nadi : 90x/ menit
Suhu : 37, 0 ºC Suhu : 36, 5 ºC
RR : 24x / menit RR : 24x / menit
SaO2 : 96% SaO2 : 99%

Ny. S
Sebelum
TD : 135/ 96 mmHg
Nadi : 98x/ menit
Suhu : 36, 5 ºC
RR : 28x / menit
SaO2 : 93%
Sesudah
TD : 133/ 60 mmHg
Nadi : 98x/ menit
Suhu : 36, 8 ºC
RR : 26x / menit
SaO2 : 95%

Anda mungkin juga menyukai