Anda di halaman 1dari 44

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 26 Maret 2018

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK KARDIOVAKULER

PROBLEM BASED LEARNING


MODUL SESAK

Tutor: dr. Dwi Anggita, M.Kes

ALVI KAMAL FIKRI 11020150043


ASYIMA BATARI PUTRI UTAMI 11020150150
CHELSA PUTRI NINGSIH 11020160001
FAJRIN BADARUDDIN 11020160017
DZUL RIZKA RAZAK 11020160039
ISMIRALDA FEBRINA ISKANDAR 11020160054
RESKY KARNITA DEWI 11020160072
FISCARINA 11020160095
RAHMAWATY KURNIA PUTRI 11020160111
CITRA ANNISA FITRI 11020160129

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
Skenario

Ny. A usia 50 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas berat dirasakan
sejak 1 hari terakhir. Sesak memberat bila pasien terlentang dan lebih nyaman
dengan posisi duduk. Keluhan makin berat bila pasien bergerak ataupun
beraktivitas. Tekanan darah saat masuk 160/100 mmHg, pernapasan 40x/menit,
saO2 90%.

Kata Sulit

Kata Kunci

1. Ny.A usia 50 tahun


2. Ke UGD dengan keluhan sesak nafas berat sejak 1 hari terakhir
3. Sesak memberat bila terlentang
4. Nyaman dengan posisi duduk
5. Keluhan memberat bila bergerak atau beraktivitas
6. Tekanan darah 160/110 mmHg, pernapasan 40x/menit, SaO2 90%
7. Keluhan disertai bengkak pada kaki
8. Sering bangun tengah malam dengan sesak
9. Tidak teratur berobat
10. Ronkhi basah halus pada seluruh lapangan paru
11. Tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 130x/menit
12. DVS +8 cm pada posisi 45 derajat
13. Iktus kordis teraba di linea axillaris anterior
14. Rontgen CTR 0,9
15. Nampak gambaran curly b-lines

Pertanyaan:

1. Jelaskan defenisi sesak dan perbedaan gejala sesak pada penyakit kardio
dan penyakit non-kardio!
2. Jelaskan patomekanisme sesak dari pasien kardio!
3. Jelaskan etiologi sesak nafas dan faktor yang memperberat keluhan sesak!
4. Sebutkan jenis-jenis penyakit yang menyebabkan sesak nafas!
5. Bagaimana penatalaksanaan awal pasien berdasarkan skenario?
6. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan skenario?
7. Sebutkan diagnosis banding berdasarkan gejala pada skenario!

Jawaban Pertanyaan

1. Definisi sesak dan perbedaan antara gejala sesak pada pasien kardio dan
non-kardio:
Definisi
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek danpenggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan
pada penyakit kardiovaskular, emboliparu, penyakit paru interstisial atau
alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis,
asma), kecemasan.1

Perbedaan antara Dispnea Kardiak dengan Dispnea Pulmonal 1

Pada sebagian besar pasien dispnea terbukti klinis adanya penyakit jantung
atau pada paru.. Seperti halnya dispnea kardiak, PPOK juga dapat
terbangun di malam hari karena sesak napas, tetapi gejala ini biasanya
disertai dengan produksi sputum dan gejala dispnea akan mereda setelah
pasien berhasil mengeluarkan sputumnya.1,4
Pada pasien dengan etiologi dispnea yang tidak jelas, sebaiknya dilakukan
tes faal paru karena tes ini dapat membantu menentukan apakah dispnea
tersebut ditimbulkan oleh penyakit jantung, penyakit paru, kelainan
dinding dada ataukah oleh kecemasan. Pengukuran fraksi ejeksi pada saat
istirahat dan sewaktu melakukan latihan jasmani melalui pemeriksaan
ekokardiografi atau radionukletida ventrikulography amat membantu
dalam menentukan etiologi. Fraksi ejeksi ventrikel kiri akan menurun pada
gagal ventrikel kiri, sedangkan pada penyakit paru yang berat fraksi ejeksi
ventrikel kanan dapat rendah pada saat istirahat atau menurun sewaktu
melakukan latihan jasmani. Pada dispnea akibat cemas atau malingering,
kedua fraksi ejeksi tersebut normal saat istirahat dan sewaktu melakukan
latihan jasmani. Observasi yang cermat selama tes treadmill membantu
mengidentifikasi pasien cemas dan malingering. Pada kedua keadaan ini,
pasien biasanya mengeluh sesak napas, tetapi tampak bernapas irregular
atau tanpa tenaga.1
Pemeriksaan jantung paru meliputi penilaian kapasitas fungsional
maksimal exercise pasien saat dilakukan pengukuran elektrokardiogram,
tekanan darah, konsumsi oksigen, saturasi arteri (oksimetri), dan ventilasi,
membantu dalam membedakan dispnea kardiak dan pulmonal.1

Perbedaan gejala sesak pasien kardiovaskuler dan pasien non-


kardiovaskuler:

Dyspnea mengacu pada sensasi sulit bernapas atau tidak nyaman dalam
bernafas. Hal tersebut merupakan pengalaman subyektif yang dirasakan
dan dilaporkan oleh pasien yang terkena. Dyspnea harus dibedakan dari
takipnea, hiperventilasi, dan hiperpnea, yang merujuk pada variasi
pernapasan terlepas dari sensasi subyektif pasien. Takipnea adalah
peningkatan laju pernafasan di atas normal; hiperventilasi merupakan
peningkatan ventilasi relatif terhadap kebutuhan metabolisme, dan
hiperpnea adalah peningkatan yang tidak seimbang dalam ventilasi relatif
terhadap peningkatan tingkat metabolisme. Kondisi ini mungkin tidak
selalu berkaitan dengan dyspnea.16

Dua jenis yang tidak umum dari sesak napas yang trepopnea dan
platypnea. Trepopnea adalah dyspnea yang terjadi dalam satu posisi
dekubitus lateral dibandingkan dengan yang lain. Platypnea mengacu pada
sesak napas yang terjadi dalam posisi tegak dan lega pada posis berbaring.

Dyspnea on exertion (DOE) tidak berarti selalu indikasi penyakit. Orang


normal mungkin merasa sesak saat melakukan latihan berat. Tingkat
aktivitas ditoleransi oleh setiap individu tergantung pada variabel seperti
umur, jenis kelamin, berat badan, kondisi fisik, sikap, dan motivasi
emosional. DOE dianggap indikasi penyakit bila terjadi pada tingkat
aktivitas yang semestinya dapat ditoleransi dengan baik. Kita perlu
menanyakan apakah ia telah melihat keterbatasan baru yang progresif
mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang ia
mampu lakukan tanpa kesulitan di masa lalu (misalnya, berjalan, naik
tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga). Tingkat gangguan fungsional
dapat dinilai dengan cara ini.

Seorang pasien dengan dispnea mungkin berkata, “Saya merasa: sesak


napas, mengalami kesulitan bernapas, tidak bisa bernapas, seperti
tercekik”. Karena merupakan fenomena subyektif, persepsi dan
interpretasi dyspnea bervariasi dari pasien ke pasien. Kita dapat memulai
dengan sebuah pertanyaan terbuka berupa, “Apakah Anda memiliki
kesulitan bernapas?” Jika respon berupa afirmatif dan dyspnea dianggap
menjadi masalah, kita perlu mengetahui detail kapan onsetnya terjadi,
apakah onset tiba-tiba atau bertahap, faktor pemberat dan yang
memperingan serta frekuensi dan durasi serangan. Kondisi-kondisi di
mana dispnea terjadi harus dipastikan di antaranya adalah respon terhadap
aktivitas, kondisi emosional, dan perubahan posisi tubuh harus
diperhatikan Tanyakan juga tentang gejala-gejala yang terkait seperti nyeri
dada, palpitasi, mengi, atau batuk Kadang-kadang batuk tidak produktif
dapat muncul setara dengan dyspnea. Riwayat pasien juga harus diketahui
mengenai masalah medis signifikan yang dimiliki pasien, obat apa yang
dia telah minum serta berapa banyak dia merokok? Juga mengenai riwayat
asma, gangguan paru, alergi dan demam tinggi perlu dipertimbangkan.16,17

Pertanyaan tambahan harus ditujukan untuk memastikan apakah pasien


memiliki ortopnea atau dispnea nokturnal paroksismal. Menanyakan
tentang jumlah bantal ia yang ia gunakan di bawah kepalanya pada malam
hari dan apakah ia pernah harus tidur dengan posisi duduk. Apakah dia
mengalami batuk atau mengi pada posisi berbaring? Apakah ia pernah
terbangun di malam hari dengan sesak napas? Berapa lama setelah
berbaring melakukan episode terjadi, dan apa yang dia lakukan untuk
meringankan penderitaannya tersebut?16,18

Pada kejadian dispnea, kita bisa mengklasifikasikan penyebabnya menjadi


4 kategori utama, yaitu kardiak, pulmonari, campuran kardiak dan
pulmonari serta bukan keduanya. Radiografi dada, elektrokardiografi dan
skrining spirometri dapat memberikan informasi yang berharga untuk
memastikannya. Pada kasus yang belum dapat dipastikan serta
membutuhkan klarifikasi, tes fungsi paru, pengukuran gas darah arteri,
ekokardiografi dan tes standard exercise treadmill atau tes complete
cardiopulmonary exercise dapat dilakukan.17

Sesak nafas atau dyspnea biasanya merupakan keluhan paling awal dan
signifikan pada pasien dengan keluhan gagal jantung kiri. Juga, seringkali
disertai dengan batuk karena ada transudat cairan ke dalam rongga udara.
Kerusakan yang lebih lanjut dapat menyebabkan pasien mengalami
dyspnea saat berbaring yang juga disebut orthopnea. Hal tersebut dapat
terjadi karena terjadi peningkatan pengembalian darah vena dari
ekstremitas bawah dan elevasi diafragma saat berada dalam posisi
supinasi. Karena itu juga, pasien akan merasa lebih baik saat duduk
maupun berdiri atau dengan mengganjal bagian atas tubuh dengan bantal
yang tinggi sehingga rongga dada cenderung naik ke atas. Pasien dapat
pula mengalami paroxymal nocturnal dyspnea (PND), berupa tiba-tiba
terbangun saat sedang tidur karena tidak bisa bernafas.19,20

Pada gagal ventrikel kiri awal, output jantung tidak meningkat dengan
cukup sebagai respon terhadap olahraga ringan sedang sehingga asidosis
jaringan dan otak terjadi, dan pasien mengalami dyspnea on exertion.
Sesak napas dapat disertai dengan kelelahan atau sensasi mencekik atau
kompresi sternum. Pada tahap selanjutnya dari kegagalan ventrikel kiri,
sirkulasi paru-paru tetap mengalami kongesti, dan dispnea dapat terjadi
dengan tenaga yang lebih ringan.

Selain itu, pasien dapat mengalami ortopnea atau paroxymal nocturnal


dyspnea. Edema paru akut adalah manifestasi paling dramatis dari
kelebihan overload vena paru-paru dan dapat terjadi pada infark miokard
baru atau pada tahap terakhir dari kegagalan ventrikel kiri kronis.
Kardiovaskular penyebab dispnea di antaranya adalah penyakit katup
(stenosis mitral dan insufisiensi terutama aorta), arrhythmia paroksismal
(seperti atrial fibrilasi), efusi perikardial dengan tamponade, hipertensi
sistemik atau paru-paru, kardiomiopati, dan miokarditis.Asupan atau
administrasi cairan pada pasien dengan gagal ginjal oliguri juga
kemungkinan dapat berperan pada terjadinya kongesti paru dan dyspnea.

Sementara itu, penyakit paru yang merupakan kategori utama lain


penyebab terjadinya dyspnea, di antaranya adalah asma bronkial, penyakit
paru obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia, efusi pleura,
pneumotoraks, pneumonitis alergi, dan fibrosis interstisial. Selain itu,
dyspnea mungkin terjadi pada demam dan kondisi hipoksia serta
berhubungan dengan beberapa kondisi kejiwaan seperti kecemasan dan
gangguan panik. Diabetic ketoacidosis jarang menyebabkan dypsnea
namun pada umumnya menyebabkan pernafasan lambat dan dalam
(pernafasan Kussmaul. Lesi serebral atau perdarahan intrakranial mungkin
terkait dengan hiperventilasi kuat dan kadang-kadang napas tidak teratur
periodik disebut pernafasan Biot. Hipoperfusi cerebral dari sebab apapun
juga dapat mengakibatkan periode hiperventilasi dan apnea disebut
respirasi Cheyne-Stokes, meskipun mungkin tidak ada kesulitan bernapas
dirasakan oleh pasien.

Pada emfisema, sesak nafas juga merupakan tanda pertama dari gejalanya.
Emfisema merupakan penyakit sumbatan jalan nafas kronik yang ditandai
dengan pembesaran permanen pada jalan nafas bagian distal ke terminal
bronkiolus. Awalnya tampak diam-diam tetapi progresif. Pada pasien
yang memang memiliki bronkitis atau asma bronkitis kronik, batuk dan
mengi mungkin menjadi penanda awal. Gambaran klasik pada pasien yang
tidak memiliki komponen bronkitis adalah mengalami barrel-chest dan
dispnea dengan expirasi yang lebih lama, duduk ke depan pada posisi
membungkuk, berusaha menekan udara keluar paru-paru dengan usaha
bernapas. Pada pasien tersebut, rongga udaranya membesar dan kapasitas
difusinya turun. Dispnea dan hiperventilasi sangat mencolok sehingga
sampai penyakit tahap akhir, pertukaran gas masih adekuat dan nilai gas
darah masih relatif normal.

Pasien emfisema lain yang ekstrem serta memiliki bronkitis kronik dan
riwayat infeksi berulang dengan sputum purulen biasanya memiliki
dyspnea yang kurang mencolok serta dorongan nafas. Hal tersebut
menyebabkan mereka akan menahan karbon dioksida sehingga hipoksia
dan seringkali sianosis.19

Untuk bisa mengerucutkan pada suatu diagnosis penyebab sesak nafas,


perlu dilakukan pemeriksaan fisik lengkap sehingga tidak perlu melakukan
pemeriksaan laboratorium. Patologi orofaringeal atau nasofaring dapat
ditemukan dengan mengidentifikasi kelainan obstruktif kasar dari bagian
hidung atau tenggorokan. Palpasi leher dapat mengungkapkan massa,
seperti di thyromegaly, yang dapat berkontribusi untuk obstruksi saluran
napas. Bruits leher adalah indikasi penyakit makrovaskuler dan
mengarahkan pada penyakit arteri koroner, terutama jika pasien memiliki
riwayat diabetes, hipertensi atau merokok.

Pemeriksaan thorax dapat menunjukan peningkatan diameter


anteroposterior, tingkat pernapasan tinggi, kelainan bentuk tulang
belakang seperti kifosis atau skoliosis, bukti trauma dan penggunaan otot
aksesori untuk bernapas. Kifosis dan skoliosis bisa menyebabkan
pembatasan paru. Auskultasi paru-paru memberikan informasi mengenai
karakter dan simetri nafas suara seperti rales, ronki, suara tumpul atau
mengi. Rales atau mengi dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif,
dan ekspirasi mengi saja dapat mengindikasikan penyakit paru-paru
obstruktif.

Pemeriksaan kardiovaskular dapat menunjukan murmur, suara jantung


tambahan, kelainan dari detak atau irama jantung. Sebuah murmur sistolik
dapat menunjukkan stenosis aorta atau insufisiensi mitral, sebuah suara
jantung ketiga dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif dan ritme
yang tidak teratur bisa menunjukkan fibrilasi atrial. Perfusi perifer
ekstremitas harus dievaluasi dengan menilai pulsasinya, kapillari refill,
edema dan pola pertumbuhan rambut.

Pemeriksaan psikiatrik dapat mengungkapkan kecemasan disertai dengan


gemetar, berkeringat atau hiperventilasi.17

2. Patomekanisme sesak pada pasien kardiovaskuler:

Sesak nafas karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena


pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan
tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkisar 5 mmHg. Jika
meningkat, seperti pada penyakit katub mitral dan aorta atau disfungsi
ventrikel kiri, vena pulmonalis akan meregang dan dinding bronkus
terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non produtif
dan mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi
tekanan ongkotik plasma (sekitar 25 mmHg, jaringan paru menjadi lebih
kaku karena edema interstisial (peningkatan kerja otot pernafasan untuk
mengembangkan paru dan timbul sesak nafas), transudat akan terkumpul
dalam alveoli yang mengakibatan edema paru. Jika keadaan berlanjut,
akan terjadi produksi sputum yang berbuih, yangberwarna merah kibat
pecahnya pembuluh darah halus bronkus yang membawa darah ke dalam
cairan edema.5,6
Sesak napas pada jantung akan memburuk dalam posisi berbaring
terlentang (ortopnu), dan dapat membangunkan pasien pada dini hari (ini
disertai dengan keringat dan ansietas—dispnu nokturnal paroksisma, dan
berkurangnya pada saat duduk tegak. Aliran balik vena sistemik ke jantung
kanan meningkat pada posisi setengah duduk (recumbent), terutama pada
dini hari ketika volume darah paling tinggi, menyebabkan aliran darah
paru meningkat dan disertai pula peningkatan lebih lanjut ketanan pada
pulmonalis. Tetapi jika kontraksi ventrikel kanan sangat terganggu, seperti
pada kardiomiopati dilatasi atau infark ventrikel kanan, ortopnu dapat
berkurang karna jantung kanan dapat meningkatkan aliran darah paru
sebagai respon terhadap peningkatan aliran balik vena.5

3. Etiologi sesak:

Kesukaran bernapas atau sesak napas adalah simptom tersering dalam


gagal jantung. Mekanisme dyspnea secara umum yang ditemukan penyakit
cardiovaskular bisa terjadi dengan adanya faktor pemicu di bawah2:
a. Bertambahnya beban/kerja pernapasan  overworked otot
pernapasan. Dalam gagal jantung kiri, berlakunya kongesti lokal pada
vena pulmonary dan kapilar. Tekanan kapilar pulmonal> 25 mmHg 
eksudasi cairan dari dinding alveolar  paru2 lebih rigid (tidak
elastis)  > beban kepada otot respiratory2
b. Berkurangnya kapasitas vital disebabkan oleh kongesti vena
pulmonary jarang sekali hydrothorax atau ascites2
c. Refleks hiperventilasi. Pulmonary stretch receptor meregang secara
abnormal disebabkan oleh kongesti paru2
d. Penyempitan bronkial. Penyempitan disebabkan oleh spasme atau
cairan yang timbul akibat gagal jantung. 2
e. Hypoxaemia dan retensi CO22.
f. Cardiac:termasuk pada gagal jantung, systolic disfunction,
cardiomyopathy, dan kelainan katup mitral2
g. Pulmo: obstruksi dan retriksi3
h. Cardiac + Pulmo : COPD dengan hipertensi pulmonal3
i. non Cardiac atau Pulmo : metabolik kondisi (anemia), latihan,
ketinggian3
j. lain-lain : Myastenia Gravis, TetanusPada anak-anak : pneumonia,
bronchitis, EBVPada yang akut : trauma dada (pulmo-thoraks),
kehamilan, ISPA. Pada yang kronik : kelainan pada pita suara3

4. Jenis-jenis penyakit yang dapat menyebabkan sesak napas:


1. Cardiac7,8 :
a. Gagal jantung : merupakan sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung.
b. Penyakit Jantung Koroner : terjadi karena sumbatan plak ateroma
pada arteri koroner. Arteri koroner adalah arteri yang memasok
nutrisi dan oksigen ke otot jantung (miokard).
c. Infark miokard akut : merupakan salah satu bentuk manifestasi
klinis dari penyakit jantung koroner yang kejadiannya melibatkan
proses aterotrombosis, yaitu penggabungan antara aterosklerosis
dan trombosis.
d. Perikarditis : inflamasi pada perikardium baik lapisan parietal,
visceral maupun keduanya.
e. Kardiomiopati : kelainan struktur dan fungsi otot jantung tanpa
disertai penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit katup, atau
penyakit jantung kongenital yang mampu menyebabkan kelainan
tersebut.
f. Aritmia : gangguan pada frekuensi, konduksi, atau asal irama yang
bukan dari nodus sinus.
2. Pulmoner9 :
a. Asma : penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan
memyebabkan hiperresponsif, obstruksi, dan aliran udara yamg
terbatas disebabkan oleh bronkokontriks, penumpukan mukus, dan
proses inflamasi.
b. PPOK : penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dengan
karakteristik hambatan aliran udara menetap dan progresif yang
disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran
nafas dan paru terhadap partikel berbahaya.
c. Pneumotoraks : kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura
dari dada antara paru-paru dan dinding dada.
d. Gangguan /penyakit paru herediter
e. Penyakit paru restriksi

5. Penatalaksanaan awal:
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.10
a. Tirah baring (Kelas I-C)
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
(Kelas I-C)
c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada pasien dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah
lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
1. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali
pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau
2. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan
untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)
(Kelas I-C).
f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat
(Kelas I-C). jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C).
dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti
g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,
bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual (kelas IIa-B)
6. Langkah-langkah diagnosis:
Anamnesis15
1. Menanyakan identitas : nama, umur, alamat, pekerjaan
2. Menanyakan keluhan utama (sesak nafas) dan menggali riwayat
penyakit sekarang.
3. Tanyakan :
a. Menanyakan keluhan utama sesak nafas
b. Menanyakan onset
c. Menanyakan faktor pencetus, psikogenik, fisik
d. Menanyakan faktor yang memperberat ( berjalan, naik tangga,
mengangkat barang, mengedan ) dan yang meringankan keluhan (
istirahat, duduk, obat-obatan )
e. Menanyakan posisi tubuh yang menyebabkan keluhan memberat dan
berkurang (ortopnea)
f. Apakah ada keluhan terbangun tengah malam karena sesak dan
seberapa sering
4. Tanyakan gejala lain yang berhubungan :
a. Nyeri dada, Jantung berdebar-debar, batuk, berkeringat, rasa
tertindih beban berat, rasa tercekik.
b. Mual, muntah, nyeri perut/ulu hati
c. Kejang, pusing, otot lemah/lumpuh, nyeri pada ekstremitas, edema
(bengkak)Pingsan, badan lemah/lelah

Pemeriksaan fisik15
Inspeksi15
Inspeksi dilakukan untuk menilai kecepatan pernapasan dan
memperhatikan deformitas thoraks, seperti pektus eskavatum (sternum
cekung), yang dapat menggeser apeks jantung ke kiri dan mem berikan
kesan palsu adanya kardiomegali, atau menyebabkan murmur aliren
ejeksi ‘inosen’ akibat kompresi ringan alur keluar venrikel kanan.
Pektus karinatum (dada merpati) dan kifoskoliosis dapat berkaitan
dengan gejala.

Palpasi12,15
Carilah posisi denyut apeks dengan ujung jari, kemudian rabalah
dengan telapaktangan untuk menentukan sifat denyut, terletak sedikit
medial dan diatas ruang interkostal ke lima di garis mid-kalvikular.
Seringkali denyutnya tidak teraba pada posisi terlentang, terutama pada
manula, tapi lebih mudah jika pasien dimiringkan ke kiri. saat
memeriksa ekstremitas atas Pada pasien jantung, berikut merupakan
temuan yang paling penting untuk diperhatikan:
a. Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan
penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu
yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal
terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada
penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok jantung.
b. Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler
sistemik.
c. Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan
dasar memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji
pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian
lepaskan dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir
seketika dengan kembalinya warna pada jari. Reperfusi yang lambat
menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat, seperti
terjadi pada gagal jantung.
Tes CRT dilakukan dengan memegang tangan pasien lebih tinggi
dari jantung (mencegah refluks vena), lalu tekan lembut kuku jari
tangan atau jari kaki sampai putih,kemudian dilepaskan. Catatlah
waktu yang dibutuhkan untuk warna kuku kembali normal
(memerah) setelah tekanan dilepaskan.Pada bayi yang baru lahir,
pengisian kapiler dapat diukur dengan menekan pada tulang dada
selama lima detik dengan jari telunjuk atau ibu jari, dan catat waktu
yang dibutuhkanuntuk warna kulit kembali normal setelah tekanan
dilepaskan. Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku
kembali normal kurang dari 2 detik. Pada bayibaru lahir batas
normal pengisian kapiler adalah 3 detik
d. Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf
otonom. Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan
stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan
sangat dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan
mengakibatkan vasokonstriksi. Tangan yang hangat menandakan
adanya vasodilatasi perifer. Pasien dengan payah jantung biasanya
terjadi vasokonstriksi, sehingga tangannya terasa dingin dan
kadangkadang berkeringat akibat peningkatan sekresi adrenaline.
e. Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
f. Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
g. Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan
desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung
congenital
h. Tanda-tanda lain, misal finger Splinter haemorhage dan osler
node, mungkin dapat dijumpai pada endokarditis bakterial subakut.

Auskultasi12,15
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan cara mendengar
bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian
dan kegiatan jantung dan hemodinamik darah dalam jantung.
Ketika memulai auskultasi keadaan lingkungan sekitar harus tenang dan
mulailah dengan mendengarkan dengan cepat diatas perikordium
dengan menggunakan diafragma dan corong, pasien dengan sikap
setengah duduk (40ᵒ) hal ini akan memberikan kesan memperkeras
bunyi dan murmur dari katup aorta dan pulmonal, dan mungkin katup
tricuspid, pasien sebaiknya miring ke depan dan untuk katup mitral agar
badan miring ke kiri. Pada setiap pergerakan, fase pernapasan perlu
dimanfaatkan untuk mendapatkan data yang maksimal.

1. Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam


keadaan beristirahat)

2. Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja


pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi / stenosis katup.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnose penyakit gagal jantung yaitu12:

1. Elektro kardiogram (EKG)

Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis, iskemia,


disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. Hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat.
Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan
adanya aneurime ventricular.

2. Skan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .

3. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)

Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam


fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.

4. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan


gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi.
5. Rongent dada

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan


dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.

6. Enzim hepar

Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.

7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretik.

8. Oksimetri nadi

Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung


kongestif akut menjadi kronis.

9. Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan


(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

10. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin

Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan


baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

11. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai


pre pencetus gagal jantung.

7. Diagnosis banding:

A. Gagal jantung kongestif


B. Hipertensi Heart Disease
SKENARIO TAMBAHAN:

Keluhan sesak napas memberat walaupun aktivitas ringan selama 1 minggu


terakhir, keluhan disertai dengan bengkak pada kaki. Sering bangun pada tengah
malam dan kadang agak sesak. Tekanan darah meningkat dan tidak teratur dalam
berobat. Ditemukan ronkhi basah halus pada seluruh lapangan paru, nadi regular,
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 130x/menit, bendungan vena +8 cm pada
posisi 45 derajat. Iktus kordis teraba di linea axillaris anterior. Ditemukan CTR
0,9 dan ada kerley b-lines.

PERTANYAAN TAMBAHAN:

1. Jelaskan mengenai diagnosis utama (CHF) dan diagnosis banding (HHD)


berdasarkan skenario tambahan!
2. Jelaskan mekanisme terjadinya gagal jantung yang disebabkan oleh
hipertensi sehingga menyebabkan edema pada ekstremitas bawah dan
penatalaksanaannya!
3. Jelaskan mengenai:
a. Ronkhi basah halus pada seluruh lapangan paru
b. Bendungan vena +8 cm pada posisi 45 derajat
c. Iktus kordis teraba di linea axillaris anterior
d. CTR 0,9
e. Gambaran kerley b-lines
4. Bagaimanakah perspektif Islam berdasarkan skenario lengkap!

JAWABAN PERTANYAAN:

1. A. GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Definisi CHF12

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah


dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien. Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan
kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

Etiologi CHF12

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,


disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2) Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium kare na terganggunya aliran darah


ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan


hipertrofi serabut otot jantung.

4) Peradangan dan penyakit miok ardium degeneratif


Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kont raktilitas menurun.

5) Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner) , ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load .

6) Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan


beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam),
hipoksia dan anemia di perlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung

Patofisiologi CHF12

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian
(filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh
darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan
air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

Penting dibedakan antara kemampuan jantun g untuk memompa (pump


function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda - tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik
(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (mmisal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu
kekakuan ventrikel akan menyebabkan terja dinya disfungsi ventrikel.
Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping
itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan
menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian
jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi
ventrikel menurun.

WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat


penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik,
ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan
keadaan yang telah disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal
jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR
X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempe rtahankan
perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahan kan curah jantung. Tapi pada
gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu :

1) Preload : setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas : mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.

3) Afterload : mengacu pada besarnya ventrikel yang harus dihasilkan


untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan
oleh tekanan arteriole.

Manifestasi Klinis CHF12

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,


beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang - ruang jantung
yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat
gangguan penampilan jantung.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal


dyspnea.

2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,


muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.

3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.

Komplikasi CHF12

1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena


dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β b locker dan pemberian warfarin).

3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik


dengan dosis ditinggikan.

4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau


sudden cardiac death (225 - 50%% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam
mungkin turut mempunyai peranan.

Penatalaksanaan CHF11

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:

1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan -


bahan farmakologis.

3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi


diuretik diet dan istirahat.

Terapi Farmakologi11

1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)

Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala


volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal ,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2) Antagonis aldosteron

Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.

3) Obat inotropik

Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.

4) Glikosida digitalis

Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan


volume distribusi.

5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)

Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh


darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena.

6) Inhibitor ACE

Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi


aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyeba bkan peningkatan curah jantung.

Terapi non farmakologi11,12

Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan


seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

B. HIPERTENSI HEART DISEASE

Defenisi
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan
untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,
dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan
darah, baik secara langsung maupun tidak langsung 13

Etiologi

Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring


waktu, hal ini dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi
jantung sebagai pompa terhadap peninggian tekanan darah di atrium kiri
diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang dipompa oleh jantung
setiap menit (output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan,
gejala-gejala kegagalan janutng ingestive dapat berkembang.13

Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk
penyakit jantung dan stroke. Ischemic dapat menyebabkan penyakit
jantung (penurunan suplai darah ke otot jantung pada kejadian
anginapektoris dan serangan jantung) dari peningkatan pasokan oksigen
yang dibutuhkan oleh otot jantung yang lemah.13

Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk bahan dari


dinding pembuluh darah yang pada gilirannya dapat memperburuk
atheroscherotis. Hal ini juga akan meningkatkan resiko serangan jantung
dan stroke.(2)

Epidemiologi

Diperkirakan prevalensi hipertensi di Amerika Serikat pada tahun


2005 adalah 35,3 juta untuk pria dan 38,3 juta untuk wanita. Hipertensi
lebih umum pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih Hispanik
dan non-Hispanik, dan prevalensi ini meningkat.13

Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung
bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding
yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan
payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit
arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang
bertambah akibat penambahan massa miokard.13

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi


ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan
bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor
yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya
peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan
simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai
penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa
ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab
hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner.13

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah


difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif
ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus,
hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya
aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik
menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena
meningkatnya volum diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai
penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi),
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi
oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung, Hal-
hal yang memperburuk fungsi mekanik vantri13

Diagnosis

Gejala penaykit jantung hipertensi tergantung durasi, derajat


keparahan, dan jenis penyakit. Selain itu pasien mungkin tidak menyadari
diagnosa dari hipertensi.14
Cara mendiagnosa tergantung dari:
1. Riwayat Penyakit
Seseorang penderita hipertensi dengan penyakit jantung
koroner mungkin memiliki gejala penyakit arteri (angina), kelelahan,
dan sesak nafas saat beraktivitas maupun saat beristirahat. Penyakit
jantung kongestive dapat mencakup episode tidur yang terputus
karena masalah pernafasan (sulit nafas tiba-tiba yang terjadi pada
malam hari).14
2. Ujian Fisik
Pada hipertensi dengan berbagai tingkat keparahan terdapat
perubahan pada aliran pembuluh darah yang mana terlihat pada
pemeriksaan mata. Auskultasi pada hati yang memperlihatkan
ketidakteraturan denyut nadi, suara marmurs, dan suara gallops.
Dalam lanjutan kasus penyakit jantung hipertensi, dapat terjadi
pembesaran hati dan pembengkakan pada kaki dan tumit.14
3. Pengujian
Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang EKG maupun
echocardiogram x-ray untuk menegakkan diagnosa adanya
pembesaran bilik kiri jantung.14

Penatalaksanaan13
Pengobatan ditujukan selain pada tekanan darah juga pada
komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu dengan:
1. Menurunkan tekanan darah menjadi normal
2. Mengobati payah jantung karena hipertensi
3. Mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit
kardiovaskuler
4. Menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskular
semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinaju 3 faktor fisiologis
yaitu: 1) Menurukan isi cairan intravaskuler dan Na darah dengan
diuretik; 2) menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respon
kardiovakuler terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari
golongan anti-simpatis dan 3) menurunkan tahanan perifer dengan
obat vasodilator.

Diuretik
Cara kerja diuretik adalah dengan menurunkan cairan
intravaskuler, meningkatkan aktifita srenal-pressor (renin -angiotensin-
aldostero. Meningkatkan aktifitas susunan saraf sim-patis, menyebabkan
vasokonstriksi, meningkatkan irama jantung, meningkatkan tahanan
perifer (after-load) dan rangsangan otot jantung. Merangsang gangguan
metabolisme lemak, dan memiliki efek negatif terhadap risiko penyakit
kardiovsskuler. Hipokalemia dapat menyebabkan timbulnya denyut
ektopik meningkat, baik pada waktu istirahat maupun berolahraga.
Maningkatkan resiko kematian mendadak. Gangguan toleransi glukosa,
gangguan metabolisme lemak dan akhirnya meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler.13

Golongan anti-simpatis
Obat golongan anti-simpatis bekerja mempengaruhi susunan saraf
simpatis atau respon jantunp terhadap rangsangan simpatis. Golongan
yang bekerja sentral, misalnya reserpin, alfa metildepa, klonidin dan
guanabenz. Golongan yang bekerja perifer yaitu penghambat ganglion
(guanetidin, guanedril), penghambat alfa (prazosin), dan penghambat beta
adrenergik. Pada pokoknya hampir semua obat anti-simpatic
mempengaruhi metabolisme lemak, walaupun cara kerja yang pasti belum
diketahui. Pada penelitian Framingham, kolesterol total 200 mg/dl didapat
pada lebih dari 50 persen pasien hipertensi. Oleh karena itu harus hati-hati
memilih obat golongan ini, jangan sampai meningkatkan faktor risiko lain
dari penyakit kardiovaskuler.13

Vasodilator
Ada 2 golongan yaitu yang bekerja langsung seperti hidralazin dan
minoksidil dan yang bekerja tidak langsung seperti penghambat ACE
(kaptopril, enalapril), prazosin, antagonis kalsium.
Goicngan yang bekerja langsung mempunyai efek samping
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler dengan meningkatkan
pelepasan katekolamin, gangguan metabolisme lemak dan menyebabkan
progresifitas hipertrofi ventrikel. Sedangkan golongan yang tak lanysung
tidak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Berbagai penelitian
menyatakan bahwa penghambat ACE dapat meregresi hipartrofi ventrikel
kiri.13

Komplikasi14

a. Gagal jantung
b. Aritmia
c. Serangan jantung
d. Angina
e. Kematian.

Pencegahan14
Diet rendah sodium:
a. Diet buah-buahan dan sayuran segar
b. Latihan aerobit rutin
c. Mencegah terjadinya kegemukan.

2. Mekanisme gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi sehingga


menimbulkan edema pada ekstremitas:
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi
akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran
(backward congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan
menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistim sirkulasi aliran
darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah
upaya tubuh untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi
pada gagal jantung ialah : dilatasi ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan
rangsang simpatis berupa takikardi dan vasikonstriksi perifer, peninggian
kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan
peningkatan eksttraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan
dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran
darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut
Gagal Jantung Kongestif (CHF).7,8,12

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik


pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel
berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang
sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam
kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama/kronik akan
dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi
beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung
dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah
sentral.yang selanjutnya meningkatkanpreload. Meskipun adaptasi –
adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu
sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia
pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.7,8,12

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi


perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ –
organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer
dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga
aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu
sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem
rennin – angiotensin – aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan
peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal
jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan
peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.7,8,12

Respon kompensasi terhadap out put kardiac yang tidak adekuat.


Cardiac out put yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi
yang berusaha untuk mempertahankan perfusi organ- organ tubuh yang
vital. Respon awal adalah stimulus kepada saraf simpati yang
menimbulkan dua pengaruh utama12 :
1.Meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi myocardium.
2.Vasokontriksi perifer

Vasokontriksi perifer menggeser arus darah arteri ke organ-organ


yang kurang vital, seperti kulit dan ginjal dan juga organ-organ yang
lebih vital, seperti otak. Kontriksi vena meningkatkan arus balik dari
vena ke jantung. Peningkatan peregangan serabut otot myocardium
memungkinkan kontraktilitas.12

Pada permulaan respon berdampak perbaikan terhadap cardiac out put,


namun selanjutnya meningkatkan kebutuhan oksigen untuk myocardium,
meregangkan serabut- serabut myocardium dibawah garis kemampuan
kontraksi. Bila orang tidak berada dalam status kekurangan cairan untuk
memulai peningkatan volume ventrikel dapat memperberat preload dan
kegagalan komponen- komponen.12

Jenis kompensasi yang kedua yaitu dengan mengaktivkan sistem renin


angiotensin yang akhirnya berdampak pada peningkatan preload maupun
afterload pada waktu jangka panjang dan seterusnya. 12

Kompensasi yang ketiga yaitu dengan terjadinya perubahan struktur


miocardium itu sendiri yang akhirnya lama- kelamaan miocardium akan
menebal atau menjadi hipertropi untuk memperbaiki kontraksi namun ini
berdampak peningkatan kebutuhan oksigen untuk miokardium. 12

Kegagalan ventrikel kiri12


Kegagalan ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung
oksigen guna memenuhi kebutuhan tubuh berakibat dua hal :

1.Tanda- tanda dan gejala- gejala penurunan kardiak output.

2.Kongesti paru- paru.

a. Dispnea

Pernafasan yang memerlukan tenaga merupakan gejala dini


dari kegagalan ventrikel. Bisa timbul akibat gangguan pertukaran gas
karena cairan di dalam alveoli. Hal ini bisa menjadi payah karena
pergerakan tubuh, misal menaiki tangga, berjalan mendaki dll.
Karena dengan kegiatan tersebut memerlukan peningkatan oksigen.

b. Orthopnea

Timbul kesukaran bernafas pada waktu berbaring terlentang


dan orang harus tidur pakai sandaran di tempat tidur atau tidur duduk
pada sebuah kursi. Bila orang tidur terlentang ventilasi kurang
kurang dan volume darah pada pembuluh- pembuluh paru- paru
meningkat.

Kegagalan ventrikel kanan12

Kegagalan ventrikel kanan terjadi bila bilik ini tidak mampu


memompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru- paru.
Kegagalan ventrikel kanan dalam memompakan darah akan
mengakibatkan oedema pada ekstrimitas. Pada hati juga mengalami
pembesaran karena berisi cairan intra vaskuler, tekanan di dalam sistem
portal menjadi begitu tinggi sehingga cairan didorong melalui pembuluh
darah masuk ke rongga perut (acites) akibatnya akan mendesak
diafragma yang akhirnya akan susah untuk bernapas
Sindrom gagal jantung disebabkan oleh beberapa komponen:

1. Ketidak mampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna


mengakibatkan stroke volum dan cardiac output menurun.

2. Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic


overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel
sehingga menurunkan curah ventrikel.

3. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic


overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir
diastolic dalam ventrikel meninggi.

4. Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya


kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan
terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup
tinggi tetapi tidak mamu untuk memenuhi kebuthuna sirkulasi tubuh.

5. Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk


kedalam ventrikel atau pada aliran balik venous return akan
menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah
jantung menurun.

Gagal jantung kanan maupun kiri dapat disebabkan oleh beban kerja
(tekanan atau volume) yang berlebihan dan atau gangguan otot jantung
itu sendiri. Beban volume atau preload disebabkan karena kelainan
ventrikel memompa darah lebih banyak semenit sedangkan beban
tekanan atau afterload disebabkan oleh kealinan yang meningkatkan
tahanan terhadap pengaliran darah ke luar jantung. Kelainan atau
gangguan fungsi miokard dapat disebabkan oleh menurunnya
kontraktilitas dan oleh hilangnya jaringan kontraktil (infark miokard).
Dalam menghadapi beban lebih, jantung menjawab (berkompensasi)
seperti bila jantung menghadapi latihan fisik. Akan tetapi bila beban
lebih yang dihadapi berkelanjutan maka mekanisme kompensasi akan
melampaui batas dan ini menimbulkan keadaan yang merugikan.
Manifestasi klinis gagal jantung adalah manifestasi mekanisme
kompensasi.

Manifestasi Klinis

Gagal jantung kiri12 :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel


kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi yaitu :

a. Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
b. Batuk
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
d. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.

Gagal jantung kanan12

a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.


b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting, penambahan berat badan,
c. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan
statis vena dalam rongga abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
3. a. Ronki basah. Ronki basah sering juga disebut dengan suara
krekels (crackles) atau rales. Ronki basah merupakan suara berisik dan
terputus akibat aliran udara yang melewati cairan. Ronki basah halus,
sedang atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang terkena dan
umumnya terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus biasanya terdapat
pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang
sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi.
Sifat ronki basah ini dapat nyaring (infiltrat)atau tidak nyaring (pada
edema paru). Krekel dapat dihilangkan dengan batuk, tapi mungkin juga
tidak. Krekels mencerminkan inflamasi atau kongesti yang mendasarinya
dan sering timbul pada kondisi seperti pneumonia,bronkitis, gagal jantung
kongesti, bronkiektasis, dan fibrosis pulmonal serta khas pada pneumonia
dan interstitial atau fibrosis.Timing (waktu) ronkhi ini sangat penting.
Ronki inspirasi awal menunjukan kemungkinan penyakit pada jalan napas
kecil, dan khas untuk hambatan jalan napas kronis. Ronki lainnya
terdengar pada inspirasi awal dan bersifat kasar sedang. Ronki berbeda
dengan yang terdengar pada gagal ventrikel kiri yang terjadi di akhir siklus
pernapasan.
Ronki pada inspirasi akhir atau paninspirasi menunjukan kemungkinan
penyakit yang mengenai alveoli dan dapat bersifat halus, sedang, atau
kasar. Ronki halus dideskripsikan sebagai bunyi rambut yang digosok-
gosok dengan jari-jari tangan. Bunyi ini secara khas disebabkan oleh
fibrosis paru. Ronki sedang biasanya akibat gagal ventrikel kiri, bila ada
cairan alveoli merusak fungsi dari surfaktan yang disekresi dalam keadaan
normal. Ronki kasar khas untuk pengumpulan sekret yang tertahan dan
memiliki kualitas seperti mendeguk yang tidak mengenakan. Bunyi ini
cenderung berubah dengan batuk yang juga memiliki kualitas yang sama.
Bronkiektasis paling sering menyebabkan terjadinya ronki, tetapi setiap
penyakit yang menimbulkan retensi sekret dapat menyebabkan gangguan
ini.

Ronki mungkin disebabkan oleh hilangnya stabilitas jalan napas perifer


yang kolaps pada saat ekspirasi. Tekanan inspirasi yang tinggi
menyebabkan terjadinya pemasukan udara cepat ke dalam unit-unit udara
distal. Hal ini menyebabkan pembukaan yang cepat dari alveoli dan
bronkus kecil atau bronkus sedang yang mengandung sekret pada bagian-
bagian paru yang berdeflasi sampai volume residu.21

b. Bendungan vena +8 cm pada posisi 45 derajat


c. Iktus kordis teraba di line axillaris anterior
Kadang - kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla
mammae, tapi seringkali hal ini tidak dapat dijadikan patokan karena
letak papilla mammae terutama pada wanita sangat variable. Iktus
sangat menentukan batas jantung kiri. Maka jika didapatkan iktus
terdapat pada perpotongan antara spatium interkostale V kiri dengan
linea midklavikularis, berarti besar jantung normal. Jika iktus terdapat di
luar linea midklavikularis, maka menunjukan suatu hal tidak normal,
yang dapat disebabkan oleh pembesaran jantung kiri atau jika besar
jantung adalah normal, maka perpindahan itu disebabkan oleh
penimbunan cairan dalam kavum pleura kiri atau adanya schwarte
pleura kanan. Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal,
hal ini juga patologis, dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura
kiri atau adanya schwarte pleura kanan.23
d. CTR 0,9
Cardiothoracic Ratio (CTR)
Secara radiologis, cara mudah untuk menentukan apakah cor
membesar atau tidak adalah dengan membandingkan lebar cor dan
lebar cavum thoraces pada foto toraks proyeksi posterio-anterior
yang disebut Cardiothoracic Ratio (CTR) diperlihatkan garis-garis
untuk mengukur lebar cor (a + b) dan lebar toraks (c1 + c2)24

Keterangan gambar :
a = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor dekstra
b = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor sinistra
c1 = Jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo dekstra
c2 = Jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo sinistra

Pada pasien pria dan wanita dewasa usia 20 sampai 60 tahun, foto
toraks standar mempunyai Cardiothoracic Ratio (CTR) normal,
yaitu <0,524

e. Gambaran kerley b-lines


Septal Lines disebabkan oleh akumulasi cairan atau bahan lain di
septa interlobular.
Kerley B Lines ditemukan di pinggiran pangkalan paru. Panjangnya
1–2 cm dan memanjang pada sudut kanan dari permukaan pleura.
Penyebab tersering adalah gagal jantung kiri dan lymphangitis
carcinomatosa.22

4. Perspektif Islam

Q.S Qaf : 16

Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan


mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya.”

Penjelasan :

Ini menunjukkan relasi antara Allah SWT dengan hamba-Nya, sekaligus


mengisyaratkan pentingnya pembuluh darah di leher dan hubungannya
dengan jantung. Panjang lebar, penulis paper tersebut juga menghapus
jantung, penyakit yang berkaitan dengan jantung, serta kontribusi Al
Qur’an dan Hadist bagi dunia medik. Seperti pembuluh darah aorta,
diskusi seputar darah pada penyembelihan binatang. Al Qur’an juga
menyebut ada tiga kelompok manusia berdasarkan keadaan “heart”, yaitu
orang yang beriman yang memiliki hati yang hidup, orang kafir yang
memiliki hati yang mati, dan orang munafik yang ada penyakit dalam hati.
DAFTAR PUSTAKA

1. Braunwauld. Examination of the patient. In : Braunwauld. Heart Disease.


A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB Saunders; 2001 :
28-30
2. Rilantono, Lily I. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: FK UI. 2015. Hal. 44.
3. USM Nadi. Compilation of Pathogenesis and Pathophysiology. First
Edition. 2006. Universiti Sains Malaysia.
4. Manning HL, Schwartzstein. Patophysiology of Dyspnea. N Engl J Med. Vol 333;
1995: 1547-53. http://www.nejm.com.
5. Joewono, B.S., IlmuPenyakitJantung, Airlangga University Press,
Surabaya. 2003.
6. Mansjoer, Arief, dkk., Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
2,Media Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta. 2005.
7. Kusumosutoyo, Dianiati. Patofisiologi Sesak Nafas. Jakarta : Departemen
Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. 2009.
8. Siti setiati, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Jakarta :
InternaPublishing. 2015.
9. Chris Tanto, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI. 2016.
10. Irmalita et all. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi III.
Jurnal Kardiologi Indonesia. Halaman 11 – 12. 2015.
11. Depkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK
PENYAKIT HIPERTENSI. 2006
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani W. I, Setiowulan W. “Kapita
Selekta Kedokteran” Edisi ke-3 jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI.
13. Adnil Basha; Penyakit Jantung Hipertensif; Buku Ajar Kardiologi; Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 209-211
14. Hypertension heart disease Medscape.
http://www/medscape.com/files/public/blank.html/hypertensive_heart_dis
ease. 2016.
15. Gray H. huon, lecture notes kardiologi. Penerbit erlangga. Hal 1-20
16. Mukerji V. Dyspnea. Clinical Methods: The History, Physical, and
Laboratory Examinations. 3rd ed. Boston: Butterworth Publishers,1990. P.
78-80.
17. Morgan WC, Hodge HL. American Family Physician. Diunduh dari
http://www.aafp.org/afp/ 980215 ap /morgan.html. Diakses 31 Mei 2011.
18. Fauci AS, ed. Harrison’s Principles of internal medicine. 14th ed. New
York: McGraw-Hill, 1997.
19. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The Heart.8th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. P. 381, 487.
20. Aaronson PI, Ward JPT. At a Glance Sistem Kardiovaskular: Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisik Kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC, 2010. P.68.
-patient is subject, not object-
21. Muttaqin A. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: Pengkajian Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. P. 53-7.
22. Ellie, Stephen M. The WHO manual of diagnostic imaging : radiographic
anatomy and interpretation of the chest and the pulmonary system.
Switzerland: WHO publications. Halaman 50. 2006.
23. Penuntun laboratorium keterampilan medik PPD Unsoed. Modul skill
Lab.A-Jilid 1
24. Dewanto, Prasetyo Budi. Perbedaan Cardiothoracic Ratio (CTR) Normal
antara Proyeksi Standar Foto Toraks dengan Proyeksi AnterioPosterior
(AP) Supine Ekspirasi Maksimal. Jurnal Biomedika. Halaman 19-20.
2009.
25.

Anda mungkin juga menyukai