Apoteker Indonesia yang bertugas membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker
Indonesia oleh Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin
apoteker Indonesia.
Majelis Etik dan disiplin apoteker Indonesia adalah salah satu organisasi yang diberi amanah oleh
Kongres IAI untuk mengawal terlaksananya profesi Apoteker Indonesia sesuai dengan Kode Etik.
Visi: Terwujudnya Apoteker profesional yang punya Etika profesi dalam pengabdiannya kepada kesehatan
masyarakat.
Misi:
1. Memberikan pembinaan kepada anggota organisasi dalam pelaksanaan Kode Etik Apoteker.
3. Melakukan (peninjauan / evaluasi Kode Etik Apoteker sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Tujuan
Tujuan Umum :
Dimilikinya pedoman kerja seluruh pengurus MEDAI dalam rangka penegakan etika apoteker.
Tujuan Khusus:
2. Meminimalisasi kasus mal-praktek dan perilaku menyimpang dalam pelayanan kefarmasian Indonesia
Urgensi MEDAI
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker (Presiden RI., 2009). Apoteker tidak hanya kompeten dalam terapi obat,
tetapi juga mempunyai komitmen membantu peningkatan kualitas hidup pasien
melalui pencapaian hasil yang optimal dalam terapi (Peterson, 2004). Apoteker
memiliki peran yang unik dan penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan
luar apa yang selama ini dianggap sebagai peran tradisional mereka.
apoteker anda”, reklasifikasi obat, dan iklan obat-obatan kepada masyarakat yang
bekerja dalam praktik paruh waktu. Ini dikenal sebagai apoteker perawatan primer
Untuk kegiatan tersebut, apoteker memiliki peran utama dalam mengelola biaya
Peranan MEDAI
Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam menetapkan ada/atau tidak adanya
pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh
dilanggar oleh para praktisi tersebut agar dapat menjalankan praktik kefarmasian secara profesional.
Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan terlindungi dari pelayanan
kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya mutu pelayanan apoteker; serta terpeliharanya
martabat dan kehormatan profesi kefarmasian
Pelanggaran Kode Etik Profesi merupakan penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima
oleh sekelompok profesi, kode etik profesi akan mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik profesi akan bisa dijadikan sebagai acuan dasar dan sekaligus alat kontrol internal bagi anggota
profesi, disamping juga sebagai alat untuk melindungi kepentingan masyarakat dari perbuatan-
perbuatan yang tidak profesional
Pelanggaran etik belum tentu pelangaran hukum, jika apoteker melanggar etik maka akan diputuskan
oleh MEDAI (Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia) sanksi yang diberikan biasanya sanksi
administratif, bukan hukuman badan atau penjara, bahkan sanksinya berupa sanksi moral. Peraturan
yang digunakan dasar oleh MEDAI untuk memberi keputusan ada tidaknya pelanggaran etik yaitu Kode
Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah/janji apoteker.
Dasar pertanggungjawaban terhadap tindakan yang dilakukan oleh apoteker sesuai dengan jenis
pelanggaran yang dilakukan yang meliputi pelanggaran dan pertangungjawaban secara etik, disiplin dan
secara hukum.
Praktik Farmasi Komunitas merupakan salah satu wujud pengabdian profesi apoteker. Untuk penjaminan
mutu penyelenggaraan praktik farmasi komunitas, WHO dan FIP menerbitkan dokumen Cara Praktik
Farmasi yang Baik di Farmasi Komunitas dan Farmasi Rumah Sakit atau Good Pharmacy Practice (GPP) In
Community and Hospital Pharmacy Settings (WHO, 1996) dan Standar Kualitas Pelayanan Kefarmasian
atau Standard for Quality of Pharmacy Services (FIP, 1997).
Dengan maksud yang sama, Indonesia menetapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik (Menkes RI,
2004) sebagai pedoman bagi para apoteker dalam menjalankan profesi, dengan tujuan melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional. Penetapan standar pelayanan ini merupakan
konsekuensi perubahan fundamental dari pelayanan berorientasi produk ke pelayanan berorientasi
pasien yang mengacu pada filosofi asuhan kefarmasian (pharmaceutical care), yaitu pelayanan
komprehensif di mana apoteker mengambil tanggung jawab mengoptimalkan terapi obat, untuk
mencapai hasil yang lebih baik dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (Cipolle, dkk., 1998).